Assalamu'alaikum
Jangan lupa follow ig author:@wp.gulajawa
Gus Agam : agamganteng_12
Sebelum membaca awali dengan
Bismillahirrahmanirrahim
REVISI BAB 63
Warning : maaf alur / judul bab sedikit berbeda. Selamat menikmati
***
Hari-hari sudah berlalu, tak terasa yang tadinya sehari menjadi seminggu, dan seminggu menjadi sebulan.
Tak terasa waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Sudah satu hari Ziva dirumah sakit, semenjak Ziva mengatakan dirinya merasakan mules, dengan cepat umi Aisyah dan mamah linda membawa nya kerumah sakit.
Sedangkan keadaan Gus Agam sudah membaik, disana dia mendapatkan donor ginjal. Bahkan paru-paru nya sudah dikategorikan membaik.
Merasa cukup membaik, Gus Agam memilih memberhentikan rawat inapnya. Dan memilih pulang untuk menemani sang istri lahiran.
Saat ini Ziva tengah terbaring di kasur rumah sakit. Dirinya sedang menunggu waktu keluarnya bayi dalam kandungan nya itu.
Didalam ruangan tidak hanya Ziva. Ada umi Aisyah dan juga mamah lindah.
"Mules ya sayang?" tanya mama linda yang melihat putrinya berdesis sedari tadi.
"Iya mah, rasa mau bab," jawabnya
"Sabar ya sayang,"sahut umi Aisyah.
"Ziva sabar kok. Oh iya umi, mas Agam jadi pulang. Kapan datangnya?"
Semalam Gus Agam memberitahukan dirinya akan pulang ke Indonesia. Hal ini tentu membuat Ziva senang dan juga khawatir. Ziva merasa senang karena melahirkan ditemani sang suami. Dan Ziva juga merasa khawatir karena sang suami pulang dalam jangka waktu kurang dua bulan.
" Umi denger sih masih dijalan. Kita berdoa sama-sama ya," kata umi Aisyah seraya mengusap pelan tangan Ziva.
Ziva mengangguki perkataan dari mertuanya. Dirinya benar benar tak sabar menunggu sang suami menghampiri dirinya.
***
Diposisi lain, Gus Agam tengah berada dalam mobil menuju rumah sakit tempat Ziva berada.
Gus Agam dijemput oleh mas Iqbal dengan mobil Lamborghini nya. Entah mengapa, saat mas Iqbal memperhatikan dari kaca spion dalam mobil, dirinya melihat Gus Agam yang terus tersenyum disepanjang jalan.
Gus Agam yang memperhatikan mas Iqbal melihat dari kaca spion pun langsung memberikan tatapan tajam nya.
"Ngapa kamu liat tin saya terus? Saya tau saya ganteng!"
Perkataan dari Gus Agam membuat mas Iqbal memutar bola mata malasnya. "Ya ilah Gus, percaya diri banget."
"Hidup itu perlu percaya diri."
"Iya deh. Oh iya, omong-omong. Itu boneka khas Amerika yang lagi viral bukan?"
Mendengar pernyataan dari mas Iqbal, Gus Agam langsung melirik kearah boneka disampingnya itu. "Of course. "
"Perasaan Gus Agam beli in Ning Ziva boneka terus. Mana yang beruang, dari yang kecil. Sedang, sampai yang jumbo. Lama-lama itu kamar Ning Ziva jadi koleksi boneka beruang."
Gus Agam hanya menghela nafas beratnya, sebelum akhirnya dia menjawab.
"Fokus pada sama menyetir!! Jangan julid!!" ketusnya.
Mas Iqbal hanya bisa terkikik dengan jawabban ketus dari temannya itu. Lekaslah mas Iqbal melajukan mobil agar cepat sampai ditujuan.
***
Setelah beberapa menit diperjalan, akhirnya Gus Agam dan mas Iqbal pun tiba di sebuah rumah sakit tempat Ziva berada.
Dengan tergesa-gesa Gus Agam keluar dengan membawa boneka beruang berukuran sedang itu.
Mas Iqbal yang melihat tingkah Gus nya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Hedeh, rindu berat ya mang."
Gus Agam berlarian memasuki loby rumah sakit, seketika semua mata tertuju padanya. Deru nafas Gus Agam menggebu, dirinya ingin cepat melihat sang istri.
Gus Agam lekas mendekat kearah salah satu suster yang tak sengaja lewat dihadapan nya. "Permisi! Pasien atas nama Aziva Shani Zulfikar itu dimana kamarnya?
Suster itu menghentikan jalannya dan menatap kearah Gus Agam. "Oh, mas nya suaminya ya. Ada nomor 12, lorong kandungan ya."
Gus Agam mengangguk singkat dan segera bergegas menuju tempat yang diberitahukan sang suster.
***
Setelah beberapa menit berlarian, akhirnya Gus Agam tiba dilorong tersebut. Terlihat sudah banyak orang mengantri depan ruangan itu.
