My Beloved Staff (TAMAT)

By jingga_senja_

2.3M 173K 2.5K

Karena kejadian tanpa kesengajaan di satu malam, Mima jadi harus kehilangan waktu-waktu penuh ketenangannya d... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
EPILOG

Bagian 19

46.3K 3.7K 15
By jingga_senja_

Mima tidak tahu bagaimana cara isi kepala Arlan berjalan. Tidak mengerti juga bagaimana Arlan bisa bersikap seenaknya, keras kepala, dan tidak pernah mau mendiskusikan apapun. Kalau itu menyangkut kehidupan dia sendiri sih, Mima tidak peduli alias bodo amat. Tapi masalahnya sekarang ini sedang membawa-bawa namanya dan dengan seenak jidatnya yang lebar itu, Arlan malah berakting seolah-olah mereka memiliki hubungan dekat lebih dari atasan dan bawahan. Sampai-sampai begitu niat membeli buket dan boneka yang besarnya melebihi tubuh Mima sendiri, apa sebenarnya Arlan sedang mengejek dirinya?

"Senyum, Jemima. Jangan pasang muka jelek begitu," bisikan maut dari samping membuat Mima mendelik. Jangankan untuk tersenyum, maunya Mima adalah mengamuk dan mencakar-cakar muka Arlan sampai tak berbentuk kalau bisa.

Didepan mereka, ada paman Arlan yang diketahui sebagai salah satu pemegang saham di kantor mereka. Salah satu alasan mengapa beliau sampai pulang ke Indonesia, adalah karena ada urusan di sini. Tapi masalahnya, kenapa Arlan sampai menarik dirinya untuk berhadapan dengan beliau?

"Ini Om orangnya, kalo Om bener-bener gak percaya sama Arlan." Mima mengerutkan dahinya dan menatap bingung ke arah Arlan yang baru saja bicara.

Orang apa maksudnya?

Orang utan?

Orang-orangan sawah?

Antoni menatap Mima dengan sangat seksama, bahkan Mima yakin kalau sepasang mata itu ada sebilah pisau, pastilah tubuhnya sudah habis tercacah habis.

"Jadi, kamu perempuan yang dekat dengan keponakan saya?" tanyanya pada Mima, membuat perempuan itu mengangguk tanpa berniat mengeluarkan suara.

Kan tidak salah juga, sekarang dia sedang duduk bersisian dengan Arlan. Jadi mereka dekat.

"Nama ayah kamu siapa kalau boleh tau? Pekerjaan beliau apa?" Mima semakin memasang ekspresi tak mengerti, sontak saja dia melemparkan pandangan seolah meminta jawaban maksud dari semua ini.

Karena Mima sekarang rasanya seperti orang bodoh diantara dua orang pintar.

"Om gak perlu tanya hal sepribadi itu pada dia."

"Kenapa? Kan Om cuman nanya. Jangan sampai keturunan kita yang saat ini terancam habis, benar-benar terhenti di kamu, lho!" Sorot mata Arlan berubah tajam. Antoni sudah sangat mengusik hidupnya sekarang.

Mima yang hendak berbicara menahan mulutnya ketika tiba-tiba Arlan mengeratkan genggaman tangan mereka. Perempuan itu menunduk dan meringis merasa jemari Arlan yang meremas jemarinya terlalu kuat.

"Ini hidup Arlan, Om. Om gak berhak mengatur apapun yang ada pada hidup Arlan!"

Antoni menumpukan kaki kirinya ke kaki yang sebelah, wajahnya terlihat begitu santai seolah dia tidak melakukan apa-apa. "Sebagai orang tua dan om kamu, tentu saja Om punya wewenang untuk mengajari kamu apa yang benar dan salah---"

"---dan menurut Om ini tindakan yang benar? Arlan udah turutin permintaan Om untuk kenalin Mima, dan kalau bukan orang lain yang kasih tau Om tentang kami Arlan juga gak mau kenalin kalian. Arlan gak terima Om mengusik ranah pribadi perempuan yang Arlan sukai!" Tubuh Mima menegang mendengar apa yang baru saja Arlan ucapkan.

Raut wajah pria itu yang kelihatan benar-benar marah serta nada bicaranya yang penuh wibawa serta ketegasan, membuat Mima merasa terenyuh.

"Sepertinya kamu salahpaham dengan niat Om, Arlan. Orang di kantor bilang kamu lagi dekat dengan seseorang, dan Om tentu senang mendengar itu. Apa salahnya?"

"Om udah selesai kan dengan urusan di sini? Lebih baik Om segera pulang. Kami harus bekerja. Ayo, Jemima!"

"Ah ... Ya?" Arlan menarik Mima untuk berdiri dan membawa perempuan itu pergi dari tempat tersebut tanpa memberikan Mima kesempatan untuk sekadar berpamitan pada pamannya. Padahal saat datang tadi pun Mima juga tidak menyapa.

