NAGISA DAN TAKDIRNYA

By Kalpaijo

11.7K 1.1K 1.1K

"Gimana ya rasanya pakai baju putih abu-abu?" "Gimana ya rasanya bisa punya banyak teman?" "Gimana ya rasanya... More

PROLOG
1. KETAHUAN
2. KEPERGOK LAGI?
3. HUJAN DAN DIA LAGI?
5. PEMBULLYAN GISA
6. DIA BAIK AKU SENANG BERTEMAN DENGANNYA
7. PENOLONG GISA ADALAH ELTAIR?
8. PENYELAMAT GISA & HUJAN BERSAMA DIA
9. DARAH APA INI?
10. UPACARA, GISA DAN KAKEK BADRAN
11. GISA KEPERGOK OLEH KETIGA SISWI BINA DIRGANTARA
12. GALEN DAN GISA JUALAN CENDOl DI TAMAN SORE ITU
13. MIMPI DAN JUGA HARAPAN GISA
14. DANAU, PELANGI & BERSAMA DIA
15. GUE JANJI AKAN MELINDUNGI GIA TERUS
16. MELUKIS DIA DI TAMAN FLORA
17. DIKERUMUNI BANYAK ORANG
18. MAAF GIA, AKU GAGAL LINDUNGI GIA
19. RUMAH SAKIT

4. RUMAH POHON & BUKU DIARY

721 72 30
By Kalpaijo





Hari sudah larut malam, di atas langit ada rembulan yang menerangi bumi ini dipenuhi oleh banyak bintang-bintang yang berkilau cantik. Udara angin malam ini menghampiri seorang cowok berkaus hitam yang tengah duduk di balkon kamarnya seorang diri.

Galen sedang menyeruput kopi mocachino sembari membuka sosial medianya. Saat dia membuka instragramnya ada begitu banyak dm dari para cewek-cewek yang menyukainya hingga ada yang menyepam karena Galen tidak mau membalas pesan-pesan dari mereka.

Cowok lain mungkin akan membalas pesan dari para cewek-cewek itu, tapi tidak dengan seorang Galen Eltair Saskara. Dia tidak mau membalas pesan-pesan dari mereka kalau tidak penting dan dia juga tidak mau memberi harapan palsu, karena Galen bukan cowok yang seperti itu. Walaupun Galen cowok badboy tapi dia bukan playboy.

Seorang Galen hanya akan mencintai satu perempuan di dunia ini setelah ibunya. Dan dia belum menemukan sosok perempuan yang benar-benar ia cintai.

Galen menghela napas kasar, dia lalu berdiri dari posisi duduknya. Kaki jenjangnya berjalan masuk ke kamar dan tak lupa menutup pintu terlebih dahulu.

Sekarang cowok itu sudah duduk di atas kasur dengan kakinya diselonjorkan ke depan serta punggungnya bersandar pada headboard.

Meletakkan ponselnya di atas nakas kini sorot matanya tak sengaja tertuju pada sebuah buku diary yang terletak di dekat lampu tidurnya.

Lalu tangan kekar miliknya mengambil buku diary berwarna kuning dengan
bermotiv bintang di tengahnya. Buku diary itu Galen temukan di belakang sekolahnya tadi siang.

Dia membuka lembaran demi lembaran kertas tipis itu, hingga Galen berhenti dilembaran kesepuluh dan membaca tulisan itu dengan perasaan yang tidak menyangka sekaligus terkejut.

Galen tetap fokus membaca tulisan di buku diary itu.

Dear diary

Aku pengen banget bisa sekolah lagi, aku pengen banget bisa pake baju putih abu-abu dan merasakan masa-masa SMA.

Tapi, aku nggak bisa sekolah lagi karena kakek nggak punya biaya buat bayar sekolah aku.

Makanya kalau kakek jualan cendol di sekolah SMA Bina Dirgantara, aku suka ngintip di jendela belakang sekolah itu supaya bisa belajar.

Aku suka merhatiin guru di dalam kelas itu kalau lagi ngejelasin materi dan aku juga suka nulis buat bisa catet materi yang guru itu tulis di board.

