Secret Marriage

By anjar_lembayung

21.1K 5.3K 1K

Raya marah ketika ia dipaksa menikah dengan Akbar, salah satu desainer interior terbaik di perusahaan ayahnya... More

-Prakata-
Prolog
[1]. Negosiasi
[2]. Hush, Sembunyi!
[3]. Dua Laki-Laki di Antara Raya
[4]. Sang Pengawas
[5]. Ssst, Rahasia!
[6]. Wangi Parfum
Bonus AU #1
[7]. Sang Pewaris Mencari Kerja
[8]. Membujuk Gadis Manja Hadinata
[9]. Berpikir Logis di Atas Tawaran Manis
[11]. Laki-Laki Kesepian
[12]. Kabar yang Datang Pada Suatu Sore
[13]. Yang Jatuh Hati Sejak Lama
[14]. Ulang Perjanjian

[10]. Yang Selalu Ada dalam Segala Situasi

823 238 72
By anjar_lembayung

Halo, apa kabar? Kangen Mas Akbar nggak nih? 😍

Maafkan baru up lagi. Aku kemarin sibuk urusin hal-hal di dunia nyata. 🤭

Jangan lupa vote dan komentarnya. Terima kasih.

Happy reading!

====🌸🌸🌸====

Ada yang mulai manja dan maunya digandeng mesra nih! 🤣🤣

====🌸🌸🌸====

Ajakan nonton hari ini pun dibatalkan lagi. Bukan. Bukan karena Raya, tapi karena Nadia yang jatuh sakit hari ini. Entah kenapa, tubuh gadis itu seperti sedang rapuh-rapuhnya akhir-akhir ini. Kuliah pun kerap nitip presensi kehadiran. Untung ada Cindy yang pintar meniru tanda tangan Nadia yang super rumit.

Kali ini Nadia bilang masuk angin karena semalam katanya ketiduran di atas karpet. Uh, lemah! Raya biasa saja tuh waktu dulu pernah nggak sengaja kekunci di perpustakaan kantor Ayah sampai pagi. Nggak ada acara masuk angin paginya.

Ya ... meski malam itu ditemani Mas Akbar, sih.

Laki-laki itu meminjamkan jaket padanya. Paginya, entah sejak kapan Raya tertidur dan ... nyender ke bahu Akbar!

Sudah, jangan banyak tanya! Pokoknya waktu itu mereka terkurung berdua gara-gara ulah konyol Raya yang sok ngambek kabur dari serentetan ceramah Ayah. Titik. Ia sedang tak ingin mengingat kenangan-kenangan absurd-nya bersama Akbar di Hadinata Studio.

Kembali ke perkara Nadia. Pokonya, menurut Raya, gadis kuat itu mendadak serapuh kayu lapuk. Wajahnya masih pucat pasi waktu Raya dan Cindy jenguk siang tadi. Tertidur di balik selimut dan hampir tak mau makan apa-apa. Katanya perut kembung dan mual.

Tak ada pekerjaan dan bosan, Raya memilih mengisi waktu sore dengan mengganggu Bi Yuyun. Ia bilang mengganggu karena setelah acara belajar masak, tak ada satu pun makanan yang jadi, dan dapur Akbar berubah serupa kapal pecah.

Ceplok telor, keasinan. "Padahal cuma dikasih setengah sendok aja, lho! Sumpah!"

"Yaah, Non Raya pakainya sendok makan. Pake tangan aja secimit-secimit. Tabur-tabur dikit, Non. Aduh ...."

Tuh, kan, Bi Yuyun mulai mengeluh.

"Ndak bisa dimakan ini, Non. Asinnya kebangetan."

Raya meringis. "Ganti masak yang lain. Bikin ayam goreng mentega?"

Bi Yuyun setuju. Perempuan tua itu mengeluarkan daging ayam dari kulkas. Sungguh, asisten super baik sejagat raya versi Raya itu banyak sekali mengeluarlan effort demi istri manja tuannya bisa masak. Tapi bisa apa Raya kalau ternyata ayam goreng menteganya pun bentuk serta rasanya ....

