Tampan Berdasi (MxM)

By DaddyRayyan

82.6K 9.1K 4.6K

Orang yang paling kamu hindari sejak zaman sekolah adalah bosmu di kantor. Orang yang kamu benci semasa sekol... More

Pendahuluan + audio suara karakter
P r o l o g
Dasi 1
Dasi 2
Dasi 3
Dasi 4
Dasi 5
Dasi 6
Dasi 7
Dasi 8
Dasi 9
Dasi 10
Dasi 11
Dasi 12
Dasi 14
Dasi 15
Dasi 16
Dasi 17
Dasi 18
Dasi 19
Dasi 20
Dasi 21
Dasi 22
Dasi 23
Dasi 24
Dasi 25
Dasi 26
Dasi 27
Dasi 28
Dasi 29
Dasi 30
Dasi 31
Dasi 32
Dasi 33
Dasi 34
Dasi 35

Dasi 13

1.9K 216 103
By DaddyRayyan

WARNING: Bab ini ada adegan 18+, ya. Aku coba tulis sesopan mungkin biar enggak vulgar!

Selamat menikmati bab 13!

Kita memang masih di alur masa lalu. Untuk pembaca yang pengin balik ke alur masa sekarang, sabar, Guys ... Bakal balik lagi ke masa sekarang di bab 15. Untuk bab 13 dan bab 14 masih harus bahas masa lalu dulu, ya.

Sebelum cerita masa lalu beres, kita enggak bisa balik ke masa sekarang. Kalian harus tau dulu apa yang terjadi di masa lalu kalau pengin masalahnya beres.

Nikmati masa lalu yang manis ini selagi bisa~













Di balik mata tertutup, Shouki membayangkan hutan pekat. Barisan pohon gelap dihinggapi hewan-hewan hutan yang suaranya membisiki telinga, entah itu jangkrik atau burung hantu. Di antara batang pohon bertiup halus angin yang menaikkan bulu kuduk di tengkuk. Dan ... mungkin ada juga sesayup suara lirih makhluk tak kasat, di antara pokok-pokok pepohon yang dingin mereka mengintip.

Aduh, sialan. Shouki teringat cerita anak-anak soal horornya jurit malam di tempat ini. Cerita tentang hantu kuntilanak yang rambutnya terurai panjang dari atas pohon mencapai tanah. Ya Allah! Barusan jidat Shouki seperti menubruk sesuatu yang menjuntai dari atas seperti helai serabut. Apa, tuh?! Shouki mengibaskan tangan.

Sssh. Suara Kak Rayyan menenangkannya lagi.

Supaya tidak takut, Shouki fokus saja meremas gandengan tangan Kak Rayyan. Saat ini Shouki sedang dalam kondisi pasrah mau diculik ke mana pun, asalkan ia tidak ditinggalkan sendirian di hutan.

"Oke." Kak Rayyan tiba-tiba berhenti berjalan. "Kamu diem di sini."

"Kak—" Shouki panik saat Rayyan mulai melepaskan tangannya.

"Saya di sini," Kak Rayyan terkekeh. Suaranya hanya berjarak satu langkah dari Shouki. "Saya enggak akan ninggalin kamu."

Tak mau percaya begitu saja, Shouki menggapai ke depan untuk menyentuh pundak Rayyan. Puji syukur bahu itu terasa lebar, hangat, bisepnya tebal, dan dadanya juga tebal dan bidang. Oke, ini memang tubuh Kak Rayyan—

"Shouki, jangan remes-remes dada saya gitu."

"Oh—maaf, Kak!" Malu, Shouki menurunkan tangannya.

Kak Rayyan tertawa, lalu diam. "Oke, saya serius sekarang. Tegak grak!"

Shouki berdiri kaku dengan gerakan siaga.

"Kamu harus ikutin apa pun yang saya perintahkan. Kamu juga harus jawab apa pun yang tanyakan," kata Kak Rayyan serius.

Shouki telan ludah. Kalau sudah serius, nada suara Kak Rayyan terdengar lebih berat dari yang biasanya.

"Pertanyaan pertama! Pocong apa yang paling disukai dan diburu ibu-ibu se-RT?"

