Assalamu'alaikum
Jangan lupa follow ig author:@wp.gulajawa
Gus Agam : agamganteng_12
Sebelum membaca awalli dengan
Bismillahirrahmanirrahim
REVISI BAB 16
Warning : maaf alur / judul bab sedikit berbeda. Selamat menikmati.
***
Akhirnya setelah berjalan beberapa menit , pasutri itu tiba di area ndalem. Terlihat dipekarangan rumah pak kyai sedikit ramai oleh beberapa orang.
" Assalamu'alaikum," sapa Gus Agam dan Ziva, kemudian melakukan saliman kepada kedua orang tua masing-masing.
" Wa'alaikumsalam," jawab semua orang yang berada dilokasi kejadian.
" Mamah serius mau pulang!!" rengek Ziva seraya mendekat kearah sang ibu.
" Iya Ziva!! Sore nanti papah ada jadwal meeting," seru sang ayah seraya mengusap pucuk kepala anaknya.
" Ziva mau ikut boleh ga."
" Ga boleh, " sahut Gus Agam.
" Apa sih Gus. Ziva ga nanyak Gus loh!!" akui Ziva seraya melirik tajam kearah sang suami.
" Ga boleh gitu Ziva. Suami kamu benar, rumah kamu itu sekarang disini," jawab mamah linda.
"What!! Terus rumah yang di jakarta, yang atas nama Ziva gimana!! Atau jangan jangan. Mamah sama papah mau bikin adek buat Ziva . Terus rumah itu di kasih ke adek Ziva . Enggak-enggak!! Ziva ga terima!!"
Ocehan Ziva membuat siapa pun tertawa ketika mendengarnya. Terkecuali Gus Agam, terlihat Gus Agam memasang eskpresi datar nya disaat yang lain tertawa.
" Kok ketawa sih. Ziva serius," kesal Ziva.
" Oh engga kok sayang," sang ayah mendekat dan mendekap sang putri.
"Ziva, sekarang kamu sudah memiliki suami . Kemana pun suami kamu pergi , nah itu tujuan kamu. Bagaimana pun juga dia imam kamu. Maka dari itu, Ziva harus jadi seorang istri yang nurut dan taat kepada suami!!"
Ziva terdiam setelah mendengar perkataan sang ayah. Perkataan itu jelas terekam dalam benak Ziva.
" Paham kan Ziva," sahut sang mamah Linda.
Ziva lekas mengangguk seraya melarat pelukan dari sang ayah. " Apa yang ziva fahammi?" tanya papah Arman.
" Kata papah, Ziva harus jadi anak yang penurut. Kemana pun suami Ziva pergi , nah itu tujuan Ziva juga," jelas Ziva yang dibalas anggukan oleh kedua orang tuanya.
" Berati kalau Gus Agam masuk ke jurang Ziva ke jurang gitu," sambung Ziva.
Kedua orang tua Ziva mematung ketika mendengar penjelasan dari Ziva.
" Pfhtt... Dasar bocil,"gumam mas Iqbal.
" Ga gitu konsepnya nak!!" terlihat mamah Linda sedikit stres atas tingkah anaknya itu.
" Sudah lah. Agam, papah titip tuan putri keluarga Zulfan ya , bimbing dia. Sabar ya, namanya juga anak kecil," ucap Papah Arman.
" Papah sama mamah pulang dulu ya Ziva , nak Agam , pak kyai , Bu nyai . Assalamu'alaikum," sambung sang ayah seraya mengusap pucuk kepala anaknya, diikuti oleh sang ibu.
" Wa'alaikumsalam," jawab semuanya.
Tangan Ziva tercengkram kuat melihat ke arah sang ayah maupun ibu yang memasuki mobil. Gus Agam memperhatikan kedua mata Ziva yang terlihat berkaca-kaca itu.
Tangan Ziva melambai kearah mobil kedua orang tuanya, yang melaju meninggalkan area pesantren.
" Hiks, hiks, " suara tangisan Ziva mulai keluar. Hal ini menarik perhatian dari Gus Agam.
" Kamu nangis?" pertanya konyol yang diajukan oleh pria kulkas pintu seribu itu.