Aku seneng banget bisa belajar walaupun aku harus ngintip di jendela.

Tuhan, aku mohon kepadamu semoga aku nggak ketahuan sama murid di sekolah itu dan juga guru-guru di sana kalau aku suka ngintip di jendela belakang sekolah.

Aku takut banget kalau sampai ketahuan sama mereka, karena kalau sampai itu terjadi maka aku akan diusir dari sekolah itu dan aku nggak bisa belajar lagi.

Gakpapa Tuhan aku rela nahan pegel supaya bisa belajar dengan cara ngintip di jendela belakang sekolah.

~Nagisa Gloria~

Entah mengapa hati Galen jadi merasa kasian pada gadis itu, gadis yang sering kepergok oleh Galen di belakang sekolah dan sekarang Galen sudah mengetahui semuanya.

A-aku cuma mau belajar kak, apa aku salah ya?

Kata-kata itu terngiang-ngiang kembali dimemori otak Galen saat gadis itu mengatakannya tempo hari lalu.

"Sekarang gue paham kenapa cewek itu suka ngintip di jendela kelas gue," ucap Galen pada dirinya sendiri. "Dan bodohnya gue pernah nuduh dia orang jahat, padahal cewek itu cuma mau belajar dengan cara ngintip di jendela kelas gue."

Galen menutup kembali buku diary tersebut. Sorot matanya menatap ke luar jendela kamarnya yang belum tertutup oleh gorden.

"Gue jadi kasian sama dia."


🌧️°•🤍•°🌨️

Galen membawa motornya dengan kecepatan sedang di jalan raya yang penuh oleh kendaraan itu, dia baru saja pulang sekolah.

Cowok itu menghentikan motornya saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Menoleh ke sebelah kanan sorot mata Galen tak sengaja melihat ada seorang gadis yang sedang memboseh sepedanya itu di trotoar.

Menyipitkan matanya Galen sepertinya tidak asing lagi pada sosok cewek yang tengah memboseh sepedanya itu. Ketika gadis berkaus pink tersebut menoleh ke samping Galen pun bisa melihat dengan jelas wajahnya membuat Galen sekarang mengenali gadis itu.

Iya, gadis itu.

Nagisa Gloria, orangnya.

Walaupun Galen melihat gadis tersebut, tetapi gadis itu tidak melihat ke arah Galen.

Gisa semakin jauh memboseh sepedanya membuat sorot mata Galen terus menatap gadis tersebut.

Para kendaraan di jalan raya itu melajukan lagi kendaraan mereka masing-masing ketika lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau, begitupun dengan Galen, dia menggas motornya kembali dan sekarang Galen mengikuti sepeda Gisa dari belakang.

Di pertigaan Gisa membelokkan sepedanya ke sebelah kiri lalu masuk ke sebuah hutan dan diikuti oleh motor Galen dari belakang.

Sampai akhirnya Gisa memberhentikan sepedanya tepat di dekat rumah pohon. Ia mensetandarkan sepedanya itu di dekat ayunan.

Galen pun memberhentikan motornya sedikit lebih jauh dengan gadis itu, kemudian Galen turun dari atas motor ninjanya dan berjalan menghampiri Gisa yang akan menaiki anak tangga menuju ke atas rumah pohon.

Namun, saat Gisa akan menaiki anak tangga ia menoleh ke belakang karena mendengar suara langkah kaki yang berjalan ke arahnya.

Saat itu juga Gisa terkejut melihat sosok cowok itu yang tiba-tiba ada di hadapannya. "K-kak Galen kok ada di sini?" tanya Gisa pada cowok tersebut.

Gisa masih ingat dengan jelas nama cowok di depannya ini karena beberapa hari lalu waktu di halte mereka berdua sempat berkenalan.

"Ngikutin lo," jawab Galen santai sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Galen masih memakai  seragam sekolahnya yang terbalut dengan hoodie berwarna hitam.

"H-hah ngikutin aku? Dari sejak kapan? Dan kenapa Kak Galen ngikutin aku sampai sini?"

