The Bodyguard and His Lady

By elvabari

5K 620 64

Ini akan menjadi cerita awal Ellana bertemu dengan Kalandra, si bodyguard yang pernah dia yakini akan berakhi... More

[01] Kalandra, si Pengawal Baru
[02] Ellana, si Nona Keras Kepala
[03] Ellana, dan usahanya melarikan diri
[04] Kalandra, si Bodyguard Pemberani
[05] Ellana, dan kemarahannya
[06] Kalandra, dan amukannya
[07] Ellana, dan ketidaksadarannya

[00] Sang Nona dan Pengawalnya

1.3K 135 23
By elvabari

The Bodyguard and His Lady•

   

Satu kata yang terus berputar-putar di kepalanya adalah, menyebalkan.

Di hari Minggu yang seharusnya dihabiskan dengan memenuhi daftar film sebagai temannya bergulingan di kasur, harus sirna begitu saja berkat perintah aneh sang papa.

Ayolah, Ellana bahkan tidak mau peduli pengawalnya itu ada atau tidak. Sudah bagus kalau dia tidak perlu bertemu dengan wajah itu di waktu liburnya. Tapi papanya malah menyuruhnya untuk menjenguk bodyguard-nya itu dengan alasan tersirat bahwa ini karena dirinya.

"Dia sudah menjaga kamu hampir dua puluh empat jam setiap harinya karena perbuatan kamu juga. Jadi setidaknya tunjukkan sedikit simpati kamu dan bawakan buah tangan untuknya."

"Aneh banget! Mana ada istilah nona ngejenguk bodyguard-nya cuma karena dia lagi sakit?! Papa nyebelin banget!!"

Dumalan itu mengiringi hentak kaki Ellana hingga dia berdiri di depan pintu yang sudah diarahkan. Menekan belnya lalu menunggu dalam hitungan detik saja hingga wujud tersebut muncul dari balik pintu yang akhirnya terbuka.

Balutan sweater rajut tipis yang masih kebesaran di tubuh menjulangnya itu berpadu dengan celana pendek rumahan. Seharusnya Ellana tidak perlu terkejut melihat pria itu berbalutkan kasual karena ini bukan kali pertama baginya menyaksikan. Hanya saja ini menjadi pertama kalinya Ellana bersaksi betapa mengesankannya si bodyguard ini kala mengenakan kacamata baca.

"Kamu nggak kelihatan lagi sakit," adalah hal pertama yang keluar dari mulut Ellana dengan nada judes andalannya.

"Sakit bukan berarti harus kelihatan lemah. Apalagi di depan kamu."

Ellana mulai tidak suka dengan sikap sang bodyguard yang begitu santai terhadap dirinya. Bagaimana dia menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, bersedekap seakan menilai kedatangannya kemari dengan tatapan intens yang masih sering membuat Ellana kelabakan sendiri, memantik kekesalan Ellana sehingga rasanya ingin segera pulang saja.

"Papa yang nyuruh aku ke sini. Katanya aku harus kasih kamu simpati soalnya sakit gara-gara aku. Padahal bukan aku yang kepengen dijagain sama kamu," ujarnya sengit seraya mengacungkan buah tangan yang terpaksa dibawanya. "Oleh-oleh buat orang sakit," tukasnya sarkastik.

"Kayak gini cara kamu jenguk orang yang lagi sakit?"

"Masih mending aku mau ke sini! Harusnya tuh aku lagi nonton sambil makan sumon di kamar, tau! Kamu ganggu ketenangan banget!"

Seakan malas menanggapi, pria itu hanya melebarkan pintu lalu melangkah ke dalam. Meninggalkan Ellana yang melotot tidak terima lantaran kembali diperlakukan semena-mena seperti ini.

"Kalandra Mahesa!!"

Selalu begitu. Ellana harus menggertak terlebih dulu supaya pria itu mau memposisikan diri dengan siapa dia bicara. Ellana masih tidak mengerti mengapa papanya percayakan dirinya di tangan cowok nyebelin ini!

Kalandra, pria dengan tubuh besar serta menjulang itu kembali pada Ellana dan kali ini membawakan sepasang sandal rumah yang kemudian diletakkan di dekat kaki Ellana.

