Tampan Berdasi (MxM)

By DaddyRayyan

82.7K 9.1K 4.6K

Orang yang paling kamu hindari sejak zaman sekolah adalah bosmu di kantor. Orang yang kamu benci semasa sekol... More

Pendahuluan + audio suara karakter
P r o l o g
Dasi 1
Dasi 2
Dasi 3
Dasi 4
Dasi 5
Dasi 6
Dasi 7
Dasi 8
Dasi 9
Dasi 10
Dasi 11
Dasi 12
Dasi 13
Dasi 14
Dasi 15
Dasi 16
Dasi 17
Dasi 18
Dasi 19
Dasi 20
Dasi 21
Dasi 22
Dasi 24
Dasi 25
Dasi 26
Dasi 27
Dasi 28
Dasi 29
Dasi 30
Dasi 31
Dasi 32
Dasi 33
Dasi 34
Dasi 35

Dasi 23

2.2K 244 125
By DaddyRayyan

Maaf tengah malam lagi update-nya. Ada yang masih bangun?

Tiap chapter TAMPAN BERDASI, Rayyan cover lagu baru. Setiap lagunya bermakna, sesuai kisah mereka.

Tadi sore aku bikin IG story, quiz malam ini Rayyan bakal bawain lagu apa. Hayoo, siapa yang tebakannya bener?














Pak Wis benar-benar setia.

Benar-benar setia menunggu hingga Rayyan selesai masak mi goreng. Rayyan memasak terburu-buru dengan jantung berdegup cepat. Mi goreng instan Rayyan masih agak keras karena dimasak terlalu instan. Rayyan sibuk memikirkan nasib mi rebus Pak Wis yang kalau dibiarkan terlalu lama mungkin akan melembek, soggy, mekar. Jadi, saat kembali ke ruang karyawan dengan sepiring mi goreng miliknya sendiri, Rayyan setengah berharap Pak Wis sudah menghabiskan mi.

Ternyata pria itu masih belum menyentuh mi rebusnya.

"Bapak belum makan?"

"Kan, saya udah bilang bakal nungguin," jawab Pak Wis.

Dada Rayyan menghangat.

Di meja itu mereka berhadapan, duduk menyantap mi masing-masing.

Mug kucing dan mug bebe bersanding di satu meja yang sama. Keduanya berisi teh hangat.

Sunyi.

Hanya ada suara rintik hujan di luar jendela yang terus mengetuk.

Baik Rayyan maupun Pak Wis tak bicara selama mereka bersantap mi.

Anehnya hanya ada rasa damai.

Ganjil ketika kamu bisa duduk berdua dengan seseorang, saling diam, suara menyeruput, kecapan bibir, hanya sedikit pertukaran kata, sedikit mata mengerling tak sengaja ... tetapi kamu menikmati setiap detik momen itu. Kamu tidak bisa berhenti tersenyum meski sedang mengunyah dan suhu tubuhmu hangat meski di luar hujan.

Kedua piring sudah kosong, yang tersisa tinggal momen menyeruput teh dari mug masing-masing.

Rayyan memberanikan diri untuk menatap Pak Wis saat meneguk tehnya.

Pria itu sedang minum teh sambil menatap pemandangan di luar jendela. Hujan yang tadinya deras sekarang sudah rerintik. Sorot mata Pak Wis tampak sendu, mengikuti aliran air yang membercak pada dinding kaca. Entah bagaimana Rayyan pun merasakan Pak Wis juga menikmati suasana tersebut. Pak Wis nyaman duduk bersamanya dalam diam. Itu lebih dari cukup. Sangat cukup.

Sampai Pak Wis berujar rendah dan kalem, "Saya mau tidur dulu, ya, Mas Rayyan, terima kasih" yang kemudian dibalas Rayyan dengan nada yang juga rendah, seolah ia tak mau merusak suasana hening itu, "Selamat beristirahat, Pak. Sampai besok."

Pak Wis kembali ke ruang kerjanya, tidur di sofa empuk dan besar yang sudah dilapisi seprai.

Rayyan kembali ke kamarnya di lantai tiga yang sedikit berdebu, tidur di dipan yang tidak terlalu empuk, tetapi lebih dari cukup. Rayyan tidur dengan senyum menghiasi wajahnya, dalam mimpi pun tersenyum.

