NAGISA DAN TAKDIRNYA

By Kalpaijo

11.8K 1.2K 1.1K

"Gimana ya rasanya pakai baju putih abu-abu?" "Gimana ya rasanya bisa punya banyak teman?" "Gimana ya rasanya... More

PROLOG
1. KETAHUAN
2. KEPERGOK LAGI?
3. HUJAN DAN DIA LAGI?
4. RUMAH POHON & BUKU DIARY
5. PEMBULLYAN GISA
6. DIA BAIK AKU SENANG BERTEMAN DENGANNYA
7. PENOLONG GISA ADALAH ELTAIR?
8. PENYELAMAT GISA & HUJAN BERSAMA DIA
10. UPACARA, GISA DAN KAKEK BADRAN
11. GISA KEPERGOK OLEH KETIGA SISWI BINA DIRGANTARA
12. GALEN DAN GISA JUALAN CENDOl DI TAMAN SORE ITU
13. MIMPI DAN JUGA HARAPAN GISA
14. DANAU, PELANGI & BERSAMA DIA
15. GUE JANJI AKAN MELINDUNGI GIA TERUS
16. MELUKIS DIA DI TAMAN FLORA
17. DIKERUMUNI BANYAK ORANG
18. MAAF GIA, AKU GAGAL LINDUNGI GIA
19. RUMAH SAKIT
20. DI TAMAN SEKOLAH BERSAMA DIA

9. DARAH APA INI?

520 62 79
By Kalpaijo

"Datang juga nih si Tarajos, kirain gue lo nggak bakalan datang," ucap Zion saat melihat kehadiran Jastara yang baru saja datang ke cafe Amora dengan memakai outfit kaus putih yang terbalut dengan kameja cokelat, tak lupa ke bawahnya dia memakai celana jeans ditambah memakai sepatu berwarna putih membuat dirinya semakin keren dan tampan. Jastara lalu duduk di samping Zion.

"Hai bro," sapa Jastara pada kedua temannya. "Ya masa gue nggak datang sayang dong traktiran gue dibuang gitu aja," lanjutnya seraya menampilkan gigi putihnya.

"Heleh dasar elu si paling suka traktiran, modal kek modalllll," kata Zion pada Jastara.

"Dihh, biarin aja syirik aja lo kampret."

"Idih siapa yang sirik gue juga ditraktir dong sama babang Galen tampan," sahut Zion tak mau kalah.

"Elu maa cuma sekali gue mah sering well," ujar Jastara becanda.

"Heh, kata siapa gue cuma sekali orang gue sering juga kok ditraktir sama pak bos, ye kan, Gal." Zion melirik Galen yang berada di sampingnya sedang sibuk memainkan ponselnya. Galen mengangkat kepalanya menatap mereka, lalu memasukkan ponselnya ke saku celana.

"Apaan si kalian berdua kaya bocah aja ributin masalah traktiran," ujar Galen menatap teman-temannya sambil menggelengkan kepala, tak habis pikir.

"Noh si Zion yang mulai duluan, Gal." Jastara menunjuk Zion.

"Kok jadi ke gue si? Kan elo yang duluan bayi Tarajos!"

"Heh, udah-udah kalian ini jangan malu-maluin dong ini tuh di cafe bukan di kamar. Paham?"

"Paham bos," jawab Zion bersamaan dengan Jastara.

Mereka bertiga malam ini sedang berada di cafe Amora. Galen yang mengajaknya duluan karena ia merasa bosan di rumah terus makanya ia mengajak teman-temannya ke cafe Amora. Dan Galen juga yang mentraktir mereka berdua. Bukan kali ini saja Galen mentraktir teman-temannya, tetapi sangat sering. Bahkan di sekolah pun Galen sering mentraktir mereka.

Bukan, bukan karena kedua temannya orang yang tidak mampu. Zion dan Jastara terlahir dari orang yang berada. Akan tetapi, mereka berdua ingin ditraktiran terus oleh Galen karena di antara mereka bertiga Galen yang paling sultan. Dan yang lebih sering itu Jastara alias bayi Tarajos, selain hobinya makan sun dia juga hobi traktiran dari Galen. Kalau Zion tidak terlalu sering, dia kadang memakai uangnya sendiri.

Galen tidak masalah karena ia sering mengeluarkan uang untuk mentraktir teman-temannya, ia juga tidak merasa rugi. Karena baginya, Zion dan Jastara itu sudah Galen anggap sebagai sodaranya sendiri.

