Our Destiny . JoongHwa

By WinterCreamm__

5.9K 928 499

Ketika takdir kembali mempertemukan. Akankah kisah cinta ini bisa dilanjutkan? . "Kau kenal aku?" "Kamu tidak... More

Satu - Ingatan
Dua - Tunangan
Tiga - Hari Pertama
Empat - Hari kedua
Lima - Hari ketiga
Enam - Hari Keempat
Tujuh - Hari kelima
Delapan - Hari keenam
Sembilan - Perpisahan
Sebelas - Jawaban
Dua belas - Ingatan
Tiga belas - Pilihan
Empat belas - Takdir yang sudah digariskan
Lima belas - Reuni
Enam belas - Pembicaraan
Tujuh belas - Kembali ke Pulau
Delapan belas - Hari pernikahan (last)
Epilog

Sepuluh - Hongjoong dan San

315 55 32
By WinterCreamm__

Sinar matahari yang menembus celah-celah gua, membuat Seonghwa kembali terjaga, netranya merah dan sedikit bengkak, kepalanya sedikit pusing karena kurang tidur.

Lelah, baik fisik dan hatinya, tetapi Seonghwa memaksakan diri untuk segera bangun. Saudara Sirenian yang ia mintai tolong pasti akan segera datang.

Sebelum itu, setidaknya ia harus membenahi diri agar tak terlalu terlihat menyedihkan. Dan menyambut dengan senyuman agar tak semakin membuat khawatir.

|

Butuh setengah jam bagi Seonghwa untuk menyiapkan diri, wajahnya terlihat lebih segar, walau kantung mata masih terlihat jelas. Duduk diam di dekat mulut gua, menanti saudara Sirenian yang sebentar lagi sampai.

Suara gemerisik semak yang bergerak dengan sendirinya untuk membuka jalan, membuat Seonghwa menoleh. Menatap hutan lebat yang terbuka memberi jalan pada dua Sirenian yang berjalan mendekat.

"Yang Mulia."

"Tolong berhenti memanggilku seperti itu," pinta Seonghwa, diiringi kekeh pelan. "Terima kasih untuk semua bantuan yang kalian berdua berikan, dan sekarang, tolong pinjamkan aku kekuatan kalian sekali lagi."

"Tolong jangan berkata seperti itu, Yang Mulia, setidaknya hanya ini yang dapat kami lakukan untuk sedikit meringankan beban di hati Yang Mulia," balas Sirenian bernama Yeokyung.

Seonghwa kembali mengulas senyumnya, mereka tetap menghormatinya walau ia Merenian, bahkan sekarang hanya manusia biasa. "Terima kasih. Semua urusanku sudah selesai di sini. Aku ingin kalian membawa kembali barang-barang yang ada di dalam, menghilangkan gua ini, serta jalan setapak yang sebelumnya aku pinta," jelasnya.

"Anda yakin, Yang Mulia? Yang Mulia Yunho bilang Anda akan menetap di sini tiga hari lagi?" balas Seoyun.

"Iya, aku yakin. Aku ... hanya tak ingin Hongjoong tahu aku masih di sini." Seonghwa sedikit menengadah, walau ia tahu Hongjoong tak mungkin datang ke tempat ini lagi, ia hanya melakukan ini untuk meringankan hatinya.

"Tetapi Yang Mulia—"

"Aku akan baik-baik saja," potong Seonghwa, "menyatu dengan alam, aku sudah sering melakukannya ketika di pulau, bukan? Ada banyak tumbuhan dan buah-buahan yang bisa aku makan di sini, jangan khawatir, lagi pula hanya tiga hari."

"Baiklah, tetapi kami punya syarat," pinta Yeokyung.

Seonghwa mengangguk, mendengarkan syarat yang diberikan dua Sirenian di depannya. Ia awalnya menolak syarat yang pertama, tetapi setelah sedikit berdebat ia akhirnya mengangguk mengerti. "Baiklah, aku terima kedua syarat kalian."

