The Origin Of King Kaan

By Thingsgotlouder

625 174 94

[Fantasy, Action, Drama] Seorang bangsawan mendapati adiknya terpotong menjadi 2 bagian. Sebuah bencana terja... More

01. The First Daugther
02. The First Crown Prince
03. Red
04. After All
05. The Twin Princes
06. a Ballroom That Squealed The Pride
07. Sparkling Royal Stones of Yeaston
08. Mixed Blood Prince
09. Da Vienè
10. The Days Before
11. White Day
12. Brothers From Nowhere
13. The Queen's Son
14. Havoc
15. Run Away
16. The Softest Touch
17. Rodrigues
18. Post-Yeaston
19. Just Because Fate Forces It
20. Kaan
21. Basinscar
22. Blue Bird, Labradorite and The First Daughter
24. For Traitors
25. Earl Rose Pouchong

23. Dirty Jawel and The Dungeon

12 3 3
By Thingsgotlouder

Soren menggenggam erat tanah kering dibawah tubuhnya.

Hampir saja dia lupa jika Yseult itu secara hukum masih istrinya. Dia hampir menyalah pahami situasi ini sebagai pembegalan ditengah hutan.

Tekanan yang diberikan Yseult bahkan hanya dari tatapannya saja, sudah membuat kaki Soren lemas.

Tetapi Kaan bersamanya, setidaknya dia harus berusaha untuk tidak terkena serangannya.

"Ayo ... mau ku antar pulang?" Yseult menyeringai seolah menikmati perannya.

Soren mengerejap beberapa kali sebelum berbisik, "... Nona, tenanglah sedikit. Yang barusan hampir saja tidak bisa kuhindari"

Hal yang menakutkan adalah Soren tidak bisa melindungi Kaan.

"Hah? Usahalah sendiri jika tidak mau terluka. Jangan pernah meminta pada musuhmu untuk sebuah rasa kasihan!"

Yseult melemparkan pedangnya tepat di antara kedua kaki Soren. Mantel bagian belakangnya sedikit sobek karena itu.

Sedang sosoknya melaju dengan sebuah kepalan tangan. Soren menghindar di detik-detik terakhir. Dia berguling kearah kanan dengan Kaan, dan total merobek mentelnya yang tertancap pedang Yseult.

Dengan terpogoh, Soren menuruni area tinggi menuju tempat yang lebih luas.

Semakin ia berlari, pohon-pohon ini semakin terasa ramai dan lebat. Mereka seolah bersenda gurau dengannya, berteriak-teriak dengan ranting mereka yang tertiup angin.

Beberapa gagak juga mulai datang dan menambah riuh suasana sepi hutan itu.

Kaan memunculkan kepalanya, mengintip kearah belakang Soren.

"Nona penjahat ada disana! Kakak! Dia ada diatas pohon!"

Kaan berteriak, dia seolah menjadi mata ketiga yang muncul dibelakang tubuhnya.

Soren berhenti dan melompat kearah belakang.

Benar saja, Yseult turun seperti tadi dari atas pohon, namun kali ini langsung menyerang Soren dengan beberapa pukulan.

Tidak sempat berlatih apapun, Soren tidak bisa selain menerima atau paling tidak mencoba menghindari Yseult.

Namun, semakin diterima, Soren sadar jika Yseult menargetkan Kaan untuk dia pukul.

Soren mau tak mau menerima semua pukulan yang mengarah pada Kaan. Sambil masih mencoba mencari celah untuk kabur.

"Sombong sekali, sudah merasa bisa menahan semuanya, hmh?" Dengan kalimat itu , Yseult menendang kuat bagian samping kepala Soren.

Pemuda anak Raja ini sempat menahannya sedikit dengan lengannya. Meski begitu ia tetap merasakan pusing yang hebat di kepalanya.

Soren yakin dia geger otak ringan. Memangnya apalagi yang bisa menjelaskan rasa sakit ini.

