The Apple of My Eye

Choc0straw tarafından

21.2K 2.4K 289

It's not about who comes first. It's who will always stay there to the end. It's not about who's making a big... Daha Fazla

Prolog
1| The Gate
2| The Ants and Sugar
3| Tampan, Mapan, Beriman
4| Chitato ; Life is Never Flat
5| Temen Tapi Demen
6| The Step
7| The road, GPS, and Missed
8| The Divide Between Souls
10| The Day We...
11| The Double-Sided Coin
12| Time Flies So Fast
13| Asmalibrasi
14| The Opportunity
15| The Planning
16| The Difference
17| The Begin
18| The Mixed Feeling
19| The Unification
20| The Awkward Moment
21| The Struggle
22| Is Everything Fine?
23| The Whalien 52
24| The Journey
25| I Always Remember You
26| The Truth Untold
27| The Letters
28| Anyone Else But You
29| Bekasi VS Everybody
30| The Current Season
31| Always Me
32| My Half on You
33| End of The Road
34| The Agreement
35| The Apple of My Eye
Epilog

9| The New Chapter

463 61 10
Choc0straw tarafından

_____

Kepulan asap rokok mengudara di atas rooftop sekolah. Menciptakan nuansa yang suram karena cuaca siang ini mendung gelap. Sangat pas jika menjadi background video klip lagu galau.

Batang rokok yang sudah tinggal setengah dari ukuran awal tersebut dibuang ke lantai semen yang sudah banyak retak karena bangunan sekolah ini terhitung sudah sangat lama dibangun. Sempat dipijak beberapa kali agar apinya benar-benar padam sebelum ia memilih untuk turun ke kelas.

Ia juga memakan permen karet untuk menghilangkan aroma nikotin dari mulutnya.

Saat tiba di tangga terakhir, langkahnya terhenti ketika manik hitam legam miliknya melihat wanita yang sudah lama tidak ia ajak bicara itu keluar dari kamar mandi. Tanpa memperdulikan kanan kirinya, gadis tersebut berlalu seperti angin lewat. Netranya masih terfokus pada punggung yang sudah hampir masuk kelas.

"Agam, ngapain you disitu? Mau kabur ya dari pelajaran ai?" tanya Pak Darmawan.

Agam menatap Pak Darmawan. "Astaghfirullahaladzim, Bapak ini solimi.. orang ini saya mau masuk kelas kok, Pak."

Tatapan tak percaya tersebut masih tertuju ke arahnya. Kemudian Pak Darmawan melambaikan tangan memanggilnya. "Ini tolong sekalian, bawain buku ai." Pak Darmawan menyerahkan bawaannya kepada Agam. "Ai ke kamar mandi sebentar." katanya.

"Ah bohong, pasti Bapak mau mangkir dari jadwal ngajar, kan? Ngaku aja lah, Pak. Bapak kan pernah muda kayak saya."

Demi Tuhan, mulut milik Agam Pradana tidak pernah mengenal kata filter. Bahkan sama seorang guru pun dia berani melempari candaan mautnya.

"Sembarangan. Sudah sana masuk kelas."

Agam terkikik geli melihat pria paruh baya bertubuh gempal dengan kepala plontos itu berlari kecil menuju kamar mandi. Setibanya di kelas tatapannya bertubrukan dengan tatapan Kaila, hanya dalam hitungan detik tatapan tersebut diputus oleh Agam.

Kaila merasa de javu. Menundukkan kepala, ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Menuliskan sebuah kalimat di buku kecilnya, dengan pembuka dear diary...

Perempuan ini terbiasa menjadi pendengar, namun ia juga manusia biasa yang ingin di dengar. Akan tetapi, sulitnya membuka diri kepada orang sekitar, membuat Kaila memilih untuk selalu teratur menumpahkan perasaannya di dalam sebuah diary harian yang selalu rutin ia buat.

Baginya ini adalah cara terbaik agar suaranya bisa terdengar, agar batinnya tidak begitu terasa sesak, agar harinya bisa terus berjalan maju, agar kepalanya tidak selalu dipenuhi opini-opini tak berlandas.

Sudah tiga bulan mereka menjadi anak SMA, sudah selama itu pula Hana hafal akan rutinitas di waktu senggang Kaila. Ia tidak berani ikut campur atau bahkan sekedar ingin tahu apa yang Kaila tulis. Karena Hana paham, mana yang bisa ia jadikan konsumsi mana yang merupakan sebuah privasi.

°°°

Kaila merapikan dan memasukan buku kedalam ranselnya, bersiap pulang ke rumah. Hingga satu suara terdengar berhasil mengalihkan pandangannya.

"Kaila, dicariin Kak Fadlan." panggil Marni, salah satu teman sekelasnya.

