Rigala

By sealla_

570K 59K 3.1K

note: jumlah kata setiap chapter akan terus bertambah seiring berjalannya cerita. __________________________ ... More

Prologue ~~
Chapter one ~~
Chapter two ~~
Chapter three ~~
Chapter four ~~
Chapter five ~~
Chapter six ~~
Chapter seven ~~
Chapter nine ~~
Chapter ten ~~
Chapter eleven ~~
Chapter twelve ~~
Chapter thirteen ~~
Chapter fourteen ~~
Chapter fifteen ~~
Chapter sixteen ~~
Chapter seventeen ~~
Chapter eighteen ~~
Chapter nineteen ~~
Chapter twenty ~~
Chapter twenty one ~~
Chapter twenty two ~~
Chapter twenty three ~~
Chapter twenty four ~~
Chapter twenty five ~~
Chapter twenty six ~~
Chapter twenty seven ~~
Chapter twenty eight ~~
Chapter twenty nine ~~
Chapter thirty ~~
Chapter thirty one ~~
Chapter thirty two ~~
Chapter thirty three ~~
Chapter thirty four ~~
Chapter thirty five ~~
Chapter thirty six ~~
Chapter thirty seven ~~
Chapter thirty eight ~~
Chapter thirty nine ~~
Chapter forty ~~
Chapter forty one ~~
Chapter forty two ~~
Chapter forty three ~~
Chapter forty four ~~
Chapter forty five ~~
Chapter forty six ~~
Chapter forty seven ~~
Chapter forty eight ~~
Chapter forty nine ~~
Chapter fifty ~~
Chapter fifty one ~~
Chapter fifty two ~~
Chapter fifty three ~~
Chapter fifty four ~~
Chapter fifty five ~~
Chapter fifty six ~~
Chapter fifty seven ~~
Chapter fifty eight ~~
Chapter fifty nine ~~

Chapter eight ~~

14.9K 1.3K 29
By sealla_

"Tolong jawab yang bener bang!"

"Apa? apa alesannya?"

"Kita bareng 4 taun bang.. masa lo out tiba-tiba dan enggak share alasan yang jelas?!"

"Tolong pikirin lagi, Mada!"

"Jangan out bang, kita nggak bisa kalo nggak ada lo!"

Rigal menghela nafas lelah. Menatap dingin para anggota yang tengah menyuarakan pertanyaan dan keputusan Rigal.

"Diam" desis Rigal dingin. Membuat suasana seketika hening.

Mereka dengan takut menatap Rigal. Memusatkan perhatiannya hanya pada satu titik yang terlihat akan berbicara.

"Dengerin. Gue nggak bakal ulangi perkataan gue untuk kedua kalinya. Gue.. out karna sebuah alasan, dan alasan itu pribadi. Gue juga nggak mungkin libatin kalian, karna masalah gue berhubungan sama hal yang berbahaya. Kalian.. menjauh dari gue sebisa mungkin mulai dari sekarang. Gue, nggak mau kalian jadi korban karna berdiri dekat jangkauan gue. Apa kalian paham?!"

Rigal menatap para anggota dan inti geng dengan datar. Penjelasan itu mengundang banyak pertanyaan dibenak para anggota.

Mada dalam bahaya. Tapi dia menyuruh keluarganya menjauh membiarkan dirinya sendiri terluka?

Tidak.

UL adalah keluarga. Jika Mada dalam bahaya maka semuanya juga sama.

"Nggak Mad! kita semua harus ada, dan berdiri disampingnya lo sampe masalah itu selesai!" Seruan Ares membuat para anggota bersorak menyetujui.

Begitu juga dengan Arseno. Dia diam-diam tersenyum menatap para anggotanya. Mereka benar-benar sudah berhasil menjadi keluarga.

Rigal menatap dingin anak-anak UL. "Gue bilang menjauh berarti menjauh, nggak ada yang boleh ikut campur urusan gue. Sekalipun dia-!" Rigal menunjuk Arseno dengan datar.

"Iya, Abang nggak bakal ikut campur" Kata Arseno membuat beberapa anggota tidak puas.

"Saya akan kembali jika urusan saya sudah selesai. Tapi untuk sekarang, biarkan saya keluar dan urus urusan itu sendiri. Saya.. tidak butuh beban lagi." Ucapan Rigal menjadi formal, yang artinya benar-benar mutlak dan tidak bisa dibantah. Bahkan Arseno yang bernotabe ketua geng sangat patuh pada Rigal dan tak berani melarang keinginannya ataupun melawan perintahnya.

Ucapan terakhir Rigal memang terkesan kasar, tapi para anggota tidak ada yang menentang karna memang begitu kenyataannya.