"Yaudah mau pesen sekarang nggak? Gue udah laper nih," kata Galen. Cowok berparas tampan itu hari ini memakai outfit kaus putih dengan celana jeans, membuatnya semakin keren dan ketampanannya berkali-kali lipat. Siapapun yang melihatnya akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Pesen sekarang aja Gal, gue juga udah laper banget nih dari siang belum makan," sahut Jastara.

"Yaudah sana pesenin, Jos."

"Oke, bos."

Galen lalu memanggil pelayan yang berada di dekat meja mereka kemudian mereka bertiga memesan makanan yang ada di menu buku tersebut. Setelah selesai, pelayan laki-laki itu pergi dari sana.

Sambil menunggu pesanan datang mereka mengobrol tentang hal-hal random. Apalagi Jastara si paling random.

Jastara tiba-tiba teringat sesuatu.

"Eh, gue mau cerita. Lo pada mau tahu nggak?"

"Apaan? Pasti cerita lo nggak penting si," celetuk Zion seraya menyugar rambutnya ke belakang.

"Sok tahu lo, dengerin dulu gue cerita."

"Yaudah sok atuh," kata Zion lagi. Zion sudah berfikir pasti temannya yang hobinya makan sun ini bicara yang tidak penting lagi, pasti itu, Zion sudah menduganya.

Jastara duduk dengan tegap, kedua tangannya dilipat di atas meja. Dia pun mulai bercerita. "Tadi kan habis gue pulang sekolah gue nganterin nyokap ke rumah temannya, terus pas pulang gue lewat jalan yang sepi itu loh namanya jalan apa ya lupa lagi kan gue." Jastara mencoba mengingat-ingat kembali nama jalannya kemudian dia menjetikan jarinya. "Oh iya, gue inget, nama jalannya itu jalan iblis. Nah, kan gue tuh pulangnya jalan situ pokonya bener-bener tuh jalan sepi banget dan serem banget woii. Tiba-tiba gue ngedenger ada suara orang yang minta tolong terus gue turun dan cari asal suara itu, dan gue pun masuk ke dalam hutan, terus gue ngeliat ada seorang cewek yang di tarik-tarik tangannya sama preman sampai pipinya ditampar sama preman itu, gue langsung aja hajar mereka dan bawa cewek itu pergi keluar dari hutan. Habis itu gue sama tuh cewek kehujanan terus neduh dulu di bawah pohon. Pokonya gue benar-benar kasian banget sama tuh cewek. Untung ada gue nolongin dia coba kalau nggak ada gue, nggak tahu lagi nasib dia kaya gimana sama tuh preman gadungan. Dia kayanya cewek baik-baik dan juga lugu. Terus dia juga jualan kue."

Deg!

"Nama cewek itu siapa, Jos?" tanya Galen.

Jastara menggaruk keningnya.
"Euhh.. aduu mamae.. gue juga lupa lagi namanya siapa, Gal."

"Ihh dasar aki-aki lupaan anjir," ledek Zion.

🌧️°•🤍•°🌨️

Melipat mukena dan sajadah, Gisa baru saja selesai melaksanakan salat magrib.
Ia menyimpan mukena di atas nakas dekat kasurnya.

Membalikkan tubuhnya ke belakang tiba-tiba kepalanya mendadak pusing. Gisa memegang kepalanya yang teramat sakit luar biasa. Kemudian tubuhnya tumbang ke lantai karena sudah tidak kuat menahan rasa sakit di kepalanya.

"Ya Allah sa-sakit." Gisa menjambak rambutnya dengan kuat seraya memejamkan matanya.

Tiba-tiba ada darah menetes di lantai, tangan Gisa menyentuh darah segar itu.
"Da-darah a-apa ini?" gumamnya. Tetesan darah semakin banyak di lantai, Gisa pun menyentuh hidungnya dan ternyata darah segar itu berasal dari hidung Gisa.

Jantung Gisa berpacu dengan cepat, ia kaget dengan darah yang keluar dari hidungnya.

Gisa mencoba untuk berdiri dengan bantuan memegang nakas yang ada di belakangnya. Ia berjalan pelan menghampiri cermin yang lumayan sedang itu berada di dekat lemari.

Ia pun berdiri di depan cermin. Di pantulan cermin tersebut ia bisa melihat ada cairan berwarna merah yang mengalir dari hidungnya, wajahnya pun begitu pucat seperti bukan sosok Gisa yang ceria. Gisa memegang hidungnya dan menyentuh darah itu.

