Secret Key

By CahayaBohlam

48.8K 3.1K 114

Kalung mereka memang terhubung antara satu dan lainnya. Kalung pemberian seorang nenek tua saat awal awal mer... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh tiga
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua puluh enam
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga puluh
Tiga puluh satu
Tiga puluh dua
Tiga puluh tiga
Tiga puluh empat
Tiga puluh enam
Tiga puluh tujuh
Tiga puluh delapan
Tiga puluh sembilan
Empat puluh
Empat puluh satu
Empat puluh dua
Empat puluh tiga
Empat puluh empat
Empat puluh lima
Empat puluh enam
Empat puluh tujuh
Enam puluh delapan
Empat puluh sembilan

Tiga puluh lima

634 45 2
By CahayaBohlam

🔑

“Dari mana kamu Samudera?” tanya Areta melipat kedua tangannya di depan dada sembari memutar kursi yang didudukinya menghadap anak bungsunya yang sedang berdiri tegak.

Samudera menatap sejenak kepada Ibunya, sebelum menjawab pertanyaan tersebut. “Ibu tidak perlu tau. Ibu bisa langsung ke inti pembicaraan, mengapa Ibu ingin bertemu saya?” tanya kembali Samudera.

Setelah pulang dari taman siang tadi, ia langsung diperintahkan untuk bertemu dengan Ibunya. Samudera sudah sangat hafal sekali mengapa Areta ingin mengundang dirinya. Jika, bukan untuk permasalahan nilai yang menurun atau permasalahan warisan. Samudera memejamkan kedua matanya sejenak, rasa beban selama ini yang selalu dihiraukan olehnya terasa sangat berat sekarang. Sebesar itu tekanan yang Ibunya berikan padanya?

“Cukup pintar untuk menjawab Antariksa Samudera Permana?!” bentak Areta, lalu melemparkan sebuah handphone di atas meja kayu. “Persiapkan dirimu dengan baik, kakekmu akan datang malam nanti. Ibu harap kamu tidak berulah. Jaga sopan santunmu! Dan perbaiki nilai nilaimu yang dibawah sembilan puluh.” imbuh Areta, menatap datar anaknya.

“Sudah saya katakan, kakek hanya membutuhkan seseorang ya—” belum selesai ucapan Samudera sudah dipotong Areta.

“Pintu keluar sebelah sana, Antariksa Samudera Permana!” instruksi Areta, mengarahkan tangannya ke arah pintu bercat coklat tersebut.

Tangan Samudera terulur mengambil handphone miliknya, “Sam harap Ibu cepat sadar, harta tidak bisa menjamin kebahagiaan.” tutur Samudera berjalan menuju pintu bercat coklat, tangannya reflek berhenti memutar handle pintu.

“Tau apa kau dengan tolak ukur mengenai kebahagiaan?” tanya Areta sedikit menekan setiap katanya. Areta sangat membenci kalimat kebahagiaan di hidupnya sekarang. Kebahagiaannya sudah hilang sejak satu tahun lalu.

Samudera menatap lurus pintu tersebut, ia ingin sekali tertawa dalam hatinya. Kebahagiaan? Sam lupa bahwa kebahagiaan Ibunya berada pada Almarhum Kakaknya. Samudera hanya pemuda berumur 17 tahun yang menginginkan omelet buatan Ibunya. Sederhana memang tetapi omelet adalah masakan terakhir kali Samudera merasakan kasih sayang Areta.

Sesuatu sederhana yang sangat bermakna.

Pesta yang meriah terjadi di sebuah ruangan yang dihiasi dengan cahaya gemerlap dan dekorasi yang menawan. Semuanya berdandan elegan, tertawa dan berbaur dengan semangat. Musik hidup memenuhi ruangan, membangun suasana yang penuh semangat. Meja penuh dengan hidangan lezat dan minuman beraneka ragam, menciptakan pengalaman kuliner yang menggoda selera.

