Ruang dan Waktu

By sirhayani

218K 17.3K 879

Dalam keluarga besar itu pun tahu bahwa Kalila hanyalah anak angkat yang ditemukan di depan rumah saat anak l... More

pratinjau
Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9,5
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
28
29
30
31
32
Cerita Lain: Make Them Fall in Love with You
33
34
35
36
37
38
39.a
39.b|
40
41
42
43
44
45.a
45.b|
46

27

4.7K 304 20
By sirhayani

PART 27

anonim: deketin arvin dan ancam dia supaya nggak dengan sengaja munculin diri di depan kalila lagi. caranya? pikir sendiri. itu tugas lo

anonim: kalau enggak, lo akan tahu akibatnya, kan?

me: b*ngsat!

me: lo udah ngancem gue beberapa kali! lo pikir gue nggak takut? lo akan gue laporin ke polisi

anonim: dan lo harus nyerahin bukti ancaman secara jelas

anonim: sebelum lo lapor polisi, foto-foto itu akan menyebar. gue punya banyak stok foto yang gue temuin dari mantan-mantan lo dulu

anonim send a photo.

anonim: lakuin apa yang gue suruh kalau lo pengin aman.

anonim: tugas lo adalah jangan sampai arvin deketin kalila dengan sengaja. itu terlalu mudah buat aib besar lo yang gue pegang, kan, emily?

"Sialan!" Emily menggigit-gigit kukunya. Padahal sudah beberapa hari ini dia tenang karena si anonim itu tidak mengirimkannya pesan lagi, tetapi di hari yang cerah ini dia muncul dan membuat suasana sekitar Emily jadi terasa mendung.

"Sialan! Sialan!" bisik Emily, menunduk sambil meremas rambutnya. Gemetar. Frustrasi. Emily sudah diancam beberapa kali oleh orang yang bahkan tidak dia kenali. Darimana anonim itu mendapatkan foto-fotonya saat SMP? Masa SMP adalah masa-masa Emily gonta-ganti cowok dan masa di mana dia membiarkan beberapa cowok mengambil foto saat dia bahkan tak mengenakan sehelai benang. Bagaimana mungkin dia tidak berpikir jauh saat itu dan hanya tertawa saat mantan pacarnya mengambil fotonya untuk dijadikan koleksi?

Emily tidak peduli jika foto itu tersebar dan dia tak punya siapa-siapa di dunia ini selain mamanya. Namun, Emily punya keluarga besar. Mamanya telah buruk di mata keluarga besar. Dia tak boleh mengalami hal yang sama dengan sang Mama.

Ketika mobil berhenti, Emily membuka pintu dan tak menutupnya. Dia berlari, berharap bisa segera menyelesaikan satu masalah yang membuatnya tak bisa tenang. Dicarinya Arvin di mana-mana, tak dia temukan cowok itu di kelas maupun koridor depan kelas padahal tasnya sudah ada di bangkunya. Emily berlari lagi dan menemukan cowok itu sedang duduk di koridor yang sepi. Kedua lubang hidungnya tersumpal tisu yang sedikit berwarna merah.

"Arvin!" Emily menarik Arvin dan membawanya ke tempat di mana hanya ada mereka berdua. "Apa yang udah lo lakuin? Apa lo udah dengan sengaja deketin Kalila lagi?"

Arvin menaikkan alis. "Itu bukan urusan lo."

"Jadi beneran?" Emily menggertakan gigi. Pantas saja si gila anonim menghubunginya dan mengancamnya lagi. "Berhenti gangguin Kalila lagi!"

"Hei." Kedua alis Arvin nyaris tertaut. Sorot tajam matanya dan mata yang sedikit menyipit, membuat Emily semakin kesal pada keangkuhan cowok itu. "Memangnya lo siapa beraninya nyuruh gue?"

"Kalau nggak, gue bakalan nyebarin ini." Emily membuka ponselnya dengan buru-buru, lalu memperlihatkan sebuah foto di mana dirinya dan Arvin ada di atas ranjang. Meskipun mereka terlihat menutupi dada dengan selimut, tetapi wajah Arvin terlihat jelas. "Gue bakalan nyebarin. Biar kita berdua sama-sama hancur!"

