AURORA

De diosas_diosas

25.8K 1.6K 647

Selamat datang di kisah rumit antara Putera, Dinda dan Renata (Tata) yang akan membawa kita pada kenyataan pa... Mais

MOOD BOARD
The Atmadja
Bening!
Dark Brown Eyes!
The Thorn Rose
Cinta Pertama
Boomerang
Burn down
Warm Hug
Chaos!
Sexy Brain
One Night Stand 🔞
After Care 🔞
WHAT??
Starting Point
Blooming
Poles Apart
Anniversary
Aurora Borealis 🔞
Four Years Later
Overcome The Truth
Keresahan
Cruel Fate
Another Side
Memmories
Flame
Kita Harus Apa?
Blood Debts
Birthday Girl!
Truth Or Drink!
Terbagi Dua
Luka
Renata's Rebel Era
The Cold Man
A Man For Renata
Designted Wound
Putera's Charm
Not Your Side Chick!
Rumor Spreaded
Precious Time
Curahan Hati
Revenge Party
A long night! 🔞
Extinguished Aurora
Broken Heart
Reasons
Begging
Surrounder
The Deal
Bestie
Extra : Pobia
Departing
Explain
Versace On The Floor
Two sides
Extra Part : Toronto!
Extra : California Girl
Lost or Lust? 🔞
The Waiting
Anomali 🔞
The Glimpse of Us
Angry
Extra : Don
PUWI
Tukar Cincin
Spoil 🔞
Efforts
Extra : What is Love?
Like I'm Winning
Birthday Tragedy
The World Collapse
Broken
The Judgement Day
First Date 🔞
Extra : Pamer!
Shock after Shock
Apologize
The Engagement
Attention Please!
Fiancé & Fianceé 🔞
Go-Public!
Wedding Preparation 🔞
Pingit
Rebel
Something Wrong
Heart Attack
Heart to Heart

First Trial

138 9 0
De diosas_diosas

Putera masih terduduk diam di bangku panjang berwarna coklat dengan model raw furnished yang berada di restauran miliknya. Di pikirannya berkeliaran kata-kata yang diucapkan oleh Gisel satu jam yang lalu. Wanita itu datang ke restaurannya dengan wajah yang begitu sedih dan panik. Jelas kedatangannya adalah untuk meminta dirinya menjauhi Dinda atau setidaknya memikirkan ulang  tentang hubungan mereka. Tidak ada kata paksaan dari Gisel, karena gadis itu sadar dia tidak punya hak sebesar itu di hubungan antara Putera dan Dinda. Kebetulan tadi juga ada Arga dan Rangga di restauran itu saat Gisel datang. Walau tak lama Rangga dan Gisel pergi duluan dari restauran itu.

Kini tinggal lah Arga yang masih duduk di sebelah Putera. Kedua pria ini sama-sama diam, dengan rokok yang menyala di selipan jari masing-masing. Logika Putera mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Gisel dan Arga tentang hubungannya dengan Dinda adalah benar. Dia paham kalau pada akhirnya semuanya pasti akan terluka kalau hubungan ini tetap diteruskan. Tapi Putera tak bisa begitu saja melepaskan Dinda. Hatinya terus menginginkan gadis itu. Baru saja beberapa bulan mereka bersama, tapi perasaan Putera sudah begitu dalam pada Dinda. Bagaimana nanti kalau sudah bertahun-tahun? Pasti perasaan keduanya akan semakin dalam dan tak bisa dipisahkan.

"Put, apa yang dikatakan Gisel itu sepenuhnya benar. Ibaratnya, lo dan Dinda itu sekarang lagi merakit bom atom yang semakin lama semakin besar dan nanti pada saat waktunya tiba bom itu akan meledak dan menghancurkan semuanya. Menghancurkan lo, Dinda dan mungkin juga keluarga kalian masing-masing." Arga mengatakannya dengan wajah yang sangat serius.

"Apa ini juga yang sekarang sedang lo hadapi dengan Cecil?" Tanya Putera dengan hati-hati.

Dengan senyuman getir, Arga menganggukkan kepalanya. "Kurang lebih begitu. Dan sialnya, Gisel adalah saksi hidup bagaimana kondisi gw, keluarga gw dan Cecil sekarang. Jadi wajar kalau dia takut banget hal itu terjadi pada Dinda, sahabatnya."

"Memang gimana keadaan lo, Cecil dan keluarga lo sekarang?"

"Ya kayak gini, lo pasti udah liat kan kalau gw kacau banget?" Arga mulai menghidupkan rokoknya dan menyesapnya dengan kuat. Ini sudah batang yang kedua sejak mereka duduk di ruangan khusus perokok ini.

"Gw gak tau masa depan gw gimana dan bahkan gw sekarang gak yakin bisa membahagiakan Cecil dengan kondisi gw yang sekarang. Gw yakin, cepat atau lambat keluarga gw pasti akan berbuat sesuatu sama Cecil. Tapi, itupun kalau mereka masih menginginkan gw kembali ke keluarga Winata."

Putera terdiam, mencoba menyimak dan bersimpati pada keadaan sahabatnya ini.

"Kalau nanti keluarga Winata udah mulai berbuat sesuatu ke Cecil, gw gak yakin kalau gw masih bisa ngelindungin Cecil. Apa gw bom aja ya rumah kakek gw?" Arga bertanya diselingi seringai yang menggambarkan kegelian.

"Sinting!" Jawab Putera sambil geleng-geleng kepala.

"Gw ngerasa bersalah banget sama Cecil Put. Harusnya gw gak pernah mulai hubungan gw dengan dia dari awal."

"Kalian saling menyayangi Ga, gak ada yang salah sama hal itu. Yang salah itu aturan keluarga kita."