Melihat kakaknya meringis menahan rasa sakit, Kaan melonggarkan pelukannya dan berbalik ke arah Yseult.

"Jangan sakiti, kakakku!" Tangisan anak-anaknya pecah.

Kaan memiliki sifat cengeng, namun dia tetap melebarkan tangannya berusaha melindungi Soren yang sesaat hilang perhatian itu.

Dengan langkah kecil, Yseult mendekat dan memasukkan kembali pedangnya. Matanya berhenti pada sorot mata Kaan yang ketakutan.

Anak itu masih menangis, wajahnya merah padam, bagi Yseult dia mungkin kemarahan kecil yang tidak merusak.

Yseult menyunggingkan sebelah bibirnya kemudian mendekat sampai selisih jarak mereka hanya satu langkah.

Sepasang tangan menelusup dan memeluk Kaan dari belakang. Tangan kirinya melayang dan bersiap melindungi dari jarak itu.

"Nona, latihan ini hanya untukku, kan? Kumohon, jika kau ingin mengajari Kaan sesuatu, nanti saja jika dia sudah besar"

Yseult yang kembali berwajah datar itu berkata, "Kau pikir musuh akan menunggumu tumbuh besar dulu sebelum membunuhmu?"

Dengan sekejap, Yseult kembali menendang Soren ke samping tubuhnya hingga tersungkur. Soren yang tidak ingin Kaan jatuh bersamanya, melepaskan pelukannya disaat-saat terakhir.

"Tidak semua orang akan meluangkan waktu untuk memupuk moral mereka. Tidak akan ada musuh yang menunggu lawannya siap, ingat itu"

Yseult mendaratkan sebelah kakinya yang sudah digunakan untuk menendang suaminya itu. Matanya beralih kembali pada Kaan.

Kaan yang ketakutan segera mendekati Soren dan masih merentangkan tangannya. Yseult berlutut hanya dalam dua detik setelahnya.

Mata Kaan tertutup saat tangan Yseult melayang didepan matanya.

Sebuah suara hentakan kecil terdengar menggema dihutan sepi itu.

Kaan membuka matanya, mendapatkan jidatnya disentil oleh Yseult.

Matanya masih berair dan tubuhnya gemetar. Saat membuka mata, Yseult dan jemarinya yang masih melayang didepan wajahnya itu sedikit berbayang. Senyuman Yseult didepan wajahnya seketika membuang perasaan takut itu.

"Jika kau cengeng begini, bagaimana mungkin bisa menjadi Raja?" Yseult menarik kembali jemarinya, angin sore yang dingin menerbangkan sebagian rambutnya yang mengelabu.

"Jika kau ingin menangis, jangan sampai orang lain tahu. Begitulah seorang raja seharusnya. Jika kau saja tidak kuat, bagaimana orang lain bisa mempercayakan hidupnya padamu" ucapnya lagi.

Kaan yang tadi sempat panik karna tekanan yang dilakukan Yseult, kini menundukkan wajahnya dan meremas erat pakaian Soren yang masih tergeletak dibelakangnya.

"Dan juga.. tataplah lawanmu dengan berani. Terkadang mereka mungkin adalah bagian dari keluarga atau orang terdekat. Tetapi.. jangan pernah berpaling" Yseult mengapit dagu dan pipi Kaan yang memalingkan wajahnya itu.

Kemudian berdiri dan beralih pada Soren.

Yseult mencoba menepuk, bahkan mengguncang pemuda itu, ia tertawa setelahnya.

"Kurasa dia pingsan"

•••


Mata Soren membelalakk seketika. Dia panik bukan kepalang saat sadar kenapa dirinya bisa tertidur seperti itu.

Setelah menyeleksi situasi, Soren menemukan Kaan bersama Yseult. Kepalanya tertidur dengan pulas di pangkuan kakak iparnya itu. Kaan terbalut jubah Yseult dan membola seperti kucing kecil.

Yseult yang entah bagaimana juga sedang mengusap-usap kepalanya, menyisirkan jemari lentiknya diantara rambut halus Kaan.