Emily yakin ancamannya itu akan berhasil. Sekalipun Arvin tak akan menuruti kata-katanya, tetapi dia tak akan mungkin juga merusak kehidupannya. Setidaknya dia bisa membuat Arvin menuruti perkataannya hanya dengan memperlihatkan foto yang jelas-jelas akan merugikan Arvin jika foto itu tersebar luas.

"Gue punya salinannya. Banyak. Banyak banget." Emily tersenyum miring pada Arvin yang tak berkutik.

"Sialan...," gumam Arvin dengan rahang yang mengeras.

***

Ashana beberapa kali melirik Jiro sejak pelajaran pertama sampai waktu istirahat ini. Cowok itu hampir selalu menyembunyikan wajahnya di kedua lengannya yang terlipat di atas meja. Jiro terlihat tak ingin diganggu sehingga Ashana tak berani untuk bertanya, "apa lo baik-baik aja?"

Tak seperti biasanya, Jiro terlihat tak bersemangat. Ashana sempat bertanya-tanya, apa sakit Jiro kemarin belum sembuh juga? Atau sebenarnya sudah, tetapi pagi ini kambuh lagi? Ashana sibuk dengan pikirannya sendiri sampai mengabaikan pesan dari Tasha, sahabatnya, yang menyuruhnya untuk segera bertemu di kantin sekolah. Satu per satu murid di kelasnya sudah keluar, berbondong-bondong ke kantin untuk mengisi perut.

"Lo baik-baik aja, kan?" tanya Ashana dengan suara pelan. "Jiro...?"

Jiro mengangkat wajahnya dan menoleh. Mata cowok itu sedikit menyipit. "Baik-baik aja, sih, tapi kayaknya gue harus ke UKS."

"Berarti lo sakit, dong?"

Kedua sudut bibir Jiro terangkat sempurna. "Entahlah. Apa lo khawatir sama gue?"

Ashana membisu. Debaran jantungnya kian menggila. Meski pertanyaan Jiro terdengar seperti candaan, tetapi jantung Ashana tidak baik-baik saja.

"Kayaknya gue harus ke UKS." Jiro berdiri dari bangkunya dan menunduk. Saat itu juga Ashana mendongak. "Gue ke UKS."

"Ah, iya...." Ashana mengangguk kecil. Jiro mulai berjalan, tetapi tiba-tiba cowok itu berhenti di ambang pintu dan menoleh pada Ashana. "Gue ke UKS. UKS."

Ashana membungkam bibir. Jiro lalu tersenyum kecil, lalu kembali melangkah hingga tak terlihat lagi di kelas. Jiro berkali-kali mengatakan dia ke UKS. Seolah-olah mengatakan, "Ashana, gue ke UKS, loh. Nggak mau anterin gue, gitu?" secara tidak langsung.

Apakah Jiro memberikan sebuah petunjuk bahwa, mungkin saja, cowok itu juga menyukainya balik?

Ashana menggeleng sambil memegang kedua pipinya. Dia tak boleh terlalu percaya diri. Karena jika tebakannya salah, maka suatu saat dia hanya akan sakit hati yang lebih berat lagi.

***

"Ngomong-ngomong, nggak biasanya lo dan Emily marahan se-lama ini." Anggini membuka percakapan saat dia dan Kalila sedang duduk di dekat tribun yang sedang sepi, memandang anak-anak basket yang tengah bermain. Hanya ada dua orang dari anggota basket yang sedang gabut, bermain di waktu istirahat yang terik dan mengenakan pakaian olahraga mungkin bekas jam pelajaran tadi, tetapi di antara mereka tidak ada Trey. Padahal tujuan Anggini datang adalah untuk melihat Trey.

"Pasti masalah lo dan Emily besar banget! Dia habis ngelakuin sesuatu yang nggak bisa lo maafkan apa, ya?" Tak ada bacotan lagi, tetapi tiba-tiba Anggini memukul pundak Kalila sambil berteriak. "HEH! TIBA-TIBA GUE KEPIKIRAN SESUATU!"

Kalila menyeruput ice alpukatnya sedikit-sedikit, khawatir minuman itu habis dan hanya menyisakan es batu yang banyak.