"Ya Allah Gi-gisa ke-kenapa?"

Lalu Gisa kembali menjambak rambutnya karena merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya, dia tumbang ke lantai lagi.

"Aghhhkkk!" teriak Gisa seraya menjambak rambutnya.

"Sa-sakit."

"Aghhhkkk sakit." Gisa mengeluarkan air matanya. Ia menangis karena kepalanya begitu sangat sakit seperti ditimpu batu besar.

Tok tok tok.

"Gisa kenapa, Nak?" ucap kakek Badran dari luar kamar Gisa sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar karena dikunci dari dalam oleh sang pemilik kamar.

Gadis itu terdiam. Ia buru-buru bangkit dari lantai untuk mencari tissue. Saat sudah ketemu Gisa dengan cepat mengelap darah yang mengalir dari hidungnya. Setelah selesai, Gisa memasukan tissue yang dipenuhi oleh darah itu ke dalam kantung plastik, ia menyembunyikannya di bawah kasur.

Menghapus air matanya, Gisa menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya pelan. Ia mengatur wajahnya seperti biasa, mencoba untuk terlihat baik-baik saja.

Langkahnya berjalan menghampiri pintu kamar, perlahan ia membukanya dan sudah ada kakeknya di hadapannya.

"Iya, Kakek? Ada apa?" tanya Gisa pada kakek Badran.

"Gisa, kenapa barusan kamu teriak-teriak? Kamu kenapa? Kakek khawatir sama kamu, Gi," ucapnya.

Gadis itu tersenyum. "Gisa nggak kenapa-napa, Kakek. Tadi ada kecoa di kamar makanya Gisa teriak hehe," kata Gisa berbohong. Ia terpaksa berbohong karena tidak ingin membuat kakeknya khawatir padanya.

"Gisa nggak lagi bohong, 'kan?" Kakek Badran merasa tidak percaya dengan ucapan Gisa barusan. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari cucunya ini.

"Nggak Kakek Gisa nggak bohong, kok." Gisa menyakinkan kakeknya kalau ia baik-baik saja. Namun, dalam hati Gisa terus berucap meminta maaf kepada kakeknya karena telah berbohong.

"Ini wajah kamu pucet banget, Gi." Kakek Badran lalu menempelkan punggung tangannya ke kening Gisa.
"Astaghfirullah ini kamu sakit Gi, panas gini tubuh kamu," ujar kakek Badran benar-benar khawatir.

"Kakek, udah jangan khawatirin Gisa, oke. Gisa nggak kenapa-napa kok cuma pusing biasa aja."

"Bener nggakpapa?"

Gisa mengangguk seraya tersenyum tipis. "Iya, Kek."

'Maafin Gisa Kek udah boong,' batin Gisa.

"Gisa, udah makan?"

Gisa menggeleng.

"Kenapa belum makan, kan tadi Kakek udah beli nasinya."

"Belum laper, Kakek."

"Yaudah sekarang makan, ya. Kakek suapin, mau?"

"Beneran?" Senyum Gisa mengembang karena senang.

Kakek Badran mengangguk. "Beneran, apasi yang nggak buat cucu Kakek yang cantik ini." Kakek Badran tersenyum sembari mengelus kepala Gisa dengan sayang.

"Makasih ya, Kakeknya Gisa."

Kakeknya membalas dengan anggukan dan senyuman kecil di bibirnya.

"Bentar Kakek ambil nasinya dulu, kamu duduk di kursi, nanti kalau udah makan Kakek beli obat warung supaya rasa pusingnya mendingan."

"Iya, Kakek." Gisa pun melangkah keluar kamar. Ia duduk di kursi yang sudah mulai kumuh itu. Sedangkan, kakek Badran pergi ke dapur untuk mengambil nasi.

Beberapa detik kemudian kakek Badran datang kembali dengan membawa nasi yang dibungkus oleh kertas nasi. Ia duduk di samping Gisa, lalu membuka bungkus nasi tersebut.

Kakek Badran menoleh ke arah Gisa, ia menatap cucunya dengan sorot mata terluka. "Nak, maafin Kakek ya, malam ini makannya sama garam aja soalnya tadi Kakek dapat uang cuma 15 ribu dari jualan cendol dan Kakek beliin sama nasi aja karena kalau sama lauk pauk nggak bakalan cukup. Maafin Kakek, ya, Nak."