Senyum itu terbawa hingga esok subuh. Begitu Rayyan bangun tidur, ia langsung menanggalkan pakaian dan berlari kecil ke kamar mandi di lantai tiga. Ia sengaja mandi lebih pagi supaya dua kali lebih segar memulai hari. Gedung kantor ini tidak sesunyi yang biasa. Rayyan tahu ada seseorang yang lain tidur di bawah satu atap yang sama dengannya. Senang rasanya karena ia tidak sendirian.

Namun, karena sudah terbiasa sendirian, Rayyan tidak pernah mengunci pintu kamar mandi.

Rayyan tak tahu Pak Wis juga bangun pagi dan ingin memulai hari dengan mandi.

Sang CEO berjalan ke arah kamar mandi di lantai tiga dengan terkantuk, menguap, dan matanya masih buram. Ditambah masih dalam suasana patah hati, pria itu berjalan sedikit bengong, nyawa di awang-awang.

Pak Wis tidak mendengar ada suara cebyur-cebyur dari guyuran air ember dan gayung dari dalam. Ia buka pintu kamar mandi yang tidak terkunci tersebut, masuk ke dalam tanpa melihat dengan jelas. Pak Wis dengan santai melepaskan kemejanya, lalu menggantung bajunya di belakang pintu.

Rayyan sedang gosok-gosok dada, menyabuni tubuhnya saat itu, sepenuhnya licin dan telanjang, saat ia melihat ada penampakan sungguhan di kamar mandi. Ada pria berkulit cokelat, berotot kencang, memunggunginya.

Pak Wis sedang mengambil ancang-ancang untuk mencopot celana.

"Pak Wis ...?"

Pak Wis tidak menjawab, masih di awang-awang. Celananya sudah turun separuh ke lutut, menampilkan pinggul yang sempit. Pakaian dalamnya briefs hitam—

Saatnya Rayyan panik.

"Pak—Pak Wis?!" panggil Rayyan lagi.

Pak Wis tersentak, menoleh. Matanya bahkan masih tertutup separuh. "Hah? Mas Rayyan?!"

Mereka saling pandang.

Kurang lebih tiga detik.

Atau lima detik.

Lalu, keduanya buang muka.

"Maaf saya lagi mandi—saya enggak tau Bapak mau mandi di sini." Rayyan menarik handuk terburu-buru, menyelubungi pinggang ke bawah, meski sekujur badan masih licin sabun.

Pada saat yang sama, Pak Wis akhirnya sudah kembali ke bumi, memahami realita bahwa ia baru saja menyabotase kamar mandi dan memandangi tubuh polos seseorang selama lima detik.

"Maaf, Mas—! Saya keluar sekarang," kata Pak Wis, langsung putar badan.

"Saya aja yang keluar, Pak—" Rayyan juga buru-buru menjangkau kenop pintu.

Dalam keadaan panik dan bingung, keduanya malah bertubrukan saat berebut keluar kamar mandi. Sisi bahu Pak Wis terkena lelehan sabun dari bahu Rayyan.

Tak seorang pun berhasil meloloskan diri keluar dari kamar mandi. Keduanya malah berpandangan lagi.

Diam sebentar. Keduanya nge-lag.

"Saya yang keluar—Silakan dilanjut, Mas." Pak Wis keluar dalam keadaan masih topless, bahkan meninggalkan kemejanya tergantung di kamar mandi.

Pintu ditutup.

Rayyan mematung di kamar mandi.

Diam.

Rayyan mengusap mukanya yang panas dan menghela napas keras.

Ya, Tuhan.

Yang barusan awkward sekali.

....

....

Selesai mandi lima menit kemudian, Rayyan keluar dari kamar mandi, tolah-toleh. Apa Pak Wis sudah cabut? Efek dari insiden tadi masih membuat muka dan tengkuk Rayyan panas. Argh.

Ini bukan pertama kalinya mereka saling memandang tubuh dalam keadaan polos. Tetap saja rasanya malu. Belum lagi tadi Rayyan sempat melihat bodi topless Pak Wis sekilas. Kulit cokelat dan perut bersekatnya itu—agak sulit diusir dari ingatan.

