My Beloved Staff (TAMAT)

By jingga_senja_

2.6M 192K 3.1K

Karena kejadian tanpa kesengajaan di satu malam, Mima jadi harus kehilangan waktu-waktu penuh ketenangannya d... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
EPILOG

Bagian 35

47.1K 3.5K 27
By jingga_senja_

Hari ini Arlan akan pergi. Yup, siapa lagi kalau bukan dengan Jemima. Mereka akan pergi ke kediaman ayah wanita itu untuk ikut merayakan ulangtahun adik Mima dan kebetulan Arlan diundang oleh Papanya Mima, katanya sekalian kenalan dengan keluarga Mima dari pihak ayah. Tentunya Arlan tidak menolak karena baginya itu adalah kesempatan untuk bisa mendapat restu. Mereka sudah pernah bertemu sebelumnya sama dengan ibu Mima, jadi Arlan pikir tidak akan begitu sulit untuk melakukan perkenalan.

Arlan sih lumayan percaya diri ya, apalagi mengingat background keluarganya. Bukan berniat sombong, tapi terkadang background keluarga itu sangat membantu dalam hal-hal seperti sekarang ini. Arlan memang jarang memanfaatkan status orangtuanya, tapi sepertinya kalau dalam hal terdesak ia tidak akan menolak juga.

Selain itu ia juga tidak ada tampang-tampang jelalatan jadi cukup memungkinkan untuk memasang image baik di keluarga Mima, karena menurutnya itu wajib. Mima adalah perempuan yang Arlan pilih untuk masa depannya, dan Arlan akan melakukan semua yang terbaik bagi Mima. Lagian di usia sekarang Arlan sudah terlalu lelah mencari pasangan, menemukan satu yang klop ya mengapa Arlan harus menyerah?

"Mau kemana, Nak?" Saat baru sampai di lantai bawah, Arlan langsung disambut dengan pertanyaan Windy yang terlihat muncul dari pintu penghubung ke taman.

Paruh baya itu terlihat menatap putranya dengan penasaran karena pagi hari di weekend sudah kelihatan segar dan wangi.

"Mau ke acara keluarganya Papa Jemima, Ma. Ulangtahun adeknya," jawab Arlan sembari mencomot kunci mobilnya dari gantungan.

Arlan berjalan mendekati sang Mama sambil menenteng kado yang rencananya akan ia berikan pada adik Mima. Sang Mama yang sudah mengetahui latar belakang keluarga Jemima dari putranya itu, hanya mengangguk seraya tersenyum.

"Gak mau bawa buah tangan buat orangtuanya sekalian?" Tanyanya, membuat Arlan tersenyum.

"Nanti dijalan aku nyari sama Jemima, Ma. Soalnya kan aku belum tau mereka sukanya apa." Windy terkekeh pelan lalu menepuk kedua bahu lebar sang putra, memerhatikan penampilan Arlan lalu tersenyum puas.

"Udah ganteng. Ya sudah, sana berangkat. Jangan sampai terlambat. Tepat waktu adalah poin penting bagi keluarga calon istri," ucapnya dengan nada guyon namun serius juga karena Windy mau anaknya diterima baik di keluarga pacarnya.

"Nanti bilangin sama Papa kalo Arlan ada acara ya, Ma? Papa suka kebiasaan manggil nyuruh beresin kerjaan kalo libur begini."

"Tenang aja. Nanti Mama bilangin ke Papamu." Arlan sumringah lalu dia mencium pipi sang Mama sebelum akhirnya berpamitan untuk pergi.

Sampai di apartemen Mima dan mengabari wanitanya jika Arlan sudah menunggu, wanita itu bergegas untuk segera turun setelah satu jam sebelumnya mempersiapkan diri. Tiap sudut bibir Arlan tertarik lebar ketika melihat Mima berjalan ke arahnya.

Di mata Arlan semua perempuan selain ibunya dan Mima, buram. Karena hari ini Mima kelihatan sangat cantik. Dan mungkin hal sama juga dirasakan oleh Mima, melihat Arlan yang bersandar di body mobilnya terlihat sangat keren. Celana bahan krem dengan polo shirt donker itu kelihatan sangat cocok, apalagi bisepnya yang kelihatan membuat Mima rasanya dibuat mabuk kepayang.

Okay, itu cukup berlebihan!

