(,) sebelum (.)

De Arrinda_sell

333K 30.3K 4.3K

Koma sebelum Titik. "Tau gak Mas, soal dua tanda baca ini?" Hujan menatap pria itu lalu melanjutkan kalimatny... Mais

๐Ÿ’01
๐Ÿ’02
๐Ÿ’03
๐Ÿ’04
๐Ÿ’05
๐Ÿ’06
๐Ÿ’07
๐Ÿ’08
๐Ÿ’09
๐Ÿ’10
๐Ÿ’11
๐Ÿ’12
๐Ÿ’13
๐Ÿ’14
๐Ÿ’15
๐Ÿ’16
๐Ÿ’17
๐Ÿ’18
๐Ÿ’19
๐Ÿ’20
๐Ÿ’21
๐Ÿ’22
๐Ÿ’23
๐Ÿ’24
๐Ÿ’25
๐Ÿ’26
๐Ÿ’27
๐Ÿ’28
๐Ÿ’29
๐Ÿ’30
๐Ÿ’32
๐Ÿ’ending

๐Ÿ’31

8.3K 829 102
De Arrinda_sell

"Makasih, ya." ujar Tanisha setelah Khatulistiwa mengantarnya pada salah satu toko pakaian. Khatulistiwa mengangguk saja dan berbalik hendak menuju restoran tempat dirinya dan Hujan tadi mengisi perut.

Langkahnya terkesan lebar, Khatulistiwa hanya khawatir bila Hujan sudah tiba dan mencarinya. Keningnya menyerngit lantaran sosok Hujan ternyata belum kembali. Khatulistiwa lalu menyusulnya ke toilet yang berada  di ujung mall. Berdiri di depan pintu sambil mengamati satu persatu pengunjung keluar dari dalam toilet.

Di menit ke-10, Khatulistiwa tak bisa membendung perasaan cemasnya. Tidak biasanya Hujan berada lama di toilet bila hanya ingin buang air kecil. Akhirnya Khatulistiwa memutuskan masuk, satu persatu dia mengecek bilik kamar mandi, dan sosok yang dicarinya tidak ada di sana.

"Rain, kamu di mana?" monolognya keluar dari sana tak lupa pandangan yang selalu mengedar. Khatulistiwa bertanya pada salah satu pelayan yang melayani mereka tadi jika melihat Hujan kembali ke sini. Tetapi jawaban sang pelayan ternyata jauh dari harapannya.

"Maaf, Pak. Setelah kepergian Bapak tadi, istri Anda belum datang."

Khatulistiwa menghela napas kemudian membayar pesanan mereka. Berlalu dari sana, Khatulistiwa merogoh ponselnya. Sayangnya ponsel Hujan tidak aktif. Perasaan khawatir kian membesar dalam hatinya, pikirannya mulai menerka yang tidak-tidak.

"Mungkin dia ada di parkiran." gumamnya lalu melangkah lebar menuju bassement mall. Tetapi sesampainya di sana, Khatulistiwa masih tidak menemukan sosok istrinya.

Tidak mau menyerah, Khatulistiwa kembali masuk dalam mall dan berkeliling mencari Hujan. Barangkali Hujan sedang mencari barang yang dia inginkan. Satu jam mengelilingi mall, Khatulistiwa akhirnya menyerah. Hujan tidak ada di manapun, bertanya pada orang-orang, jawaban mereka pun sama.

"Sayang, kamu ke mana?" Khatulistiwa bertanya lirih. Andai bila Khatulistiwa tidak mengikuti paksaan Tanisha yang ingin diantarkan pada salah satu toko, maka Khatulistiwa tidak akan kelimpungan seperti sekarang. Lagian, kenapa Tanisha tidak melakukannya saja ketika sebelumnya jalan bersama Awan.

Tubuh Khatulistiwa menegak, kerutan tipis di dahinya menggambarkan bagaimana pria itu tengah berpikir keras. Kepergian Awan dari restoran tidak berselang lama setelah Hujan pamit pergi. Dan arah Awan pergi saat itu menuju toilet dan juga Tanisha yang mendadak meminta menemaninya. Khatulistiwa segera bangkit, begitu mulai menghubungkan puing-puing kejadian.

"Bila memang Anda terlibat maka jangan salahkan saya yang bisa berbuat jauh lebih gila." desis Khatulistiwa sambil berjalan, saat ini tujuannya adalah ruang CCTV. Khatulistiwa harus memastikan sebelum mengambil tindakan, bila memang praduganya bahwa Awan ada dibalik ini semua, maka Khatulistiwa tidak akan membiarkannya hidup tenang.