Padahal, semalam mereka bisa duduk makan berdua tanpa canggung.

Rayyan akan sedikit kecewa jika mereka akan kembali canggung setelah ini.

Pak Wis meninggalkan bajunya tergantung di belakang pintu. Itu artinya Pak Wis sedang menunggu dalam keadaan topless. Rayyan melipat baju itu dan mengantarkannya ke ruang kantor Pak Wis.

Sesuai dugaan, Pak Wis sedang duduk di sofa, masih topless, menggosok lengannya yang telanjang.

"Pak, saya udah selesai mandi," kata Rayyan, meletakkan kemeja Pak Wis di meja. "Ini bajunya Bapak, tadi ketinggalan. Maaf saya taruh di sini."

"Ah, iya, makasih, Mas." Pak Wis mengambil baju itu dan pergi keluar ruangan. "Saya ... mandi dulu."

"Silakan, Pak."

Argh, benar, kan? Jadi canggung lagi.

Ini Sabtu. Kantor libur. Biasanya Rayyan akan tidur-tiduran di kamar atau nongkrong di warung belakang kantor. Sekarang Rayyan bisa mengisi waktu untuk ngonten seharian. Selagi Pak Wis mandi, Rayyan membuatkan teh untuk pria itu dan meletakkan di ruang kantor. Lalu, ia pergi ke warteg untuk membungkus nasi dan beberapa lauk yang bisa dimakan juga untuk siang hari. Setelahnya, Rayyan sarapan di pantry, ngeteh sambil riset lagu-lagu galau kesukaan netizen zaman sekarang.

Rayyan pikir Pak Wis akan langsung pulang setelah mandi. Pria itu mengisi waktu untuk bekerja di ruangannya, lalu baru keluar ruangan mendekati jam makan siang. Pak Wis muncul di pantry sekitar jam dua belas saat Rayyan baru saja selesai membuat satu konten video.

"Maaf, Mas Rayyan, beberapa minggu ini ikutan lembur gara-gara saya di kantor," kata Pak Wis, mengangkat sebuah kantong makanan dari ojek online, diletakkannya di atas meja pantry. "Saya belikan ini buat Mas Rayyan makan siang dan makan malam."

Rayyan terkesiap. "Ya, ampun. Apa ini, Pak—"

Ada beberapa kotak makan di dalam kantong tersebut, banyak sekali. Sepertinya dari restoran mahal.

Ada steik dua porsi. Jus alpukat. Semua kesukaan Rayyan.

Terakhir Rayyan makan steik mewah seperti ini saat masih SMA.

Pak Wis membelikan steik porsi gede. Pasti mahal sekali. Rayyan bisa membagi-bagi potongan besar daging steik tersebut untuk ia makan selama berhari-hari kalau mau irit.

"Makasih, Pak—Ini banyak banget. Kenapa saya jadi ngerepotin Bapak? Kan, saya udah ada mi di pantry dan lauk warteg."

"Saya selama ini udah ngerepotin Mas Rayyan." Pak Wis melipat tangannya. "Jadi? Steiknya enggak mau diterima?"

"Bapak enggak pernah ngerepotin saya." Rayyan tak bisa menahan senyum lebar. Kalau boleh ingin menangis terharu. "Mau banget, Pak. Makasih. Udah lama saya enggak makan steik."

"Good. Saya pulang dulu. Sampai hari Senin, Mas."

Pak Wis menenteng ransel di satu tangan dan memegang kunci motor di tangan lainnya.

Rayyan mengejarnya dari belakang. "Saya antar, Pak?"

"Enggak usah. Mas Rayyan istirahat aja."

"Gapapa, Pak, saya sekalian gembok pagar." Sekalian Rayyan ingin bisa menghabiskan waktu sedikit lebih lama bersama pria ini. Boleh, kan? Dia cuma lagi terlalu senang sekali hari ini.

Rayyan mengikuti Pak Wis hingga ke lantai satu, keluar ke parkiran. Pak Wis berjalan ke motor gedenya, Honda CBR.

"Saya ...," kata Pak Wis sebelum memakai helm, "mungkin harus stok baju di kantor."

"Kenapa? Bapak mau nginep di kantor lagi?" tebak Rayyan.

Pak Wis mengangguk.