Kaila mendongak dak melihat Fadlan sudah berdiri di ambang pintu kelas yang sedang menatapnya ramah.

"Iya," sahut Kaila sambil mengunci tas, kemudian ia berdiri dari kursinya.

"Wih, roman-romannya ada yang mau ngajak pulang bareng lagi nih." bisik Hana.

Kaila tersenyum kecil menanggapi. "Gue jadi makin yakin lo beneran sepupu Sekar. Nyebelin soalnya." balasnya.

Cengiran lebar Hana keluarkan. "Gue pulang duluan ya, take your time with calon bubub." Hana keluar kelas lebih dulu.

"Najis. Geli banget gue dengernya." desis Kaila sambil tertekeh. Langkahnya pun menyusul untuk keluar kelas, sebelum benar-benar keluar kelas tanpa sengaja tatapan matanya bertabrakan dengan tatapan dingin milik Agam yang masih berada di kelas bersama Ben.

Kaila tidak ingin membuat spekulasi atas pikirannya, ia kembali melanjutkan langkahnya dan menghampiri Fadlan.

"Nyariin gue? Kenapa, Kak?"

"Ayo pulang bareng." tawar laki-laki yang melebarkan senyuman manisnya.

Ini bukan yang pertama kali, jadi tidak ada salahnya kalau mengiyakan ajakan pulang bersama kali ini. "Boleh deh."

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah tampak sepi. "Lo sudah kepikiran mau gabung ke struktural mana, Kai?"

"Belum kepikiran. Sebenernya gue daftar OSIS biar formulirnya gak kosong aja." terangnya.

Fadlan tersenyum. "Jangan sampai ntar pas di wawancara lo juga jawab kayak gitu."

"Memangnya gak boleh? Kan gue jujur."

Senyuman Fadlan semakin lebar. "Ya jelas bakal mengurangi penilaian dong, Kaila. Gak ada unsur niat untuk berorganisasi di kalimat lo." gemasnya. "Jujur lo sudah bagus, tapi coba dikerucutkan lagi ke kalimat yang idealis."

Alih-alih langsung membalas, Kaila malah tampak berpikir sambil menerawang jalan di depannya. "Masalahnya gue bukan tipe yang bisa merangkai kata-kata manis, gimana dong?"

Fadlan menepuk pelan pucuk kepala Kaila beberapa kali. "Yaudah, jawab sejujurnya lo aja nanti. Penilaian panitia yang bakal nentuin lo layak apa gak layak disana." ucapnya sambil terkekeh.

Menatap laki-laki yang selalu tersenyum di sebelahnya membuat Kaila bertanya. "Rumor yang beredar bilang kalau lo jarang senyum. Tapi pas gue perhatiin setiap ngobrol sama gue, lo senyum mulu deh, Kak. Emang kalimat gue selalu ada lawakannya?"

"Rumor itu gak bisa gue iyain dan gak bisa gue bantah juga. Semua hal kan harus ada alasannya, ngapain gue senyum-senyum gak jelas."

"Oh, jadi alasan senyum karena gue, nih?" Kaila menaik turunkan alisnya, tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak melengkung keatas membentuk sebuah senyuman.

"Iya."

Semilir angin di parkiran sore ini terasa sejuk. Entah karena faktor angin atau faktor ucapan dari Fadlan yang membuat sekujur tubuhnya terasa lebih dingin. Kaila memilih untuk mengambil helm yang selalu Fadlan bawa untuknya.

"Lo tuh suka mancing, ya?" tanya Fadlan random sambil memakai jaket kulit.

Kaila menggelengkan kepala. "Enggak kok. Kata siapa? Orang gue gak bisa mancing."

"Bisanya cuma ngelempar umpan aja. Pas ada ikan yang nyangkut, malah gak diangkat." koreksi Fadlan.

Mata Kaila mengerjap pelan, ia tidak sebodoh itu untuk tidak memahami kiasan-kiasan dari Fadlan. Dilihatnya laki-laki yang sedang memakai helm tersebut dengan lamat. "Kok bisa?" heran Kaila.

Fadlan melirik Kaila yang sedang menatapnya lekat. "... bisa apa?"

"Kok bisa memilih untuk mengambil umpan gue?"

Tangan Fadlan terulur untuk membantu memasangkan helm yang sedari tadi Kaila pegang. "Mau tau alasannya?" Kaila mengangguk pelan, "Tapi janji sama gue kalau lo gak akan diem atau menjauh dari gue setelah ini. Deal gak?" tawar Fadlan yang lagi-lagi diberi anggukan pelan oleh Kaila

"Sederhananya, kenapa gue memilih umpan dari lo ya karena lo sendiri, Kai. Karena itu lo. Just it. Kaila Azalea Syahnala, that's more than enough for me. Gue gak membutuhkan embel-embel lain." ucap Fadlan dengan raut wajah yang sama sekali tidak ada gurat canda disana.