Hah? Mendengar kata "pocong", Shouki langsung merinding sekujur badan. "Enggak tau, Kak. Tolong jangan yang serem-serem, Kak."

"Kalau enggak tau saya hukum. Nyerah? Jawabannya 'pocongan diskon'," kata Kak Rayyan serius.

Shouki tak tahu harus menangis atau tertawa. Lemas rasanya.

"Hukumannya ...," Kak Rayyan berbisik, hangat napasnya terasa di kuping Shouki, "kamu nari untuk saya."

"Nari? Enggak bisa nari, Kak—"

"Jangan apa-apa enggak bisa! Buktinya kamu bisa nyuri hati saya. Enggak banyak yang bisa bikin saya jatuh cinta."

Yang barusan bikin perut Shouki bergelora. Yang tadinya Shouki gigit bibir karena takut, sekarang gigit bibir salah tingkah.

"Goyang-goyangin aja badannya." Kak Rayyan meremas pelan bahu dan pinggang Shouki, seperti ingin mengajaknya berdansa. "Bagian ini digoyang." Kak Rayyan meremas ke pinggul kiri Shouki sekarang. "Bagian ini juga digerakin." Sekarang Kak Rayyan meremas paha luarnya.

Terkesiap, Shouki agak tersentak dengan remasan itu.

Tanpa terasa ia merasakan denyut yang menjalar di bagian perut bawahnya. Sentuhan Kak Rayyan seperti mengalirkan listrik.

"Oke, nari sekarang!"

Pelan-pelan Shouki mulai berjoget. Entah ini tarian daerah atau modern. Tangan menekuk maju mundur. Kaki maju mundur. Goyangin pinggul sedikit.

Suara burung hantu mengiringi goyangan Shouki. Huu huuu huuu.

Kak Rayyan pasti sedang berusaha keras menahan tawa dan berguling di tanah. Suara dengus napasnya terdengar jelas. Shouki malu meski tidak ada siapa pun di sana. Pasti mukanya merah sekali. Shouki tahu dia sedang dikerjai, tetapi mau bagaimana lagi.

"Kalau saya nyanyiin lagunya L'Arc~en~Ciel, goyanganmu bakal beda, enggak?" tanya Kak Rayyan.

"Eh, Kakak bisa nyanyi Laruku?"

"Bisa, sambil belajar gitarnya buat kamu saya hafalin liriknya juga."

Terus Kak Rayyan menirukan suara gitar. "Treng treng treng treng~". Ini intro dari lagu "My Dear", lagu yang Shouki nyanyikan saat menginap di rumah kak Rayyan. Lalu, Kak Rayyan menyanyikan bait awal lagu itu.

Shouki nyengir lebar, terkekeh. "Intro gitarnya juga disuarain?"

"Iya, dong. Saya udah nyanyi, nih. Mana goyanganmu? Masa harus saya sawer dulu."

Kak Rayyan menjawil lagi pinggul Shouki. Sentuhan itu lagi-lagi menebarkan rasa nikmat. Supaya tidak disentuh lagi oleh Kak Rayyan, Shouki spontan menggoyangkan tubuhnya lagi. Rayyan terkekeh, kembali bernyanyi.

"Kak ...."

"Hm?"

"Aku ngerasa goyanganku off beat, deh. Enggak cocok sama lagu yang Kakak nyanyiin. 'My Dear' ini lagu ballad."

"Jadi, harusnya goyangan yang slow? Harusnya dansa?"

Kak Rayyan mengambil tangan Shouki dengan satu tangannya, lalu tangan lainnya menarik pinggang Shouki ke arahnya, mengajak berdansa. Tubuh mereka merapat. Shouki lagi-lagi merasakan wangi parfum dan hangat napas Kak Rayyan di depan wajahnya.

Muka Shouki panas. "Kak—emang enggak ada yang liat kita?"

"Enggak, kita cuma berduaan di sini. Enggak bakal ada yang ngurusin juga." Dari suaranya, Kak Rayyan sepertinya sedang tersenyum, menarik tangan Shouki ke arah tubuhnya. "Kamu ... mau pegang saya di mana?"

A-Aduh.

Shouki menahan napas, berdeham. "S-Saya enggak usah pegang, Kak."