"Enggak kebayang! Sumpah nggak enak! Takut Mas Akbar malah masuk rumah sakit gara-gara makan masakan aku!" Gadis itu menggeram putus asa seraya melepas ikatan apron di punggung, lalu melemparnya geram ke atas meja bar. "Aku ngambek pokoknya. Nggak mau masak lagi."

Bi Yuyun tergelak-gelak. "Wes, ndak usah ngambek. Ini Bibi aja yang beresin. Non Raya silakan mandi. Besok-besok belajar lagi. Bibi siap bantu, kok."

Gadis yang berjongkok di pojokan dapur itu mengangguk-angguk lelah. Ia bangkit dan melangkah gontai. Meninggalkan Bi Yuyun yang mulai membereskan kekacauan di dapur. Hari ini Raya belajar bahwa, jadi istri itu tidak mudah kalau suaminya tidak pengertian. Beruntung Akbar bukan tipe laki-laki yang menuntut Raya harus bisa ini dan itu.

Oke, aku putuskan mengaku sayang. Iya, sayang sama Mas Akbar. Tapi baru dikit. Diiikkiiiiitt ... banget!

***

Pukul setengah delapan, Akbar tiba di rumah. Masih ada sisa-sisa kekacauan yang belum rampung Bi Yuyun bereskan. Tangan perempuan paruh baya itu berhenti mengelap kompor yang penuh dengan cipratan lemak.

"Non Raya belum juga turun, Mas. Tapi udah selesai mandi kayaknya. Mau Bibi panggilin?" Ia menawarkan.

Akbar menggeleng seraya menarik stool bar dan menggulung lengan kemeja hitamnya hingga siku. "Biarin aja. Entar turun sendiri, aku udah telpon tadi kalau mau ajakin dia makan di luar. Tapi, masakan Raya masih, Bi? Ada yang jadi?"

Bi Yuyun terkikik geli sembari menyodorkan sepiring potongan ayam mentega. "Cobain sendiri aja, Mas. Nanti tahu kurangnya apa."

Akbar sama terkikik geli. Laki-laki itu paham Raya tak bisa masak. Gadis itu pernah membuat orang satu kantor sakit perut karena masakannya. Namun, siapa pula yang berani mengata-ngatai anak direktur. Semua bilang enak dengan wajah masam, kecuali Akbar yang serta merta berkata jujur, "Ini tuh ... keasinan sama rada pahit karena gosong."

Didukung Hadinata yang mengaku tak kuat menelan makanan dengan rasa tak jelas itu. Padahal cuma telur dadar krispi kata Raya.

Iyalah, krispi! Saking lamanya digoreng sampe tepungnya saja bukan lagi warna keemasan, tapi kehitam-hitaman. Daun bawangnya tak lagi hijau, tapi cokelat tua saking layunya terpapar panas minyak.

Raya ngambek. Tak mau pulang sampe sore, mendekam di perpustakaan kantor sampai tertidur pulas dan terkunci di dalam. Akbar yang menungguinya sambil menyelesaikan pekerjaan ikut juga terkunci bersama Raya. Tak tega meninggalkan gadis itu sendirian.

Untuk itu, Akbar tak akan terlalu jujur kali ini. Bilang saja enak, pasti beres. Ia raih garpu dari uluran tangan Bi Yuyun. Mencoba menusuk satu potongan daging ayam yang cenderung berwarna hitam daripada cokelat.

Namun, belum sempat ia lahap, suara langkah cepat menuruni anak tangga itu menghalanginya. Raya tergesa mengambil alih masakan gagal itu, menyingkirkan jauh-jauh, lalu menyeret Akbar pergi makan di luar.

"Jangan dimakan. Entar sakit perut. Kalau Mas Akbar sakit, nggak bisa kerja, nggak dapat klien, aku juga yang mumet entar."

Mendengarnya, Akbar tertawa kecil sementara Bi Yuyun malah tergelak-gelak sambil geleng-geleng tak habis pikir.

***

Seperti biasa, Raya selalu makan banyak. Apa saja yang disajikan pasti dimakan asal enak. Gadis di seberang meja Akbar itu masih sibuk menggulung spageti, memasukkan ke mulut sampai penuh, kemudian mengunyahnya perlahan.

Raya memang bukan tipe perempuan yang canggungan saat makan. Hadinata orang kaya, tapi perkara makan, Raya bisa bersikap layaknya manusia yang kurang pangan setiap diajak makan.