"Terima kasih, Yang Mulia."

Setelahnya, Yeokyung dan Seoyun memberi isyarat kepada saudara lain juga manusia yang ikut datang membantu. Memindahkan barang-barang dari gua menuju kapal yang ada di seberang hutan, lewat jalan yang sebelumnya Seoyun buka.

Tak butuh waktu lama karena barangnya pun tak banyak, yang tersisa hanyalah tas ransel berisi baju dan beberapa barang yang Seonghwa butuhkan selama ia tinggal di hutan.

"Kalau begitu, kami permisi Yang Mulia."

Seonghwa mengangguk. "Terima kasih banyak. Tolong sampaikan pada Yunho, aku baik-baik saja, tolong jangan terlalu khawatir."

"Baik, Yang Mulia. Jangan diri Anda, kami permisi."

|

"Di sini, ya?" gumam Seonghwa, menatap gua berukuran sedang yang Seoyun siapkan, tempat ini lumayan jauh dari gua yang pertama, yaitu tempat di mana ia dan Yunho bertemu semalam.

Ini adalah syarat pertama yang Seoyun ajukan, untuk syarat kedua yang Yeokyung ajukan yaitu masih memberinya barier pelindung selama Seonghwa tinggal ditempat ini.

Syarat pertama lah yang sebelumnya Seonghwa tolak, tapi akhirnya ia terima, ia tak boleh egois lebih dari ini, setidaknya dengan begini, ia tak membuat saudara di pulau semakin khawatir.

Berjalan masuk ke dalam gua, duduk diam menatap lautan, tanpa sadar air mata kembali mengalir. Suasana ini, begitu nostalgia, rasanya seperti tengah duduk di bangku depan rumah Hongjoong dulu, menunggu Yunho dan Mingi pulang dari kota, duduk berdua bersama Hongjoong ditemani teh hangat. "Hiks aku sangat menantikan moment itu kembali aku rasakan, tapi kini ... semua itu, hanyalah angan belaka."

Hutan di samping rumah Hongjoong, di sinilah Seonghwa sekarang, duduk di atas dahan pohon setelah susah payah menaikinya. Tempat aman di mana ia dapat melihat Hongjoong, tapi tidak sebaliknya.

Sekitar satu jam Seonghwa duduk diam menatap rumah Hongjoong, tapi empunya rumah sejak tadi tak terlihat, mungkin Hongjoong tengah pergi, terbukti dari mobil yang biasa terparkir di halaman, kini tak ada.

Suara mesin mobil, menarik perhatian Seonghwa, memperhatikan Hongjoong yang keluar dari dalamnya. Tanpa sadar senyum tipis terukir di bibirnya. Walau hanya dilihat dari jauh, tetapi Hongjoong selalu berhasil membuat hatinya menghangat.

Namun ...

Senyum itu langsung sirna ketika pria lain keluar dari mobil, Seonghwa tentu tahu siapa itu, pria yang sama seperti foto ketika ia menemui Hongjoong di rumah untuk pertama kali. Pria itu adalah San, kekasih Hongjoong, yang sebentar lagi, akan resmi bertunangan.

San terlihat baik, parasnya pun manis, bahkan jauh lebih manis ketika dilihat langsung dari pada lewat foto. Dapat Seonghwa lihat San tengah bersenda gurau dengan Hongjoong, tertawa bersama, diiringi Hongjoong yang mengusap pelan pucuk kepala San.

Deg-!

Dada Seonghwa berdenyut sakit, tapi matanya tetap fokus pada dua orang lelaki yang tengah bermesraan, sampai akhirnya Hongjoong dan San masuk ke dalam rumah.

Setitik air mata yang jatuh, langsung Seonghwa hapus, sungguh kebetulan yang menyakitkan San pun ada di sini, tetapi tujuannya datang kemari memang untuk itu, dengan begini, ia pun dapat memperhatikan bagaimana San itu, walau semua ini menyakiti hatinya sendiri.