"Tadi di jalan nggak sengaja ngeliat lo lagi naik sepeda yaudah gue ikutin aja," jawab Galen jujur membuat Gisa mengangguk-nganggukan kepalanya.

"Ooh gitu."

"Hm."

"Tapi kenapa Kak Galen ngikutin aku?"

"Emang nggak boleh?" tangkas Galen seraya melihat-lihat suasana di bawah rumah pohon ini yang terasa begitu sejuk. Cowok itu melihat sekelilingnya dengan takjub.

"Emm.. boleh aja sih, Kak," sahut Gisa sembari menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

Di rumah pohon ini dikelilingi oleh banyak pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dan di depannya terdapat sebuah danau yang di pinggirnya ada satu perahu berwarna cokelat.

Lalu cowok itu melihat ke pinggir ada sebuah ayunan, dia pun berjalan ke sana dan duduk di ayunan tersebut sambil menghirup udara segar di sore ini.

Gisa pun ikut duduk di ayunan yang bersebelahan dengan Galen karena di sana ada dua ayunan.

"Lo sering ke sini?" tanya Galen pada Gisa.

"Iya, Kak."

"Sendirian?"

"Iya, terus sama siapa lagi kan Gisa gak punya teman, Kak." Gisa menjawab tanpa melihat ke arah Galen, ia hanya menatap ke depan lebih tepatnya ke arah danau.

Galen menoleh ke arah Gisa dan berkata, "Ooh gitu."

"Iya, Kak."

"Sekarang lo nggak sendirian lagi kok."

Ucapan cowok itu membuat Gisa langsung menoleh ke samping. "Ma-maksudnya, Kak?"

"Sekarang gue jadi teman lo."

Gisa semakin terkejut lagi ketika cowok itu mengatakan kalimat tersebut.
"Kak Galen becanda, 'kan?"

"Kapan gue becanda? Gue nggak pernah main-main sama omongan gue," kata Galen membuat Gisa sekarang jadi yakin kalau cowok itu memang serius.

Galen melanjutkan lagi kalimatnya, "Gue boleh jadi teman lo?"

Tanpa banyak berpikir panjang Gisa langsung mengangguk. "Boleh kok, Kak. Aku seneng banget malah bisa punya teman," balas Gisa dengan senyuman bahagia.

"Oke, sekarang kita jadi teman," final Galen.

"Ja-jadi sekarang ki-kita temenan, Kak?" tanya Gisa gugup sambil mengayunkan ayunannya dengan sangat pelan.

Cowok itu mengangguk dengan sudut bibir tersenyum tipis membuat Gisa juga ikut tersenyum.

"Makasih, Kak."

Galen menaikan satu alisnya. "Makasih buat apa?"

"Karena Kak Galen mau jadi teman Gisa, Gisa nggak punya teman satu pun dan sekarang Gisa seneng banget karena bisa punya teman, ini kaya mimpi aku bisa punya teman dan temannya cowok lagi," lontar Gisa membuat cowok itu tersenyum tipis.

"Lo nggak mimpi kok ini nyata banget."

Lalu cowok itu mendongak ke arah rumah pohon. "Naik ke atas yuk?" ajak Galen pada Gisa.

"Ayo, Kak," sahut Gisa.

Galen dan Gisa pun berdiri dari ayunannya, kaki jenjang mereka berjalan mendekati tangga yang terbuat dari bambu itu. Gisa naik terlebih dahulu ke atas kemudian disusul oleh Galen.

Ketika Galen sudah sampai di atas rumah pohon dia masuk ke dalam. Galen sangat takjub dengan pemandangan indah ini, di sana ada begitu banyak gambar-gambar yang tertempel di papan kayu tersebut.

Galen melihat satu persatu gambar itu. "Ini yang gambar semuanya elo?" tanya Galen pada Gisa yang ada di sampingnya.

"Iya, Kak."

"Keren banget gambar-gambarnya, ternyata lo jago ngegambar juga ya," puji cowok berhoodie tersebut.

Gisa terkekeh pelan. "Biasa aja, Kak, Gisa nggak jago kok."

