Princess In Distress

By nika_astuti

6.5K 890 181

Apa jadinya jika ternyata nama yang kita miliki selama ini ternyata bukanlah nama kita? Apa jadinya jika masa... More

PROLOG
1. Hope
2. Arion
3. Prof. Snape
4. Selamat Ulang Tahun, Lili
5. Bloody Night
7. Tes DNA
8. Mimpi Buruk
9. Kakak Ada Di Samping Kamu, Lili
10. Bunga Layu Di Taman
11. Kamu Adalah Pemilik Tubuhmu
12. Bunga dan Boneka
EXTRA CHAPTER
13. JALAN UNTUK BERTEMU YARA
14. SKENARIO PALING SEMPURNA
15. KETAKUTAN DAN MIMPI BURUK
16. PERJALANAN TAK MENENTU YANG MENAKUTKAN
17. PERASAAN TAKUT KEHILANGAN
18. KEPINGAN PUZZLE

6. Luka Lili

347 55 11
By nika_astuti

Guys, I'd like to say thank you so much. Terima kasih banyak buat kalian yang sudah ngikutin buku kedua ini. Honestly aku nggak berharap banyak dari buku kedua ini. Terima kasih yaaa. Sending out lots of love :*

HAPPY READING!!!

===

Yes of course,There is difference betweenwhat I feel and what I show.And there are very few people who understand this.- Sahil Verma, life Tales

===

Daren tampak tertunduk lesu di lorong rumah sakit. Pria itu tak mempedulikan orang-orang yang memandanginya dengan tatapan heran karena kemeja putihnya kini menjadi merah berlumuran darah. Darah Lili. Darah adiknya.

Pria itu berjongkok di lorong rumah sakit dengan muka yang tertunduk ke telapak tangannya. Setelah bertahun-tahun, air mata pria itu jatuh juga. Dia menangisi adik perempuannya, Yara.

Kurang dari 2 jam yang lalu gadis itu masih berceloteh mengenai banyak hal dengan senyum manis yang tak pernah pudar dari wajah cantiknya. Kini gadis itu harus berjuang antara hidup dan mati. Apakah Yara akan meninggalkannya tanpa tahu siapa dia sebenarnya?

Daren sudah curiga ada sesuatu yang tak beres ketika Lili selalu menolak untuk diantar hingga ke depan rumahnya. Pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Hal itu membuat Daren khawatir dengan Lili. Daren semakin khawatir ketika dia melihat bagaimana kakaknya memperlakukan gadis itu. Ada sesuatu yang tak beres dengan lelaki itu. Dia sangat posesif pada Lili. Dia bahkan tak segan menyakiti Lili dengan menyeret pergelangan tangan gadis itu. Padahal menurutnya Arion tak perlu berbuat sejauh itu jika niatnya hanyalah untuk menjaga adiknya dari lelaki brengsek.

===

Flashback

Daren memilih untuk menunggu selama beberapa saat di dalam mobilnya. Dia berencana menunggu 30 menit dan akan menghubungi Lili untuk memastikan adiknya itu baik-baik saja. Namun belum genap 30 menit Daren duduk di dalam mobilnya, dia melihat Arion keluar dari gang bersama seorang laki-laki dan perempuan. Mereka nampak tergesa-gesa masuk ke dalam sebuah mobil. Yang menarik perhatian Daren adalah tangan pria itu tampak berlumuran cairan merah pekat. Daren yakin betul itu adalah darah. Sudah berkali-kali dia melihat darah.

Daren melihat Arion menelepon seseorang sebelum memasuki mobil. Entah siapa yang ditelponnya. Namun raut wajahnya nampak sangat panik. Kaosnya juga berlumuran darah.

Ketika mobil Arion melaju dengan kecepatan tinggi, Daren tak membuang waktu lagi. Dia segera berlari kembali ke rumah Lili dan mendapati pintu depan terbuka. Dia berlari masuk ke dalam rumah dan memanggil-manggil Lili, namun tak ada jawaban.

"Lili?" sekali lagi Daren memanggil dengan suara lebih keras. Tetap tak ada jawaban.

Daren berjalan perlahan ke arah dapur. Di sana dia melihat Lili. Tergolek di atas genangan darahnya sendiri. "Lili!"

Daren segera berlari ke arah gadis itu. Mata Lili perlahan terpejam. "Lili. Sayang. Bangun." ucap Daren panik. Tak ada respon. Tubuh Lili sangat lemah. Saat itu Daren bisa melihat pisau dapur masih menancap di ulu hati Lili.