"Ganteng banget, Pak! Mau kemana, sih?" Alih-alih menampilkan senyum-senyum malu, Mima justru menggodanya sembari mencolek dagu Arlan, membuat pria itu mendengus.

"Mau ketemu calon mertua lah! Jadi, aku harus kasih penampilan terbaik." Mima mengulum senyumannya mendengar jawaban Arlan.

"Tapi mertua kamu jadi empat nanti, emang gakpapa?" Arlan menggedikan kedua bahunya, ia lalu mengelus pipi Mima yang kelihatan flawless oleh olesan make up yang tidak pernah gagal.

"Kenapa harus jadi masalah? Mereka orangtua kamu, jadi aku akan anggap mereka seperti orangtuaku juga." Jawaban yang terkesan cari aman tapi cukup membuat Mima merasa tenang.

Bukan tanpa alasan Mima menanyakan hal tersebut, Mima pernah mengenalkan pacarnya pada orangtuanya dulu. Sampai mereka sudah sangat dekat lalu tiba-tiba Mima diputuskan dengan alasan kalau prinsip keluarga Mima berbeda dengan prinsip keluarga pacarnya, yang mana tidak memperbolehkan perceraian dalam keluarga.

Mima merasa terluka tentu saja, padahal mereka masih sangat muda waktu itu, yang mana pemikiran untuk menikah masih jauh. Selain itu rasanya sangat tidak adil bagi Mima, orangtuanya yang bercerai tapi dirinya yang mendapat imbas.

Lagian prinsip macam apa yang menghakimi hubungan seseorang macam itu?

"Apa yang kamu khawatirin?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Arlan berhasil membuyarkan lamunan Mima.

Dia menoleh dan melemparkan senyuman pada kekasihnya. Mima mengulurkan tangan lalu menautkan kelima jemarinya pada sela jemari Arlan yang bebas dari stir. "Enggak ada! Aku gak ngerasa khawatir kalo deket kamu," ucapnya membuat senyuman Arlan merekah sempurna.

"Harus!"

Perjalanan ke rumah ayah Mima membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam lamanya, iya cukup jauh dari kawasan mereka tinggal. Sesampainya disana Arlan melihat sebuah bangunan berlantai dua yang cukup besar, halamannya sangat luas dan terdapat tanaman bunga yang mengelilingi bagian taman. Di bagian garasi nampak tiga unit mobil yang merk-nya sudah tak asing bagi Arlan, melihatnya sekilas pun Arlan bisa menebak kalau ayah Mima orang berada.

Riuh terdengar dari arah belakang, Mima langsung menggandengnya ke tempat tersebut, dia terlihat sudah sangat hafal area rumah ayahnya dan terlihat tidak canggung. Sesekali Mima juga membalas sapaan orang yang bekerja disana, tandanya Mima lumayan akrab dengan lingkungan rumah ayahnya.

"Kakak!" Seruan yang berasal dari seorang gadis bergaun merah muda, dengan tiara terpasang di kepalanya ---seolah gadis itu adalah seorang tuan putri dihari yang berbahagia ini.

Mima tersenyum manis ke arah adiknya, kedua tangannya terentang dan menyambut pelukan Chaca dengan erat. "Happy birthday," bisiknya sembari mengusap puncak kepala Chaca.

Gadis berusia sebelas tahun itu menatap sang kakak dengan berbinar-binar, kentara jelas bahwa kehadiran Mima sangat ia nantikan.

"Kakak kenapa baru datang? Aku udah nungguin Kakak dari seminggu yang lalu tau!" ocehnya dengan mulut memanyun, membuat Mima meringis pelan.

"Maaf, ya? Kakak sibuk. Oh iya, kenalin---"

"Pacar Kakak?!" Baru saja Mima hendak memperkenalkan Arlan, Chaca lebih dulu memekik dengan senyuman lebar terpasang.

Gadis itu memandang Arlan dengan matanya yang bulat, hal tersebut berhasil membuat Arlan terkekeh pelan lalu mengulurkan tangannya pada Chaca. "Nama saya Arlan. Salam kenal, Manis!" Dengan kegirangan, Chaca menerima uluran tersebut.

"Aku Chaca, adiknya Kak Jemi yang paling cantik!" Mendengar itu Mima sontak merotasikan bola matanya. Chaca memang narsis, tidak tahu menurun dari siapa.

