FREYANA

Od urlemona

23.7K 2.2K 258

Primrose Violet favoritku, Freyana. Více

Prolog
Chapter 1. Keren
Chapter 2. Rencana Dinas
Chapter 3. Ayam
Chapter 4. Insiden
Chapter 5. Meminta Maaf
Chapter 6. Kecewa
Chapter 7. Adik Ipar
Chapter 8. Orang Penting
Chapter 9. Ulang Tahun Rumah Sakit
test
Chapter 10. Ulang Tahun Rumah Sakit (2)
#PojokCerita (1)
Chapter 11. Kesal
Chapter 12. Keberangkatan Dinas
Chapter 13. Mirip
Chapter 14. Kangen
#PojokCerita (2)
Chapter 15. Liburan
Chapter 16. Bali
Chapter 17. Bali (2)
Chapter 18. Bali (3)
#PojokCerita (3)
Chapter 19. Mabuk
Chapter 20. Salah Paham
Chapter 21. Perang Dingin
Chapter 23. Harus Jujur
Chapter 24. Curahan Hati
test
Chapter 25. Seorang Pasien
Chapter 26. Yang Kembali
Chapter 26. Figura Foto
Chapter 27. Bertemu

Chapter 22. Sesuatu Terbuka

503 64 9
Od urlemona

"Kita bahas ini sepulang kerja", perempuan dengan gelungan rambutnya yang khas resepsionis itu melepas perlahan genggaman tangan dari seseorang.

Orang tersebut adalah sekretaris cantik direktur yang sepertinya akan mengambil cuti karena peralihan pimpinan rumah sakit, "Apasih, ini cuma hal kecil. Aku cuma minta sehari. Apa salahnya cuma menginap di rumahmu?".

Jessi yang sedari tadi di hadang oleh Muthe tersebut, akhirnya menatap penuh kedua mata Muthe kemudian menepuk kedua bahu gadis itu dengan serius.

"Yang menurut kamu itu kecil, adalah hal besar buatku. Aku punya adik perempuan di rumah, dan-- aku gak bisa jelasin selebihnya soal sikap dia yang gak bisa nerima orang asing dengan cuma-cuma"

"Aku bukan orang asing?!", Muthe menyela.

"Muthe, ngerti dikit bisa gak sih? Kamu udah bukan anak kecil lagi. Toh urusan seperti itu bisa dilakukan tanpa harus melibatkan keluargaku. Aku harus balik ke mejaku"

Kali ini Jessi melepas paksa genggaman tangan Muthe yang awalnya menguat di lengan gadis resepsionis tersebut, kini melemah seiring kepergian sosoknya. Muthe menangis saat itu juga. Sore hari yang malang baginya. Angin pun berusaha menghapus air matanya. Fiony yang sedari tadi menunggu suasana sedikit renggang, akhirnya berjalan menemui Muthe dan memeluknya. Muthe menangis sesenggukan disana. Entah permasalahan apa yang sedang di alaminya, tetapi sepertinya Fiony tau inti permasalahannya.

"Shh.. kita ke parkiran aja ya yang sepi? biar kamu bisa nangis sepuasnya", tuntun Fiony yang hanya di balas anggukan oleh Muthe itu.

Fiony bisa melihat sisi Muthe sebagai gadis kecil yang rapuh hari ini. Melihatnya menangis dengan puas membuatnya sedikit iri. Ia ingin sekali merasakan tangisan yang menyakitkan itu. Alih-alih agar lega, juga membantunya untuk berhenti merasa terpuruk seharian.

Beberapa menit setelahnya, Muthe mulai mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Ia berterimakasih kepada Fiony yang masih setia menemaninya meluapkan emosinya.

"Kak, aku gak tau apa salahku. Emang aku gak sepenting itu ya? Di banding adiknya.."

Fiony memegang punggung tangan Muthe, "Apa yang udah terjadi? Ceritakan baik-baik".

Saat ingin mengucapkan sepatah kata, kelopak mata Muthe mulai berlinang air mata kembali. Sepertinya ia merasa sangat sedih. Baru kali ini Fiony ikut merasakan sakit seseorang hanya dengan lewat sorot matanya saja.

"Ini salahku sih. Aku maksa Jessi buat nginep sehari di rumahnya. Aku bingung, kak. Kadang dia seakan ngode aku buat terus ngerespon dia, tapi kadang dia berperilaku seolah-olah semua perlakuan itu gak berarti spesial dan khusus kepadaku"

Mendengar curhatan panjang nan lebar itu, Fiony jadi menemukan fakta bahwa Jessi sepertinya benar-benar tidak mengetahui hubungannya dengan Freya. Jessi memandang pertemanan mereka hanya lebih intim dari biasanya, dan ia tidak mempermasalahkan hal itu. Dan bisa disimpulkan bahwa ketertarikan Jessi kepada Muthe dari awal sepertinya memang sebatas ingin kenal dekat. Ya, walau di akui itu memang bisa sangat membingungkan karena effortnya luar biasa kepada Muthe tempo hari lalu.