Jangan menyentuh Kak Rayyan.

Jangan.

Denyut di tubuhnya menguat setiap kali mereka bersentuhan, apalagi jika Shouki menyentuhnya.

"Lho, awkward, dong. Masa dansa cuma saya yang pegang kamu? Harus saling megang."

"Oke." Shouki menelan ludah, berhati-hati mengulurkan tangannya ke bahu Kak Rayyan, lalu meremas pelan pundaknya. Posisi ini paling aman.

Kak Rayyan mendengus, lalu menyanyikan lagi lagu kesukaan Shouki. Dalam keheningan itu mereka berdansa diam-diam di bawah rimbunan dedaun. Hm hm hm. Perpaduan rasa, mulai dari kaget, takut, canggung, senang, deg-degan salting—Shouki rasakan malam ini.

Dan ada satu rasa yang terakhir.

Shouki baru menyadarinya cukup terlambat ketika Kak Rayyan menempelkan tubuh dari jarak dekat seperti ini. Denyut yang sejak tadi berdesir di bagian tengah tubuh Shouki menguat. Bergelora dalam kesenangan, sesuatu sejak tadi menyembunyikan diri dalam keremangan.

Gawat.

Shouki merasakan ada yang mengeras dan mengganjal di bagian tubuhnya.

Kak Rayyan tiba-tiba bertanya, "Kamu bawa name tag, kan? Enggak dipake?"

"Oh—iya, Kak." Shouki sepertinya mengantongi benda tersebut. Jangan-jangan dia menjatuhkannya?

"Di mana? Sini saya cariin. Jangan gerak!"

Kak Rayyan mulai meraba-raba tubuh Shouki, pelan-pelan, menyusuri sepanjang bawah lengan, tak melewatkan untuk mengusap otot trisep, dada, perut, pinggul, terus ke bawah. Kak Rayyan meraba celana training Shouki, menepuk-nepuk pahanya (Shouki bertahan agar tidak oleng kegelian), lalu mencari ke dalam kantong celana. Tangannya menyenggol milik Shouki—

Shouki refleks melenguh.

Kak Rayyan diam sebentar.

....

"K-Kak ... enggak sampe ke sana. Kayanya di kantong yang kanan—"

"Di sini?" Tangan Kak Rayyan menyusup masuk ke dalam kantong. Namun, ujung jarinya sengaja menekuk ke arah lain.

Shouki merasakan darahnya berdesir dari ujung kepala ke kaki, kembali lagi ke tengah celananya, ke bagian yang Kak Rayyan tekan dengan jari.

"Hh—iya."

Kak Rayyan seharusnya tinggal menarik name tag dari dalam kantong celana, tetapi ia malah terus merogoh, terus merogoh sampai tangannya mengepal di dalam kantong celana Shouki. Aduh. Aduh. Shouki bertahan sekuat tenaga agar postur tubuhnya tetap dalam keadaan tegak grak .... Ia benar-benar tegak sepenuhnya sekarang.

Apa dia jadi begini gara-gara Kak Rayyan meneriakkan "tegak grak!" tadi? Aduh, Shouki sudah tak sanggup berpikir lagi.

Kak Rayyan menarik keluar tangannya. Akhirnya, Shouki bisa bernapas lega.

"Oke, pertanyaan kedua! Kalau enggak bisa jawab ini hukumannya lebih parah, Shouki Al Zaidan Wisanggeni. Jawab; Kalau kamu harus pilih antara saya dan Hyde L'Arc~en~Ciel, kamu pilih siapa? Hayo! Dia lebih cantik dari saya, lho!"

" ... Hukumannya apa lagi, Kak?"

"Hukumannya habis ini kamu saya culik sampai pagi."

"Mau culik ke mana?" Shouki malah nyengir.

"Ada, deh. Memangnya kamu mau dihukum?"

"Mau kalau sama Kakak."

"Jadi, jawabanmu apa?"

Shouki tersenyum yakin. "Aku akan selalu pilih Kak Rayyan."

Kak Rayyan mendengus tertawa. "Thank you. Walau saya agak ragu dengan jawabanmu, saya seneng bisa liat kamu senyum barusan. Habisnya dari tadi kamu takut dan tegang banget."

