My Destiny

By AuliaKamila23_

59 17 0

No descripsion! Penasaran? Langsung baca aja yaaa! More

Cast
1. Awal Pertemuan
2. Berakhir diantar
3. Insiden ketika hujan
4. Kakak, apa itu sakit?
5. Memikirkannya
6. Kedatangan tamu
8. Tersyanum-syanum
9. Sedang jatuh cinta
10. dalam pandangan Arjuna
11. Patah sebelum memulai

7. Guru Kesukaan

3 1 0
By AuliaKamila23_

Happy reading guys:)

Note : Typo? Silakan koreksi ya. Jangan lupa vote dan komennya biar author senang. Borahae:)

***

"Ibu!" Serentak murid di kelas VII B memanggilnya ketika baru saja melangkahkan kaki di pintu masuk kelas. Padahal dirinya saja belum menyuarakan salam namun sudah disambut kehebohan muridnya.

"Sstt." Syanum meletakkan jari telunjuk kirinya di depan bibir. Mengisyaratkan untuk menyuruh mereka tenang.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Syanum setelah berdiri di depan kelas dan meletakkan buku pegangan guru di atas meja.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Sahut serentak anak muridnya.

"Ibu! Tangan ibu kenapa? Katanya ibu kecelakaan ya?" Salah satu siswi berceletuk. Syanum tersenyum mendengar pertanyaan dari salah satu muridnya.

"Iya. Memang benar ibu mengalami insiden kemarin yang mengakibatkan tangan kanan ibu patah tulang." Sahut Syanum sambil menunjukkan tangannya yang di gips dan mengenakan arm sling.

"Ibu cantik, cepat sembuh ya." Salah satu siswa bersuara.

"Aamiin. Terima kasih Azmi. Anak-anak, ibu minta doanya ya semoga tangan ibu cepat sembuh sehingga bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Tapi tenang, ibu akan tetap mengajar kalian kok. Tangan ibu yang sakit tidak akan berpengaruh pada pembelajaran kita."

Setelah berbicara santai sebentar dengan anak muridnya. Syanum memulai pembelajaran pertamanya setelah keluar dari rumah sakit di kelas itu. Semua berjalan lancar, di dukung anak muridnya yang sukarela mengajukan diri membantunya seperti menuliskan di papan tulis. Beruntung sekali memiliki murid yang pengertian.

Syanum memang dikenal dengan guru muda yang baik hati. Dia begitu bersahabat dengan anak muridnya. Selain itu dia juga dijuluki dengan guru penyabar. Padahal ada beberapa kelas yang sulit sekali di ajar oleh guru sehingga guru pun malas masuk, namun berbeda dengan Syanum yang malah di sukai anak murid di kelas-kelas itu.

Banyak guru yang bertanya pada Syanum dengan metode mengajar yang dilakukan guru muda itu. Jawaban Syanum tentu sama saja seperti metode yang di gunakan guru lainnya.

Mengapa dia bisa akrab? Dia sendiri pun tidak tahu juga. Dia hanya sabar dengan tingkah laku anak muridnya. Ketika anak muridnya sedang melakukan kesalahan atau pelanggaran, Syanum hanya menegur dan menasehatinya. Biasanya mereka terdiam mendengarkan. Tentu saja menasehati dengan kalimat tidak menghakimi dan sederhana sehingga dapat di pahami oleh mereka.

"Yang ada dibelakang! Tolong jangan bicara ya. Mau ibu yang bicara atau kalian. Kalau kalian ingin berbicara, silakan. Ibu yang akan menyimak." Kedua siswi yang tadi berbicara terdiam dan siswa lain pun sama.

Syanum menghela nafas lelah. Ini kelas terakhir yang diajarnya. Di jam terakhir pula. Kemungkinan mereka sedang mengantuk dan sudah lelah menjadi penyebabnya. Apalagi ini jam siang. Sebagian mungkin juga berharap bel pulang akan segera berbunyi.

Syanum yang tadinya berdiri kini sudah mengganti posisi duduk. Dia memandangi anak muridnya yang terdiam satu persatu. Mereka menunduk tak mau menatap dirinya. Padahal dirinya tidak menunjukkan wajah marah sama sekali.

"Ibu paham kok, kalau kalian sudah lelah. Sudah lapar juga terus ada yang mengantuk juga. Pengen segera pulang dan istirahat di rumah. Tentu ibu paham, karena ibu pernah ada di posisi kalian." Ucap Syanum sambil tersenyum tipis. Ucapan Syanum berhasil membuat anak muridnya kembali mengangkat wajah mereka menatap dirinya yang berada di depan kelas.

"Ibu pun juga sama lelahnya seperti kalian loh. Pergi kelas satu ke kelas lainnya untuk mengajar dalam kondisi tangan yang sedang sakit juga. Padahal ibu kalau tidak ngajar tidak apa-apa, sudah di izinin juga sama kepsek buat ngajar dulu." Syanum menatap anak muridnya yang mendengarkan ucapannya dengan seksama.

"Tapi ibu tidak mau. Ibu pengen ngajarin kalian. Ibu tidak mau 2 jam mata pelajaran kalian kosong karena ibu tidak masuk. Karena ibu menyakini kalau kalian ke sekolah untuk belajar. Untuk menuntut ilmu. Jadi dengan senang hati ibu akan membagikan ilmu itu kepada kalian."

"Ibu pernah bilang kan sama kalian. Kalau diluaran sana masih banyak anak-anak yang ingin sekolah seperti kalian tapi tidak mampu karena kondisi ekonomi mereka tidak memadai untuk bersekolah dan kalian adalah di antara orang beruntung itu yang mampu merasakan duduk di bangku sekolah."

