The Bodyguard and His Lady

By elvabari

5.1K 623 64

Ini akan menjadi cerita awal Ellana bertemu dengan Kalandra, si bodyguard yang pernah dia yakini akan berakhi... More

[00] Sang Nona dan Pengawalnya
[01] Kalandra, si Pengawal Baru
[02] Ellana, si Nona Keras Kepala
[03] Ellana, dan usahanya melarikan diri
[04] Kalandra, si Bodyguard Pemberani
[06] Kalandra, dan amukannya
[07] Ellana, dan ketidaksadarannya

[05] Ellana, dan kemarahannya

438 52 4
By elvabari

[The Bodyguard and His Lady]

"Menjaga Ella memang akan melelahkan. Tetapi saya berharap banyak sama kamu untuk kali ini, Kalandra. Tolong awasi dia. Termasuk teman-temannya."

Merupakan amanat yang selalu dipegang teguh oleh Kalandra sejak detik pertama tugasnya dalam mengawal Ellana. Si nona muda yang sudah Kalandra duga akan menjadi nona yang membuatnya cukup kewalahan berkat keras kepalanya itu.

Menurut data yang sudah dipelajari, Ellana Gadis Nasution adalah puteri tunggal Rajendra Brama Nasution yang kini tengah menghadapi masalah perkuliahan yang tak kunjung selesai. Sudah memasuki tahun keempat tetapi gadis itu masih perlu mengulang banyak mata kuliah sehingga menghambatnya masuk ke tahap tugas akhir. Kalau dibiarkan, bisa-bisa gadis itu akan menetap di bangku kuliah melebihi lima tahun.

Kalandra bukanlah tipikal yang mudah menghakimi. Dia akan menelusuri sebab-akibatnya terlebih dahulu sebelum memberi kesimpulan. Dan dia menemukan penyebab mengapa sifat pemberontak Ellana semakin menjadi tidaklah hanya pola asuh Rajendra yang memang terlalu protektif sedari awal, namun juga pergaulannya yang dirasa tidak beres.

"Saya tahu kalau Ella sedang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki bernama Arsatya. Tetapi saya tidak bisa percaya sedikitpun padanya. Terbukti bahwa latar belakangnya memang tidaklah baik. Jadi saya mau kamu terus jaga Ella supaya dia tidak macam-macam."

Melihat bagaimana Ellana tampak begitu bahagia tiap kali bertemu dengan Arsatya, bagaimana gadis itu akan lekas memeluk lelaki itu begitu mereka bertemu, dan bagaimana Arsatya memperlakukan Ellana layaknya kekasih baik, Kalandra akui bahwa hubungan mereka tidak ada yang salah bila dilihat dengan mata telanjang saja.

Tetapi Kalandra berhasil menemukan satu celah yang tidak mungkin diabaikan. Satu celah yang jelas menunjukkan bahwa Ellana tidak akan sepenuhnya aman sehingga Kalandra tidak boleh biarkan gadis itu pergi begitu saja bersama kekasihnya.

Melihat sang nona bahkan tampak berseri-seri dalam gandengan lelaki itu, membuat Kalandra bergerak cepat menghampiri. Bukan maksud Kalandra untuk menghancurkan, tetapi sudah menjadi kewajibannya untuk mencegah gadis itu yang pasti hendak dibawa pergi.

"Nona Ellana, kuliah Anda sudah selesai. Waktunya Nona untuk pulang."

Seketika melunturkan kebahagiaan di wajah Ellana. Kekesalan langsung menggantikan suasana hatinya di kala menjawab, "Aku mau jalan-jalan dulu sama Arsatya. Kamu nggak usah ikut."

"Tuan Rajendra sudah mengatakan agar Nona tidak pergi ke manapun sepulang berkuliah. Jadi mari pulang bersama saya."

"Papa nggak ada ngomong begitu! Aku bisa pergi ke mana aja!"

"Asalkan bersama saya. Jadi kalau ada tempat yang ingin Nona kunjungi, biar saya antarkan."