Udah enggak, Kak. Sekarang takut karena sesuatu yang lain.

Dan masih 'tegang'.

"Oke, pertanyaan terakhir malam ini, kali ini enggak ada hukuman soalnya kamu malah seneng dihukum." Kak Rayyan menjeda sebentar. "Kalau suatu hari ... ini cuma perandaian aja, ya, misalnya setelah lulus kuliah, saya enggak jadi CEO perusahaan."

Shouki menunggu.

"Misalnya, nih, saya malah jadi tukang parkir atau tukang galon ... I don't know, pokoknya tiba-tiba aja hidup saya melarat dan saya tidur di bawah kolong jembatan—"

Shouki mendengus. "Enggak mungkin banget Kak Rayyan jadi tukang parkir atau tukang galon. Enggak kebayang."

"Saya belum selesai, Dek Wis," potong Kak Rayyan. "Saya cuma mau tanya, kalau suatu hari itu beneran terjadi dan posisinya kita masih pacaran kayak gini ... apa kamu bakal pergi dari saya?"

" ... Kenapa aku harus pergi?"

"Ya, karena saya bukan orang kaya lagi."

"Kak Rayyan kira aku suka Kakak karena Kakak orang kaya?"

Kak Rayyan diam sebentar.

Shouki mengerutkan dahinya. "Aku itu ... suka Kak Rayyan karena Kak Rayyan, enggak ngeliat background Kakak seperti apa. Jadi, kalau nantinya kita masih sama-sama, aku pasti tetap sama Kakak, dukung Kakak, gimana pun kondisi Kakak. Sama dengan jawabanku sebelumnya, aku akan selalu pilih Kak Rayyan."

Terdengar suara dengusan Kak Rayyan.

Shouki merasa Kak Rayyan tidak benar-benar memercayainya.

Sebelum Shouki membuka mulutnya lagi, ia merasakan ciuman lembut pada bibirnya.

Ciuman itu tidak bisa ia nikmati berlama-lama. Kak Rayyan sudah menarik diri, kembali menggandengnya. Mereka berjalan menyusuri setapak dalam hutan. Shouki bisa mendengar lagi suara-suara ribut dari anak-anak yang sedang dikerjai para kakak kelas di sekitarnya. Kak Rayyan memintanya duduk di tanah. Setelah itu, Kak Rayyan melepaskan tangannya. Shouki mendengar cowok itu berbisik sekilas sebelum pergi, "Hati-hati nanti saya culik."

Shouki masih belum boleh melepaskan penutup mata. Ia cuma bisa menerka tubuh-tubuh yang bergerak di sekitar—anak-anak lain pasti sedang duduk di area yang sama.

Shouki mengaduh, merasakan ada sikutan tangan dari sebelah. Cowok yang menyikutnya buru-buru berkata, "Eeh gomen—sori banget enggak sengaja, aku enggak bisa liat." Ini pasti Tora. Untung Tora tidak menyikut ke arah yang salah. Shouki sedang tegang dan berusaha duduk dengan tulang belakang yang lurus saat ini.

Puji syukur Shouki bisa meredakan gejolak hormon remajanya beberapa saat kemudian. Mereka dikumpulkan di lapangan ini dengan api unggun yang menyala hangat. Sepertinya panitia mendatangkan seorang penceramah atau barangkali pemuka agama. Suasana seram jurit malam berubah rohaniah. Anak-anak diingatkan akan kenakalan remaja, terutama dosa kepada orang tua.

"Bayangkan! Bayangkan orang tua yang mengasuh kalian dari kecil dengan penuh kasih. Bayangkan jika orang tua tiba-tiba tidak bersama kalian lagi! Apakah kita tidak menyesal selama ini sudah jadi anak yang suka melawan orang tua, suka tawuran, suka membolos, suka menghamburkan duit orang tua—Bayangkan jika tiba-tiba semua yang kita miliki diambil Tuhan besok! Bayangkan motor dan mobil mewah dari orang tuamu itu sudah enggak ada lagi besok!"

Hampir sebagian besar anak-anak menangis diceramahi seperti itu. Cowok dan cewek sama saja. Ada samar-samar suara Tora terisak di sampingnya.