"Happy birthday, ya? Kadonya masih dimobil, nanti kita ambil bareng. Mau?"

"Mau! Mau! Kak Jemi, pacarnya ganteng banget. Ketemunya dimana?"

"Chaca!"

Teguran tersebut menarik atensi ketiga orang itu, Mima terdiam menatap ke arah Vani yang tak tak lain ialah ibu tirinya. Wanita berusia pertengahan 40 itu nampak cantik dengan penampilan yang elegan, tersenyum ke arah mereka sebelum akhirnya merangkul Chaca.

"Gak boleh ganggu Kakaknya. Kan baru datang!" Chaca mendengus.

"Chaca cuman nanya, Ma. Bukan ganggu. Emangnya Kakak ngerasa keganggu, ya?" tanya Chaca pada Mima dan langsung Mima jawab dengan gelengan.

"Enggak, kok." Lalu pandangannya mengarah pada Vani. "Tante apa kabar?"

"Baik. Kamu udah lama gak main ke sini, Chaca udah nunggu lama. Makasih ya, udah mau datang?" Mima mengangguk dan melirik ke arah Arlan, pria itu lantas bersalaman dengan Vani masih disertai ekspresi ramahnya.

"Arlan, Tante."

Vani tersenyum manis. "Papa pernah cerita soal pacarnya Kakak Jemi. Jadi ini, Kak?" Mima hanya mengulas senyuman tanpa berniat menjawab lebih banyak.

Tidak ada yang salah dengan ibu tirinya, Vani juga bukan tipe ibu tiri yang kejam seperti di film-film. Tapi tetap saja Mima merasa sedikit kurang nyaman ketika berada disekitar beliau, auranya yang tegas terkadang serasa seperti mengintimidasinya.

Papanya dan Tante Vani adalah sepasang suami istri yang begitu cocok secara karakter. Sama-sama tegas.

•Beloved Staff•

Membawa Arlan ke rumah ini adalah ide yang cukup bagus, karena Mima jadi tidak perlu banyak mengobrol dengan papanya. Bukannya tidak mau, hanya saja Mima bingung harus membicarakan apa selain menanyakan kabar sang ayah. Selain itu, hanya melihatnya saja Mima juga sudah yakin kalau Papanya baik-baik saja serta sangat sehat.

Mereka dulu tidak seasing ini, entah kapan Mima lupa pastinya, awal mula hubungannya dengan Bastian jadi sedikit dingin. Papa tidak galak, meski tegas beliau tidak banyak mengatur anaknya harus seperti apa, dan membebaskan anak-anaknya melakukan apa saja asal tidak merugikan siapapun.

Mima pernah merasa sebahagia dan sebangga itu karena memiliki sosok ayah seperti Bastian, sebelum akhirnya sama-sama canggung. Karena mungkin faktor jarang bertemu pun bisa jadi alasan mengapa mereka merasa jauh, meskipun Mima sering mengadu bahwa dia rindu.

Namun untungnya Arlan bisa nyambung mengobrol dengan Bastian, keduanya nampak asyik membicarakan banyak hal. Sebagai seorang pengusaha tentunya obrolan mereka cukup terikat satu sama lain, sehingga tidak canggung.

Padahal Mima pikir Arlan akan banyak diam, tapi yang terjadi justru sebaliknya.

"Gak ikutan ngobrol sama Papa, Kak?" Kehadiran Vani memecah keheningan yang semula menyelimuti Mima.

Sejak tadi Mima hanya duduk disebuah kursi, di taman belakang, dimana acara ulangtahun Chaca dilaksanakan sebelumnya. Acaranya sudah berakhir dan hanya menyisakan keluarga yang masih asyik menemani Chaca buka kado.

Mima hanya melihatnya sekilas sambil tersenyum tipis. "Enggak, Tan. Aku suka disini," jawabnya seadanya yang Vani tanggapi dengan anggukan.

Tanpa Mima duga, Vani ikut duduk di sampingnya. Mengisi spot kosong disana.

Keduanya sama-sama terdiam, sibuk dengan isi kepala masing-masing, terutama Mima yang dalam sekejap berubah menjadi sosok introvert saat berada di lingkungan Papanya.

"Kerjaan kamu lancar?" Vani kembali memulai pembicaraan, membuat Mima mau tak mau memusatkan perhatiannya pada wanita tersebut.