Bahkan dalam bilik mata cokelat tua tersebut Kaila tidak bisa menemukan hal selain meyakinkan.

"Gue paham lo pasti kaget karena kita kenal baru-baru aja. But, let me be honest with my feelings, Kai. Izinin gue buat kenal lo lebih dalam. Begitupun lo, lo bisa cari tahu apa yang ingin lo tahu dari gue. Keputusan akhirnya nanti, tetap lo yang menentukan. So, Let me?" suara Fadlan kembali terdengar.

Tak membalas, Kaila hanya menatap Fadlan dengan tatapan penuh makna. Mengerti kemana akhir dari pembicaraan ini. Manusia juga tidak mampu untuk menahan perasaan manusia lain kepadanya.

Sekelebat tindakan Fadlan yang terlihat gentle di hadapannya bahkan di hadapan ibunya membuat Kaila sadar bahwa. Laki-laki ini tidak bercanda.

Teringat kata Sekar beberapa waktu yang lalu untuk buka hati, maju satu langkah agar hidupnya tidak selalu satu arah saja. Dengan respon terakhir Kaila yang mengangguk, membuat senyuman Fadlan terbit di wajahnya.

"Thanks for the chance." ucapnya tulus.

Di atas motor ini, dua insan yang sedang berkutat dengan hati dan pikiran masing-masing melesat keluar gerbang sekolah. Meninggalkan jejak deklarasi resmi atas kejelasan hubungan mereka, naik satu tingkat kepada tahap pendekatan yang lebih resmi di awal bulan September 2017.

Semoga hal baik akan selalu datang kedepannya, batin salah satu dari mereka.

°°°

Agam nyaris mengumpat. Saat hendak keluar dari kamar, ia melihat Rizal dan Ilham berdiri tepat di balik pintu kamarnya.

"Ngapain lo berdua bediri disono?"

"PS, yok." ajak Ilham.

Agam menatap kesal. "Ayo deh." katanya sambil melangkah kembali masuk ke dalam kamar yang diikuti oleh Rizal dan Ilham.

Hampir setengah jam mereka habiskan dengan berseru sendiri. Sesekali umpatan keluar dari mulut mereka, membuat Desi yang berada diruang tengah menegur dengan berteriak.

"Mulutnya hei.."

Di sela-sela huru hara ketegangan, Rizal yang sedang memperhatikan giliran Agam dan Ilham tanding pun bersuara. "Lo ngedeketin Kak Laura, Gam?"

Tatapan matanya tetap fokus menatap layar TV dengan tangan yang bergerak lincah di atas stick PS. "Kagak."

Ilham melirik ke arah Rizal dan Agam sesaat. "Laura Christy anak kelas 12 yang kemarin jadi panitia MOS?" tanya Ilham memastikan.

Anggukan kepala Rizal membuat Ilham berseru heboh. "Sumpah, Gam?"

"Kagak jir. Gue sama dia cuma satu rekan di club photography. Jangan giring nidji begitu lah."

"Giring opini bangsat." umpat Rizal.

"NAH LO! GUE MENANG!" teriak Agam rusuh saat ia memenangkan pertandingan.

Laki-laki tersebut lalu merebahkan tubuhnya di atas karpet. Dengan tatapan menerawang ke langit-langit kamar.

"Hati-hati anak orang baper, Gam. Berabe urusannye ntar." Rizal mengingatkan.

Kepala Agam tergerak untuk menoleh singkat ke arah Rizal. "Temboknya aja gede. Santai aja gue gak se-gegabah itu."

____________________

Hiyaaaaa mang boleh ngajak PDKT-an pake izin segala bang? 🫣

Tebak reaction : Buat siapa ke siapa ini🧌🧌🧌🧌

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

1.2M 112K 42
✫ 𝐁𝐨𝐨𝐤 𝐎𝐧𝐞 𝐈𝐧 𝐑𝐚𝐭𝐡𝐨𝐫𝐞 𝐆𝐞𝐧'𝐬 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐚𝐠𝐚 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 ⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎ She is shy He is outspoken She is clumsy He is graceful...
569K 8.1K 103
AnYeongHaseYo!~ I will write various imagine about our sweet 8 boys❤️. I hope you will support this book as well😊 The story in this book is original...
35.3K 676 6
jennie is lisa's and lisa is jennie's
1.1M 84.9K 39
"Why the fuck you let him touch you!!!"he growled while punching the wall behind me 'I am so scared right now what if he hit me like my father did to...