💍💍💍

Elusan lembut yang terasa di bagian kepalanya, ternyata cukup ampuh membuat Hujan terusik. Matanya mengerjap beberapa kali sembari itu menyesuaikan cahaya ruangan yang berlomba-lomba masuk ke dalam retina matanya.

Alisnya mengkerut lantaran Hujan merasa asing dengan langit-langit ruangan yang ia liat. Dan kembali elusan di kepalanya terasa, bahkan jauh lebih riskan. Hujan menoleh, detik berikutnya matanya membola mendapati eksistensi Awan yang dengan kalemnya melempar senyum manis.

"Udah malam." katanya mengamati bagaimana perempuan hamil itu bergegas bangun dan menjauh darinya. Sepertinya Hujan mulai mengingat apa yang terjadi sebelum dirinya berada di sini.

"Kamu bener-bener udah gila." hardiknya menatap Awan penuh benci. Hujan melengos kemudian berjalan menuju pintu, sayangnya pintu itu terkunci rapat. Hujan berbalik menatap Awan, dan pria itu dengan santainya melempar senyum.

"Siapa yang gila? Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar." akunya penuh jumawa.  Bahkan decihan Hujan di ujung sana tidak mampu membuat Awan tersinggung.

"Awan yang aku kenal tidak begini. Apa yang membuatmu berubah?" pertanyaan dengan nada sendu itu menghentikan Awan yang ingin menutup jendela teralis. Benar-benar tak ada celah bagi Hujan untuk kabur.

"Tidak ada, karena beginilah aku. Awan Ravastya, mantan suamimu dan juga ibu dari Glen."

"Awan!" Hujan refleks menaikkan satu oktar suaranya, tidak terima akan pengakuan terakhir Awan yang seakan mengatakan bahwa dia memiliki tanggung jawab penuh pada Glen.

"Apa?" Awan bertanya pongah, yang mana hal itu kian menambah kekesalan Hujan.

"Glen adalah anak kamu dan Kia. Aku tidak ada urusannya antara kalian. Jangan pernah libatkan aku apapun yang berkaitan denganmu dan masa lalumu. Jika kamu lupa, kamu sendiri yang memintaku menjauhi keluargamu saat Kia meninggal," seloroh Hujan di sela mengatur pernapasannya yang terasa sesak.

"Sekarang lepaskan aku, keluarkan aku dari sini. Kita sudah berakhir tiga tahun lalu. Sama seperti kamu mempoligamiku dengan sukarela, maka kali ini aku meminta padamu. Tolong lepaskan aku juga dengan sukarela." tambahnya.

Bohong sebenarnya bila Hujan tidak merasakan sesak setiap dia mengeluarkan kalimat demi kalimat beberapa saat lalu. Karena hal itu hanya akan membuatnya mengingat bagaimana perlakuan tidak adil Awan pada dirinya.

Menjadi istri pertama, tapi selalu menjadi prioritas kedua di sisi Awan. Hujan memilih melepaskan pernikahannya lantaran dirinya hanya akan menjadi batu sandungan bagi hubungan keduanya. Hujan merelakan rumahtangganya demi agar Awan tidak terbebani lagi.

Hujan mengerti dan sangat paham, bahwa dalam satu rumah hanya ada satu ratu. Dan ratu itu adalah Kia. Bukan dirinya.

"Rain,"

Hujan yang tidak sengaja melamun, menatap Awan dengan satu alis dinaikkan. Awan berjalan mendekatinya setelah sebelumnya menutupi tirai, dan sebagai respon Hujan berjalan mundur.

"Ada satu hal di dunia ini yang tidak bisa aku ubah yang memang sebenarnya ingin aku lakukan," memasukan kedua tangannya di saku celana, Awan menatap lurus Hujan diikuti kakinya yang bergerak perlahan menuju wanita itu.

"Kamu tau? Yaitu mengubah masa lalu, memperbaiki hal yang telah rusak, dan menarik ucapan yang kini menjadi bumerang buatku."

Menghentikan langkah kakinya, Awan mengambil tali putih yang kebetulan berada di meja kecil. Bahkan Hujan baru menyadari keberadaan benda panjang tersebut.

"Sejujurnya itu sepenuhnya bukanlah kesalahanku. Kematian Kia usai melahirkan nyatanya ada penyebab. Kamu mau tau apa penyebabnya?" Awan bertanya di akhir kalimat sedangkan tangannya memainkan tali putih itu. Jujur saja Hujan seperti merasakan sesuatu yang buruk bakal terjadi, dan itu pasti akan merugikannya.

"Kia depresi semenjak kita bercerai. Dirinya terus merasa kepergianmu adalah karena kehadiran dirinya. Jika kamu lupa, sebelum palu diketuk, aku pernah memohon agar tidak ada perceraian karena aku sudah mulai membaca gelagat Kia. Tetapi kamu dengan keras kepala menolak. Dan selanjutnya, seperti yang kamu inginkan."