"N-nona? Apa yang sebenarnya terjadi?" Ucap Soren takut-takut.

Yseult yang tadinya hanya melamun melihat percikan api unggun, meliriknya ringan.

"Di kondisi sebenarnya, kau sudah mati dan Kaan kini sudah diculik"

Soren merasa bersalah. Bulu matanya yang lentik seperti unta, turun.

"Besok akan kita lakukan lagi. Sekarang makan dulu"

Mendengar itu, Soren dipaksa mengangguk. Dia tidak akan protes pada keputusan Yseult, saat dirinya sendiri bahkan bisa dikalahkan semudah itu. Maksudnya, bagaimana mungkin dia menolak.

Pemuda dengan iris Labradorite mendekat dan memakan sebuah sup yang sudah Yseult siapkan.

Rasanya hangat dan segar. Lelah, lebam, bahkan luka dalamnya terasa mendingan. Ada rasa seperti rempah dengan aroma yang kuat. Sesaat, Soren merasa tidak aneh dengan rasanya. Tetapi, dia tidak ingat kenapa dia merasa begitu. Padahal ini pertama kalinya Yseult membuatkan sup ini untuknya.

"Dulu, saat aku masih remaja. Dia juga akan memasakkan ku sup ini setelah berlatih" ucap Yseult tiba-tiba.

Soren yang masih makan itu menyempatkan diri untuk merespon, "Dia?"

Seingatnya, Yseult juga sempat menyebutkan 'dia' saat mereka mengobrolkan mengenai menu latihan.

Yseult mengangguk, "Teman berlatihku,"

Tangan kanannya meraih potongan kayu lain dari sisinya. Yseult melemparnya pada bara api unggun.

"Saat aku berlatih, dia akan tiba-tiba datang diakhir sesi dan merawatku. Saat itu aku tidak tahu cara merawat diriku sendiri. Cara berlatihku adalah, aku tidak akan berhenti sampai pingsan," Yseult terkekeh sembari tetap melemparkan potongan kayu.

"... Sampai, akhirnya aku bisa terus berlatih meski kesadaranku sudah hilang. Saat itu dia yang membantuku yang sekarat"

Baiklah, itu mengejutkan Soren. Matanya bahkan tidak beralih sedikitpun saat mendengar hal itu.

"Nona istri masih bisa berlatih meski sudah kehilangan kesadaran?"

"Lebih tepatnya, bahkan tubuhku sudah mengerti setiap beban ini. Dia akan terus bekerja karena terbiasa. Asal kau tahu saja, aku masih bisa bertarung meski aku sudah tidak bisa berpikir."

Sekarang, rasanya tidak sopan mengeluh didepannya lagi. Soren tidak pernah tahu Yseult bisa sampai seperti itu. Seberapa sering dirinya berlatih?

Soren masih ingin mengetahui lebih banyak tentang Yseult, tetapi dia urung. Meski Yseult tertawa, dia tetap melakukan semua hal itu bukan karena landasan yang menyenangkan.

"Teman Nona itu ... Apakah dia bisa membantu kita juga dikondisi seperti ini? Bisakah kita mempercayai nya, Nona?"

Yseult tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Terakhir, empat tahun lalu. Lagipula, meskipun bisa, aku tidak yakin dengannya. Dia pernah melamarku"

Ada hari dimana Yseult muda yang rajin menjadi sangat jengkel karenanya. Apalagi semenjak temannya itu, mulai melihatnya secara romantis. Ada rasa enggan yang dalam, dan perlahan Yseult mundur darinya. Yseult sendiri tidak begitu peduli jika dia kehilangan seseorang, asalkan bukan  keluarganya. Yseult adalah yang paling siap kehilangan seluruh temannya sekalipun.

Mendengar itu, Soren membuat sikap diam yang aneh. Yseult tidak begitu menyadarinya, karena tangan dan perhatiannya kini mengarah kembali pada Kaan.