Ellana hampir melontarkan bantahan lagi ketika Arsatya menengahi. Memberi senyum pengertian pada gadis itu lalu kepada Kalandra yang sudah membalasnya dengan sorot tegas.

"Ellana biar sama gue. Kita cuma jalan-jalan ke GI, kok. Gue bakal jagain dia."

Kalandra menatap datar lelaki yang jelas sekali sedang berlaga menjadi pahlawan bagi Ellana. Tanpa goyah, Kalandra berkata, "Apapun alasan yang kamu kerahkan, saya tetap menjalankan tugas saya untuk menjaga Nona Ellana. Jadi kalau memang kamu dan Nona Ellana ingin pergi, biar saya antarkan."

Arsatya mendengkus cepat atas jawaban lugas Kalandra. Dia pun melangkah maju, menepuk pundak Kalandra layaknya sahabat namun Kalandra merasakan adanya tekanan peringatan di sana.

"Gue pacar Ellana. Dan kita pergi berdua sebagai orang pacaran. Gue rasa lo udah paham sampai sini. Lagian gue nggak bakal macam-macam karena kita cuma mau nonton sama makan."

"Mungkin bukan saat ini. Tapi sebelum itu terjadi, saya akan menjaga Nona dari kemungkinan buruk itu. Termasuk dari kamu."

"Maksud lo apa? Lo mau bilang kalau gue bakal celakain dia?"

"Kalau kamu nggak merasa begitu, setidaknya kamu mengerti bahwa Nona Ellana sedang berada di bawah pengawasan papanya. Dan tidak seharusnya kamu mengajaknya pergi secara sembarangan." Kalandra pun menyingkirkan tangan itu dari pundaknya. "Jika kamu memang ingin pergi bersama Nona Ellana, silahkan ajukan izin pada papanya."

Tentu saja Arsatya tersinggung atas ucapan Kalandra yang mengandung tuduhan tersirat itu. Maka dia kembali menepuk bahu Kalandra. Lebih keras dan lebih menguarkan permusuhan.

"Jangan kaku amat, bisa nggak? Gue justru mau ngasih dia hiburan karena papanya udah kebanyakan ngelarang dia. Dan lo," lalu menyentak bahu Kalandra bak menggertak, "Lo adalah salah satu yang udah bikin Ellana kesusahan. Kalau lo pikir perbuatan sok heroik lo ini bakal buat Ellana senang, lo salah besar."

"Saya nggak merasa begitu."

Tentu saja Kalandra memberi balasan. Merenggut tangan Arsatya untuk dipuntir cepat hingga timbul erang kesakitan dari Arsatya. Juga pekikan kaget dari Ellana.

"Tapi kalau kamu berpikir saya seperti itu, bukanlah salah saya. Melainkan kamu sendiri."

"Kamu apa-apaan, sih?!" Ellana menyalak marah. Berdiri di tengah mereka dan memukuli tangan kekar Kalandra yang sudah menyakiti Arsatya. "Lepasin, nggak?! Atau aku bilangin Papa karena kamu udah bikin orang celaka!!!"

"Ini juga akan menjadi laporan saya kepada Tuan Rajendra. Bahwa sekali lagi Nona memaksa lari dari pengawasan saya untuk pergi bersama orang yang tidak beliau sukai."

Ellana tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Maka dia kembali memukul sekaligus mendorong Kalandra hingga pria itu memutuskan melepas cengkamannya pada Arsatya. Melirik sejenak lelaki itu yang meringis disertai menatap sengit padanya.

"Kamu nyebelin!! Aku cuma mau pergi sebentar kenapa harus dihalangin kayak gini, sih?!"

"Apa perlu saya jelaskan lagi soal mengapa Nona harus diperlakukan seperti ini?"

Ellana tahu dengan pasti bahwa Kalandra sedang menyudutkannya. Melalui ekspresi maupun nada bicaranya yang begitu tenang, melalui segala tindakannya yang tak beriak namun berhasil menekannya, Ellana tahu dengan pasti bahwa Kalandra sengaja menguji kesabarannya dan Ellana tidak mampu menampungnya.