Melihat ke dalam rumah lewat jendela menggunakan teropong, dapat ia lihat mereka tengah sibuk menyiapkan sesuatu. Awalnya tidak terlihat jelas karena terhalang dinding, sampai mereka kembali bergerak, dapat Seonghwa lihat Hongjoong dan San membawa peralatan melukis menuju halaman belakang.

Dengan hati-hati Seonghwa turun dari pohon, halaman belakang tak akan terlihat dari sini, sehingga ia berpindah posisi. Berjalan menembus semak dengan hati-hati agar tak menimbulkan bunyi, menuju pohon lain yang sudah ia tandai.

Lekas naik ketika sampai, sempat beberapa kali terpeleset sampai kulit kakinya lecet, tapi Seonghwa berhasil kembali duduk di atas dahan pohon. Dari sini, ia dapat melihat dengan jelas, San mulai melukis dengan Hongjoong yang menemani sembari membaca buku.

Dua jam pertama hanya itu yang mereka berdua lakukan, sampai akhirnya Hongjoong beranjak masuk, dan keluar dengan membawa nampan berisi minuman dan camilan.

Seonghwa tak dapat mendengar dengan jelas percakapan antara Hongjoong dan San, tetapi ia menebak Hongjoong meminta San untuk beristirahat. Terbukti dari anggukan yang San berikan dan berhenti sejenak dari kegiatan.

Terdiam, Seonghwa tak dapat menyembunyikan betapa iri ia ketika melihat Hongjoong tengah menyuapi San dengan penuh kasih sayang. Harapan yang selalu ia dambakan, tapi tak bisa ia raih.

|

Petang telah datang, tetap tak membuat Seonghwa berhenti mengawasi, entah sudah berapa kali air mata mengalir ketika melihat interaksi Hongjoong dan San yang membuat hatinya sakit.

Sampai waktunya makan malam, Seonghwa semakin terpaku, ia ingin sekali ada di sana, membuatkan makan malam untuk Hongjoong, makan bersama di satu meja yang sama.

Sakit, tetapi bibir Seonghwa mengulas senyum lega, Hongjoong tampak sangat menikmati makanan yang San sajikan. Pemuda manis berdimple dengan segala keahlian, parasnya yang cantik dan manis menambah nilai plus, tak heran jika Hongjoong sampai jatuh hati pada San.

Semua yang Hongjoong butuhkan, San memilikinya. Kini, Seonghwa dapat pergi dengan tenang, setidaknya, Hongjoong bersama dengan orang yang tepat.

"Ah, kamu terlihat sangat bahagia, Hongjoong," ujarnya diiringi air mata yang kembali deras membasahi pipi, ingin pergi, tetapi tubuhnya seolah kaku, matanya tak bisa berpaling dari pemandangan paling menyakitkan di depan sana.

Hongjoong tengah bercumbu dengan San.

Sampai tautan itu terlepas, saat itu juga akhirnya Seonghwa dapat bergerak. Kembali turun dari atas pohon, berjalan menjauh, kembali ke tempat ia seharusnya. 'Selamat tinggal Hongjoong, maaf dan terima kasih.'



Tbc

Chapter ini agak maksa seriusan, pendek juga.
Ngegas banget ngetiknya karena pengen tetep update walau telat, jadi maaf kalau gak ngefeel.

Niat hati update kemarin, tapi authan malah drop. Terima kasih yang sudah sabar menunggu.

Jika ada pembaca plot twist di sini, itu cerita juga sepertinya tak akan update tepat waktu, draftnya sama sekali belum authan buat.

Komenlah yang banyak pada isi cerita agar authan semangat update.

ᴼᵁᴿ ᴰᴱˢᵀᴵᴺᵞ
Selasa, 5 Desember 2023
Authan—♥︎

Continue Reading

You'll Also Like

74.6K 14.2K 15
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ โ€ผ๏ธ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
295K 30.3K 33
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
496K 49.6K 38
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
196K 16.3K 27
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...