BIMA SAKTI 2 | IT'S NOT OVER...

By bundalidiii

1.8K 171 13

Lanjutan dari Bima Sakti series 1 Pembunuhan merajalela setelah pengeboman di pulau Carnavero. Kepolisian Met... More

Prolog
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
PENGUMUMAN

Bagian 5

161 19 2
By bundalidiii

NB : USAHAKAN VOTE DAHULU LALU KOMEN, SEMUANYA MURNI HASIL PEMKIRAN PENULIS. JIKA ADA KESAMAAN KATA, TEMAT, PERISTIWA ITU HANYA KEBETULAN. JIKA SUKA TOLONG BANTU SHARE KE AKUN SOSIAL MEDIAMU, JIKA SEKIRANYA TIDAK SUKA BISA DENGAN MEMBERI KRITIK DAN SARANNYA DI KOLOM KOMENTAR. VOTE DAN KOMEN TIDAK BAYAR YA. TERIMA KASIH.

■□■□■□■□■

Audrey dan Rama saat ini sedang berada di ruang kepala Kepolisian ditemani oleh Kanit Raksa. Kepala Polisi sedang marah-marah karena bocornya kode SJY oleh akun N. Audrey dan Rama pun tak bisa memberikan banyak komentar karena mereka tau jika kode itu belum di beberkan kepada siapapun, bahkan yang tau hanya detektif di tkp serta anggota forensik yang bertugas.

"Ada kemungkinan N adalah orang yang bekerja di kepolisian ya kan?" Tanya kepala polisi.

"N itu licik pak, dia bertindak seolah tau tentang semua kasus di negara ini." Jawab Kanit Raksa.

"Besar kemungkinan pembunuhan ini hanya meniru Bima Sakti saja pak, lagipula pembunuhan berkode SJY dulu dia lakukan atas dasar dendam dengan keluarga Sanjaya. Jika dilihat, korban kali ini kebanyakan tidak memiliki koneksi dengan Sanjaya." Tambah Audrey guna menenangkan kepala polisi.

Berbeda dengan Audrey dan Kanit Raksa, Rama memilih diam saja dan memperhatikan keduanya yang sedang berusaha menenangkan kepala polisi.

"Saya perintahkan agar kasus ingin segera selesai, saya tidak suka jika N ikut campur dalam kasus ini." Ucap kepala polisi dan di berikan anggukan oleh Kanit Raksa dan Audrey. Mereka bertiga pun akhirnya berpamitan untuk keluar dari ruangan kepala polisi tersebut.

Di sepanjang perjalanan, Kanit Raksa maupun Audrey tak mengeluarkan sepatah katapun. Rama yang dari tadi diam pun merasa aura tidak enak, ia segera berpamitan untuk pergi terlebih dahulu.

Saat sudah menuruni tangga dan berniat untuk ke kantor unitnya. Sesaat, Rama melihat Pandu sedang berjalan menaiki tangga ke arah ruang interogasi disampingi oleh para detektif unit anti narkoba. Karena terlanjur penasaran, ia pun berjalan ke sana dan berniat untuk bertanya.

"Yaksa." Panggil Rama.

"Iya? Eh, hormat!" Jawab Yaksa lalu memberikan hormat pada Rama.

"Dia tersangka? Kasus apa?" Tanya Rama.

"Kasus pengeroyokan anak sekolah tempo hari itu komandan, dia tersangka kedua setelah Danang." Jawab Yaksa.

"Kenapa unit kalian yang ngurus?" Tanya Rama lagi.

"Ah, begini... Sebelum menangkapnya kami mendapatkan laporan anonim jika Pandu mengonsumsi narkoba, saat kami selidiki dia terkait dengan pemasok narkoba yang sedang kami incar. Kami hanya ingin meminta alibinya dan segera mengirimnya ke unit kriminal." Jelas Yaksa.

"Kalo gitu saya boleh lihat proses interogasi nya?" Yaksa mengangguk lalu mempersilahkan Rama untuk berjalan dahulu ke ruang interogasi.

■□■□■□■□■

Hans saat ini sedang berdiri di depan meja kerja seorang laki-laki berumur sekitar 30tahun an. Laki-laki itu mengenakan jas hitam dan tersenyum pada Hans, sementara Hans hanya diam menatap laki-laki itu dengan datar.