"Jadi ingat ya. Kalian harus banyak-banyak bersyukur. Caranya gimana? Dengan belajar dan dengan mendengarkan penjelasan guru di depan kelas. Kalau sudah mendengarkan, tapi tetap tidak masuk. Itu artinya kalian sudah berusaha belajar dan menghargai guru yang mengajar. Insya Allah, semoga ilmu kalian mendapat berkah."

Kalimat-kalimat sederhana terus Syanum perdengarkan sebelum kembali melanjutkan materi. Berharap kalimat sederhana itu dapat dimengerti dan dicerna dengan baik oleh anak muridnya. Syanum hanya berusaha, hasilnya tergantung pada muridnya mau menerima atau tidak.

Tidak terasa waktu pulang sudah tiba ditandai dengan suara bel berbunyi sebanyak 5 kali. Seperti biasa sebelum pulang anak murid di minta untuk berdoa terlebih dulu.

Syanum berjalan di lorong kelas menuju kantor guru setelah berhasil menertibkan anak muridnya sampai meninggalkan kelas.

"Ya Allah, Num. Kamu rajin benar ngajarnya. Padahal baru kemarin pulang dari rumah sakit." Itu suara Syifa yang entah sejak kapan sudah berjalan di sampingnya.

"Kamu dari mana, kok baru kelihatan? Aku kira gak masuk ngajar hari ini." Tanya Syanum karena memang seharian ini tidak melihat Syifa. Biasanya jika pergantian jam setidaknya mereka akan berselisihan sebentar di kantor guru karena mengambil buku materi atau ketika waktu istirahat mereka bisa saling berbicara.

"Aku habis zuhur tadi baru balik ke sekolah terus lanjut ngajar yang kebetulan masuk kelas di dua jam terakhir pembelajaran. Dari pagi nemenin ibu Pipit meeting buat perlombaan nanti. Aku sih yes aja. Kamu pasti kangen sama aku ya?" Goda Syifa. Sudah kebiasaannya menggoda sahabatnya itu. Sedangkan Syanum hanya memutar bola matanya jengah.

"Sudahlah. Kalau ngomong sama kamu mah gak pernah bisa serius." Syifa hanya terbahak mendapat respon ucapan jengah dari sahabatnya.

"Akh, sst. Sakit, ya Allah. Kenapa kamu tekan tangan aku?" Ringis Syanum karena tangannya yang terluka di pegang dengan sedikit di tekan oleh Syifa.

Syifa yang melihat ekspresi wajah sahabatnya yang sedikit memucat merasa bersalah. "Maaf ya. Aku kira tangan kamu sudah mendingan. Muka kamu soalnya gak menunjukkan muka sakit."

Syanum menggeleng tidak percaya dengan ucapan sahabatnya sambil meletakkan buku di atas meja dan duduk di kursinya. Mereka memang sudah berada di kantor. Sedangkan menarik kursi di meja sebelah dan duduk berhadapan dengan Syanum.

"Syifa, syifa. Kamu itu ada-ada aja. Orang patah tangan mana ada sembuh dalam 2 atau 3 hari. Kamu kira sakit demam." Celetuk ibu Rahma yang mendengar perdebatan guru muda itu. Ucapan ibu Rahma tentu saja makin membuat Syifa bersalah.

"Maaf ya, Num. Soalnya aku penasaran aja apakah tidak sakit. Ngetes gitu loh. Soalnya muka kamu anteng aja gitu." Ringis Syifa di akhir ucapannya. Dia memang tidak bermaksud menyakiti sahabatnya.

"Coba kamu lihat jari-jari dan telapak tangan aku!" Pinta Syanum sambil mengarahkan tangan yang memakai arm sling itu kepada sahabatnya.

"Ya Allah, Num. Tangan kamu kenapa bisa bengkak seperti itu?" Syifa sungguh terkejut kali ini. Telapak tangan Syanum berserta jari-jarinya terlihat membengkak.

"Kayaknya karena aku kelamaan pakai arm sling. Kelamaan tergantung kan dia. Ini bengkaknya juga baru siang tadi kok. Aku juga lupa bawa obatnya."

"Duh, kamu ini ada-ada aja sih. Kan udah dibilang istirahat aja dulu sampai tangan kamu sembuh. Tapi ini ngeyel mau tetap ngajar." Omel Syifa bersamaan dengan ponselnya berdering.

"Bang Juna, nelpon." Beritahu Syifa sebelum dia mengangkat ponselnya.

"Halo. Kenapa bang?"

"Oh, iyakah? Kalo gitu aku segera ke sana." Tut. Dengan sesuka hatinya Syifa menutup panggilan suara di ponselnya.

"Ayo Num, kita pulang. Bang Juna sudah di depan. Kamu ikut aku aja pulangnya." Tanpa menunggu jawaban Syanum. Syifa yang memang sesukanya dan tidak ingin dibantah segera ke mejanya sendiri untuk membereskan tasnya.

Begitu pun Syanum yang diam-diam menghela nafas sambil menyandang tas punggungnya dibahu sebelah kirinya. Mengikuti langkah Syifa yang berjalan sambil menggandeng tangannya menuju depan gerbang sekolah di mana pria itu sudah menunggu di sana.

###

Binuang, 26 April 2024

Continue Reading

You'll Also Like

116K 8.3K 31
Amazing Cover by @lelesaurus "Seok Jin-ssi, aku hamil." Dia suamiku tapi tak pernah mencintaiku. Bagaimana bisa aku cinta padamu? Bagaimana bisa ha...
592K 56.8K 126
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
210K 10.7K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
92.3K 8.4K 28
Jatuh cinta tidak pernah ada dalam kamusku, sampai aku bertemu denganmu. Aku terperangkap dalam keluguanmu, tanpa sadar aku jatuh cinta padamu. ~Choi...