"Ah." Rayyan spontan tersenyum. "Nanti bisa saya cuci baju Bapak, atau laundry."

Pak Wis terkekeh, naik ke motornya. "Enggak perlu, Mas Rayyan."

Rayyan berdiri di tepi motor itu. "Tapi memangnya Bapak nyaman bobo di sofa?"

"Lebih nyaman daripada harus sendirian di rumah," ucap sang CEO, menutup kaca helm full face-nya.

"Hati-hati di jalan, Pak." Rayyan menepuk jok belakang motor itu.

Pak Wis mengangguk padanya, lalu bermotor keluar dari kantor.

Rayyan mengawasi sampai motor Pak Wis menjauh, sebelum ia menutup pagar dan masuk kembali ke gedung.

....

Demikian. Waktu bergulir menyembuhkan hati-hati yang muram, sedangkan bagi Rayyan waktu menggelitik.

Hari Senin, Selasa, hari-hari berikutnya Pak Wis melanjutkan bekerja hingga waktu lembur. Terkadang menginap di kantor, terkadang tidak. Kalau mau menginap di kantor, Pak Wis akan memilih Jumat malam, alasannya supaya ia tidak terlalu lama menggalau di rumah sendirian pada akhir pekan.

Bisa dibilang inilah cara Pak Wis healing diri.

Rutinitas healing Pak Wis di kantor ini bersifat rahasia, nyaris rahasia. Cuma Rayyan yang tahu dan mungkin Pak Arian. Si kepala HRD berdecak sebal, mengomentari cara Pak Wis healing ini bukan sesuatu yang sehat. Pak Arian akan minta Rayyan untuk, "Selalu ingatkan dia stop kerja dan istirahat, ya. Dipaksa aja kalau bandel!"

Rayyan mengangguk.

Awalnya Rayyan pikir Pak Wis memang harus selalu diingatkan untuk beristirahat.

Suatu malam, Rayyan akhirnya tahu bahwa pria itu sebenarnya tidak selalu bekerja sepanjang waktu.

Setidaknya akhir-akhir ini ... setelah semua karyawan pulang, Pak Wis akan menghabiskan waktu di ruang karyawan untuk duduk, membaca buku atau mendengarkan musik lewat earphone.

Terkadang ia cuma duduk santai di sana, minum teh sambil melamun.

Terkadang Pak Wis akan membelikan Rayyan makanan lagi via ojek online, lalu mereka makan bersama dalam diam.

Di lain waktu, Pak Wis akan duduk tak jauh dari Rayyan yang sedang live Instagram atau membuat konten main gitar. Rayyan dibikin grogi sekaligus semangat kalau Pak Wis sudah menontonnya.

Kini Rayyan paham.

Pak Wis memilih untuk menghabiskan waktu di kantor untuk memulihkan hatinya. Ia duduk tak jauh dari Rayyan karena membutuhkan seseorang di sampingnya.

Inilah aktivitas rahasia mereka berdua.

Mereka sering bersama di malam hari, meski tanpa mengobrol.

Dalam setiap petikan gitar Rayyan ada Pak Wis yang duduk memandanginya, jarak beberapa meja.

Dalam alunan gitar Rayyan ada suara dentingan cangkir dari Pak Wis yang sedang ngeteh.

Pak Wis lembur, menginap di kantor bukan untuk kerja, melainkan untuk mengasingkan diri dari rasa sakit. Ia tak mau pulang ke rumah, tak mau sendirian.

Malam ini Rayyan sedang live main gitar di ruang karyawan. Ada kira-kira tujuh ribu orang yang menonton, termasuk beberapa akun centang biru di siaran langsung Rayyan.

Maleeem mz ob ganteng!

depok hadir always!

slalu nunggu petikan gitar mas rayyan :)

mau lagu yang baper lg malam ini

...mas, itu siapa di blkg??

itu si Wisanggeni ya? mantan @ Kanaka_jayanti

ada mantan tunagannya @ Kanaka_jayanti !!

woi jgn ngetag kak kanaka lah. mrk kan udah putus.

bosnya diajak jg nyanyi dong bang

Di belakang Rayyan, tampak Pak Wis sedang duduk, menikmati teh dan membaca buku. Ah, ya, pria itu duduk tak jauh darinya malam ini.