"Saya dengar kamu di tangkap anggota BIN? Apa yang kamu lakukan Hans?" Tanya laki-laki tersebut.

"Saya tiba-tiba ditangkap, kedepannya saya akan lebih berhati-hati." Jawab Hans.

"Harus, gara-gara kejadian itu mereka tau kalo kamu keponakan presiden. Jaga sikapmu atau kamu akan benar-benar hancur." Ancam laki-laki tersebut.

"Bagaimana dengan anda? Jika anda terus mengancam saya maka yang akan di pastikan hancur itu anda bukan saya." Laki-laki tersebut menatap Hans dengan serius lalu terkekeh.

Ia berdiri dan berjalan menuju jendela di ruangannya. Laki-laki itu mengambil rokok dari saku jasnya dan menyalakan korek lalu menghirup rokok tersebut. Hans menarik nafas panjang lalu memakai masker yang sudah disediakan di meja kerja laki-laki tersebut.

"Saya bukannya mengancam kamu, saya hanya memberikan peringatan pada kamu Hans." Ucap laki-laki tersebut.

"Saya juga." Hans mengambil sebuah kertas di meja laki-laki itu lalu membacanya.

Laki-laki tadi hanya melirik beberapa saat ke Hans lalu kembali memandang pemandangan dari arah luar jendela sambil menghisap rokoknya.

"Jadi mereka memasok narkoba lewat kapal?" Tanya Hans.

"Bandar yang kamu cari sangat sulit, sejauh ini hanya informasi itu yang bisa saya dapat. Namun, saat di cek kembali semuanya nihil. Seakan mereka tau kalo kita sedang mengawasi mereka." Jelas laki-laki tadi.

"Sama seperti 3 tahun lalu, tapi jika terus dibiarkan maka mereka akan memakan banyak korban." Lirih Hans.

"Pasti ketemu." Hans melihat ke arah laki-laki itu lalu mengangguk. Ia pun berpamitan untuk keluar ruangan.

Sementara itu di ruang interogasi, Rama melihat Pandu yang sedang di interogasi oleh Yaksa di ruangan lain. Ia begitu serius mendengarkan pembicaraan Yaksa dan Pandu.

"Saat itu, saya ada pesanan di jalan penggilingan padi. Saya hanya di suruh untuk mengantarkan plastik hitam yang saya tidak tahu isinya apa karena pelanggan tidak mau saya membuka plastik itu, setibanya di jalan penggilingan padi, saya bertemu dengan wanita muda sekitar 20 tahunan umurnya. Saya di suruh masuk dan istirahat di rumahnya, awalnya saya menolak tapi saya terus dipaksa. Saya masuk, disitulah dia beri saya jus alpukat, saat saya minum awalnya tidak ada reaksi apapun. Tapi, setelah beberapa saat baru perut saya terasa panas dan saya mendengar suara-suara sangat keras." Pandu menghentikan penjelasannya sejenak, ia meremas kain bajunya lalu menarik nafas dalam-dalam.

"Saat mendengar suara itu, telinga saya sangat sakit dan pada akhirnya saya tidak bisa mengendalikan diri saat itu. Saya terjatuh dan menutup mata saya, telinga saya masih bisa mendengar karena saya tidak tidur. Wanita itu mendapatkan panggilan lalu membicarakan tentang harga dan pengiriman." Pandu kembali terdiam lagi, kali ini ia masih mencoba mengingat apa yang wanita itu katakan.

"Pengiriman Yfast? Baik-baik tapi apakah harga sesuai dengan yang anda bicarakan waktu itu? Anak-anak di sini sangat menyukai produk saya, saya akan jadi orang kaya jika seperti ini."

"Tawuran? Hahaha, mereka hanya akan saling membunuh jika perlu. Lagipula saya tidak menyuruh dia untuk membunuh seseorang, dia dibawah kendali alam bawah sadarnya sendiri."

Pandu menatap Yaksa, matanya kini sudah berkaca-kaca.

"Begitu saja yang saya dengan, selebihnya saya tidak ingat." Ucap Pandu.

Rama terus menatap Pandu dengan seksama, Orang-orang di sebelahnya sibuk berbicara tentang pernyataan Pandu tadi.