Setiap tawuran dan balapan liar, Rigal lah yang paling mendominasi. Selalu maju paling depan, dan selalu membawa kemenangan untuk UL

Entah bagaimana jika Rigal benar-benar keluar dari geng itu.

"Itu keputusan Mada. Kita harus hargain keputusan dia, dan biarin dia selesaiin masalahnya sendiri" Ucapan Arseno membuat beberapa anggota mengangguk mengiyakan.

"Gue hargain keputusan lo bang, tapi lo jangan lupa sama kita-kita ya?" Ujar Sergio sendu.

Rigal mengangguk.

"Gue bakal tetep pantau kalian selama gue bukan bagian dari geng. Gue juga bakal tetep penuhin kebutuhan kalian, karna uang yang biasanya kita dapat dari balapan bakal habis. Alasannya jelas karna gue nggak mungkin ikut balapan lagi. Tapi kalian tenang aja, gue bakal dateng kalo salah satu dari kalian dalam bahaya. Gue nggak bener-bener ngelepas kalian, kalian masih dalam pengawasan gue." penjelasan panjang Rigal diiringi senyum kecilnya, membuat semua anggota menangis terharu.

Arseno juga sama. Dia benar-benar beruntung bertemu dengan Rigal.

"Makasih bang!" Seru semua anggota berbarengan.

Rigal tersenyum tipis. "Gue pergi- Hap buat kalian jajan bulan ini. Bulan depan uangnya gue kirim ke rekening Arseno"

Arseno menangkap amplop cokelat yang tiba-tiba melayang ke arahnya. Isinya sangat tebal.

"Makasih, Mad. Abang janji bakal jagain mereka buat kamu selama kamu pergi" Ucapan Arseno membuat Rigal mengangguk. Ia lalu berlalu pergi dari markas menuju rumah sakit.

"Berapa tuh bang? kayaknya tebel banget?" Tanya Lion, anggota inti. Anggota lain pun dengan serius melihat ke arah Arseno.

Arseno yang ditatap penasaran tentu segera membuka amplop besar itu. Matanya melotot kaget saat melihat banyaknya isi kertas merah didalamnya.

"K-kemungkinan isinya 200 juta" Ucapan syok Arseno membuat semua anggota menjatuhkan rahangnya.

***

Rigal berjalan di lorong-lorong rumah sakit dengan aura dingin. Tatapan yang kosong namun datar itu mengundang pekikan para wanita karena terpesona sekaligus takut.

Rigal abai dengan banyaknya tatapan yang berbeda. Ia terus berjalan hingga sampai diruang VIP.

Masuk tanpa permisi, membuat pasien yang berada dikamar itu tersentak kaget.

Rui, bocah itu sekarang tengah melotot.

"Lo kok nggak ketuk pintu dulu?" Tanyanya sewot. Tidak mendapat respon, Rui menatap Rigal kesal.

"Rigal! ngapain lo kesini?"

"Hm?"

"Ck, ngapain kesini?!"

"Berak"

Rui melotot lagi. "Lo nggak punya toilet ya dirumah?!"

"Hm"

"Beneran?!" Tatapan Rui tampak iba. Membuat Rigal menatap dingin Rui.

'Dia nggak bisa bercanda ya?' batin Rigal kesal.

Rigal berjalan mendekati brankar Rui. Menyerahkan kantong hitam yang isinya entah apa.

Rui menatap kantong itu. "Ini apaan, Gal?"

"Buka"

Mendengar ucapan Rigal, Rui mengangguk dan mulai membukanya.

"Wah anjir! lo kok bisa beliin gue Lego mahal ini Gal-

Eh, tapi.. harusnya lo nggak beliin gue ini. Lo harusnya beli rumah yang ada toiletnya, Gal. Bukan buang-buang duit cuma buat beli Lego yang harganya mahal buat gue"

Rigal menatap datar Rui. Bocah ini benar-benar menganggap candaannya serius!

Bodoh.

Rigal tanpa sepatah katapun keluar dari ruangan Rui. Membuat sang empu menatap punggung Rigal dengan heran.

"Kasian Rigal.. nanti kalo gue udah keluar dari sini gue bakal beliin toilet plus isinya buat Rigal. Sekalian tanda makasih buat Lego ini" monolog Rui.

***

"Bang elo dimana?!"

"Disini"

"Iya disana, tapi tempatnya dimana!"

"Ruangan VVIP"

"Lo ngapain disana? lo nggak papa kan bang?"

"Kesini, Alvin."

"Iya bang, gue kesana!"

Tut.

Rigal menatap orang yang berlalu-lalang dengan datar. Ia sebenarnya malas menunggu. Tapi untuk kali ini kemalasannya ia tunda dulu.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Alvin datang dengan berbagai jajanan pedas yang ia bawa. Mendekati Rigal dengan cengiran khas nya berharap Rigal tidak akan marah.