Pesta yang dilakukan oleh keluarga Permana dikediaman Permana pesta itu berlangsung dengan semarak, dihiasi dengan lampu gemerlap dan dekorasi. Suara tawa dan musik memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang penuh kegembiraan. Berkumpul dengan pakaian pesta mereka, menikmati hidangan lezat dan minuman yang disajikan dengan apik. Suasana ramah dan akrab menciptakan momen-momen tak terlupakan bagi semua yang hadir.

Pemuda dengan sikap dingin di tengah pesta, wajah tampannya memancarkan ketenangan. Tatapannya yang cuek menambahkan aura misterius pada penampilannya, seolah tidak terpengaruh oleh keramaian di sekitarnya. Ialah Antariksa Samudera Permana.

Pemuda tersebut lebih menyibukkan diri dengan buku tebalnya seolah tidak terpengaruh dengan pesta tersebut.

“Seharusnya lo manfaatkan pesta ini untuk mendapatkan kebebasan,” celetuk Ziko, pemuda dengan kue di kedua tangannya lalu mendudukkan diri di sebelah kursi Samudera.

Ziko memang tidak sedekat itu dengan Samudera, Ziko hanya membutuhkan Samudera saja jika menginginkan uang untuk mentransfernya kepada Arsen.

“Dan berakhir keributan.” balas Samudera datar, tatapannya masih tertuju pada buku dihadapannya.

Ziko memutar bola matanya malas. Ia menyuapkan kue coklat ke dalam mulutnya. “Lo mau ikut gua ke sana?” tanya Ziko, menunjukkan sebuah mini bar dengan dagunya.

Samudera menutup bukunya lalu menatap datar nan dingin ke arah Ziko yang menyandang status adik tirinya. Samudera tau betul arah bicara Ziko. “Melarikan diri kembali bukan jalan yang benar, Arezzo Ziko Bramana.” jawab Samudera beranjak pergi dari sana setelah mendengarkan bunyi lonceng mendadak pesta keluarga besar itu memasuki intinya.

“Jaga dia dengan baik Sam,” ucap Ziko membuat Samudera menghentikan langkahnya.

Ziko tersenyum kecil, ia kembali berkata. “Karena dia berharga bagi orang orang yang tidak mendapatkan kasih sayang.” imbuhnya, Ziko menundukkan kepalanya menatap kue coklat didepannya. Entahlah, beberapa hari ini ia merasa hampa seperti ada yang hilang di dalam hidupnya. Seperti bunga yang baru mekar lalu musnah begitu saja. Rasa senang yang baru mekar di hatinya seakan tercabut secara paksa.

“Gua bukan Arsen! Gua Ziko. Gua engga mau memaksa seseorang yang bukan takdir gua.” gumamnya, memukul kepalanya pelan. “Sadar Ko.” gumamnya kembali, Ziko sama memiliki sifat keras kepala seperti Arsen tapi dia lebih bisa mengendalikan diri dibandingkan Arsen kembarannya.

Sedangkan, Samudera pemuda tersebut kembali memusatkan pikirannya pada gadisnya. Mendengar penuturan Ziko, Samudera tidak marah tetapi ada rasa cemas yang mengintai perasaannya. Rasa khawatir dan takut kembali menyerang perasaannya. Benar kata Ziko, Samudera harus menjaganya. Terutama dari... Arsen dan Ibunya.

“Saya pikir kita perlu transparan tentang pembagian ini. Setuju, kan?” tanya Dero — Adik pertama dari Ibu Samudera, memulai perbincangannya.

“Ini bakal sulit, Areta. Persaingan terus meningkat.” bisik Bram — suami sekaligus ayah dari Ziko dan Arsen. Membisikkan secara pelan kepada Areta yang berada di sampingnya.

Areta menatap tajam ke arah Adiknya. Ia kemudian tersenyum ramah ke arah Ayahnya, “Mengapa tidak memutuskan untuk membagi warisan ini berdasarkan dedikasi dan kontribusi nyata terhadap keluarga.” usul Areta terdengar bijak sekaligus licik secara bersamaan.