"Jangan-jangan...." Anggini menjeda kalimatnya untuk sesaat. "Lo dan Emily marahan ... ada hubungannya dengan mantan lo itu, si Arvin? Waktunya pas banget!"

"Diem aja lo. Berisik banget dari tadi. Srot. Sroot. Srot." Kalila lalu mengangkat tempat minumannya yang hanya tersisa es batu dengan lubang-lubang besar. Alisnya menukik dan hidung berkerut saat menoleh pada Anggini. "Kan. Habis. Gara-gara lo bikin mood gue jadi jele—"

Anggini memasukkan ujung sedotan ke mulut Kalila yang sedang terbuka. "Nih, punya gue baru gue sedot dua kali."

"Ini rasa melon," balas Kalila, tetapi dia tetap mengambil minuman itu dari tangan Anggini dan mulai meminumnya.

Anggini menuruni satu tribun dan duduk di sana sehingga dia mendongak saat memandang Kalila. "Nah, mood lo agak bagusan, kan? Cerita! Cerita! Cerita!"

"Males, ah. Kisah gue bakalan panjang dan nanti mood gue makin hancur."

"Pelit!" seru Anggini. Dia kembali duduk di samping Kalila dan menyandarkan kepalanya di bahu Kalila. "Ngomong-ngomong, lo selalu aja nyembunyiin banyak hal. Waktu SMP aja lo nggak bagi-bagi rahasia ke gue kalau lo kembarannya Trey. Adiknya kakak ganteng Kak Adam!"

"Nggak usah lebay. Gue tahu mulut lo ember banget." Kalila mengingat kembali saat kelas sepuluh, di mana Anggini tidak mau mengajak Kalila bicara selama dua hari setelah mengetahui fakta bahwa Kalila adalah saudara dari Trey dan Adam. Ditambah satu kakak lagi bernama Jiro. Di hari ketiga Anggini langsung mengajaknya bicara dan mengatakan bahwa jika marahan selama lebih dari tiga hari maka akan masuk neraka.

"Si Emily semenjak nggak bareng lo malah temenan sama anak-anak pendiem di kelas lo, kan? Bukan temenan, sih, lebih ke mereka dijadiin babu. Kasihan anak-anak itu."

Benar. Sifat Emily jadi semakin parah. Dia merasa lebih tinggi sehingga merendahkan anak-anak cewek yang terlihat pendiam di kelas. Mereka juga pasti enggan berinteraksi dengan Emily yang punya sifat buruk, tetapi Emily terlalu merasa superior. "Tahu, ah. Nggak mau gue mikirin tuh anak lagi."

"Jadi, lo mutus hubungan sama dia?"

"Ya. Selamanya."

"Waduh!" Anggini memeluk lengan Kalila. Minuman rasa melon yang diminum Kalila tadi sudah habis dan dia taruh di samping bekas minumannya. Dia akan membuangnya nanti ke tong sampah. "Ngomong-ngomong, Lil, gue mau ngomong sesuatu."

"Apaan?"

"Soal perkataan gue satu tahun lalu buat jadi ipar lo dan menikah dengan Trey, gue tarik bentar, ya?"

Kalila menoleh dan rambut hitam Anggini yang menjadi pemandangan pertama. Cewek itu masih bermanja-manja di bahunya sambil memeluk lengannya. Tumben. Biasanya Anggini akan mengotot untuk menikah dengan Trey di masa depan, tetapi dia tiba-tiba terlihat pasrah.

"Begini." Anggini memulai cerita. "Malam minggu kemarin kan gue diajak temennya Kak Tasha buat jalan-jalan. Namanya Kak Raka. Terus dia tiba-tiba nembak gue waktu kami lagi ngobrol gitu di pantai.... Terus, gue terima karena ganteng. Hehe."

Kalila geleng-geleng. "Emang dasar lo, ya. Selamat, deh. Istirahat kedua pokoknya lo harus traktir gue banyak-banyak."

"Ya, ya. Tapi lo tahu enggak?"

"Enggak, lah. Lo baru mau cerita, kan."

