Being the youngest - End - TE...

By pipinkeren

355K 38.6K 1.5K

[ Beberapa part di hapus ] "Kenapa harus menjadi sulung." "kenapa sulung Harus terus mengalah." Pictures by... More

Part 2.
Part 3
Part 4.
Part 5.
Part 6.
Part 7.
Part 8.
Part 9.
Part 10.
Part 11.
Part 12.
Part 13.
Part 14.
Part 15.
Part 16.
Part 17.
Part 18.
Part 19.
Part 20.
Part 21.
Part 22.
Part 23.
Part 24.
Part 25.
PENGUMUMAN.
lagi..

Part 1.

32.7K 2.1K 175
By pipinkeren










                                              Enjoying~





















Banyak orang bilang, menjadi sulung harus bermental baja. Tulang punggung kedua setelah ayahnya, serta ibu kedua bagi adik-adiknya. Sulung harus selalu mengemudikan perasaannya dan mendahulukan perasaan adiknya.

Orang pertama yang memiliki tanggung jawab lebih terhadap saudara ketika kedua orang tua tiada. Dipaksa menjadi sempurna agar mencapai target orang tua. Terkadang harus menjadi dewasa sebelum waktunya. Memendam keinginannya demi keinginan saudara. Serta merelakan cita-cita agar cita-cita sang adik tercapai.

Seperti halnya Nathan.. Sulung keluarga Abimanyu.

Nathan tak pernah ingin menjadi sulung yang selalu mengalah pada keinginan adiknya, terutama si bungsu. Nathan juga lelah jika terus ditekan sempurna agar bisa membuat puas kedua orang tuanya. Jika dia bisa meminta, Nathan ingin menjadi bungsu yang selalu di manja.

"Nathan dengar.. Rafael akan bermain basket hari ini. Kamu harus selalu memperhatikannya. Ibu tidak mau ada lecet sekalipun pada bungsu ibu ini," ujar Erina.. Selaku nyonya Abimanyu sekaligus ibu Nathan. Wanita itu mengelus rambut Rafael, putra bungsu dan yang merupakan adik bungsu Nathan.

Nathan jengkel. "Ibu, lecet sedikit tidak masalah. Rafael kan bermain basket." selalu seperti ini. Jika tak ingin sang adik lecet, mengapa membiarkannya bermain basket.

"Itu jadi tanggung jawab kamu. Basket merupakan olahraga favorit Rafael," sahut Erina.

"Kenapa jadi tanggung jawab aku bu? Jika tak ingin dia luka, lebih baik Rafael jangan biarkan bermain basket." Nathan menimpali ucapan sang ibu. " Aku juga ga bisa mengawasi Rafael. Ibu tau kan, hari ini aku harus menyiapkan soal untuk les privat nanti?"

"Loh ga bisa gitu dong bang. Kenapa abang malah ngelarang Rafa main basket? Lebih baik abang saja yang ga usah pergi kesana dari pada Rafa yang ga main! !" rajuk Rafael. Dia bersedekap dada memalingkan muka merasa kesal.

"Turuti saja permintaan ibu. Lagi pula kamu berangkat malam, sedangkan adik kamu bermain jam 10  pagi jadi kamu masih ada waktu untuk mengawasi Rafael, " terang Erina mengingat jadwal les privat si sulung. "Ibu mohon Nathan. Demi adik kamu, demi ibu. Masalah tentang les itu bisa nanti kan?" Erina sedikit memohon. Karena demi apapun dia sangat khawatir pada si bungsu.

Nathan menghela nafas. "Ada salsa disana bu." ayolah, hari ini dia sangat sibuk. Jika memaksakan tubuh, Nathan bisa saja sakit.

Erina mengerang tak terima. "Pokoknya harus kamu yang jaga! Kamu jadi guru disana kan buat mengawasi adik-adik kamu? Kalo kamu ga bisa jaga Rafael. Lebih baik tidak usah menjadi apa-apa!" cecar Erina kemudian pergi membawa Nathan keluar.

Nathan meraup muka kesal. Dia meninju udara dengan keras seakan dia meninju seseorang. "Arghh!!" Kenapa dia harus menjadi sulung?

Nathan telah merelakan cita-citanya dan menjadi guru hanya untuk sang adik atas permintaan ibunya. Dia juga harus merelakan masa depan cerah nya demi cita-cita adiknya yang masih tidak jelas. Mau sampai kapan dia terus mengalah hanya karena dia kakak.

Dia benci kedua adiknya. Kenapa dia harus lahir lebih dulu. Jika saja dia lahir menjadi bungsu,  dia tak akan setersiksa ini karena terus mengalah.

Karena dia kakak dia harus mengalah.

Karena dia tertua, dia harus mengalah.

Karena dia lahir lebih dulu, dia harus mengalah.

Kenapa dia harus mengalah?

Apakah itu kewajiban bagi yang tertua?

Puk.

Seseorang menepuk bahunya. Nathan menoleh lalu menatap keberadaan sang ayah, Guntur. "Turuti saja Nathan. Lagi pula hanya menjaga Rafael. Masalah luka atau lecet, itu terserah adikmu. Dia juga sudah cukup besar untuk bisa melindungi dirinya sendiri."

Bahu Nathan merosot. "Ayah, aku lelah yah. Tadi malam aku begadang untuk membuat soal ujian. Nanti siang juga ada kelas tambahan. Malam harinya aku juga harus pergi ke Mansion besar keluarga Gratavic. Aku sibuk seharian ini." pemuda itu menjelaskan apa yang dia lakukan hari ini pada sang ayah. Berharap ayahnya mengerti mengapa dia menyanggah ucapan sang ibu jika harus menjaga sang adik.