Gadis itu tidak marah sama sekali. Justru ia tersenyum, tapi entah kenapa dadanya begitu sakit saat kakeknya meminta maaf pada dirinya.

"Kakek nggak usah minta maaf, makan sama garam aja nggakpapa kok, Kek, malahan lebih enak sama garam daripada sama lauk pauk," balas Gisa. Sudut bibirnya memberikan senyuman tulus pada kakek Badran.

Kakeknya hanya tersenyum pedih mendengar ucapan dari cucunya. Ia sangat bersyukur karena mempunyai cucu seperti Gisa. Tetapi disatu sisi ia juga merasa bersalah karena tidak pernah membahagiakan cucunya.

"Ayo Kek suapin, Gisa udah laper." Gisa mengalihkan topik supaya kakeknya tidak sedih. Terlihat dari raut wajah kakek Badran.

Kemudian kakek Badran menyuapi Gisa nasi dengan garam. Gisa mengunyahnya, ia tidak mengeluh sama sekali walaupun makan dengan garam.

"Enak, Kek," ucap Gisa.

Kakeknya hanya tersenyum mendengar ucapan Gisa barusan. Ia juga merasa sedih. Entah mengapa dadanya juga sakit, ia hanya ingin bisa membeli makanan yang enak untuk Gisa, tetapi sampai saat ini belum kesampean karena uangnya selalu tidak cukup.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dari luar rumah membuat keduanya menoleh ke arah pintu utama rumah ini.

Tok tok tok.

"Sebentar," ucap kakek Badran.

"Siapa ya, Kek?" tanya Gisa.

"Kakek juga nggak tahu Gi, bentar ya Kakek buka dulu pintunya ya, Gi." Gisa mengangguk dan kakek Badran berdiri, berjalan menghampiri pintu utama. Ia membuka pintu itu.

"Assalamualaikum."

"Wa alaikumus salam," jawab kakek Badran. Kemudian tersenyum ramah pada orang itu. "Eh, ada Ibu Mila, ada apa Bu Mila ke sini malam-malam?" lanjut kakek Badran bertanya. Ibu Mila ini adalah tetangga sebelah kakek Badran.

"Ini Kakek ada sup hangat buat Kakek sama neng Gisa, tadi saya buat banyak banget dan sayang kalau nggak ke makan. Jadinya saya bagi-bagi aja sama tetangga," kata ibu Mila sembari tersenyum.

Dengan senang hati kakek Badran mengambil mangkuk yang ada di tangan bu Mila. "Wadu ibu repot-repot sekali. Terimakasih banyak ya, Bu Mila."

"Iya, Kakek sama-sama. Yaudah saya pamit pulang lagi ya, Kek." Kakek Badran mengangguk.

"Iya, silahkan, Bu Mila."

"Mari, Kek. Assalamualaikum."

"Wa alaikumus salam." Setelah kepergian bu Mila kakek Badran menutup kembali pintu rumah. Ia berjalan ke arah Gisa.

"Itu siapa, Kakek?"

"Yang barusan itu bu Mila tetangga sebelah kita Gi, beliau ngasih sup hangat buat kita. Baik banget kan bu Mila. Alhamdulilah ini rezeki kita malam ini, Nak. Kita bisa makan sama sup."

"Alhamdulilah, Gisa seneng banget bisa makan sama sup."



Nagisa Gloria



Galen Eltair Saskara


Vote dan komennya yaa💌🍰

Menurut kalian cerita Nagisa ini seru apa ngebosenin?

Aku mau ngucapin terimakasih kepada pembaca setiaku yang sampai saat ini masi membaca ceritaku ini dan selalu nunggu aku update, padahal aku selalu lama upnya maafin aku, yaa🥺❤️

For you readers of my stories who always vote and comment, you are very special to me, lope u💗💗🌷



Follow the author's Instagram @an.nuraa🩰🎀🌷

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 516 27
⚠️TOLONG HARGAI DENGAN MEMBERI VOTE DAN JUGA KOMENTARNYA. karena pada dasarnya mau sejelek apapun cerita seseorang, tetap di perlukan usaha untuk mem...
754K 10.3K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
2K 145 16
*** Cerita ini menceritakan sebuah pasangan yang harus perpisahan dengan sebuah keadaan. Alleeya dhea azzarah, gadis yang belum pernah mempercayai a...
2.6K 386 27
Kisah seorang gadis SMA yang menjadi korban bully karena teman sekelasnya terobsesi untuk menjadi kekasih cowok yang bernama Brian. Namun, siapa sang...