"Silahkan masuk, Nona Ellana. Akan saya buatkan minuman untuk Nona."

Melepas sepatunya, Ellana tentu menerima sandal tersebut dan membiarkan pengawalnya itu membawakan buah tangannya. Dan satu frasa yang melintas di kepala Ellana begitu memasuki tempat tinggal sang bodyguard itu adalah, sungguh tidak mungkin.

Pengawal mana yang bisa tinggal di salah satu lantai gedung apartemen ternama dengan tipe satu kamar tidur tetapi cukup mewah ini? Sejak awal sang papa mempekerjakannya, Ellana sudah curiga kalau Kalandra ini bukan dari kalangan biasa alias orang kaya gabut yang butuh pekerjaan untuk mengisi waktu luang saja.

"Berantakan," komentar Ellana begitu memijak ruang tengah. Sebenarnya hanya mejanya yang berantakan karena diisi tumpukan modul juga jurnal berserakan menemani laptop yang tengah menyala. "Kamu lagi ngapain?"

"Menyicil tugas tesis saya."

Oh....

Ellana baru ingat kalau pria itu memang sedang menjalani kuliah magister. Semakin ingin berdecak kagum saja Ellana lantaran bodyguard-nya ini masih bersedia bekerja di sela menuntut pendidikan.

Jadi dia enggak gabut-gabut amat dong, ya?

Idih, ngapain mikirin urusan bodyguard nyebelin ini?!

"Nona ingin minum teh, sirup atau susu?"

"Air putih aja."

"Saya tidak menawarkan itu."

Mulai lagi.

"Ya aku mintanya air putih! Nurut aja bisa nggak, sih? Padahal aku lagi niat nggak mau ngerepotin!"

"Kata perintah tidak berlaku di rumah saya. Terlebih saya sedang masa libur."

"Ish!" Ellana dengan rasa kesalnya, menghampiri pria itu lalu menyambar gelas yang baru saja diambilkan dari kabinet dapur untuk kemudian menuangkan sirup segar yang juga direbutnya. "Puas kamu? Lagi sakit masih aja nyebelin!"

Tentu Kalandra tidak mengindahkan dumalan Ellana. Sebaliknya, dia menarik kursi di mana Ellana lekas duduk di sana lalu menerima sirup yang sudah dibuatkan. Tanpa Ellana tahu, pria itu mengamatinya yang cemberut sembari meneguk minuman segarnya.

"Aku makin heran sama Papa karena bisa-bisanya dia suka sama kamu."

"Beliau."

Ellana mengabaikan koreksi itu. Lebih tertarik pada gerak-gerik pria itu yang tengah membukakan buah tangannya seraya berbicara.

"Tuan Rajendra adalah profesor yang paling dihormati di kampus saya. Saya juga pernah turut serta dalam menyelesaikan salah satu penelitiannya. Dari situ, saya bisa berteman dekat dengan beliau."

"Makanya kamu bisa gampang minta kerjaan ke Papa. Gitu, kan?" tukas Ellana acuh tak acuh. Mengambil sebuah apel beserta pisau yang dia tagihkan langsung dari tangan Kalandra. "Aku disuruh kupasin buah juga, tau!" sengitnya kala dilihat pria itu menatapnya tidak percaya.

Maka Kalandra turuti saja ucapan sang nona. Melanjutkan ceritanya, "Tuan Rajendra melihat potensi saya dalam bekerja. Beliau juga sudah tahu latar belakang dan riwayat saya. Karenanya beliau memberi pekerjaan khusus ini kepada saya."

"Tapi waktu kamu jadi kebuang cuma buat jagain anak orang. Padahal kamu cukup selesain kuliah terus kerja sesuai jurusan. Aku yakin kamu nggak butuh-butuh amat kerja buat sekarang karena kamu aja bisa tinggal di sini."

"Kalau begitu, kapan Nona akan memulai tugas skripsinya?"

Sertamerta Ellana mendelik tidak menyangka akan pertanyaan telak itu. "A-apa hubungannya sama aku? Aku kan lagi ngomongin tugas kamu!"