"Ah, iya, itu bos saya lagi lembur. Sori kalau saya nanti dipanggil bos, saya matikan. Kita live bentar aja malam ini," Rayyan menjelaskan.

Mendadak tebersit ide di benak Rayyan.

"Pak Wis?" panggil Rayyan, sambil sedikit memiringkan badannya agar mereka berdua terlihat di kamera. "Pak Wis, mau request lagu apa? Saya bisa nyanyiin."

Pak Wis menoleh. "Saya boleh request?"

"Boleh, Pak." Rayyan nyengir ganteng ke arah kamera. "Lagu apa aja. Nanti saya pelajari dulu kalau enggak tau."

"Hmm." Pak Wis memutar matanya. "Kalau gitu ... boleh request lagu ... judulnya 'Shallow'?"

Reaksi positif membanjiri kolom chat. Langsung banyak permintaan netizen agar Rayyan memainkan lagu itu malam ini.

Rayyan diam sebentar.

Shallow.

Lirik lagunya sangat mengingatkan Rayyan pada Kanaka dan Pak Wis.

Pak Wis mungkin me-request lagu ini untuk mengenang perasaannya dengan Kanaka.

Tersenyum sebentar, Rayyan mengangguk. "'Shallow'? Lagu Lady Gaga itu, ya. Boleh, Pak. Saya belum pernah nyoba, tapi saya coba cari dulu chord-nya dan liriknya."

"Kalau susah bisa yang lain aja, Mas—"

"Enggak, kok, Pak. Ini lagunya enak. Banyak yang suka juga. Kasih saya waktu lima sampai sepuluh menit. Paling saya butuh lagunya aja, Bapak bisa putar?"

Pak Wis menggeser kursinya. Kini ia duduk di meja sebelah Rayyan, memutar lagu tersebut dengan ponsel pribadinya.

Rayyan memandang kolom chat. Isinya bercampur dengan komentar netizen yang senang Pak Wis muncul di live Rayyan.

--

chixxoo: aaaa 2 cowo cakep 1 frame.

aakenichi: iichhh aku mau punya bos kek gituu. baik dan mau main sama ob nya 🥺

siskaooo: "main" apa ni

siskaooo: adooo netijen mulai lain nih pikirannya

trixi345: bisa dibikin jadi au boss x ob ni

ajengGiriKL: taag kak @ Kanaka_jayanti

Botihotbeletot: acccchhh tetiba aq jd pen ship merekaaa

Botihotbeletot: ingin ku berada di antara merekaaa 😩

--

Mendengus, Rayyan mendengarkan lagu tersebut, lalu mencoba-coba melodi dan chord gitarnya. Ia mendapatkannya dengan cepat. Hasil latihan setiap hari membuat skill bergitar Rayyan meningkat pesat. Pujian membanjiri kolom chat lagi. Orang-orang sudah tak sabar mendengar Rayyan nyanyi.

Oke. Kita mulai kebaperan ini.

Pelan-pelan. Rayyan memetik intro gitar lagu tersebut, sampai akhirnya mencapai lirik bait awal.

Pak Wis refleks bernyanyi, "Tell me something, Girl—" Pria itu langsung diam. "Eh, kok saya yang nyanyi. Sori. Silakan, Mas."

Rayyan terbeliak senang, tersenyum. "Go on ... Pak Wis."

Netizen jadi heboh. Chat masuk bergerak sangat cepat.

Sebagian besar memuji suara "mantannya Kanaka" bagus, sebagian malah mengetag akun Instagram Kanaka. Netizen jadi baper dan berspekulasi sendiri bahwa Pak Wis sengaja me-request lagu ini untuk Kanaka.

Senyum menatap pria itu, Rayyan melanjutkan bermain gitar. Perlahan, menggiring agar nyanyiannya berlanjut.

Dengan tatapan mata sedikit kosong dan sendu, Pak Wis membuka suaranya. "Tell me something, Girl .... Are you happy in this modern world?"

Ada kerapuhan pada suara itu. Getaran halus pada setiap nada. Suara yang letih karena lembur beberapa malam, juga sedih karena hatinya sedang hancur menjadi kepingan.

"Or do you need more ...? Is there something else you're searching for?"