Guntur mengangguk anggukan kepala mengerti. "Tidak akan terasa lelah jika kamu menikmatinya. Kamu lelaki, kamu harus kuat. Ayah dulu lebih parah darimu." nyatanya, sang ayah pun sama. Bukannya menyemangati, ayahnya malah mengadu nasib dengannya.

Wajah Nathan pun mendatar. Seharusnya dia tau jika dia mengadu pada sang ayah, ayahnya akan menyamakannya dengan kehidupan masa lalu sang ayah.

"Lupakan. Ayah pun sama."  Kakinya melangkah meninggalkan wajah bingung Guntur. Untuk sesaat, dirinya kecewa. Kecewa pada harapan yang langsung pupus seketika. Pada dasarnya, berharap pada manusia itu adalah kesalahan yang fatal.



*




Nathan tergesa-gesa masuk kedalam dengan tampilan kacau. Ia memasuki mansion Gratavic untuk mengerjakan tugasnya sebagai guru les privat bagi tuan bungsu keluarga ini. "Tuan, maaf saya agak terlambat, " sesalnya. Wajahnya terlihat lelah.

Nathan benar-benar menjaga dan mengawasi Rafael hingga anak itu selesai. Sialnya ada kejadian yang tak diinginkan terjadi. Salah satu murid yang menjadi latih tanding Rafael tak terima akan kekalahannya dan melempar bola basket ke arah Rafael hingga anak itu pingsan.

Itulah masalah Nathan. Dia harus menjadi samsak kemarahan sang ibu. Ibunya berkata jika dia tidak becus menjaga saudaranya hingga berakhir Rafael terluka. Hey, dia juga tak menginginkan itu. Karena akan terasa rumit dan semakin runyam seperti yang terjadi hari ini.

"Wajah kakak terlihat lelah. Ada apa kak? Katakan padaku, " ujar si bungsu Gratavic, Cello. Anak itu menatap khawatir Nathan yang sudah dia anggap sebagai kakak sendiri. Dia menolak panggilan hormat seperti guru atau lainnnya. Karena bagi Cello, Nathan adalah kakaknya.

Nathan menyunggingkan senyum. "Tidak papa tuan muda. Saya hanya sedikit lelah." Dengan wajah yang kentara lelahnya. Senyuman itu malah membuat yang disana iba.

"Kau bisa pulang dan istirahat Nathan. Cello bisa libur les hari ini. Penampilanmu terlihat kacau," kata sang tuan Gratavic, ayah Cello bernama Alex.

Cello mengangguk. "Ayah benar kakak. Kau terlihat lelah. Kakak bisa meliburkan diri hari ini dan pulang. Atau kakak bisa menginap disini untuk malam ini. Kami tak akan keberatan," tambahnya dan menatap sang ayah yang menganggukkan kepala.

"Cello benar." Alex juga tak merasa keberatan. Dua tahun menjadi guru bungsunya, Dia percaya sepenuhnya pada Nathan. Apalagi bungsunya juga terlihat lengket. Nathan juga bisa di percaya tidak seperti yang sudah-sudah.

Nathan menggeleng tegas. "Tidak tuan. Ini sudah tugas saya. Saya tak ingin lari dari tanggung jawab. Seperti kata ibu, " jawabnya. Kalimat terakhir ia ucapkan dalam hati.

Alex dan Cello menghela nafas. "Sifat keras kepalamu masih ada Nathan. Ya sudahlah... Kau mulai saja. Tapi setelah ini, kau harus menginap disini. Tidak ada penolakan!" Final Alex di akhiri perintah tak ingin di bantah melihat Nathan yang sepertinya keberatan.

Nathan hanya tersenyum samar dan mengangguk. Saat akan melangkah, tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Dia memegang kepalanya dan memijatnya. Tubuhnya limbung dan akan jatuh jika tidak di tahan oleh tubuh Alex yang lebih besar darinya.

Sadar atau tidak, Nathan memegang lengan Alex dan menyandarkan kepalanya pada bahu tuan besar Gratavic itu karena tak kuasa menahan denyutan di kepala.

Sesuatu mengalir dari hidungnya. Dia menyentuhnya lalu menatap tangan yang sekarang berwarna merah. Pandangannya memburam. Setelah itu, Nathan tak sadarkan diri.

"Kakak!!" Cello yang khawatir segera mendekati Alex dan Nathan. "Ayah, kakak kenapa?" Serunya. Dia tak bisa melihat orang yang menjadi gurunya kini terkulai lemas di pelukan sang ayah.

"Roy!!" Panggil Alex pada salah satu bawahannya lalu menatap bungsunya. "Nathan tidak apa-apa Cello. Jangan khawatir, ayah akan membawanya kerumah sakit agar dia mendapatkan penanganan cepat. Kamu tunggu disini sementara ayah membawanya. "

Cello mengangguk patuh. "Ya ayah. Ayah, pastikan kakak baik-baik saja." Alex mengangguk mantap.
























Tbc.

Continue Reading

You'll Also Like

589K 45.5K 36
Just Brothership Not Bl Kanaraga pemuda cantik dengan senyum manis yang memiliki mata biru jernih, itu harus mati karena fitnah anak pungut yang diad...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 55.4K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
657K 47.9K 43
Fransen De Corlius... Pemuda berdarah Dingin dengan raut wajah yang selalu datar dan dewasa. Seorang ketua mafia dari Hurgronje mafia milik Daddy nya...
535K 40.4K 51
jiwa seorang pemuda yang gila karena mental nya yang kian hancur dan melebur. melakukan apapun tetap membuat dirinya di pandang remeh dan selalu mend...