"Seperti yang Nona tahu, saya akan dibebastugaskan kalau Nona sudah menyelesaikan kuliah. Jadi kalau Nona ingin saya berhenti membuang waktu, Nona perlu ikut andil dalam melancarkan tugas saya."

Ellana tidak senang jika mulai diingatkan soal ini. Pasalnya, dia bisa berada di situasi seperti ini karena perbuatannya yang terlalu mengulur waktu sehingga sang papa membuat keputusan yang menurutnya cukup gila.

"Aku udah pernah bilang kalau aku nggak akan selesai semudah itu cuma biar nurut sama Papa!"

"Kalau begitu Nona harus terima resikonya. Saya juga tidak akan selesai semudah itu."

"Jadi kamu rela ngaret lulus cuma buat turutin Papa? Udah berapa kali aku bilang kalau aku tuh nggak suka dikawal setiap hari! Papa terus aja ngelihat aku kayak anak manja padahal aku tuh bisa mandiri!"

"Bukan berarti Nona bisa bepergian sesuka hati tanpa memperhatikan keselamatan Nona sendiri."

"Aku udah bisa jaga diri!"

"Nona bahkan hampir menjadi korban tindak asusila oleh mantan kekasih Nona."

Ah, menyebalkan! Menyebalkan!! Kenapa dia harus mengingatkan insiden buruk itu?!

"Kamu sengaja banget ungkit-ungkit itu lagi!"

"Saya hanya memberi salah satu contoh. Nona juga masih selalu mengabaikan kuliah dengan bermain bersama teman-teman sekaligus menghamburkan terlalu banyak uang. Tuan Rajendra sudah memberi peringatan agar Nona tidak berbuat impulsif tetapi Nona tidak mendengar. Itu sudah menjadi banyak alasan mengapa beliau belum bisa melepaskan Nona sendiri."

Ellana semakin merasa terpojokkan di sini. Dia tidak suka mendengar fakta demi fakta yang—memang masih sering dilakukan—sehingga dia harus berakhir di posisi seperti ini. Apalagi....

"Papa nggak cuma nugasin kamu jadi bodyguard tapi dia juga mau jodohin kamu sama aku! Masa kamu diam aja kalau dia udah ngasih keputusan kayak gitu?!"

"Beliau."

"Terserah! Pokoknya, dari awal aku nggak pernah setuju sama semua keputusan Papa karena semuanya kedengaran aneh apalagi soal jodoh-jodohan itu! Papa udah nggak waras!"

"Tuan Rajendra adalah orangtua Nona. Setidaknya hormati beliau dengan tidak bicara yang tidak semestinya, Nona Ellana."

Lihat, bukan? Di saat seperti ini, pria itu masih sempat-sempatnya menegur Ellana demi membela Rajendra.

"Terus aku nggak boleh protes soal kelakuan Papa? Aku tuh nggak suka karena Papa makin ngatur-ngatur aku padahal aku udah dewasa!"

"Usia bukan penentu apakah kamu udah dewasa atau belum. Kalau kamu bahkan belum bisa membedakan tindakan yang menguntungkan atau merugikan diri, bukan salah papa kamu kalau beliau masih harus mengatur jalan kamu."

Nah, kan, mulai lagi semena-menanya.

"Kamu kenapa, sih? Segitunya ngebelain Papa? Kamu seneng dijodoh-jodohin gini?"

"Kamu sendiri nggak suka?"

"Masih perlu ditanya? Jelas aja aku nggak suka!"

"Karena aku cuma bodyguard kamu?"

Mendadak Ellana tergeragap. Pertanyaan telak yang cukup menjebak sebab akan dianggap seperti dirinya hendak merendahkan Kalandra. Apalagi pria itu mengajukannya dengan tatapan yang sulit untuk Ellana atasi lebih lama.

Ayolah, Ellana juga tahu kalau status Kalandra tidak sembarangan meski bekerja di bawah otoritas Rajendra. Dan papanya itu juga tidak mungkin asal mempekerjakan pria yang selalu berada di sekitar Ellana nyaris 24 jam penuh di tiap harinya. Sebagaimana sebelum-sebelumnya.

"Aduh!!"

Terlalu berkutat dengan pikirannya, Ellana terlonjak atas kecerobohannya yang masih memegang pisau sehingga begitu saja mengiris jarinya. Sontak saja dia mendelik panik melihat darah merembas begitu cepat.