"Tapi gambar ini bagus-bagus banget loh, Gi," puji Galen sekali lagi sembari menunjuk salah satu gambar pemandangan alam yang memperlihatkan air laut dan juga pelangi.

Seulas senyum tipis terlihat jelas dibibir Gisa. "Makasih deh, Kak."

"Hm."  

Kemudian Gisa berjalan ke depan teras rumah pohon lalu mendudukkan dirinya di sana dengan kakinya diselonjorkan ke bawah. Pandangannya saat ini menatap ke arah danau yang ada di depannya.

Gisa menoleh ke samping saat laki-laki itu duduk di sebelahnya dengan kakinya diselonjorkan ke bawah seperti Gisa.

Tiba-tiba Galen teringat sesuatu. "Gi, bentar ya gue ke bawah dulu ada yang ketinggalan di motor," ujar Galen.

"Oh iya Kak silahkan ambil dulu aja," sahut gadis itu. Galen pun berdiri dari duduknya lalu menuruni anak tangga.

Sambil menunggu Galen kembali lagi Gisa menatap danau yang ada di depannya. Pemandangannya sangat indah dan sejuk, air danaunya berwarna kehijauan dan ada ikan yang meloncat-loncat diatas air tersebut serta dikelilingi oleh pohon-pohon besar.

Beberapa menit kemudian cowok itu kembali lagi dengan membawa kantung kresek. Kemudian Galen memberikannya pada Gisa.

"Ini tas punya lo, 'kan?"

Gisa dibuat bingung. "Tas apa maksudnya, Kak?"

"Yaudah ambil dulu nih, liat aja sama lo." Gisa pun mengambil kantung kresek itu dari tangan Galen, sedangkan Galen duduk kembali di samping Gisa.

Perlahan Gisa membuka kantung kresek itu dan ia terkejut melihatnya karena di dalamnya terdapat tas miliknya yang hilang beberapa hari lalu. Dan kenapa tas ini bisa ada pada cowok itu?

"Ini kan tas aku yang aku cari-cari dari beberapa hari lalu, kok bisa tas aku ada di Kakak?" Gisa menatap Galen dengan tatapan bertanya-tanya.

"Masih inget kan waktu lo jatuh di dekat halte terus gue tolongin lo? Nah, pas lo pulang duluan tas lo malah ketinggalan di sana, karena gue kasian sama lo jadi gue bawa aja tuh, tas lo juga udah gue keringin karena waktu itu basah banget," jelas Galen panjang lebar. Gisa pun mengangguk-ngangguk saja.

"Oh iya.. waktu itu ya, Kak. Maaf Kak aku lupa banget." Gisa pun membuka resleting tasnya.

"Iya sama-sama," celetuk Galen membuat Gisa menoleh pada cowok itu.

"Eh iya lupa lagi ya Allah." Gisa menepuk jidatnya, kemudian melanjutkan kalimatnya lagi, "Makasih banyak ya Kak Galen udah mau nyimpen tas aku dan keringin tas aku."

Sedangkan Galen mengangguk sebagai jawaban.

Saat Gisa membuka tasnnya ia tidak menemukan barang yang dicari miliknya itu, sedangkan Galen memperhatikan gadis di sampingnya yang sepertinya sedang panik.

"Nyari apa?"

"Itu Kak buku aku nggak ada." Gisa benar-benar panik. Karena buku diarynya itu selalu disimpan di dalam tasnnya dan tiba-tiba saja tidak ada, Gisa sudah mencarinya dari beberapa hari lalu.

Kemudian Galen merogoh saku hoodie-nya untuk mengambil sesuatu. "Nyari barang ini, 'kan?" Galen menyodorkan buku diary berwarna kuning itu pada Gisa. 

Gisa menoleh ke arah Galen lalu dengan cepat Gisa mengambil buku diary itu. "Iya, ini buku diary aku." Gisa mulai panik, ia takut kalau cowok itu membaca buku diarynya.

'Ya Allah gimana ini, aku takut banget kalau Kak Galen udah baca buku diary aku," batin Gisa.

Bagaimana kalau cowok itu sudah membaca semua curhatan Gisa di dalam buku diarynya? Gisa tidak mau ada satu orang pun yang membaca diarynya.