" Enggaakk!!. Ziva ketawa," jawab Ziva.
" Udah Ziva jangan nangis. Kan ada umi, Abi. Sama suami kamu, jadi jangan sedih," sahut umi Aisyah seraya mengucap pucuk kepala Ziva.
" Ziva gak nangis umi. Tadi ada nyamuk masuk ke mata Ziva, "
Semua yang mendengar keluhan dari Ziva pun segera memutar bola mata malasnya itu.
" Ya udah sini saya tiup," setelah mengatakan hal itu , Gus Agam pun lekas mendekat kearah Ziva.
Mas Iqbal yang memperhatikan itu dibuat tantrum akan tingkah kulkas itu.
'Apakah kalian melihat nya. Kulkas pesantren rusakkk,' batin mas Iqbal.
" Sakit ga? " tanya Ziva.
" Enggak kok. Mungkin bola matanya akan masuk kedalam," jawab Gus Agam seraya menunjukan senyum jahilnya itu.
" Astagfirullah. Ga mau ih."
" Agam !! Jangan nakut-nakutin istri kamu," pintah umi Aisyah.
" Iya-iya umi," sahut Gus Agam. " Sini mendekat biar saya tiup," pintah Gus Agam.
" Ga mau ih. Nanti bola mata Ziva masuk!!" elak Ziva dengan gelengan yang cepat.
" Hehehe. Enggak Ziva , saya bercanda. Sini-sini saya tiupkan," suara dingin itu berubah menjadi lembut seketika.
Mendengar nada bicara lembut dari Gus Agam membuat Ziva berani mendekatinya.
Mas Iqbal tak memalingkan pandangannya dari adegan ini.
Kedua tangan kekar Gus Agam menangkup wajah kecil milik istrinya itu. Kemudian, Gus Agam pun segera mendekatkan wajah nya dengan wajah Ziva.
Dengan penuh kelembutan Gus Agam meniup mata Ziva , berharap meredakan rasa sakitnya.
" Sudah," mendengar perkataan Gus Agam membuat Ziva langsung mengedipkan mata nya berulang kali.
" Masih sakit ga nak?" tanya Kyai Akbar.
" Alhamdulillah mendingan Abi!!" akui Ziva.
" Waw, pemandangan yang in—aws," sebelum mas Iqbal melanjutkan perkata an nya , kaki mas Iqbal sudah terinjak oleh Gus Agam.
" Iqbal!! Kamu ga ada kerja an, awasi santri-santri yang sedang tadabbur alam," pintah Gus Agam.
" Si-siap Gus. Saya pamit , assalamu'alaikum, " setelah mengatakan hal itu , barulah Gus Agam memindahkan kakinya yang menimpa kaki mas Iqbal.
" Wa'alaikumsalam," jawab semua orang.
Semua menatap kepergian dari mas Iqbal. Tak lama akhirnya Kyai Akbar pun berbicara yang membuat bola mata Gus Agam membulat sempurna.
" Agam. Abi sama umi mau ke kota sebelah, sekitar 1 atau 2 Minggu . Sebentar lagi berangkat," kata Kyai Akbar.
" Ha!!!" syok alami dari Gus Agam. "Kenapa ga bilang dari awal sama Agam," sambung Gus Agam.
'Gimana mau bilang. Ini ide umi kamu, biar kamu sama Ziva deket,' batin Kyai Akbar.
" Hihihi maaf, dadakan ya," sahut umi Aisyah.
" Ya udah . Mau Agam antar?" tawar Gus Agam.
" Ga usah , kamu dirumah aja," sahut Kyai Akbar.
" Ya , ya udah deh."
" Ya udah yuk masuk," kata umi Aisyah seraya menarik mantunya memasuki rumah.
***
Saat ini Ziva tengah merenung ditepi ranjang. Ponselnya sudah dibawa pulang oleh kedua orang tuanya.
" Ckk, nyebelin, gabut banget nih Ziva," keluh Ziva.
" Assalamu'alaikum," pintu kamar terbuka dan memperlihatkan sosok pria dengan laptop ditangan nya.
" Wa'alaikumsalam, eh Gus . Masuk Gus, mau pesan apa," candaan dari Ziva.