Merka — Adik ketiga Areta menatap sinis ke arah Kakaknya. “Ini tidak adil! Kita semua memiliki hak yang sama!” sanggah Merka, ia tau sifat licik sang Kakak.

“Merka, kamu selalu diuntung. Ini peluang untuk mengakui kontribusimu untuk keluarga bukan?” tanya Aksan — Suami dari Tersa, adik kedua Areta.

“Jadi, menurutmu aku berpura-pura untuk menolak ajakan agar di pandang baik di hadapan Ayah begitu Kakak ipar?!” Merka tersenyum ramah disertai penekanan di setiap katanya.

Aksan tersenyum kecil, “Itu adalah opini pribadiku sendiri Adik ipar.” balasnya, meneguk segelas air putih hingga tandas.

“Mencoba menemukan solusi yang adil, namun sepertinya masih ada ketidakpuasan. Bagaimana menurut pendapatmu cucu tertua?” tanya Kakek Pras — Kakek kandung Samudera, sembari membenarkan letak kaca matanya.

Semua orang langsung terdiam menatap kepada Samudera. Memang benar cucu tertua di keluarga Permana adalah Samudera.

Samudera sendiri, ia sudah biasa selalu mendapatkan waktu untuk menyampaikan pendapatnya karena sebagai cucu tertua. Tetapi, ia merasa tidak pantas, karena bagi Sam. Cucu tertua adalah almarhum kakaknya.

Samudera menatap satu per satu paman, bibi dan sepupunya. Tatapannya tertuju pada tatapan tajam Areta, tatapan yang mengisyaratkan tekanan begitu besar. Lalu Samudera kembali tertuju pada sosok pemuda berkemeja putih yang sedang menyeringai ke arahnya.

“Bagaimana jika kita cari solusi yang memuaskan semua pihak? Kita bisa menciptakan sistem yang menghargai semua bentuk kontribusi.” jawab Samudera menatap sejenak ke arah Kakeknya.

“Kakek setuju, Kita harus mencari kompromi. Semua ini demi kebaikan keluarga kita dan menyelesaikan dengan damai.” balas Pras lalu berjalan pelan meninggalkan ruang makan dengan tongkatnya diikuti oleh Rosenna — Nenek kandung Samudera.

Seperti biasa Kakek dan Neneknya langsung pergi dari sana setelah mengatakan hal yang sangat sulit dan memiliki makna di balik kalimatnya. Tetapi, sering kali di hiraukan oleh ketiga bersaudara itu.

Harta hanyalah kesenangan belaka.

Di taman belakang rumah, Samudera tidak sengaja berpapasan dengan sosok Arsen. Arsen tersenyum miring melihat sosok Samudera. “Bagaimana tawaran gua?” tanya Arsen menodongkan sebuah pistol dihadapan Samudera.

Samudera menghentikan langkahnya. Niat awal ingin mencari udara sejuk digantikan awan mendung disekelilingnya.

Kill them or I will kill you?” tanya Arsen masih menodongkan pistol dihadapan Samudera.

Samudera menatap datar ke arah Arsen, ia lalu menurunkan pistol tersebut. “Tertawalah sesuai usia.” balas Samudera, ia lalu berjalan meninggalkan Arsen yang tampak menatapnya emosi.

Jangan karena keadaan membuat diri lo kehilangan jati dirinya.

Let's start this game.” gumam Arsen mengirimkan pesan suara kepada seseorang di sana.

🔑

TBC
Salam hangat dari AN 🤎🥧

Continue Reading

You'll Also Like

888K 66.3K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3M 322K 49
Canaria Adelia atau kerap di sapa Kana harus menjalani sisa hidupnya dengan cara yang menyakitkan, saat berada diambang kematian Kana dikejutkan deng...
6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.1K 84 9
[The Blue Asterโžก๏ธThe Flower of Aster Season 2] Layaknya makna yang tersemat di bunga aster biru... Jangan khawatir, aku akan selalu setia~ Start: 15...