Rayyan tenggelam dalam suara gesekan jarinya pada senar, tenggelam dalam suara sendu melankolis Pak Wis. Sudah berapa lama ia tidak bermain gitar untuk mengiringi suara Shouki Wisanggeni ...?

"I'm falling ...," Pak Wis terpejam, sepenuhnya membenamkan diri pada lagu itu. "In all the good times, I find myself longing ... for change ... and in the bad times, I fear myself ...."

Pak Wis membuka matanya lagi, menatap Rayyan.

Memetik bridging, Rayyan menyanyikan bait kedua dengan senyum. Suara berat yang terdengar lebih ceria, kontras dengan nada sedih suara Pak Wis. "Tell me something, Boy ... aren't you tired trying to fill that void?"

Pak Wis masih menatap Rayyan. Matanya menyipit, letih.

"Or do you need more? Ain't it hard keeping it so hardcore?" Rayyan membalas tatap Pak Wis, tak melepaskannya.  "I'm falling ... In all the good times I find myself longing for change .... and in the bad times, I fear myself."

Memasuki bagian reff, Rayyan harus berhenti memetik gitar sebentar. Ia diam terpana. 

Karena Pak Wis bernyanyi dengan suara menggelegar. "I'm off the deep end, watch as I dive in ... I'll never meet the ground."

Ada emosi perih yang pria ini lepaskan di udara.

Mengambang di permukaan, pecah menyerpih.

"Crash through the surface, where they can't hurt us. We're far from the shallow now ... "

Mereka mengakhiri reff dengan bernyanyi berdua. Pak Wis nada tinggi, Rayyan suara rendah.

Tidak ada yang merencanakan duet dadakan ini.

In the sha-ha-sha-ha-ha-low

We're far from the shallow now

Rayyan masih bisa mendengar getaran dalam suara Pak Wis, yang berusaha ia kejar dengan petikan gitar yang mengiringi dengan cara menenangkan. 

Mata mereka bertemu di tengah lagu.

Barangkali Pak Wis sedang membayangkan Kanaka ada di depan matanya saat ini. Kanaka yang sedang berduet dengannya. Pak Wis bernyanyi dengan membawa perasaannya serta.

Rayyan masih tersenyum.

Gapapa.

Gapapa. Lepasin aja, Pak.

Sampai akhir lagu.

Mereka saling berpandangan dalam diam.

Rayyan sampai lupa mereka sedang live. Kolom komentar bergerak terlalu cepat sekarang sehingga sulit dibaca. Penonton yang tadinya berjumlah delapan ribu mendadak sudah belasan ribu.

Kenapa jadi sebanyak itu? Apa saja yang mereka bahas?

Netizen senang luar biasa melihat Rayyan duet, sekarang mulai menagih Rayyan collab dengan selebgram lain.

Netizen juga jatuh cinta dengan "mantannya Kanaka", sebagian dari mereka malah berkhayal menjadi Kanaka Jayanti yang sedang dinyanyikan oleh mantan terindah.

Netizen ternyata pada baper berjemaah.

Dan kalau netizen sudah baper, mereka tidak mau baper sendirian, mereka baper mengajak banyak orang. Entah sudah berapa banyak akun yang menandai Kanaka Jayanti sejak Pak Wis bernyanyi.

Rayyan menoleh tepat waktu saat ia melihat notifikasi itu.

Kanaka_Jayanti bergabung dalam live.

Rayyan diam.


Kanaka_Jayanti: Maaf...  🙏  🙏  🙏Tolong ya jangan tag aku lagi guys. Mangatsss Mas Rayyan.. kudukung...keren selaluu... Maaf aku msh blm bisa.. hehe.. aku izin keluar dlu ya. see u ^^


Pak Wis diam sebentar, lalu Rayyan melihat bola mata itu berkaca.

Barusan pria itu melihat notifikasi dan pesan yang sama.

Pak Wis beranjak dari kursi. "Maaf saya ganggu live-nya Mas Rayyan malam ini. Saya permisi," katanya, tersenyum pada kamera, sebelum pergi menjauh.

Rayyan kembali ke layar live, tersenyum. "Oke ... malam ini segini dulu. Saya jadi ikut baper ini. Sampai besok, ya. Bye. Stay WARAS, okay?"

....

...

Live ended.