"Jadi bagaimana cara anda keluar dari rumah itu?" Tanya Yaksa.

"Saya terbangun saat malam hari, saat itu saya ada di ruangan gelap. Isinya kardus dan beberapa barang yang sudah berdebu. Saat terbangun, saya susah bernafas di ruangan itu. Tapi anehnya, pintu ruangan itu tidak terkunci. Saya langsung kabur membawa motor saya. Tapi, saat itu suasana rumah seperti tidak ada orang sama sekali." Jawab Pandu.

"Pukul berapa kira-kira?" Tanya Yaksa lagi.

"Saya tidak tau, saat saya sampai rumah itu sudah pukul 3 malam." Jawab Pandu.

"Wanita itu meninggal pada pukul 2 malam di depan rumahnya." Pandu terkejut dengan ucapan Yaksa tadi.

Tanpa ia sadari air matanya sudah mengetes begitu saja. Yaksa yang melihat itu langsung memberikan Pandu tisu dan menyuruhnya untuk mengelap air matanya terlebih dahulu. Seperti dugaan, Pandu bergetar dan menunduk sambil mengusap air matanya yang terus saja turun.

"Anak itu sudah hampir menangis saat menceritakan pengalamannya, pasti dia terkejut karena wanita itu meninggal tak lama setelah dia pergi kan?" Tanya salah satu detektif di samping Rama.

Tiba-tiba saja Rama mendapatkan panggilan telepon lewat ponsel genggamnya, ia langsung keluar ruangan dan menerima panggilan tersebut.

"Komandan, pembunuh wanita apartemen itu sama dengan pembunuh Kalisari." Rama terdiam sejenak.

"Dia terekam di cctv depan pos satpam, menggunakan jas hujan seperti yang kita lihat waktu itu." Rama mengangguk lalu mematikan sambungan teleponnya.

Ia segera berlari menuju ruang unitnya, di sana Audrey dan Mahesa terlihat sedang fokus pada layar komputer. Rama menghampiri mereka dan melihat rekaman cctv di layar tersebut. Ia menarik nafas panjang saat melihat seseorang berpawakan tegak yang mengenakan jas hujan berjalan dengan santai melewati pintu masuk apartemen.

"Jadi dia, Kira-kira berapa tingginya?" Tanya Rama.

"Sekitar 177cm - 180cm, sudah pasti dia laki-laki karena postur tubuhnya. Dia juga sempat melihat ke arah kamera cctv tapi sayangnya tidak bisa terdeteksi, wajahnya hitam semua." Jelas Mahesa.

"Sudah dipastikan, dia adalah pelaku pembunuh berantai yang selama ini kita cari komandan." Tambah Audrey.

"Udah cek cctv sekitar sana?" Tanya Rama.

"Sudah seluruhnya, tapi hanya cctv di depan pos satpam saja yang menangkap orang ini." Jawab Mahesa.

"Dashboard mobil atau kamera kurir makanan sudah diperiksa?" Tanya Rama lagi.

"Saat itu hujan lebat, jadi keadaan sekitar masih sepi dan tidak ada kurir yang berlalu lintas dekat sana." Jawab Audrey.

Rama memijat dahinya lalu duduk di kursinya dan berpikir sebentar.

"Loh?" Pikirannya teralihkan oleh Mahesa yang nampak kebingungan melihat layar komputernya.

"Kenapa?" Tanya Audrey.

"Ada yang aneh sama rekaman cctv ini." Audrey dan Rama melihat ke arah komputer Mahesa.

■□■□■□■□■

Hans saat ini sedang duduk berhadapan dengan Reza. Jika dilihat dari situasinya, Reza terlihat masih syok melihat Hans. Berbeda dengan Reza, Hans malah asik menikmati makanan yang ia pesan.

"Asik jadi dokter?" Tanya Hans.

"Gue jadi dokter bukan buat seneng-seneng." Jawab Reza.

"Tentunya, tugas lo nyelametin nyawa." Timpal Hans setuju.

"Lo mirip banget sama dia." Hans langsung menaruh sendoknya ke mangkuk dan melihat Reza sambil tersenyum.

"Mau langsung ke inti apa makan dulu?" Tanya Hans.