Anak ini, Yseult berjanji secara diam untuk tidak begitu dekat dengannya. Dia merasa sangat bersalah ketika bercengkrama dengannya, disisi lain dia pernah dengan sangat tega mengacuhkan Keegan. Rasanya ini tidak benar. Yseult merasa, dia bisa berhutang banyak. Namun, melihatnya merentangkan tangan untuk Soren, membuat kenangannya akan Keegan yang juga melindunginya kembali. Meskipun Keegan jauh lebih berani darinya. Secara tidak langsung, mereka berdua  tetap mirip.

"Nona, aku ... Ke belakang sebentar" izin Soren.

Yseult yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya, melirik punggung Soren yang bidang.

"Jangan sampai tersesat."

Bahkan sampai malam itu berakhir, Yseult tidak pernah sadar perubahan yang terjadi pada Soren.

•••

"Buka pintunya!"

Czar datang dengan menyeret seseorang di tangannya.

Dua prajurit yang berjaga didepan pintu masuk penjara terkejut dan saling berpandangan.

"Yang mulia, dia ... Istrimu?" Salah satunya mencoba meyakinkan diri, tetapi gugur.

Kondisi Czar yang penuh amarah memadam membuat kaki mereka melemas. Mau tak mau mereka tetap segera membuka pintu gerbang masuk.

Kunci-kunci yang tergabung dalam satu barisan cincin besar itu gemerincing hebat. Tangan lesu yang membukanya gemetar tak karuan.

Saat terbuka, Czar segera membawa orang itu masuk. Menuruni tangga yang lembab dan kotor, bahkan koridor yang bau pesing dan suram.

Lolongan para penghianat kerajaan merintih disepanjang jalan saat mereka melihat siapa yang sedang pangeran Czar seret itu.

Saat melihat sebuah sel kosong di tempat paling ujung. Czar membukanya dan melempar sosok itu kedalamnya. Dia membawa api dari lorong untuk menyalakan obor getah damar didalam ruangan.

Dalam kegelapan penjara dan remang-remang cahaya api. Sosok itu perlahan bangkit dan terbatuk beberapa kali.

"Pangeran ... Aku benar-benar tidak berkhianat padamu. Dengarkan aku ... Nona Yseult ... Tidak ada hubungannya dengan semua ini ... Percaya padaku" ucapnya lirih.

Beberapa bulan lalu, sosok ini akan dipuja-puja sebagai representasi keindahan permata gantung tongkat Raja. Namun, sekarang wajahnya lebam, sebelah matanya tertutup karena bengkak dan tubuh putihnya dihiasi tanah basah dan pakaian compang-camping. Dia seperti dihinakan hanya dalam semalam.

Lebih hinanya lagi adalah, yang melakukan semua itu suaminya.

"Berhenti membual. Kau membantunya kabur bersama Soren. Aku sudah berbaik hati menyuruhmu pergi dan tidak pernah menunjukkan wajahmu lagi padaku. Sekarang, kau bahkan berani memukulku dengan sihir kecilmu, itu!" Czar adalah kemarahan yang nyata.

Dia sangat ekspresif dalam ucapan maupun perbuatan. Dia bahkan kehilangan kompas moralnya untuk tidak menyakiti wanita.

"Ya, karena mereka tidak bersalah! Kau marah pada Rodrigues, bukan berarti kau berhak menghukum siapapun seenak jidat, hanya karena mereka ada disana juga!"

Rue berteriak untuk kalimatnya itu. Kepalanya kosong dan penuh di waktu yang sama. Hatinya gatal dan tertahan.

Menyadari tidak ada respon apapun, Rue menegakkan wajahnya. Sebuah tangan menyambarnya disaat itu dan mengapit rahangnya yang kecil.

Sorot mata Pangeran kelima adalah badai utara bagi Rue. Merahnya mata itu menyihirnya untuk diam dan menurut.

"Daripada aku kehilangan siapapun yang bersalah. Lebih baik aku kehilangan semuanya sekalian."