"Ka-Kalan, berdarah—"

Belum sampai di tanda seru, Kalandra sudah lebih dulu bergerak menggiringnya menuju bak cuci piring, membiarkan tangannya diguyur air sementara dia mengambil kotak obat juga handuk kecil di salah satu laci.

"Darahnya nggak mau berhenti...."

"Iya. Diobatin dulu biar berhenti."

Pria itu begitu tenang di saat Ellana sudah merengek melihat handuk yang menyeka jemarinya meninggalkan jejak-jejak darah yang masih mengalir. Geraknya cukup cepat membubuhi luka irisan itu dengan kapas yang baru saja dibasahi antiseptik sehingga Ellana tidak siap menerima reaksi perih di kulitnya.

"Aduh! Sakit! Ih, perih banget!"

"Emang sakit. Tahan dulu."

"Aaakk! Sakit! Kalan, sakit banget," Ellana bahkan sudah tergugu, meminta agar pria itu berhenti menyiksanya dari pertolongan pertama ini. "Udah, tutup aja...," pelasnya di sela Kalandra meniup-niup lukanya perlahan.

Barulah Kalandra menutupnya dengan plester yang sedikit ditambahi obat merah. Saking terlalu fokus dengan rasa sakit, Ellana tidak sempat mengelak kala Kalandra kemudian mengusap matanya yang sudah mengalirkan tangis.

"Cengeng."

"Ish! Belum ngerasain kena pisau, ya? Sakit, tau!"

"Udah pernah. Tapi nggak nangis kayak kamu."

"Nyebelin! Aku marah sama kamu!!"

"Iya, maaf." Kalandra memberi senyumnya, lalu berkata, "Maaf karena aku nggak setara sama kamu. Tapi aku nggak mungkin menolak kalau memang papa kamu sendiri yang minta."

Sejenak Ellana mencerna arah pembicaraan Kalandra sebelum wajahnya kembali merengut kala mengerti.

"Tapi aku nggak siap apalagi buat mikirin hal kayak gitu! Aku aja masih kuliah dan aku mau ngerasain kerja sama cari uang sendiri!"

"Aku nggak masalah buat nunggu kamu sampai siap."

Ellana tidak mengerti dengan jalan pikiran Kalandra. Untuk apa dia repot-repot menunggu kesiapannya di saat dia sendiri berniat untuk tidak pernah mempersiapkan dirinya dalam perkara ini?

"Ngapain kamu segala nungguin aku?"

Dan jawaban lugas Kalandra, menjadi awal mula Ellana mempertanyakan kewarasan pria itu dalam melogikakan situasi mereka yang semakin aneh ini.

"Karena aku udah suka sama kamu."

    

. . .

 

Dan cerita bodyguard bersama nonanya, dimulai! :)

       

. . .

    

HALOOO! KETEMU LAGI SAMA AKUU setelah menghilang sekian lama dari lapak ini dan kembali dengan membawa cerita baruu~ hehehehe

Sebenarnya cerita ini enggak baru-baru amat, sih. Kalandra dan Ellana sudah berlangsung sejak lama di lapak sebelah walau dengan alur suka-suka ><

Jadii, aku berencana untuk membuat cerita mereka dengan alur yang lebih baik dan teratur di sini, sekaligus menceritakan awal mula mereka kenalan. Mungkin untuk pembukanya ini masih familier bagi yang udah ngikutin cerita mereka di sebelah. Permulaannya akan dimulai di episode pertama nantii :)

Semoga kamu bersedia mengikuti huru-hara Kalandra bersama nonanya di sini yaa! 🥹🫶

    

PS: Perlukah kuberi visual Kalandra di sini, atau mau dibayangin sendiri-sendiri? ((kalau di sebelah udah pakai visual karena memang cerita ini dari AU hehehe))

   

Sneak peek untuk episode 01 :)

See you again!

Elvabari❣️

Wattpad ver.

November 25, 2023

Continue Reading

You'll Also Like

600K 43.2K 40
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
617K 61.9K 47
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
2.6M 36.7K 29
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
429K 27.1K 55
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...