Mima menatap punggung tegap Arlan didepannya, kalimat yang pria itu ucapkan terus mengiang di kedua telinganya. Wanita yang dia sukai, katanya. Tanpa sadar sudut bibir Mima tertarik menimbulkan senyuman miring.

"Saya minta maaf." Suara Arlan memecah keheningan diantara mereka.

Saat ini mereka sampai didepan ruangan divisi pemasaran dan saling berhadapan. Mima mendongak agar bisa menatap wajah Arlan dengan lebih jelas. "Atas apa yang terjadi hari ini, saya minta maaf. Dan untuk apa yang saya bilang juga tadi, kamu jangan ambil hati---"

"---maksud Bapak apa?" Mima memotongnya dengan cepat, membuat Arlan mengerutkan pangkal hidungnya. "Setelah Bapak tiba-tiba bawa saya ke hadapan om Bapak dan bilang saya ada perempuan yang Bapak sukai. Sekarang Bapak bilang supaya saya jangan ambil hati? Apa Bapak sedang mempermainkan saya?"

Mima tidak mengerti mengapa sekarang dia merasa semarah ini?

Atau mungkin karena dia sebelumnya terlanjur bawa perasaan jadinya ketika Arlan mengatakan itu semua, Mima jadi marah.

"Jemima, maksud saya gak begitu."

"Terus maksudnya kayak gimana? Pak Arlan gak bisa begini sama saya. Bapak tarik saya saat Bapak merasa butuh lalu menyuruh saya untuk lupain begitu aja, apa Bapak pikir saya ini gak punya perasaan?" Arlan semakin menatap Mima dengan tidak mengerti. Ada gelenyar aneh saat melihat Mima bersikap seperti ini.

"Oke, saya salah karena gak bilang dulu sama kamu kalo Om saya datang dan maksa mau ketemu kamu. Ada staf kantor yang bilang tentang kedekatan kita, dan Om saya gak akan pergi sebelum dia mendapatkan apa yang dia mau. Saya ngerti kalo kamu ngerasa kaget, tapi kenapa semarah ini, Jemima?"

"Karena Bapak mulai keterlaluan!" sentak Mima membuat Arlan tersentak. "Hanya karena kita punya kesepakatan, Bapak gak bisa seenaknya sama saya. Saya udah tepatin janji saya untuk gak bongkar masalah ciuman Bapak sama Lova dan seharusnya semuanya berakhir sampai situ, tapi saya justru mengorbankan banyak hal untuk itu semua. Apa saya pantas dapatin ini? Saya gak mempermasalahkan lagi tentang rumor kita berdua, tapi saya gak bisa diam kalo udah menyangkut-pautkan keluarga. Kita sama aja bohongin orang tua!" Arlan menundukan kepalanya, kedua tangannya mengepal kuat.

Mima mengusap wajahnya dengan gusar. Dia sadar tidak seharusnya bersikap seperti seorang pacar yang marah, tapi Mima juga tidak bisa menahan emosinya. Terlepas dari masalah mereka berdua yang sebenarnya menurut Mima tidak pantas disebut masalah, karena sejak awal itu hanya ada pada kesalahan Arlan, Mima tidak terima kalau dirinya terus digunakan seperti sebuah barang.

Arlan mengulurkan tangannya mencoba untuk meraih Mima. "Jemima, saya---" namun dengan cepat Mima menyingkir dan berjalan pergi meninggalkan Arlan yang kini tergugu di tempatnya.

Sepanjang dia mengenal dan menghadapi Mima, Arlan sudah terbiasa melihat wanita itu marah-marah, menyebalkan dan juga bersikap keras kepala. Tapi hari ini untuk pertama kalinya, Arlan melihat sesuatu yang baru dalam diri perempuan tersebut.

Mima kelihatan terluka dan hal tersebut membangkitkan suatu perasaan aneh dalam dadanya.

Arlan telah berbuat sebuah kesalahan.

•Beloved Staff•

Menyebalkan sekali!

Mima memukul kesal boneka yang saat ini ada di pelukannya, melampiaskan amarah pada benda tersebut karena rasanya lebih etis ketimbang Mima melampiaskan pada orang lain.

Karena kejadian pagi tadi membuat mood Mima jelek sepanjang hari ini, ditambah dia yang harus lembur membuat suasana hati Mima kian tak karuan. Dia menyadari kalau Arlan berusaha untuk mengajaknya berbicara dari siang, namun sebisa mungkin Mima menjauhi pria itu karena dia malu sudah marah-marah padanya. Mana bawa-bawa hati serta perasaan pula lagi.

Bagaimana kalau Arlan menganggap dirinya terbawa perasaan, meskipun kenyataannya memang begitu. Ya, Mima tidak mau ketahuan juga dan berakhir mempermalukan diri sendiri.

Wanita itu melepaskan genggamannya dari mouse dan berbalik hanya untuk menatap pantulan wajahnya di cermin yang sengaja Mima simpan di samping kubikel, supaya memudahkan dirinya membenarkan penampilan jika ada yang tidak sesuai. Dan mukanya malam ini benar-benar jelek.