"B-bang! hehe.."

Rigal menatap datar jajanan yang dibawa oleh Alvin. "Berikan itu" desisnya tajam.

Alvin mengangguk patah-patah. "I-ini bang"

"Duduk. Tunggu antrian mu" ujarnya dingin sebelum berlalu pergi dengan jajanan yang tadi Alvin bawa.

Sedangkan Alvin mengambil duduk masih dengan menatap Rigal bingung. 'Bang Rigal laper kah?'

Rigal menatap jajanan yang dibawa Alvin. Masih layak dimakan.

Puk

"Kenapa ya bang?" Bocah laki-laki dengan tampilan lusuh dan tidak terawat menatap Rigal dengan bingung.

"Berapa harga tisu itu?" Tanya Rigal datar.

Bocah itu menatap Rigal gugup. "Semuanya 20 ribu bang" jawabnya

Rigal mengambil sesuatu disakunya. Menyerahkan beberapa lembar uang merah dan semua jajanan tadi.

"Ambil" tekan Rigal saat bocah laki-laki itu enggan menerima.

"Harga tisu 20 ribu bang, ini kebanyakan"

"Ambil"

"I-ini terlalu banyak bang"

"Bagian teman kamu"

Bocah itu menatap Rigal terharu. "Makasih bang! makasih banyak"

Rigal mengangguk lalu pergi dengan banyak tisu ditangannya.

Sampai kembali dirumah sakit, Rigal berjalan menuju Alvin berada. Duduk tanpa kata membuat Alvin yang berada disampingnya terkejut.

"Abang ngagetin aja!" Seru Alvin kesal. Matanya menatap tisu yang dibawa Rigal.

"Bang Rigal ngapain bawa tisu banyak begini? mau jualan?" Tanya Alvin bingung.

Rigal menggeleng.

Alvin mengangguk maklum. Rigal memang susah berbicara.

"Nomor antrian 13, silahkan masuk" suster berseru dengan sedikit keras.

Alvin segera berdiri. Diikuti oleh Rigal.

"Ada keluhan apa?" Tanya dokter spesialis yang siap menangani penyakit lambung.

"Rawat dia sampai sembuh" ujar Rigal dingin. Membuat dokter itu menatap Rigal takut.

Dokter itu mengalihkan tatapannya pada Alvin. "Kamu ngerasain sakit udah berapa lama?" Tanya nya sambil siap mencatat berbagai jawaban Alvin.

Alvin juga menjawab dengan jujur karna benar-benar dipantau oleh Rigal.

Selesai menemui dokter tadi, Rigal mengantar Alvin pulang. Dokter bilang, Alvin tidak perlu dirawat. Dia hanya perlu rutin pemeriksaan setiap hari minggu, dan Rigal menyetujui dengan ringan.

"Turun" Desisan Rigal membuat Alvin yang menempel dipunggungnya mau tak mau turun dari motor.

"Masuk"

Alvin mengangguk. "Makasih ya bang. Gue masuk dulu"

Rigal tidak menjawab. Dia hanya menatap Alvin sekilas dan berlalu pergi dengan motornya.

Alvin menatap Rigal sambil tersenyum lebar, disaat punggung nya sudah tidak terlihat, Alvin berbalik berniat masuk ke rumah.

"Dari mana kamu?"

Alvin mengangkat bahunya acuh. "Kepo!"

Pemuda yang menegur Alvin menatap Alvin tajam. "Alvin!"

"Apasih anjing. Brisik!" ngegas Alvin tanpa menolehkan kepalanya dan terus berjalan dengan riang. Aura pemuda itu tidak ada apa-apanya dibanding Rigal, jadi Alvin tidak merasakan apapun.

Pemuda yang tadi menegur Alvin menatap Alvin tak percaya. Beberapa hari setelah pulang sekolah, sikap Alvin yang semula selalu menempelinya walau berulang kali diusir menjadi garang tak mau disentuh.

Dan siapa pemuda yang bersama Alvin tadi? Alvin nampak sangat nyaman berada dipunggung pemuda itu.

Kakak laki-laki Alvin- Alvaska menatap lantai dengan aneh. Perubahan itu membuat dirinya tak tenang.

Continue Reading

You'll Also Like

822K 89.8K 45
Kisah dua pemuda kembar yang bertransmigrasi ke raga anak kecil kembar yang baru berusia 5 tahun. "Dek, kenapa kita berada di sini?" "Anjir jangan-ja...
404K 35.4K 45
HATI HATI! ISINYA ORANG SAKIT JIWA SEMUA cakra si anak manja, anak kesayangan, dan anak emas tiba tiba pindah ke raga anak yang memiliki kelainan jiw...
1.9M 149K 103
Status: Completed ***** Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Th...
1.6M 82.3K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...