"Mungkin kamu harus sedikit mengujinya biar tau niat yang sebenarnya apa. Bertingkah seperti gak ada yang terjadi aja, kalau dia notice berarti memang kalian harus ngobrolin hubungan kalian sedikit serius", Fiony hanya bisa membantunya dengan kalimat penenang. Ia tidak bisa memberikan solusi yang baik karena posisi Muthe masih sangat awal untuk memulai hubungan.

"Hmm.. kayaknya bener juga"

Muthe menatap ke langit sambil merasakan angin yang mulai terasa lebih dingin karena matahari mulai terbenam. Burung yang melintas diatasnya menyuarakan kepulangannya di angkasa. Membentuk keheningan yang tercipta untuk beberapa menit.

"Makasih ya kak Fiony. Aku lumayan keras kepala, jadi kalo keliatan nyebelin maaf ya"

"Kamu gak nyebelin, Muthe. Cuma pikirin baik-baik ya keputusanmu kali ini, biar gak sedih lagi"

"Kayanya memang itu keputusan terbaikku, kak"

Muthe mengerlingkan matanya menatap seksama Fiony, "Keputusan buat Jessi jatuh cinta kalo memang dia anggap semua ini hal yang biasa"

¤¤¤¤¤

Muthe pergi meninggalkanku setelah mengucapkan kalimat tersebut. Sedikit dilema memikirkannya, aku agak ragu dengan apa yang akan ia lakukan setelah ini. Namun, kembali lagi. Yang melakukan hubungan itu mereka, mungkin ia lebih tau mana yang lebih baik. Di samping itu, aku sadar kalau aku bolos jam kerja bisa hampir setengah hari dan ini membuatku takut.

Aku segera bergegas menuju meja resepsionis untuk menemui Jessi yang mungkin dia sudah mencariku dari tadi.

"J-Jes.."

"Aku ngerti kok, gak akan kulaporin. Muthe butuh temen cerita", baru saja aku sampai, aku sudah melihat Jessi memasang wajah murung yang nampak sendu.

Ia begitu peduli pada Muthe, sebenarnya apa yang ia inginkan dari gadis itu. Tetapi, aku tidak mau memusingkan hal tersebut. Sudah banyak permasalahan orang lain yang merambat di otakku. Sampai aku lupa kalau aku juga sedang dalam kondisi tak baik-baik saja.

Aku dan Jessi melanjutkan pekerjaan seperti biasa hingga waktu bergulir begitu cepat tanpa aku menyadarinya. Satu jam sebelum pergantian shift, aku mendengar suara heels khas yang ku ketahui siapa pemiliknya. Ya, sang perawat Ashel.

"Fiony"

Dengan nada dinginnya mengajakku berbicara. Aku tidak membalas sapaannya namun hanya mengangkat alis untuk memberi reaksi kepadanya. Merasa akan terjadi sesuatu, Jessi pamit untuk ke rest area lebih dulu. Kebetulan pasien sedang tidak ramai mendaftar.

"Kurasa kamu harusnya ngerti", katanya kepadaku.

"Apa?"

Balasku lebih dingin.

"Freya milikku, harusnya kamu sadar"

Aku mengambil nafas dalam-dalam saat mendengar kalimat itu keluar dari gadis yang hari ini ku cap "sialan". Aku merasakan panas di dadaku ketika ia terang-terangan menyebut pacarku adalah miliknya.

"Maaf? Aku gak ngerti yang kamu omongin"

Perkiraanku benar kah? Selama ini dia selingkuh? Kenapa sangat konyol aku baru tahu semuanya sekarang.

Ashel tertawa sangat lepas, "Jangan pura-pura bego deh. Gak cape bohong? Aku lebih dulu kenal Freya di banding kamu"

"Percakapanmu sama sekali gak ada hubungannya denganku"

"Kalian harus putus. Kamu pasti kecewa 'kan setelah tau berita ini? Dia gak akan pernah jadi pacarmu, Fiony"

Aku ingin menangis. Jujur saja. Aku tidak bisa memberikan ekspresi marah sedikitpun padanya. Entah kenapa rasanya sesuatu muncul dari ingatanku yang membuatku tidak tenang saat mendengar semua kalimat kasar dari Ashel. Aku percaya Freyana, dan aku yakin kalau ini tidak mungkin terjadi begitu saja. Dan aku tidak semudah itu di sulut oleh api seperti itu. Kamu sengaja 'kan, Ashel?

"Ini masalah kami, kamu gak perlu ikut campur", aku dengan suaraku yang kuusahakan tidak bergetar menjawabnya.

Ia lagi-lagi tertawa. Sangat menyebalkan.