Rambutnya lepek karena siang tadi sempat kepanasan akibat mengantar Bu Nur pergi ke pabrik, melihat sebentar pekerja disana beroperasi. Mulutnya juga terus cemberut membuat pipinya kelihatan semakin chubby.

"Astaga, Jemima. Jelek banget!" celetuknya, mengatai diri sendiri.

Di ruangan hanya tersisa dirinya dan Mas Firman yang juga sedang lembur, tapi sepertinya pria itu lebih memilih fokus terhadap pekerjaan dan hanya berbicara kalau perlu saja.

"Kayaknya gue beneran harus filler bibir, deh. Bibir gue tipis banget. Jelek!"

"Cantik, kok, ah!" Mima nyaris berteriak saat suara seseorang tiba-tiba terdengar.

Kedua matanya membulat ketika mendapati William ---yang entah sejak kapan--- tengah duduk di kursi kosong milik Rosa biasanya. Pria itu sedang tersenyum lebar sampai lesung pipit di kedua pipinya nampak.

"Pak Will ngapain disini?" tanya Mima tanpa merubah ekspresi terkejut di wajahnya, tidak menyangka kalau William ada di ruangan yang bukan tempatnya.

William menarik kursinya semakin dekat ke arah Mima. Dia mengulurkan sebatang coklat ke arah Mima, membuat si perempuan mengernyitkan dahinya. "Tadi pagi saya mau ngasih ini buat kamu, tapi saya ada kerjaan di luar. Firman bilang kamu lembur, jadi saya kasih ini sekarang."

"Oh?" Saking sibuknya dengan isi pikiran sendiri, Mima sampai tidak sadar kalau Firman sudah pulang. Jadi, dari tadi sebenarnya dia sendirian?

"Makasih, Pak Will." William mengangguk, pandangannya lalu mengarah pada buket bunga dan boneka didekat Mima.

"Sepertinya ada yang ngasih kamu sesuatu lebih istimewa." Perkataan tersebut menarik perhatian Mima ke arah bunga dan bonekanya.

Dia lalu terkekeh sumbang. "Dikasih orang, Pak. Katanya kasian sama saya, gak ada yang ngasih apa-apa." William tertawa kecil lalu bersedekap dada.

"Mana ada kasian seniat ini. Bunganya keliatan mahal gitu."

"Mahal juga kalo ngasihnya gak pake hati buat apa, Pak?" Mima terus berkelit. Lagi pula apa yang dia katakan tidak sepenuhnya salah, kan?

Arlan tidak akan memberikan itu semua kalau bukan ada maunya.

Melihat gurat kesedihan di mata Mima, William terdiam sejenak. "Udah mau pulang?" Pertanyaan tersebut tercetus begitu saja.

"Ya, Pak? Oh ... iya. Saya mau pulang."

"Bawa kendaraan sendiri?" Mima menggelengkan kepalanya.

"Mobil saya lagi di service. Naik taksi online nanti." William ber-oh ria sebelum akhirnya satu ide muncul di otaknya.

"Pulang sama saya ... mau gak?" Mima tertegun mendengar tawaran tersebut. Agak kaget karena William sampai mengajaknya pulang bareng.

"Saya?" tunjuknya pada diri sendiri, William tertawa.

"Iya lah, kamu. Gimana? Saya anter aja. Ini udah malem, agak riskan kalo kamu pulang naik angkutan umum."

Mima terdiam sekaligus memikirkan tawaran tersebut. Selama ini dia belum pernah berinteraksi dengan William, lalu secara tak terduga William justru mendekat bahkan sekarang menawarkan pulang bersama.

Apakah ini takdir?

Dipandangnya sejenak wajah pria itu. William tampak menunggu jawaban darinya sehingga tidak ada alasan bagi Mima untuk menolak.

"Iya, Pak. Makasih banyak sebelumnya."

William tersenyum tipis. "Gak usah bilang makasih. Yuk! Keburu makin malem."

"Iya."

"Saya bantu bawa, ya?"

"Eh, gakpapa?" William mengangguk dan mengangkat boneka yang ukurannya besar itu, ternyata cukup berat juga.

Mima tertawa melihat ekspresi William yang kerepotan menangani boneka tersebut, membuat pria itu menatapnya lekat.

Tidakpapa. Mima hanya kelihatan semakin cantik saja saat tersenyum.

•Beloved Staff•

Continue Reading

You'll Also Like

86.3K 5.2K 34
TELAH DITERBITKAN! SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS ==================== Asmara Bahagia, akrab dipanggil Gia. Cewek gemuk, pake behel, manja, cengeng deng...
174K 13.1K 33
[Lengkap] Di saat matahari tidak lagi menampakkan dirinya. Entah matahari itu hanya bersembunyi atau memang hilang. . . . ⚠️Don't PLAGIAT!! Start...
4.9M 459K 37
Nayara Swastika punya hidup yang sempurna; menjadi model ternama, bergelimang harta, tak lupa paras cantik yang membuat siapapun terpesona. Namun, di...
3.5M 52.3K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...