Shouki memeluk kaki dan merenung, meresapi malam penuh keheningan itu.

*

*

Acara jurit malam ditambah ceramah penuh isak tangis selesai pada jam empat pagi. Sebagian anak memilih tidur lagi, sebagian lainnya menunggu waktu subuh atau memilih untuk mengobrol seru di depan api unggun.

Shouki tidak bisa memilih. Sesuai janji dia diculik. Kak Rayyan menyewa tenda pribadi untuk dirinya sendiri. Ke sanalah Shouki dibawa pergi.

Kak Rayyan menyiapkan tenda itu seperti kamarnya sendiri. Di sudut sana ada gitar, meja kecil yang di atasnya tersusun botol-botol minuman karbonasi, seperti Fanta, teko pemanas air, dan makanan siap saji seperti mi cup. Kak Rayyan juga menyiapkan kasur angin berukuran yang muat untuk dua orang.

"Silakan duduk," kata Kak Rayyan, menyalakan radio. Lagu-lagu rock lama sedang diputar pada saluran tersebut.

Shouki duduk di tepi kasur angin, agak canggung.

"Mau Fanta? Saya bawa mug kucing kesayanganmu," kata Kak Rayyan.

Shouki nyengir lebar, menerima mug itu. Kak Rayyan sendiri membawa mug pasangannya, mug bebek.

"Gimana? Seru acaranya?"

"Seru banget! Untung acara jurit malemnya aku sama Kak Rayyan. Oh, ya! Aku juga kenalan sama temen baru."

"Oh, ya?"

"Yang tadi cosplay jadi Haido itu lho, Kak. Seneng ada yang suka Laruku juga hehe."

"Oh? Anak ekskul Jejepangan, ya."

"Kakak tau?"

"Saya enggak kenal anggotanya siapa aja, tapi sering denger dari anak-anak. Mereka sering dikatain weirdo," kata Kak Rayyan.

"Kenapa dikatain aneh, ya?"

"Ya, karena yang mereka lakuin, kayak cosplay dandan anime gitu, cuma ngabisin duit sekolah. Kegiatan mereka sering enggak ada gunanya. Enggak bisa kasih piala juga buat sekolah." Kak Rayyan meneguk Fanta dari mug bebeknya. "Itu yang saya dengar, tapi menurut saya enggak ada salahnya selama hobi mereka positif. Kadang anak-anak memang suka cari alasan untuk nge-bully mereka yang nerd, geek, weirdo ...."

Shouki setuju sekali. "Iya, enggak ada salahnya punya hobi. Asal enggak ngerugiin diri sendiri dan orang lain aja."

Kak Rayyan memperhatikan bibir Shouki yang merah karena Fanta. Dia menyeringai dan bertanya, "Shouki, masih keras?"

"Hah?"

Kak Rayyan melirik ke arah selangkangan Shouki.

Shouki spontan langsung menutup dan memeluk kakinya. AH! Ternyata sejak jurit malam tadi, Kak Rayyan sudah menyadari kondisi Shouki di bawah sana.

"Abaikan aja, Kak ... maaf bikin Kakak enggak nyaman," ucap Shouki penuh penyesalan.

Kak Rayyan tertawa, menangkup pipi Shouki agar ia mendongak. "Gapapa sama sekali. Tadi kamu enggak bisa liat karena matamu ditutup, ... tapi saya juga."

Shouki melirik. "Kakak juga?""

Kak Rayyan menyeringai. "Mana tahan ngeliat kamu ditutup matanya pake dasi gitu."

Shouki berdeham, melirik ke samping, masih merasa malu.

Ini kali pertama ia bisa mengalami ereksi di luar rumah, di hadapan seseorang pula.

"Kamu mikirin apa memangnya?" tanya Kak Rayyan.

"Enggak ... tadi itu ... dibisikin sama Kakak sambil mata tertutup, tuh ... aduh," Shouki terlalu malu untuk menjelaskannya. "Kakak juga sengaja pegang-pegang aku, kan, tadi? Aku jadi makin—ugh."

"Maafin saya kalau gitu."

Kak Rayyan menarik wajah Shouki, mengecup lembut keningnya. Kecupan itu berlanjut ke pipi, rahang, seluruh muka, tetapi melewati bibirnya.