Kalimatnya tegas dan mantap. Rue tidak bisa menjawabnya. Entah karena efek sihir Czar, atau murni ketakutannya sendiri.

Namun, dengan seluruh kekuatannya. Dia mencoba untuk berbicara. Bahkan meski hanya gumaman.

Bibirnya bergerak kecil, tubuhnya yang melemas perlahan bangkit dan menyentuh pergelangan Czar, memeganginya ringan. Kecantikannya yang agung tidak bisa membutakan Czar. Jika pemuda lain yang diperlihatkan wajah itu, Rue mungkin akan habis dilecehkan.

"Pangeran, ingatlah ... Kakak pertama tidak mungkin mau melihatmu seperti sekarang. Tenanglah ..."

Selama beberapa detik, Czar terdiam. Merah padam pada matanya perlahan bercahaya kembali. Czar membuang wajah itu dan mundur.

Dia tidak bisa menolak untuk diingatkan. Pangeran pertama adalah yang paling dekat dengannya dahulu, pahlawannya. Dan jika dia disini ... Apa benar itu yang akan dia katakan?

Tidak. Czar hanya mempercayai ingatannya. Sudah jelas jika Kakak favoritnya itu akan setuju dengannya.

Rue terbatuk dan kembali mendongkak. "Tenanglah ... Tenang, ya ... Dia akan selalu disini bersamamu"

Sudah jelas jika Rue bisa saja hanya mempermainkannya. Tetapi, bagi Czar, semuanya terlalu nyata.

Punggung Czar akhirnya menabrak pintu sel. Dari api samar-samar itu, dia melihat sosok Rue seolah berkilat emas.

Keemasan adalah rona kakak pertamanya.

Czar menunduk dan mengangkat tangannya. Mengeluarkan ledakan sihirnya untuk sekian detik. Hanya untuk membuat Rue runtuh di lantai yang kotor dan berhenti menatapnya.

Cadar halusnya bergerak ringan tatkala ia menurunkan kembali tangannya.

"Akhirnya kau pulang. Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan, Czar. Kau benar-benar dalam masalah," Ucap seseorang dibelakangnya.

Suara itu milik Pangeran Keempat, Darius.

"Sebelum itu ... Kau apakan istrimu itu?! Dia adalah anak ksatria tertinggi kerajaan, kau benar-benar tidak bisa melakukan apapun selain masalah!" Darius tidak membiarkannya merenung sedikitpun.

Czar yang masih diam tanpa kata menggigit bibir bawahnya.

Ada waktu dimana hanya kakak pertama yang ada untuknya.

Ada juga waktu dimana tidak ada yang bisa mengendalikannya selain pangeran pertama.

Czar mulai mengukir Rue di pikirannya. Bagaimana dia bisa mengetahui celah itu ... Celah yang bahkan tidak akan ada yang bisa mengetahuinya, selain dirinya sendiri. Bahkan oleh jasad pangeran pertama sekalipun.

"Kau sendiri yang bilang. Dia istriku ... Biarkan aku saja yang mengurusnya. Tugasmu hanya merahasiakannya. Itupun jika kau masih peduli dengan reputasi kerajaan"

•••



Continue Reading

You'll Also Like

8.1K 1.1K 14
He is Mystery. He is Bastard. and i've found myself falling for him. and i promise he will never find someone like me. #### Aku merasa jijik mengetah...
38.8K 2.5K 7
Semula kisah ini sederhana. Hanya tentang Albert Maxime Fredison, seorang pemimpin bangsa werewolf yang bersikeras menolak Ariana Farfalla Carlistle...
5.7K 477 24
"Setelah memanfaatkanku, kau mau pergi begitu saja dan mencari mangsa baru?" Wanita itu memejamkan matanya sebentar, kemudian menatap lurus pria ting...
2.5M 133K 73
❝Diam menjadi misterius, bergerak menjadi serius.❞ -Liona Hazel Elnara Genre: 1. Drama Psikologis 2. Thriller / Suspense 3. Action 4. Romance 5. Crim...