" Serasa wakrop aja!!" ketus Gus Agam seraya duduk disofa.
" Ya ialah Gus , jangan dingin-dingin amat. Nanti Ziva jadi beku loh," goda Ziva.
" Apa sih Ziva. Kamu ga ada kerja an apa?" tanya Gus Agam seraya fokus pada layar laptopnya.
" Ga ada Gus, " jawab Ziva seraya berjalan kearah Gus Agam. " Gus Agam lagi ngapain?" sambung Ziva.
" Ngerjain skripsi" sahut Gus Agam.
" Emang Gus Agam mau lanjut di universitas mana?"
" Bukan lanjut, tapi udah kuliah!!"
" Dimana?"
" Di Kairo!!"
" Oh."
" Hmm."
Dan percakapan pun berakhir. Hening sekali, Ziva serius memperhatikan Gus Agam yang mengerjakan skripsi nya.
Lama kelamaan , tatapan Ziva membuat Gus Agam risih akan hal itu. " Ziva berhenti menatap saya!!"
" Loh kenapa? Ziva ga ngacau kok."
" Cuma tatapan kamu itu loh!!"
" Lah emang kenapa!!"
" Lupakan. Mending kamu main hp kamu aja," pintah Gus Agam.
" Ya kalau ada hp nya mah udah dari tadi Ziva main. Ini ga ada hp loh, hp Ziva di bawa mamah," keluh Ziva.
" Pfhtt, ahahaha," tawa renyah dari Gus Agam.
" Apa sih Gus, kulkas rusak ya,"
" Ngomong apa sih. Nih pakai hp saya aja," tawar Gus Agam kepada Ziva.
" Benerran. Makas–"
Saat Ziva hendak meraih ponsel Gus Agam , tiba-tiba saja dengan gerakan cepat Gus Agam menarik nya kembali, sebelum Ziva meraihnya.
" Kok diminta lagi!!" kesal Ziva.
" Saya bakal pinjamkan hp saya, tapi ada syaratnya," seringai jahil terlihat di wajah tampan itu.
" Apa?"
" Call me 'Mas'"
Bola mata Ziva membulat mendengar perkataan dari pria dihadapan nya itu.
" Loh. Ga sopan dong, yang lain panggil Gus masa saya mas!!" protes Ziva.
" Kan beda, kamu istri saya, " kesal Gus Agam.
" Oh gitu."
" Jadi mau minjem hp ga nih," tawar Gus Agam kembali.
" Mau ..."
" Call me 'Mas' , Zivaaaa!!!"
Ziva terdiam memperhatikan mata dari Gus Agam , terlihat dari tatapannya sangat berbeda dari biasanya.
" Mas," cicit Ziva.
" Ga denger," terlihat Gus Agam sengaja memancing emosi dari Ziva.
" Mas!!"
" Lagi,"
" Mas!!!" geram Ziva.
" Pakai nama!" pintah Gus Agam.
" Ih, Gus maksa banget," keluh Ziva.
" Gus lagi. Sekali lagi kamu manggil saya Gus , hafallan kamu lebih banyak dari yang kemarin," kesal Gus Agam.
" Oh. Maaf-maaf."
" Coba ulang. Sekarang panggil saya mas, dan sertakan namanya, " pintah Gus Agam.
Hela an nafas terdengar dari ziva. Dengan kepercayaan diri akhirnya ziva pun mengatakan nya.
" Mas Agam. "
" Dalem zawjati, kenapa hmm?"
Nada lembut yang jarang Ziva dengar dari Gus Agam membuat wajah Ziva memerah akan hal itu.
" Sudahkan," dengan cepat Ziva meraih ponsel Gus Agam lalu menjauh. Kembali menuju ranjang.
Seringai jahil terlihat dari Gus Agam saat mengingat wajah ziva yang memerah akibat malu. " Cinta?" Gumam Gus Agam.
***
"Pentingnya membangun kedekatan dalam ikatan rumah tangga. Itu merupakan salah satu cara mempererat hubungan"
—Gus Agam Zulfikar Akbar
Akhiri membaca dengan menyebut. Alhamdulillah