Tiba-tiba Gisa menunduk dan entah mengapa mendadak suasana hatinya menjadi sedih.

Rasanya.. hari ini Gisa ingin menangis saja.

Gisa yakin sekali kalau laki-laki yang ada di sebelahnya ini pasti sudah membaca seluruh curhatan Gisa yang ada di dalam buku diary tersebut. Gisa ingin menangis sekarang juga karena buku diarynya telah diketahui oleh seseorang.

Padahal buku diary itu tidak ada yang tahu oleh siapapun.

Hanya Gisa dan Tuhan-nya saja yang tahu.

Dan sekarang... cowok itu.

Gisa mendongak menatap wajah Galen.
"Kok bisa buku diary aku ada di Kakak?"

"Gue nemuin diary lo ada di belakang sekolah pas beberapa hari lalu."

"Hah? kok bisa diary aku ada di sana?"

Galen menggedikan bahunya.

Gadis itu mengalihkan pandangannya. Ia berfikir sejenak kenapa bisa diarynya ditemukan oleh cowok itu di belakang sekolah, Gisa benar-benar bingung. Apa jangan-jangan saat Gisa mengintip di jendela belakang sekolah waktu beberapa hari lalu dan diarynya jatuh dari tasnnya? Sepertinya memang begitu, Gisa menghela napas panjang karena diarynya telah kembali pada dirinya setelah beberapa hari hilang.

Dan dengan baiknya cowok itu mengembalikan diary tersebut pada pemiliknya, Gisa tidak tahu lagi kalau seandainya diary itu ditemukan oleh orang lain mungkin ia tidak akan pernah menemukan diary miliknya lagi. Gisa bener-bener bersyukur karena ada orang sebaik cowok itu yang mengembalikan buku diarynya tetapi di sisi lain Gisa juga takut kalau cowok itu membaca isinya.

"Kak, apa Kakak udah baca buku diary aku?" tanyanya pada Galen dengan perasaan sesak.

Galen terdiam sejenak seraya menatap wajah pucat milik Gisa. Dia menatap gadis itu dengan iba. Jujur saja Galen memang sudah membacanya dan dia juga sudah mengetahui alasan Gisa yang suka mengintip di jendela belakang sekolahnya.

Setelah cukup lama terdiam Galen pun  menjawab, "Iya Gi, gue udah baca semuanya, maaf ya kalau gue lancang, tapi gue penasaran banget jadi gue baca aja."

Mata Gisa berkaca-kaca saat itu juga, ia pun menunduk seraya meremas bajunya dengan kuat. Sekarang cowok itu sudah mengetahuinya dan Gisa tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Karena... cowok itu sudah mengetahui semuanya.

Tentang dirinya.

Gadis itu mendongak menatap wajah Galen kembali, lalu ia merapatkan tangannya kehadapan cowok tersebut. "Kak, aku mohon sama Kakak tolong jangan kasih tahu guru-guru yang ada di sekolah Kakak dan juga murid-murid di sana kalau Gisa suka ngintip di jendela." Tiba-tiba cairan bening itu keluar dari mata indahnya hingga membanjiri wajah cantiknya, dadanya begitu sesak ketika ia mengucapkan kalimat tersebut.

Detik berikutnya Gisa menangis penuh kepedihan di depan cowok itu sedangkan Galen terdiam seraya menatap gadis di depannya dengan iba.

Untuk pertama kalinya seorang Nagisa Gloria menangis di depan cowok yang belum lama ia kenal.

"Aku mohon Kak, kalau sampai guru-guru tahu nanti Gisa bakalan diusir dari sekolah itu dan Gisa nggak  bakalan bisa belajar lagi, Kak."

"Cuma ini satu-satunya biar Gisa bisa belajar." Gisa semakin terisak-isak dengan tangisannya.

Sedangkan Galen terdiam mendengarkan ucapan dari cewek di sampingnya ini.

"Kak Galen kenapa diem aja?" Tangisan gadis itu semakin pecah membuat Galen semakin bungkam sekaligus menelan salivanya kasar.