"Yara, please. Bertahan." ucap Daren sambil menelepon ambulans. Petugas ambulans memberitahunya bahwa sudah ada penelepon yang meminta ambulans ke alamat itu dan mereka sedang dalam perjalanan. Daren tak memikirkan siapa penelepon itu. Dia tak punya waktu untuk berpikir. Dia segera membopong tubuh Lili ke depan rumah.

Apapun yang terjadi Yara harus selamat. Yara harus hidup.

===

Daren segera menguasai kembali dirinya. Dia harus segera mengabarkan berita ini kepada Sagara.

"Ya?" sapa Sagara dari seberang telepon.

"Cepet kesini, Kak. Please. Yara..." suara Daren tercekat. Dia tak mampu melanjutkan kalimatnya. Air matanya kembali menggenang.

"Kenapa dengan Yara?" tanya Sagara. Ada nada cemas dalam ucapannya.

"Yara ditusuk." jawab Daren. Suaranya bergetar menahan tangis.

"Aku kesana sekarang."

Tanpa membuang waktu lagi, Sagara segera menutup laptopnya dan memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan private jet. Setelah mellihat foto yang dikirimkan oleh Daren kemarin, Saga tak lagi meragukan bahwa gadis itu adalah Yara, adiknya yang 17 tahun lalu diculik. Gadis itu sangat mirip dengan Aidan. Mata mereka sangat mirip dengan mamanya.

Saga juga mencermati liontin kalung yang dikenakan Lili. Tidak salah lagi. Liontin itu adalah custom order. Dia dan Daren memesannya di butik perhiasan langganan mamanya sebagai hadiah kelahiran adik kembar mereka.

Sagara tak bisa berhenti memikirkan apa yang mungkin terjadi di Bali. Dia tidak mempedulikan lagi panggilan dan pesan yang membanjiri HPnya. Dia bahkan meminta asistennya untuk membatalkan semua meeting hingga waktu yang belum ditentukan. Fokusnya hanyalah untuk segera sampai di RS.

===

Lebih dari 3 jam sejak Lili masuk ke ruang operasi. Kini Daren sudah ditemani oleh salah seorang petugas kepolisian yang berpenampilan seperti orang sipil, dengan kaos pendek hitam dan celana panjang hitam pula.

Tampak Daren sudah mengganti bajunya dengan kaos yang dibelikan oleh anak buahnya. Mereka berdua duduk di bangku lorong RS dalam diam. Berkali-kali Daren mengusap wajahnya dengan gusar. Mengapa lama sekali? Apakah operasinya berjalan lancar? Apakah luka dalamnya parah?

Daren tak tahu. Tak ada yang bisa dia mintai penjelasan. Beberapa perawat mondar-mandir di depannya, namun mereka bukan perawat yang menangani Lili.

"Daren!"

"Kak." Daren berdiri dari duduknya ketika melihat Sagara menghampirinya. Petugas kepolisian di sampingnya ikut berdiri.

"Siapa dia?" tanya Saga menunjuk ke arah petugas polisi.

"Agung." petugas itu menyodorkan tangannya ke arah Saga. Saga segera menjabat tangan pria itu. "Saya dari kepolisian. Saya ditugaskan untuk memantau perkembangan kondisi Lili di rumah sakit."

Sagara mengangguk singkat. "Apa yang terjadi?" Sagara bertanya.

"Lili ditusuk di rumahnya. Kemungkinan pelakunya keluarganya sendiri. Tapi kita belum tahu siapa." jawab Agung..

"Bagaimana kondisinya?" tanya Saga lagi.

Daren menghela nafas panjang dan menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu gimana kondisinya sekarang. Tadi dia butuh transfusi darah. Aku nemuin dia darahnya udah banyak banget." Daren memejamkan matanya ketika mengingat kembali bagaimana keadaan Lili saat dia menemukannya di dapur.

Sagara meminta izin kepada Agung untuk berbicara berdua dengan Daren. Kemudian mereka berdua berjalan menjauh dari Agung. Memastikan jarak mereka dengan Agung cukup jauh sehingga petugas itu tak dapat mendengar percakapan mereka.

Daren segera mengeluarkan kalung Lili dari saku celananya. Perawat melepaskan kalung itu sebelum masuk ke dalam ruang operasi. Dia ingin menunjukkan kepada Sagara sebelum mengembalikannya pada Lili.

"Aku masih jadi salah satu orang yang dicurigain. Padahal jelas nggak ada sidik jariku di pisau itu." ucap Daren perlahan.

"Polisi bodoh!" umpat Saga. "Apa kamu sudah melacak mereka?" tanya Saga.

"Aku udah minta orang-orang kita buat melacak HP dan plat mobil mereka. Aku juga memerintahkan penjagaan di bandara dan pelabuhan. Kalau sampai mereka kelihatan di sana, orang kita udah siap nahan mereka sampai polisi dateng. Jadi tangan kita tetap bersih." jawab Daren.