Atas kemarahannya yang membludak, Ellana melempari Kalandra menggunakan tasnya dengan kencang. Namun melihat pria itu tidak berkutik maupun bereaksi, Ellana harus menelan kekesalan meninggi lantas pergi meninggalkan keduanya.

Tanpa pedulikan Arsatya yang memanggilnya, berusaha mengejar tetapi Kalandra mencegah dengan satu tangan sementara dia memunguti ransel Ellana.

"Lo tuh emang pengawal yang cuma cari gara-gara, ya? Seperti yang udah Ellana bilang," ujar Arsatya sinis. Memilih meladeni pria yang tampak tidak terpengaruh dengan sindiran kerasnya.

"Di sini, saya hanya bertugas menjaga Nona Ellana. Apapun pandangan orang-orang termasuk kamu, itu bukan lagi urusan saya."

"Menurut lo udah ngebuat Ellana kehilangan kebebasan geraknya itu bukan urusan lo?" Arsatya menyentak bahu Kalandra lagi. "Lo itu cuma pengawal, cuma babu yang harusnya tau diri di mana harus menempatkan diri, bukannya malah kelewatan kayak gini! Gara-gara lo, gue nggak bisa jalan sama Ellana!"

"Memang itu yang saya harapkan," tanpa ada rasa tersinggung, Kalandra membalas dengan ekspresi datar namun kata-kata yang tajam, "Karena memang sudah semestinya Nona Ellana nggak ada di dekat kamu."

Sebaliknya, menyulut amarah Arsatya hingga telinganya memerah lalu merangsek maju. "Lo banyak bacot, ya!"

Tapi Kalandra sudah mengantisipasi reaksi yang terlalu mudah terbaca; menangkis tangan yang kini nyaris melayangkan tinju padanya, mencengkeram menggunakan tenaga sesungguhnya sehingga lelaki itu merintih-rintih kesakitan.

"Kamu boleh lakukan apapun pada saya. Tapi kalau saya tahu kamu lakukan satu hal saja yang merugikan Nona Ellana, saya nggak akan tinggal diam."

Menghentak kuat tangan Arsatya hingga empunya terdorong mundur, Kalandra ambil celah itu untuk pergi secepatnya. Demi mengejar sang nona yang sudah berlari menuju gerbang keluar dan Kalandra perlu mengerahkan tenaga berlarinya.

Demi meraih sekaligus menarik Ellana ke lingkup lengannya, sebab tidak hanya merasakan gadis itu hilang keseimbangan, tetapi juga refleknya melindungi gadis itu yang nyaris bertemu sapa dengan mobil yang tiba-tiba berbelok ke arahnya.

Membiarkannya jatuh ke pelukan walau hanya sesaat sebelum dorongan keras dilakukan Ellana. Cukup melalui sorot mata Ellana yang sudah memerah, Kalandra tahu bahwa dia sudah membuat sang nona marah bukan kepalang hingga hendak menangis.

"Kamu maunya apa, sih?! Aku begini dilarang! Begitu dilarang! Apa begini cara kamu jalanin tugas sampai berani pakai kekerasan ke pacar aku?!"

"Saya hanya berusaha melindungi Nona."

"Emang dia ngapain aku?! Dia cuma mau ngajakin aku jalan apa itu salah?! Dia pacar aku!! Udah sewajarnya aku sama dia! Tapi kamu selalu aja ngerusak suasana pakai bawa-bawa nama Papa buat alasan gangguin aku!!"

"Karena papa kamu sendiri meminta aku supaya kamu nggak berhubungan dengan dia."

Ellana terkejut akan perubahan bicara Kalandra tiba-tiba. Di mana itu semakin memicu emosinya untuk kian menggelegak marah.

"Emang dia kenapa?! Dia nggak pernah aneh-aneh dan dia selalu baik sama aku! Kenapa Papa nggak suka sama dia sampai nyuruh kamu ngerusak hubungan aku sama dia?!"