"Langsung aja, gue gak punya banyak waktu." Jawab Reza.

Hans mengangguk, ia mengeluarkan sebuah amplop coklat dan di serahkan ke Reza. Ia melihat wajah Reza, ekspresinya berubah menjadi serius detik itu juga. Reza segera mengambil amplop tersebut lalu membukanya, ia mengeluarkan isinya yang terdapat banyak foto.

"Ini apa?" Tanya Reza.

"Itu foto lo sendiri." Jawab Hans.

"Maksud lo nunjukkin ini ke gue apa?" Tanya Reza lagi.

"Banyak tanya ya lo, itu lo ngapain di sana? Lo tau gak lokasi itu ada kejadian apa?" Reza terdiam lalu kembali melihat foto tersebut.

"Gue habis dari SMA Pancasila dan pulang lewat belakang sekolah, saat lewat gak ada yang aneh kok." Jawab Reza dengan yakin.

"Oh iya, gue baru ingat sesuatu. Saat gue lewat ke lahan kosong belakang sekolah itu, gue liat ada orang pake jas hujan warna hitam lagi berdiri membelakangi gue. Gue gak liat seksama soalnya lahan itu ketutup sama pagar besi dan tumbuhan-tumbuhan menjalar. Orang itu tinggi, mungkin sepantaran sama lo." Tambah Reza.

"Lo gak curiga sama sekali kenapa dia pake jas hujan padahal panas?" Tanya Hans yang masih meragukan penjelasan Reza.

"Enggak, di daerah lain bisa aja hujan dan kebetulan dia habis dari daerah itu. Hujan gak langsung mengguyur satu negara sekaligus kan?" Tanya balik Reza.

Hans terdiam, ia menatap Reza lalu kembali memakan makanannya. Suasana keduanya menjadi sunyi, Reza menarik nafas panjang lalu mengambil ponselnya untuk mengecek apakah ada pesan atau tidak.

"Tapi kenapa di foto itu wajah lo kelihatan ketakutan banget?" Tanya Hans. Reza terdiam sebentar lalu menatap Hans dan memasukkan ponselnya kembali.

"Gue dapet kabar kurang enak dari temen gue, kabar itu yang buat gue ketakutan." Jawab Reza.

"Kabar apa?" Tanya Hans lagi.

"Itu privasi gue, kenapa lo seakan interogasi gue? Maaf, gue harus pergi sekarang." Reza langsung berdiri dan menggendong ranselnya lalu pergi.

Hans tersenyum dan langsung mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol Finnish di aplikasi perekaman suara. Dari tadi, pembicaraan dia dengan Reza di rekam oleh Hans. Tiba-tiba saja ia mendapatkan pesan, Hans terkejut saat melihat isi pesan tersebut.

Sementara itu, di unit kriminal. Audrey dan yang lainnya masih mencoba mencerna rekaman CCTV yang di tunjukkan oleh Mahesa.

"Jadi maksdunya, dia selalu ada di tempat kejadian?" Tanya Rama.

"Bener, saya pikir itu hanya kebetulan saja. Tapi anehnya, dia datang ke tkp jam 5 sore sebelum aksi pembunuhan." Jelas Mahesa.

"Apa dia ada di gedung yang pembunuhan Kalisari waktu itu?" Tanya Rama lagi.

"Tepat, dia berada di depan gedung saat jam 5 sore komandan." Jawab Mahesa.

"Itu tandanya, Jaka berhubungan atau bahkan dia adalah pembunuh tersebut." Ucap Rama yang diberi anggukan oleh Mahesa dan Audrey.

Ketiganya sama-sama memperhatikan foto yang ada di komputer Mahesa dengan seksama.

BERSAMBUNG


HALOWW
Maaf ya lama update, ada yang kangen gak nih?

Setelah baca part ini menurut kamu siapa pembunuhnya nih?

Continue Reading

You'll Also Like

KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.6M 551K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
204K 5.8K 50
[Budayakan VOTE Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertin...
MONSTERS? By rachel

Mystery / Thriller

5.6K 621 38
" Aku membutuhkan darahmu sayang, untuk hidup ku " - monsters. *** Di malam hari, banyak manusia yang menghilang karena muncul suara seruling yang t...
6.3M 484K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...