"Assalamu'alaikum," Gus Agam mendekat kearah mereka, yang merupakan teman dan kedua orang tuanya.
"Wa'alaikumsalam," jawab mereka.
Kyai Akbar dan papah Arman berserata yang lain langsung berdiri, ketika Gus Agam menghampiri mereka.
"Bagaimana?"
Deru nafas Gus Agam masih begitu menggebu. Genggamannya pada boneka beruang begitu erat, agar tak terlepas.
"Ziva lagi didalam. Dia mengalami kontraksi, mungkin pembukaan ketujuh kalau tidak salah dengar," jelas papah Arman.
Dahi Gus Agam mengerut mendengar perkataan dari sang ayah mertuanya.
"Agam boleh masuk ga sih?" tanyanya?
"Tidak tau, coba tanya," pintah kyai Akbar.
Gus Agam mengangguk faham dengan perkataan sang ayah. Dirinya lekas menuju pintu ruangan tersebut.
Dan kejadian selanjutnya cukup membuat heboh siapa pun. Gus Agam berteriak sangat nyaring didepan ruangan tersebut.
"UMI... MAMA, AGAM MAU MASUK, MAU LIAT," teriaknya.
Setelah selesai berteriak, tak lama pintu terbuka memperlihatkan wajah umi Aisyah yang kesal. Pintu tak terbuka lebar, namun Gus Agam dapat melihat bidan yang sedang memasang sarung tangannya.
Umi Aisyah langsung menarik Gus Agam memasuki ruangan tanpa mengatakan sepatah katapun.
***
Gus Agam kini sudah berada didalam ruangan. Jelas terdengar ditelinga Gus Agam suara rintihan dari sang istri.
"Hiih, kamu udah besar teriak-teriak segala. Malu-malu in umi!!" oceh umi Aisyah seraya mencubit lengan Sang anak.
"Awsss...sakit umi," keluh Gus Agam seraya membelai lengannya itu.
"Udah sana, temenin istri kamu lahiranm"
Gus Agam mengangguk, dirinya lekas memberikan boneka kepada sang ibu, lalu berjalan kearah sang istri yang berbaring kesakitan.
"Shhhs... Sakit."
Mata Ziva masih terpejam, dirinya bahkan tak menyadari sang suami berada didekatnya.
Rasa khawatir, panik menjadi satu didalam tubuh Gus Agam. Dirinya benar-benar tak tau harus apa saat melihat sang istri seperti ini.
Hanya berdasarkan insting saja, Gus Agam langsung membelai pucuk kepala Ziva.
"Huamirahku, tahan ya. Mas udah disini, lampiaskan rasa sakit itu sama mamas ya?"
Ziva yang mendengar suara yang ia selalu rindu kan lekas membuka kedua matanya. "Mas, udah pulang."
"Iya mas udah pulang, sakit banget ya?"
"Astaghfirullah!! Masih nanyak, sakit banget ini!!" ketus Ziva.
Gus Agam sedikit tersentak mendengar omelan dari sang istri. Tak berniat menjawab, Gus Agam meraih tangan mungil sang istri dan meletakkan nya pada rambutnya.
"Tarik rambut mas, agar mas bisa ngerasain sakitnya yang kamu alami sekarang," pintahnya dengan lembut.
Dahi Ziva mengerut mendengar perkataan sang suami. Dengan perlahan Ziva menarik tangannya kembali. "Jangan ah, shhhs."
"Nurut!" Gus Agam kembali meletakan tangan sang istri dirambutnya itu. "Lakukan!!"
Ziva yang terpancing karena mengalami kontraksi kembali, lekaslah dirinya menjambak rambut sang suami dengan sangat kuat. "Shhhs.. sakit."
Gus Agam hanya bisa meringis kesakitan. Tapi ini tak sepadan dengan apa yang Ziva rasakan. "Dokter ini pembukaan keberapa?"
"Ini pembukaan terakhir, sebentar lagi kepala bayi nya akan terlihat," katanya.
Mendengar hal itu Gus Agam mengangguk faham kearah dokter wanita itu.
"Sayang, liat mamas." pintahnya dengan lembut. "Harus kuat okeh, tahan ya. Bentar lagi dedek nya keluar."
Ziva mengangguk seraya menarik nafas dan membuangnya kembali. "Huffttt... Iyah, Iyah, Ziva kuat.. shhhs, demi anak ku."
Senyum kebahagian terukir di wajah Gus Agam. Tangan kekar milik Gus Agam, kemudian terarah kewajah Ziva dan mengusap keringat diwajahnya itu.
"Terus Ziva, lampiaskan rasa sakit nya ke mamas. Jangan biarkan kamu yang merasakan nya sendiri. Kamu harus membaginya dengan mamas."
Ziva terus menarik rambut sang suami sekuat tenaga, hingga menyebabkan sang suami mengerang pelan terhadap prilaku Ziva.
***
Akhiri membaca dengan mengucap
Alhamdulillah
Dukung cerita ini terus, sampai dijadikan sebuah buku:')
Berikan vote sebagai dukungan