Shouki dikecup sedikit saja sudah merasa panas.

Semua intimasi ini pengalaman pertama bagi Shouki.

Ia menelan ludah. "Kak?"

"Hm?"

"Jadi Kakak ... ngacen—ehem, ereksi karena aku?"

"Karena siapa lagi?"

Shouki tidak bisa menahan cengiran meski dengan pipi yang merah padam. "Ini pertama kalinya ... aku begini. Karena Kakak ... aku bingung. Aku ngerasa bersalah, enggak sopan banget. Dari tadi kepikiran ...."

"Gapapa. Saya juga sama." Kak Rayyan bergerak makin dekat sampai Shouki bisa menghidu kembali wangi tubuh cowok ini. Sudah melewati malam perpeloncoan di antara rimbunan dedahan pun wangi Kak Rayyan tak berubah.

Masih hangat, nyaman.

Sekarang panas.

Shouki merasakan bibir Kak Rayyan bergerak ke sisi wajahnya. Dengan gerakan yang terlampau lembut Kak Rayyan mencium cuping telinga Shouki, lalu menjulurkan lidahnya.

"Hh? K-Kak—" Shouki terkejut, tak pernah merasakan sensasi dicium di telinga sebelumnya.

"Enggak suka?" Kak Rayyan berhenti.

"Cuma ... kaget."

Kak Rayyan senyum, menindih Shouki agar tubuhnya telentang di atas kasur angin. Detik itu Shouki hampir lupa ia berada di mana, hari itu tanggal berapa, jam berapa. Hanya ada rasa panas yang bertumbuh dari dasar perutnya, menggelegak naik ke atas, merebus isi kepalanya. Kak Rayyan berada di atasnya, terlihat tampan saat tersenyum. Shouki kaku.

"Mau ... saya bantu?" tanya Kak Rayyan.

"Bantu...?"

"Di sini ... boleh saya sentuh?" Kak Rayyan mengambil tangan Shouki, kemudian meletakkan tangan tersebut ke selangkangan Shouki sendiri. Shouki dibuat terperanjat oleh sentuhan tangannya sendiri.

Shouki panik.

Bingung.

Kalau di kartun-kartun, wajah Shouki saat ini tampak seperti karakter dengan bola mata yang berputar-putar.

Kak Rayyan punya otot-otot yang kukuh, tampak seperti pelindung ketika bergerak di atas tubuh Shouki. Saat tubuh itu bergerak terasa ada kehangatan yang menyelimuti, dan ciuman yang Kak Rayyan bubuhkan terasa geli di leher Shouki. Sekujur tubuh Shouki langsung mendidih.

Kamu sentuh diri kamu, bisik Rayyan di telinga Shouki yang memerah. Jari-jari Kak Rayyan yang sering memetik gitar itu bertaut pada karet celana training Shouki. Kak Rayyan menurunkan celana Shouki.

Intimasi ini pengalaman pertama Shouki.

Jantung yang menggebu, berdebar tidak keruan.

Shouki hanya bisa menurut. Hanya ingin merasakan ketika jari-jarinya bergerak memilin miliknya sendiri. Diawasi oleh Kak Rayyan dari atas, rasanya ia bisa cepat selesai. Kak Rayyan meminta Shouki menggigit ujung tepian kausnya sendiri sehingga dada dan perutnya terbuka. Kemudian, Kak Rayyan mengecupi otot perut Shouki, naik ke dada, lidahnya bergerak di sana.

Shouki menggigit kuat-kuat kausnya sendiri, menahan rintihan.

Radio memutar lagu lama dari band Nirvana. Alunan suara gitar dan bas mereka memenuhi telinga Shouki, meredam sedikit erangan yang tertahan di dasar tenggorokannya. Tubuhnya ingin menggulung karena disentuh. Pada saat bersamaan dadanya membusung. Saat seluruh celananya sudah dicopot, Shouki mendelik kaget, panik, takut. Namun, Kak Rayyan ada di sana untuk membuatnya tetap nyaman. Sssh, gapapa.