"Lancar, kok."

"Syukurlah. Tante sempat denger katanya kamu ada accident di kantor. Gak ada hal yang serius, kan?" Mima menipiskan bibirnya.

"Gakpapa, Tan. Cuman kecelakaan kecil aja."

Vani menghembuskan napasnya kasar. Dia bisa merasakan bahwa Mima masih belum merasa nyaman saat berada didekatnya. Faktanya, mau seberusaha apapun dia mendekat, Mima tetap tidak bisa seleluasa itu saat berada disisinya.

"Papa khawatir banget waktu dapat panggilan kalo kamu masuk rumah sakit, mukanya sampe pucat banget!" Pernyataan tersebut cukup membuat Mima terkejut, hingga dia menatap Vani dengan skeptis. "Kamu pasti gak nyangka, kan? Papamu itu gengsian, Kak. Padahal kalo mau khawatir ya wajar, kan yang lagi luka anaknya juga. Papamu mikirnya karena kamu sudah dewasa, jadi gak perlu dia lagi. Apalagi sekarang kamu udah punya pacar."

Memang apa masalahnya? Hanya karena Mima sudah punya pacar, Papanya merasa tanggung jawabnya sebagai seorang ayah sudah selesai begitu?

"Tante tau, pasti masih gak mudah untuk kamu, kan?" Sebelah alis Mima terangkat, Vani mengulas senyuman lembut dan menatap lekat sepasang manik anak pertama suaminya itu. "Tante ngerti, gak ada yang siap dengan perpisahan orangtua. Anak manapun itu. Tante bilang begini karena Tante juga pernah gagal dalam pernikahan, dan hubungan Tante bisa dibilang juga gak begitu baik dengan anak pertama Tante. Jujur, itu cukup menyakitkan untuk Tante sebagai seorang ibu saat anak sendiri selalu mencari alasan demi gak mau ketemu mamanya."

Vani juga memiliki seorang anak dari pernikahan sebelumnya, usianya kalau tidak salah lebih muda lima tahun dari Mima, bedanya dia laki-laki dan sejak perceraian memilih tinggal dengan ayahnya.

Ternyata Mima tidak sendirian.

"Tante bukannya mau berpihak sama Papamu, karena Papa juga gak mau bersikap egois seperti ini. Papa kamu maunya anak-anak akur, bahagia, dengan atau tanpa dia. Tante cuman mau kamu tau, kalo Papa kamu itu sayang sama kamu, dia masih mencintai anak pertamanya sebesar dulu. Jadi, jangan salahpaham ya, Kak? Tante juga minta maaf kalo misalnya ada sikap Tante yang kurang berkenan dihati kamu. Demi apapun, Tante sama sekali gak pernah ada pikiran untuk menjauhkan seorang anak dari ayahnya." Mima menatap tangan Vani yang mengusap punggung tangannya. Merasakan sensasi lembut dan hangat sentuhan sang ibu tiri.

Tidak ada yang menyalahkan mereka disini. Mima tidak pernah menyalahkan siapapun atas perpisahan atau pernikahan kedua mereka.

Mima hanya merasa marah, ketika sewaktu-waktu dirinya membutuhkan orangtuanya, mereka tidak ada disampingnya.

Itu saja.

•Beloved Staff•

Continue Reading

You'll Also Like

53.9M 1.3M 70
after a prank gone terribly wrong, hayden jones is sent across country to caldwell academy, a school for the bitchy, the dangerous and the rebellious...
Boot Camp By Gina

Teen Fiction

27.6M 1M 71
From Wattpad story to published book to a movie! Watch your favorite coming-of-age camp romance come to life on screen on August 2, 2024! After runn...
227M 6.9M 92
When billionaire bad boy Eros meets shy, nerdy Jade, he doesn't recognize her from his past. Will they be able to look past their secrets and fall in...
4.2M 167K 63
"𝐈 𝐤𝐧𝐨𝐰 𝐡𝐞𝐚𝐯𝐞𝐧'𝐬 𝐚 𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠, 𝐈 𝐠𝐨 𝐭𝐡𝐞𝐫𝐞 𝐰𝐡𝐞𝐧 𝐲𝐨𝐮 𝐭𝐨𝐮𝐜𝐡 𝐦𝐞" .. Celeste Reed just had two months left on her contr...