Tahu bahwa ini akan menjadi perdebatan panjang, apalagi mereka masih berada di tempat umum bahkan sudah menjadi perhatian beberapa orang di sekitar, Kalandra memutuskan kembali meraih tangan Ellana.

"Pulang, Ellana. Atau setelah ini papa kamu semakin ngelarang kamu buat pergi ke mana-mana."

Sekali lagi, Ellana tidak punya pilihan selain mengikuti ucapan Kalandra. Bersama berang yang tak lagi terbendung, namun Ellana tak mampu melontarkan sehingga ia meleleh dalam bentuk tangis.

"Aku benci sama kamu!!"

***

Bukanlah hal yang perlu Kalandra pikirkan. Sudah seharusnya begitu.

Tetapi sejak dia berhasil membawa pulang Ellana, gadis itu tidak lagi keluar dari kamarnya sampai malam menjelang. Masih diingat bagaimana Ellana memasuki kamar dengan membanting keras pintunya, sampai-sampai Bibi Diah tergopoh-gopoh dari arah dapur demi memastikan keadaan sang nona.

Mungkin ini adalah puncak kemarahan Ellana.

"Non Ellana masih ndak mau keluar dari kamar. Ini sudah lewat dari waktunya makan malam. Kasihan nanti perutnya sakit."

Merupakan keluhan Bibi Diah setelah berkali-kali mencoba memanggil sang nona sembari mengetuk pintu. Cemas menghiasi wajah paruh bayanya. Atas bentuk perhatian yang begitu tulus, Bibi Diah tak segan untuk menghangatkan makanan yang sudah dibuatkannya sejak sore tadi hanya agar mereka tetap dalam keadaan hangat untuk sang nona.

Menurut data yang didapat Kalandra, Ellana memiliki riwayat gastritis cukup akut. Sudah beberapa kali gadis itu dilarikan ke rumah sakit bila kambuh dan terakhir kali terjadi saat dia kedapatan mengonsumsi minuman keras.

Siapa lagi yang mengajarinya minum kalau bukan teman-temannya itu?

Kalandra memahami bahwa dalam kasus Ellana, gadis itu merasa sudah seharusnya dibebaskan untuk melakukan hal yang menurutnya legal-legal saja dan menjadi suatu masalah bila dia merasa dibatasi.

Tetapi Ellana bukanlah gadis yang sudah memahami caranya menjaga diri. Itulah yang menjadi kekhawatiran Rajendra hingga kini.

Kalandra pun mengambil alih tugas Bibi Diah dengan mendatangi kamar Ellana di lantai atas. Terlalu dibiarkan mengurung diri di kamarnya hanya akan menyuapi keras kepala dan keegoisannya.

Jika memang Kalandra harus berdebat lagi dengan gadis itu, maka Kalandra akan menghadapinya tanpa ragu.

"Nona Ellana, sudah waktunya makan malam."

Kalandra pun mengetuk pintu kamar itu lagi setelah beberapa saat menunggu jawaban yang tak kunjung datang.

"Nona Ellana." Entah mengapa, ini membuat Kalandra mulai mengernyit curiga. "Ellana, kamu di dalam?"

Di mana inisiatifnya tergerak untuk meraih gagangnya dan tidak menduga bahwa ternyata pintu itu tidak terkunci. Mendapati sunyi teramat senyap di dalamnya, bahkan Kalandra harus menemukan jendela di dalam sana masih dalam keadaan tirainya terbuka.

"Ellana."

Sampai di sini, Kalandra tidak lagi segan melangkah masuk demi memeriksa kamar mandi yang ternyata juga kosong. Lalu Kalandra melesat keluar mencari tiap sudut ruang di rumah ini yang semakin membuat benaknya menderu panas.

Ellana menghilang.

   

   

to be continued

   

Sneak peek for [06]

Sampai jumpa lagi di episode berikutnyaa! 💙

    

Elvabari❣️

January 21, 2024

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 153K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1.1M 109K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
1.5M 137K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
577K 3.2K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.