"Gue langsung dicium," bisik Anggini dan membuat Kalila sedikit tersentak karena langsung membayangkan Jiro. "Di bibir gue. Shock dong gue. Buset, first kiss gue langsung diambil tanpa misi misi dulu, tapi gue nggak marah. Malah nagih. Aneh, kan?"

Ah. Kalila jadi mati kutu. Dia malah membayangkan momen saat dirinya dan Jiro sedang berciuman dan Kalila yang tak tahu malunya malah ingin lagi meski tidak dia katakan secara langsung.

"Habis pulang dari sana, gue masih shock kan, terus gue cari tahu di internet. Katanya ciuman itu bisa naikin hormon yang bikin bahagia!" seru Anggini, suaranya tak berbisik lagi. Semakin dia bersemangat saat bercerita, semakin keras suaranya tanpa dia sadari. "Gue baca-baca banyak kisah di qu*ra. Kisah mereka lucu-lucu, tapi gue agak kaget sama satu kisah. Katanya, kalau dari pegang-pegang, lama-lama ciuman, terus lama-lama begituan. TAKUT BANGET!" Anggini makin heboh. "Gimana kalau gue diapa-apain sama Kak Raka dan gue malah suka? Bahaya!"

Kalila jadi bingung harus bereaksi seperti apa. Anggini menarik kedua lengan atas Kalila hingga Kalila kini menghadap Anggini. "Lo jangan sampai ikit jejak gue! Nanti lo nagih dan kepikiran terus. Otak lo nggak akan bisa lupain momen itu dan malah mikir yang aneh-aneh!"

Kalila hanya bisa membisu. Dia sudah mengalaminya juga dan tak akan mungkin dia ceritakan kepada Anggini karena lawan ciumannya adalah Jiro, seseorang yang dikenal orang-orang sebagai kakak kandung Kalila.

"Lo tuh masih polos." Anggini memegang kedua bahu Kalila. "Lo baru sekali pacaran dan itu pun langsung putus. Lo nggak banyak tahu tentang cowok-cowok di dunia ini. Jangan sampai lo deket sama cowok redflag karena bahaya banget untuk cewek sepolos lo. Ngerti?"

Kalila memutar bola matanya. "Gue nggak sepolos yang lo pikirin. Tolong, ya."

"Polos, dong! Gue tuh tahu banget tentang lo! Kalau lo tiba-tiba nggak polos lagi, berarti lo udah ketemu sama cowok berbahaya!" seru Anggini. "Tapi, lo nggak dekat sama cowok belakangan ini selain Arvin. Jadi, gue bisa lebih tenang."

"Eum...." Kalila lalu menghela napas panjang setelah bibirnya kembali terkatup rapat.

Tentu saja Anggini tak akan tahu. Toh, cowok itu sedang berkamuflase sebagai kakaknya saat berada di depan umum. Jadi, mana mungkin orang lain akan curiga.

Kalila menatap ponselnya dan langsung berdiri saat ada sebuah pesan masuk dari Jiro.

kak jiro: gue di uks. lagi sakit, kalila

Kalila langsung berlari ke UKS tanpa memedulikan Anggini yang berteriak dan berusaha mengejarnya. Lari Anggini payah. Jadi, cewek itu tak akan tahu Kalila akan pergi ke mana. Kalila tiba di UKS dan segera masuk setelah melepas sepasang sepatunya. Tak ada yang sedang di kantin, kecuali dua orang yang berada di dekat tirai pembatas yang terbuka lebar.

Jiro sedang duduk di pinggiran brangkar. Sementara di dekatnya, berdiri seorang cewek yang tak lain adalah Ashana.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Continue Reading

You'll Also Like

4.3M 255K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
147K 11.3K 73
TERBIT! Assalamu'alaikum, hai sahabat pena. Novel Lindang kini terbit lho, tentunya versi cetak lebih ringkas dan lebih rapi. Plotnya lebih jelas dib...
Violeta By Ainiileni

Teen Fiction

48.8K 3K 31
Tidak akan ada yang pernah baik-baik saja ketika pengakuan hanya di anggap kekonyolan. Tiga tahun, waktu yang Vio habiskan untuk mencintai sahabatnya...
2.3M 135K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...