Di luar tenda ada suara cowok-cowok lewat, tertawa bercerita tentang cewek, geng sekolah lawan, dan berbagai hal yang membuat masa SMA berwarna. Shouki merendahkan suara dan memejamkan mata saat Kak Rayyan mengusap keningnya.

Saat Kak Rayyan menggenggamnya, Shouki merasakan saraf-saraf yang kelojotan, seperti tubuhnya ingin terbang menubruk atap tenda. Padahal, sentuhan itu begitu pelan, lembut. Jari-jari dan telapak tangan yang menutup dan melingkupinya, bergerak naik dan turun.

Kak Rayyan melakukannya dengan mata yang bergerak mengawasinya, meminta izin.

"Boleh? Saya enggak akan terlalu jauh," ucap Kak Rayyan.

Shouki mengangguk pelan di tengah serbuan rasa yang melingkupinya, kemudian ia meremas kuat-kuat bahu Kak Rayyan. Shouki harus berpegangan seperti itu untuk menahan gemetar di seluruh tungkainya.

Kak Rayyan baru saja menurunkan celananya sendiri, mengeluarkan miliknya. Saat Kak Rayyan sengaja menempelkan miliknya lekat dengan milik Shouki, seketika Shouki panik. Kak Rayyan menindih lebih dalam sehingga kasur angin melengkung, dengan kaki Shouki yang ia tekan membuka, dengan gesekan yang melejitkan rasa. Shouki makin panik. Kaus di gigitannya terlepas.

"Hh—Kak—tu-tunggu—"

"Enggak, kamu tenang aja saya bukan mau masukin—"

"M-Masukin? Gimana—Bukan. Bukan itu." Shouki panik, pusing, bingung, berputar-putar isi kepalanya karena kepanasan. "J-jangan, Kak. Kata orang ...."

Kak Rayyan gigit bibir, menahan diri. "Hh?"

"Jangan, Kak." Bibir Shouki bergetar saking paniknya. "Kata orang, kalau ngelakuin ini di hutan, nanti enggak bisa lepas, Kak ...."

...................

Kak Rayyan ketawa ngakak.

Saking ngakaknya sampai ia meringkuk di atas kasur.

Shouki masih meregang kepanasan di sana, penuh dengan kecamuk perasaan bingung, takut, bersalah. Matanya sampai berkaca-kaca.

"Aku salah?" tanya Shouki sepenuhnya inosen.

"Iya—" Kak Rayyan ketawa lagi. "Enggak."

Iya atau enggak? Shouki makin bingung. Tatapannya sangat memelas sekarang.

Kak Rayyan masih tertawa, tetapi sembari memeluk Shouki erat. "Sssh it's okay. Saya pastikan kita enggak kenapa-napa. Lagian enggak masuk juga. Percaya saya? Atau kamu mau kita berhenti?"

Shouki tak mau berhenti. Ini pengalaman pertama dan titik kebangkitan seksual baginya. Ia mau melihat dirinya selesai dalam sentuhan Kak Rayyan, dan ia mau melihat Kak Rayyan selesai bersamanya. Oke, bisik Shouki, lalu membiarkan sentuhan Kak Rayyan datang lagi, dengan kedua tubuh bagian bawah mereka yang saling bergesekan.

Kak Rayyan mengambil dasi merah yang Shouki kenakan malam ini untuk menutup matanya. Dasi itu Kak Rayyan sumpalkan ke mulut Shouki. Kasur angin berderit kuat di bawah punggungnya. Shouki tanpa sadar menancapkan jemarinya ke punggung dan kulit kepala Kak Rayyan, menjambaki rambutnya. Gelombang mengempas Shouki lebih cepat sekarang. Geng cowok SMA mereka masih lalu-lalang di dekat tenda, radio memutar lagu lainnya dari Nirvana, tetapi Shouki sudah tidak bisa mendengar suara di sekitar. Saat tubuhnya dilanda panas sengit yang seperti bisa melelehkan besi, Shouki menggigit kuat-kuat dasi di mulutnya.

"K-kak—"

Ia memanggil dari balik sumpalan dasi sebelum melepaskan dirinya bersama-sama Kak Rayyan. Shouki tak mau memejamkan mata agar ia bisa melihat bagaimana rupa Kak Rayyan saat klimaks, bagaimana perut itu menekuk saat klimaks.