"Kak, aku mohon sama Kakak tolong jangan kasih tahu sama siapapun di sekolah Kakak ya, cukup Kakak aja yang tahu tentang ini."

Mata Galen memanas, dia mencoba menahan air matanya untuk tidak keluar.

Sangat aneh bukan? Seorang Galen yang dikenal dengan sosok cowok nakal, dingin, juga cuek pada orang yang tidak dikenalnya dan saat ini dia seperti bukan seorang Galen Eltair Saskara. Dia ingin menjatuhkan air matanya  tetapi dengan kuat dia menahannya untuk tidak keluar karena mendengarkan kisah menyedihkan dari gadis ini.

Bagaimana tidak sedih mendengarkan kisah menyakitkan dari gadis itu, siapapun yang mendengarkannya pasti akan ikut sedih juga.

"Kak Galen ak---" Ucapan Gisa terpotong karena tiba-tiba cowok itu memeluknya dari samping membuat Gisa terkejut.

"Iya Gi gue nggak akan kasih tahu sama siapapun, lo tenang aja ya," kata Galen sambil mengelus kepala Gisa dengan lembut.

Tiba-tiba dada Galen ikut merasakan sesak saat mendengarkan kisah dari gadis ini. Galen sangat kasian pada Gisa dan Galen juga masih tidak menyangka bahwa di dunia ini masih ada orang yang seperti Gisa.

Gisa semakin terisak-isak dipelukkan cowok itu, bahunya naik turun pertanda tangisannya semakin deras hingga air matanya membasahi hoodie milik Galen. Dada Gisa begitu sakit rasanya setelah menceritakan kehidupannya pada cowok ini.

Cowok berhoodie itu melepas pelukkanya dan sekarang dia memegang kedua pipi Gisa seraya menatap wajah Gisa, mata gadis itu sangat merah karena terlalu banyak menangis. Galen paling tidak suka melihat perempuan menangis di depannya.

Akhirnya tangan kekar milik Galen terangkat untuk menghapus air mata Gisa menggunakan ibu jarinya. "Udah jangan nangis ya, sekarang ada gue," kata Galen mencoba menenangkan Gisa.

Gisa mencoba tersenyum walaupun terpaksa.

"Gia."

Gisa menautkan alisnya mendengar ucapan Galen barusan. "Gi-gia?" tanya Gisa bingung.

Cowok itu tersenyum. "Iya, lo Gia."

"Nama aku Gisa, Kak."

"Nama lo Nagisa Gloria, 'kan? Tapi gue maunya panggil lo Gia aja."

Gisa terdiam sejenak, untuk pertama kalinya ada seseorang yang memanggil namanya dengan nama yang berbeda.

"Gue boleh kan panggil lo Gia?" lanjut Galen.

Gadis cantik tersebut mengangguk dengan sudut bibir tersenyum tipis.

Galen pun tersenyum lalu tangannya memegang kedua pundak Gisa. Sorot mata mereka saling bertemu satu sama lain. Galen menatap mata indah Gisa ada banyak luka di sana.

"Gia, jangan pernah nangis lagi ya, sekarang ada gue yang akan menjadi teman Gia, menjaga Gia dan melindungi Gia."

Mulai dari sekarang seorang Galen Eltair Saskara akan melindungi Nagisa Gloria.






Nagisa Gloria



Galen Eltair Saskara





Follow the author's Instagram @an.nuraa🩰🎀🌷

Continue Reading

You'll Also Like

884 386 21
Duo A----Azel & Azam yang tak sengaja dipertemukan oleh Cafe Quenzella. Awal pertemuan keduanya sedikit tampak absurd, hingga pada akhirnya, keduanya...
1.2M 112K 59
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
221 58 9
Alkairo Alastar, cowok SMA yang penyendiri juga murid bermasalah. Namun dibalik itu, ia adalah seorang vokalis band 'Soul Fun'.Tak pernah terbayang d...
7.6K 340 6
Ayasya Rumi Rahadian, atau biasa di sapa Sasya, adalah gadis yang tumbuh besar di keluarga yang penuh cinta dan harmonis, hingga membuat Sasya pun tu...