Hujan menggeleng tidak habis pikir, kalimat Awan berusan seakan menyalahkannya atas kematian Kia. Tidak pernah terbesit dalam benak Hujan bahwa kematian Kia adalah keinginannya. Hujan menganggap semua itu adalah takdir.

"Dan, sebagai penebusan maka kamu akan di sini. Mengganti posisi Kia, sebagai istri juga ibu bagi Glen."

"Aku bukan bayangan Kia, Awan! Aku Pelangi Hujan, istri dari Galaxi Khatulistiwa. Kematian Kia tidak ada sangkut pautnya denganku. Bukankah kamu itu pintar untuk memahami segalanya?! Atau hati nuranimu telah mati karena dendam?!"

Hujan menunjuk Awan tanpa rasa takut sedikitpun, meski seluruh tubuhnya bergetar tak karuan.

"Bila kamu menganggap kepergian Kia karenaku, lalu apa dirimu? Dua tahun Awan, dua tahun aku berusaha menjadi istri yang baik dan penurut buatmu. Dua tahun aku menunggu perasaanmu itu, dua tahun juga aku menunggu momen di mana aku ingin memiliki anak dariku. Tapi apa? Dengan santainya kamu datang membawa Kia ke rumah kita dan lebih jahatnya lagi tengah berbadan dua. Kamu pikir aku tidak hancur? Kamu pikir senyumku yang selalu aku berikan itu menggambarkan bahwa hatiku baik-baik saja?" Hujan menggeleng diikuti airmatanya berjatuhan seiring rasa sesak yang kian merambati hatinya.

"Aku hancur, bahkan untuk mengumpulkan keping-keping itu, aku harus melalui banyak hal. Hidupku juga tidak baik-baik saja setelah bercerai. Aku harus selalu menebalkan pendengaran ketika orang-orang menilai miring statusku, aku juga harus meminum obat tidur agar bayang-bayang menyakitkan di rumahmu bisa hilang, aku kehilangan segalanya. Status, ibu, dan juga harga diri. Kamu bisa melihat Kia depresi tapi kamu tidak bisa melihat bagaimana aku berusaha bangkit agar bisa menata ulang kehidupanku," suara Hujan melemah. Tubuhnya ambruk lantaran terlalu meluapkan emosi yang tidak ia sangka akan Hujan keluarkan setelah tiga tahun. Hujan pikir semuanya sudah sirna, tapi tidak usai Awan mengungkit sesuatu yang bukan tanggung jawan Hujan.

"Kamu kehilangan Kia tapi kamu mendapatkan Glen. Sedangkan aku? Apa yang aku dapatkan? Tidak ada. Jadi, aku mohon. Biarkan aku menata kehidupan impianku yang selama ini tidak aku dapatkan darimu melalui bang Katu." sambung Hujan lirih.

"Justru itu aku melakukan ini, Rain. Aku ingin mewujudkan impianmu. Dan itu bukan Khatulistiwa, tapi aku pria yang kamu cintai di masa lalu." setelah mengatakan itu, Awan menghampiri Hujan yang setengah sadar. Dengan mudahnya pria itu mengangkat tubuh Hujan dan merebahkannya kembali ke atas kasur.

Selanjutnya dia mengambil tali putih tadi, lalu mulai mengikat kaki dan tangan Hujan pada sudut ranjang. Ada pemberontakan yang Hujan berikan, sayangnya tenaga Awan tidak bisa dilawan.

Mengulas senyum tipis, Awan menghapus peluh di pelipis Hujan lembut. "Tidurlah."

💍💍💍

Tarik napas, buang...

Greget gak nih untuk part 31?

Dimohon untuk tidak mengumpat yaa😄

Cerita ini keknya gak bakalan lama lagi ending. Soo, kalo mau request ending seperti apa, silakan.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

Continue lendo

Vocรช tambรฉm vai gostar

207K 10.6K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
Rent a Date [FIN] De dadodados

Literatura Feminina

248K 38.3K 50
[BACA SAAT ON GOING. INTERMEZZO PART DIHAPUS 1X24 JAM PUBLISHED] May contain some mature convos and scenes Menurut perjanjian, Robyn hanya boleh be...
DANCE WITH THE DEVIL De riris

Literatura Feminina

102K 18.1K 31
COMING SOON...
1.1M 103K 50
Ceisya gak pernah tau kalau semesta akan mempertemukannya lagi dengan Arga. Si cowok Indonesia yang dulu pernah jadi seniornya saat sekolah di Ameri...