"Aku nggak jadi pergi nonton bukan karena Mas Akbar maksa mau antar, lho. Nadia sakit." Raya mulai bercerita begitu sepiring spageti bertabur keju da saus bolognise habis.

"Oh ...." Akbar menyahut setelah menyesap espresso dari cangkir.

"Ngomong-ngomong ...." Raya membungkukkan badan sambil berbisik. "Aku kalau sering diajakin jajan dan makan di luar, kayaknya bisa jadi sayang, deh. Dikit tapi ...."

Akbar tertawa pelan. "Oh, ya? Dikitnya seberapa?"

Raya mengangkat tangan kanan, menunjukkan ukuran kecil dengan ibu jari dan telunjuk. "Segini," katanya. Gadis berjaket navy itu menegakkan tubuh, meraih gelas stroberi smothies, dan menjepit sedotan bercorak garis merah ke sela bibir. Lalu ia tersenyum lebar. "Nanti jadi nambah jadi segini kalau Mas Akbar mau beliin es krim pulang dari sini nanti." Sekarang ibu jari dan telunjuknya menunjukkan ukuran lebih lebar, membentuk huruf C.

Bola mata Akbar berputar jengah. Gadis ini sedang berusaha merayunya. "Oke. Habis dari sini kita beli es krim," putusnya seraya bangkit dari kursi.

Raya bersorak pelan, bersemangat bangkit mengekor suaminya. Mungkin sejak semalam tidur di balik selimut yang sama, gadis itu mulai tak canggung  minta digandeng atau bahkan ia sendiri yang kadang menautkan jari-jari lentiknya ke jari tangan Akbar.

Tepat ketika mereka keluar dari kafe, Akbar menahan langkah Raya, berjongkok sejenak untuk mengikat kembali tali sepatu gadis itu yang terurai lepas.

"Jadi, nambah lagi nggak ini?" Laki-laki itu berkelakar, meminta imbalan tambah sayang setelah memberikan banyak-banyak perhatian.

Geligi putih Raya terlihat begitu ia nyengir. Entah karena sedang berusaha berterima kasih atau masih sedang berusaha merayu, gadis itu mengangguk-angguk. "Diiikkiiiiitt ... nambahnya!"

Lagi, ibu jari dan telunjuknya mengukur besaran tambah sayang. Ia merapatkan diri ketika Akbar merangkul tubuh kecil Raya. Malam ini, Raya akui ia gembira sekali. Gembira mendapatkan kencan impiannya yang tak pernah didapat sebelumnya.

Akhir-akhir ini, Raya jadi suka kebingungan sendiri dengan suasana hatinya. Raya sadar, sepertinya cuma Akbar yang mau bersikap baik-baik saja meski jelas-jelas Raya sudah melakukan kegagalan.

Ia gagal belajar masak, Akbar memberinya hadiah makan malam yang enak. Tidak marah meski dapurnya mungkin bisa saja meledak kalau saja Bi Yuyun tak mengawasinya.

Pun sepanjang Raya berkuliah, meski Ayah ngomel dengan indeks prestasi yang segitu-segitu aja, Akbar rajin menyelipkan sebatang cokelat di tangan Raya saat ia berkunjung ke Hadinata Studio. Katanya, "Hadiah buat yang mau bertahan ikut ujian di bangku kuliah, meski transkrip nilai isinya segitu-segitu aja."

Kenapa aku baru sadar perhatian-perhatian kecil yang diberikan Mas Akbar setelah menikah, ya?

"Mas ...."

"Ya?"

"Ajarin cara bilang putus, dong!"

"Hah?"

====🌸🌸🌸====

Random banget memang si Nona Manja. 😂
Umur udah 21, tapi kadang aneh-aneh aja kayak anak kecil. Kebiasaan dari kecil apa-apa diturutin. 😅

Jangan lupa vote dan komentar, ya.

Tungguin lagi Mas Akbar sama Raya balik. Jangan lupa buat ramaikan AU-nya juga Instagram aku.

Terima kasih. Sehat selalu buat kalian, ya. 🥰🤗

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 126K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
1.7M 83.8K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
581K 24.4K 39
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
2.8M 196K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...