"Bagus." puji Saga. "Lalu apa kamu sudah minta tes DNA?"

Daren menggeleng. "Belum. Aku sama sekali belum kepikiran soal itu. Maaf." jawab Daren menundukkan kepalanya.

"Tidak apa-apa. Biar aku yang mengurusnya. Apa kamu sudah makan?" tanya Saga lagi.

Daren kembali menggeleng. Dia sama sekali tak memikirkan soal makanan. Yang ada di otaknya sekarang hanya kondisi Lili dan pengejaran keluarga Lili.

"Pak Daren?" Agung memanggil. Daren dan Saga segera menghampiri pria itu. "Mereka sudah ditemukan di bandara. Sidik jari Sadewa cocok dengan sidik jari di pisau."

"Bagus. Lalu bagaimana selanjutnya?" tanya Saga.

"Mereka akan masuk ke proses penyidikan." jawab Agung.

"Kami akan mengawal proses hingga putusan dikeluarkan." ucap Sagara tegas.

Agung memandangnya heran. "Kami perlu tahu hubungan kalian dengan korban. Apakah kalian keluarga atau-"

"Keluarga Lilian?" seorang perawat tiba-tiba keluar dari kamar pemulihan dan memanggil.

Daren dan Saga segera menghampiri perawat tersebut. Agung mengekor di belakang. "Apa Anda keluarga pasien?" tanya perawat itu.

"Kami kakak kandungnya." jawab Sagara.

Diam-diam Agung meliriknya lalu berkata, "Saya dari pihak kepolisian. Dia adalah orang yang menemukan korban." Agung menunjuk Daren.

"Pasien dalam keadaan stabil dan akan dipindahkan ke ruang perawatan." ucap perawat itu. "Silakan ke ruangan Dokter untuk membicarakan keadaan pasien." lanjutnya.

Setelah diberi arahan, mereka bertiga bergegas ke ruangan dokter. Dokter itu tampak sedang mengetik sesuatu di komputernya. Perhatiannya segera beralih kepada Saga, Daren dan Agung dan mempersilakan mereka duduk.

"Kalian keluarga Lili?" tanya dokter itu sambil membaca sebuah kertas berisikan data Lili.

"Saya teman Lili." jawab Daren.

Dokter itu mendongakkan kepalanya melihat 3 pria di hadapannya. "Dimana keluarganya?" tanya Dokter itu.

"Saya dari pihak kepolisian. Dugaan terkuat Lili ditusuk oleh keluarganya sendiri. Kasusnya sedang dalam penyidikan." Agung menjelaskan.

Sagara duduk dengan tenang. Namun sebenarnya dia sedang berusaha menahan kesabarannya. Pria itu ingin segera mengetahui kondisi adik perempuannya.

Dokter mengangguk tanda mengerti. "Operasi Lili berjalan lancar. Beruntung tidak ada kerusakan organ dalam seperti yang kami takutkan. Pisau yang digunakan tidak cukup panjang untuk merusak organ dalamnya. Dia kehilangan cukup banyak darah, jadi kami melakukan transfusi darah sebanyak 5 kantong." ucap Dokter itu. Ketiga orang dihadapannya diam dan terus memperhatikan. "Begini. Kami menemukan beberapa tanda kekerasan fisik di tubuh Lili. Ada banyak luka baik lama maupun baru." ucap dokter itu.

"Lili disiksa." ucap Sagara pelan.

"Sayangnya kemungkinan besar seperti itu. Beberapa luka adalah luka sayatan benda tajam, luka bakar ringan, kemungkinan dari sudutan rokok, bekas pukulan benda tumpul, dan... luka memanjang yang dihasilkan dari... cambukan." ucap dokter itu dengan berat hati. Tangan Sagara mengepal keras mendengarnya.

"Apa?!" tanya Daren dengan nafas tercekat. "Dia kelihatan baik-baik aja di luar." Daren mengingat kembali setiap pertemuannya dengan Lili. Gadis itu selalu terlihat ceria dan baik-baik saja. Seperti remaja perempuan pada umumnya. Bahkan lebih ceria bisa dibilang. Tak ada tanda-tanda dia sedang mengalami kekerasan di rumahnya. Kecuali saat mata Lili terlihat sembab. Daren saat itu mengira bahwa Lili sedang memiliki permasalahan remaja seperti masalah cinta atau masalah dengan temannya saja.

"Luka-luka yang kami temukan ada di bagian-bagian yang biasa tertutup dengan baju. Seperti di punggung, perut, dada dan paha. Kemungkinan pelaku sengaja membuat luka di bagian-bagian tubuh tersebut agar tidak ada orang yang curiga." Dokter menjelaskan. Mereka semua terdiam beberapa saat.