*

*

Hari berikutnya Pak Arian mendatangi Rayyan di pantry. "Gue nonton tadi malam."

Rayyan lagi makan nasi padang, menelan nasi dalam jumlah besar. " ... Nonton apa, Pak?"

"Mas Rayyan duet sama ehem ehem. Wiiiii gileeee keren bener, sih?! Gue pikir gue mimpi semalam."

"Jangankan Pak Arian, saya juga masih mikir yang semalam itu mimpi, Pak."

Pak Arian tertawa. "Mood-nya udah cakep lagi, tuh. Lo apain, Mas?"-

"Saya, Pak? Enggak ngapa-ngapain."

"Kok, bisa segeran itu muka buluk?"

Rayyan terkekeh. "Muka Beliau udah seger dari sananya, Pak. Selalu, dari dulu."

Pak Arian menaikkan satu alis matanya.

Rayyan berhenti senyum, harusnya ia tidak memperlihatkan dirinya seperti orang kasmaran.

"Udah gue duga," kata Pak Arian. "Lo masih suka dia, kan, Mas?!"

"Siapa?" Jantung Rayyan berdentum. "Oh, sama Pak Wi—"

"Sssh! Jangan sebut nama, tembok di sini punya telinga!"

"Maaf, saya dan Beliau itu masa lalu."

"Yakin, Mas? Gue enggak ada masalah sama sekali, toh kantor kita enggak ada larangan buat pacaran sesama karyawan." Lalu, Pak Arian tiba-tiba serius, "Tapi, Mas, gue cuma mau ingetin."

Rayyan mendengarkan.

"Kisah cinta itu orang enggak mulus, dia selalu ditinggal. Yang pertama dia trauma karena ditinggal sama Mas juga, kan? Dia butuh waktu sangat lama untuk move on dari Mas dulu, ditambah sekarang gagal nikah. Enggak tau berapa lama lagi dia move on kali ini."

Rayyan berusaha untuk tidak menundukkan wajahnya.

"Jadi, kalau kali ini Mas Rayyan cuma main-main, mending jangan dilanjut! Kesian dia, Mas. Sebagai sahabat gue enggak tega!"

"Pak ... rasanya enggak mungkin. Saya tau Beliau belum bisa move on dari Mbak Kan—" Rayyan berdeham. "Saya lihat Beliau masih sering ngelamun. Keliatan masih sangat kehilangan. Masih berharap."

Arian melipat tangannya. "Taruhan, yok, Mas!"

"Taruhan apa, Pak?"

"Gue yakin lo celebek sama dia, Mas! Bakal jatuh cinta lebih dalam lagi nantinya. Kalo gue menang taruhan, Mas Rayyan harus selalu mau gue titipin makan siang. Deal?"

Rayyan tergelak. "Ada-ada aja Pak Arian ini. Enggak perlu deal-deal-an Bapak bisa titip makan siang ke saya kapan pun."

"Halah enggak seru kalo enggak kompetisi dulu. Lebih enak mintanya kalo gue menang."

Rayyan menghela napas berat dan panjang. "Ya, deh, Pak. Saya takut sama Pak Arian. Kalau ngomong suka bener. Jadi iya aja."

"Yes!!!" Arian tertawa. "Yaudah gue balik kerja, ah."

Sebelum pria itu pergi, dia menoleh pada Rayyan sekali lagi. "Oh ya gue cuma mau kasih tau aja, nih. Siap-siap aja ya, Mas."

"Ya?"

"Gue enggak pernah kalah taruhan!"


BERSAMBUNG

Update Maret 2023: Kita sudah rekaman suara duet mas Rayyan dan Pak Wis. Cek videonya di TikTok dan YouTube, ya!

Continue Reading

You'll Also Like

2.3K 172 41
SEASON 1 : 1-36 (bonchap 2) : Berawal dari tidak sengaja bertemu di cafetaria,pria berumur 32 tahun ini langsung jatuh cinta pandangan pertama pada...
Stupicha By pute

Short Story

32.1K 2.9K 7
Seorang Ozan Adrian yang telah menjalin hubungan selama lebih dari empat tahun bersama dengan Eksa Nandha. Nama mereka jelas jauh berbeda, tapi pangg...
1.9M 90.7K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
992K 146K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...