Setelah gelombang nikmat menyapu Shouki keseluruhan, yang masih tersisa hanya getaran. Kak Rayyan menarik dasi dari mulut Shouki, lalu mencium bibirnya, dan berkata, "Bisa lepas, kan?"

*

Setelah beres-beres dan sarapan bersama, anak-anak diangkut pulang oleh truk tronton. Sebagian anak tidur kelelahan di dalam truk.

Kata orang, kalau berhubungan intim di tengah hutan nanti 'enggak bisa lepas'. Ya, Kak Rayyan sudah membuktikan yang di tenda tadi aman-aman saja.

Cuma, bagi Shouki, ada bagian yang masih belum 'bisa lepas'. Kata orang-orang tidak sepenuhnya salah.

Pikiran Shouki masih kosong selama di perjalanan. Ingin tidur, tetapi tidak mengantuk. Sebagian nyawanya mungkin masih tertinggal di tenda Kak Rayyan, di atas kasur angin yang berderit beberapa jam lalu, di antara kehangatan sentuhan dan harum parfum yang masih menempel di tubuh Shouki meski ia sudah mandi. Penampakan wajah dan tubuh Kak Rayyan saat berada di atasnya—aduh, ini dia yang 'enggak bisa lepas'.

Shouki mengusap mukanya dan menelan ludah.

Malu.

Tetapi juga senang bisa bersentuhan selekat itu dengan Kak Rayyan.

Hanya saja, Shouki butuh waktu sedikit lama untuk pulih. Maklumi ia yang murni perjaka. Sama perempuan saja dia belum pernah berpacaran, apalagi melakukan kegiatan saling gesek antarkulit.

Kak Rayyan mencium bibirnya lagi sebelum mereka berpisah tadi, janji mau teleponan malam ini atau setidaknya chat-chat-an lewat aplikasi BBM. Shouki pulang ke rumah dengan pikiran yang masih melayang, cengiran puas yang mungkin terlihat agak ganjen. Ia mencium tangan ibunya yang sedang menonton televisi di ruang keluarga, lalu minta izin masuk kamar untuk beristirahat.

Saluran televisi sedang memutar berita soal komisaris perusahaan sekuritas yang membawa lari uang nasabah hingga jumlah triliunan. Shouki hanya melirik ke arah televisi sekilas, tidak terlalu memperhatikannya. Begitu tubuhnya bertemu kasur, Shouki langsung tidur tak sadarkan diri.

*

Malamnya, Kak Rayyan tidak bisa ditelepon.

Pesan Shouki di BBM juga tidak dibalas sejak siang. Shouki mengirimkan PING hingga tiga kali malam ini. Belum ada respons.

Barangkali Kak Rayyan masih belum kembali dari Jambore? Atau ada urusan lain yang membuat cowok itu belum aktif hingga malam ini.

Sambil menunggu balasan Kak Rayyan, Shouki rebahan sambil scrolling foto-foto Kak Rayyan di Facebook. Jarinya berhenti bergulir saat menemukan status pengumuman di akun Facebook sekolah. "KECELAKAAN DI TOL". Kolom komentarnya sedang dipenuhi ketikan teman-teman seangkatan. Selama Shouki tidur nyenyak siang tadi, ternyata terjadi kecelakaan di ruas tol yang mereka lewati. Yang menjadi korban tabrakan adalah satu siswa kelas tiga dari SMA mereka. Apakah panitia?

Dalam posting-an tersebut, terunggah foto mobil mewah Hummer H3 warna hitam. Kondisinya ringsek karena menabrak pembatas jalan tol, dengan sisi jendela kaca yang sepenuhnya pecah.

Shouki merasakan dingin meraupi tulang belakangnya.

.... Itu mobil Kak Rayyan.

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

722K 48.2K 54
[SILAKAN FOLLOW KARENA SEBAGIAN PART DI PRIVAT.] [BACA SELAGI ON GOING KARENA JIKA SUDAH END CERITA AKAN DI HAPUS.] DIREVISI SECARA BESAR-BESARAN ~~~...
3.4M 26.6K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
17M 752K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
56.5K 3.5K 28
Ketika penculikmu adalah cintamu. Cerita bertema gay