"Aku orang ketiga di hubungan kalian. Sudah pasti aku ikut campur. Dan juga, kamu deketin Adel akhir-akhir ini 'kan?"

Aku mengerutkan dahiku tidak mengerti dengan niat Ashel yang sebenarnya, "Sorry? Maksudmu bilang gini apa ya? Tolong jangan bikin kegaduhan di tempat kerja. Kalo memang ada yang mau di bahas sama aku, kita selesain setelah ini"

Seseorang menyela pembicaraan kami saat Ashel baru saja ingin membalas pernyataanku. Ia terlihat sangat emosi, entah kenapa. Aku semakin terlihat muram di buatnya.

Dokter Adel menarik tangan Ashel pada saat itu juga.

"Apa yang kamu lakuin?!", Aku mendengarnya berbisik sangat kencang dengan mata yang menyala.

"Kamu udah sejauh mana sama Adel?!", bentak Ashel sambil menoleh ke arahku. Matanya di penuhi kemarahan yang tak aku ketahui apa maksudnya.

Dia sangat membingungkanku dan jelas tingkah mereka sangat menjengkelkan. Apa maksudnya datang-datang berbicara mau mengambil hak milik Freyanaku, kemudian bersikap demikian kepada Dokter Adel. Apa mau gadis ini???

"Kalian beneran ganggu pasien yang lagi di ruang tunggu. Pergi, atau aku laporin ke kepala perawat", ancamku dengan wajah yang sudah tak bisa dikondisikan lagi.

"Kutanya sekali lagi, kamu udah ngapain aja sama Adel?! Kamu semurah itu ya, Fio? Sampai man--", belum selesai berbicara mulut Ashel sudah di tutup paksa oleh telapak tangan Adel.

Amarahku semakin menggebu-gebu mendengarnya merendahkanku seperti ini di depan banyak orang. Hampir seluruh pasien menoleh ke arah kami karena suara perempuan jalang ini sangat keras. Aku membencinya. Sangat membencinya. Apa yang dia mau dariku? Apa maksud dari semua perkataannya sedari tadi. Aku di buatnya kesal sekaligus kepikiran dengan masalah ini seharian. Aku benar-benar kalut.

Aku masih menahan air mataku untuk jatuh. Masih banyak yang perlu ku urus. Berkas yang harusnya ku serahkan pada Freyana, aku lemparkan begitu saja ke meja Jessi. Aku tidak mau mengurusnya. Aku tidak peduli dengan tatapan dua insan di depanku ini yang sepertinya menyadari bahwa aku sudah terbawa emosi. Aku kehilangan kata-kata untuk membalasnya. Aku tidak bisa. Mereka bisa menghancurkan pekerjaanku. Aku tidak mau hal itu terjadi.

"Fio, maaf ya. Ashel sedang datang bulan, jadi mungkin hari ini dia agak sembarangan ngomongnya. Jangan dipikirin ya, dia gak benar-benar ngomong gitu kok"

Bisa-bisanya Dokter Adel menyuruhku untuk tidak mempedulikan perkataan wanita tidak tau diri itu. Yang di bilang sembarangan justru menjadi mencurigakan bagiku. Masuk akal jika Freyana mau dia ajak ke club bersama kalau semisal Ashel adalah teman lamanya. Dan juga Dokter Adel.. teman lama Freyana juga bukan? Sebentar, aku sepertinya memikirkan sesuatu.

"Aku serius soal ucapanku ya. Kalo kamu emang mau deketin Fiony bilang aja!", perempuan ini perlu di didik lagi sepertinya.

"Aku pacarmu, bukan pacar siapapun. Stop meracau!", Dokter Adel lagi-lagi berbisik dengan tegas yang telingaku masih bisa mendengarnya.

Sungguh.

Mereka membuatku kehabisan energi hari ini.

Hanya dengan memikirkan masalah ini, aku sepertinya bisa mogok bekerja seharian. Ini berbahaya untukku. Aku sepertinya harus mengambil libur lebih awal. Aku benar-benar.. lelah.

Bersambung...

Hola semua~

Sebelumnya, terimakasih sudah mendukung cerita ini sampai sekarang❤️

Sekedar info aja, mulai chapter ini bakalan masuk ke puncak permasalahan cerita ya! Tapi Monthor usahain gak akan berat-berat dan tetep bikin kalian excited bacanya

Mohon dukungannya selalu ya!

((Pibelatedays Piyo & Freyana))

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

252K 37K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
11.1K 1.2K 23
[On Going❗❗ ] Writer Sedang berusaha rajin Up,jadi mohon dukungan nya🌹🐣 --kalo gak suka skip ajj jangan di bikin ribet💀🤝 ~~>Semoga Beberapa Quot...
107K 10.4K 27
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
13.9K 1.3K 23
it's called fiction, Google it if you don't know lazy brat.