"Kami memerlukan mendapatkan catatan medisnya untuk nantinya ditambahkan dalam berkas perkara." ucap Agung. "Apa ada lagi yang perlu kami ketahui?" tanyanya.

Dokter menghela nafas. Dia seakan sangat berat untuk mengucapkan kalimat selanjutnya. "Ada satu luka... di bagian intim... yang mengindikasikan adanya kekerasan seksual."

"Dia diperkosa?" tanya Sagara dengan rahang yang mengeras. Pria itu masih bisa terlihat tenang dan profesional, padahal sebenarnya dia mati-matian menahan amarahnya. Setiap kata yang diucapkan dokter itu untuk menjelaskan keadaan Lili membuatnya hampir kehilangan akal sehatnya.

"Sayangnya ada dugaan demikian. Luka di bagian intim bisa dikarenakan oleh penetrasi non konsensual, atau durasi berhubungan yang terlalu lama. Tapi melihat adanya riwayat kekerasan di tubuh Lili, kami menduga bahwa sudah terjadi tindakan pemerkosaan." jawab dokter. "Saya sudah merujuk pasien agar mendapat penanganan dari psikolog anak begitu kondisinya stabil." ucap Dokter itu.

Daren terdiam. Tangannya mengepal dan rahangnya mengeras. Sejak kapan Lili mengalami semua ini? Apakah semua yang dialami Lili ini terjadi juga setelah mereka bertemu? Bagaimana bisa dia tidak tahu? Rasa bersalah menggerogoti perasaan Daren. Dia merasa gagal sebagai kakak dan sebagai teman. Seharusnya dia menemukan Lili lebih cepat. Seharusnya dia bisa lebih dekat dengan Lili sehingga gadis itu mau terbuka kepadanya dan menceritakan apa yang dialaminya. Seharusnya Daren bisa mencegah semua ini.

"Bagaimana kondisinya saat ini?" tanya Sagara.

"Anestesinya sudah habis. Lili sempat sadar, namun kami belum bisa mengajaknya berkomunikasi. Dia saat ini dalam kondisi tertidur. Saya minta Anda untuk segera menghubungi perawat begitu Lili bangun untuk pengecekan organ vital." jawab dokter.

"Saya ingin melakukan tes DNA." ucap Sagara setelah dokter selesai menjelaskan.

Dokter dan Agung menyipitkan mata mereka, heran dengan permintaan Sagara. "Kenapa Anda ingin melakukan tes DNA?" tanya dokter.

"Kami menemukan beberapa bukti bahwa dia adalah adik kandung kami yang diculik 17 tahun yang lalu. Seperti, kalung yang dia kenakan dan tanggal kelahiran yang sesuai dengan adik kami." jawab Saga.

Dokter mengangguk. "Kalau begitu Anda bisa menghubungi pihak pendaftaran untuk prosesnya."

Sagara mengangguk. Mereka bertiga dipersilakan keluar dari ruangan dokter. Agung segera mendekati Saga dan Daren. "Saya turut berduka atas apa yang menimpa Lili. Saya harap kondisinya segera membaik." ucapnya. "Apabila hasil tes DNA positif, saya sarankan Anda untuk segera melaporkan tindak penculikan ini ke kepolisian."

Sagara mengangguk dan menjabat tangan Agung. Polisi itu segera kembali ke kantornya untuk memproses laporan dari rumah sakit. Dia tahu bahwa dia tidak boleh main-main menangani kasus ini. Dia sedang berhadapan dengan orang besar. Dia tidak tahu siapa Sagara dan Daren, tapi melihat dari banyaknya penjaga yang mengawal mereka, Agung cukup tahu bahwa mereka bukanlah orang biasa.

#####

Don't judge a book by it's cover guys. Sering-sering deeptalk sama orang tersayang kalian. Jangan sampai kalian nggak tahu kalau mereka lagi dalam masalah besar.

The brightest smile hides the greatest pain.

Sagara:

Continue Reading

You'll Also Like

988K 30.7K 56
Alcohol + Hot Guy = Positive Pregnancy Test (FULL SUMMARY INSIDE) ------ Most impressive rankings #1 - fiction #1 - lover #5 - cheating #9 - chickl...
2.9M 109K 54
'You didn't answer my question,' he asked, holding her gaze in his hypnotic ones. 'Wh... what question?' She was surprised at her own voice, it sound...
5M 164K 49
When strangers from completely different backgrounds get married... -- Shifting as the cool breeze toyed with my senses, I sighed at my husband stand...
2.2M 63.8K 101
When Valerie Adams gets to know that she is betrothed to the youngest billionaire in New York, just to save her father's dying company, it is two nig...