"Apa gunanya semua itu kalau toh ujung-ujungnya gw menyakiti orang-orang yang paling pengen gw lindungi. Terutama nyokap gw."

"..."

"Mama gw sakit-sakitan, gara-gara nangisin gw tiap hari. Papa Dan kakek gw, marah besar sama gw! Kayaknya sekarang gw bukan bagian dari Winata lagi."

"Selamanya lo itu Winata, Ga! Darah gak bisa lo hapus!"

"By blood iya, tapi gw gak punya hak apapaun lagi sekarang. Kakek gw udah cabut semua fasilitas gw. Gw sih yang lebih tepatnya yang ninggalin semuanya."

"Lo tinggal pulang dan minta maaf sama Papa dan kakek lo."

Arga kembali menghembuskan asap tebal dari mulutnya, kali ini terasa lebih berat. "Gak segampang itu,  pertama, mereka belum tentu maafin gw, dan yang kedua gw gak bisa ninggalin Cecil. Gw udah janji bakal ngelindungin dia sampe kapanpun."

Sesaat hening tercipta di antara kedua sahabat lama ini. Hanya suara nafas berat yang terdengar dari keduanya secara bergantian.

"Makanya, gw setuju sama saran Gisel tadi ke lo. Jangan pernah memulai apapun yang lo tau gak ada ujungnya."

"Tapi gw gak bisa lepasin Dinda! Gw baru jadian satu minggu sama dia. Gw dapetin dia dengan susah payah dan.."  Ucapan Putera terputus, dia agak malu menyebutkan kalimat berikutnya, apalagi di depan Arga. "Gw.. sayang beneran sama dia!"

"Yaah.. Kalau udah begitu, lo harus siap-siap aja. Gw cuma kasih saran, sisanya biar lo dan Dinda yang mutusin. Kasih tau dia kemungkinan terpahitnya, kalau lo nanti bakal dijodohin sama orang lain."

Pandangan Putera terlihat menerawang jauh entah kemana, dia kebingungan dengan situasi yang dia hadapi sekarang.

"Gw sama Dinda paham kok konsekuensinya."

"Yaudah kalau kalian siap, jalanin aja. Tapi jangan pernah janjikan apapun sama Dinda. Dan jangan pernah taruh ekspektasi apa-apa. Udah nasib kita, dari kecil gak pernah punya pilihan." Jawab Arga dengan getir.

"Bangsat memang!"

"Iya, Winata bangsat!" Umpat Arga dengan suara yang lumayan keras.

"Atmadja juga bangsat!" Putera tak mau kehilangan kesempatan untuk bisa mengumpat keluarganya sendiri, sesuatu yang dia syukuri dan dia benci dalam waktu bersamaan.

Ada tawa kecil yang menghiasi bibir keduanya. Umpatan itu memang tak menyelesaikan apa-apa, tapi setidaknya ada sedikit beban di hati Putera yang berkurang.

"Mungkin gak ya gw dan Dinda bisa bersama selamanya Ga?"

"Lo seserius itu sama Dinda?"

Putera mengangguk "rasanya gw kayak menemukan sesuatu yang udah lama gw cari. Gw nyaman banget sama dia, gw gak pernah merasa insecure. Seolah-olah gw sama dia setara, cocok, klop! Dia punya sifat yang baik kayak ibu gw dan dia juga lucu kayak sosok cewek yang selama ini gw idamkan."

"Wah! Jatuh cinta beneran ini sih!"

"Siapa yang bilang main-main?"

"Yaudah, lakuin apapun yang membuatmu lo seneng Put! Tapi jangan pernah taruh ekspektasi apa-apa. Itu aja pesen gw!"

Putera mengangguk tanda mengerti. "Lo tau gak, sangking cocoknya gw sama Dinda, rasanya gw pengen banget kenalin dia ke ibu." Tanpa sadar, lelaki manis itu tersenyum saat membayangkan momen pertemuan antara Dinda dan ibunya.

"Apakah itu memungkinkan?"

"Jelas aja enggak!" Putera tersenyum getir. "Bisa shock Ibu gw, karena selama ini gw gak pernah memperkenalkan cewek ke beliau. Ibu juga gak pengen gw pacar-pacaran. Katanya, takut gw jatuh cinta dan melawan aturan keluarga Atmadja."

Arga bingung harus menganggapi bagaimana, karena dia juga tidak punya solusi atas masalah ini.

"Kemaren gw telpon nyokap" Cerita Arga pada Putera. "Terus gw denger suara nyokap gw nangis. Suaranya kayak capek banget. Kata Gisel, nyokap gw emang lagi sakit gara-gara mikirin gw." Arga terlihat sangat sedih.

"Gisel yang makasa lo nelpon nyokap lo ya?"

"Iya, tuh anak emang kerjaannya ikut campur urusan gw mulu!"

"Baguslah, gak ada yang bisa maksa lo selain Gisel kan?"

"Emang iya?"

"Loh, ini buktinya?"

"Sialan! Iya juga! Udah gak usah bahas tuh cewek lah! Kita kan lagi bahas masalah lo!"

"Ok, terus apa? Lo ngomong apa sama nyokap lo?"

"Apa yang gw omongin gak penting, yang lebih penting adalah gw udah nyakitin nyokap gw. Padahal dari kecil gw selalu bilang kalau Mama adalah orang yang paling gw sayangi di dunia ini. Terus sekarang, gw malah nyakitin nyokap gw. Dan meninggalkan dia demi orang lain. Nyokap gw gak minta apa-apa, dia cuma minta gw pulang. Tapi gw gak bisa kasih itu. Gw ngerasa gagal banget jadi anak. Dan saat tau kalau ibu kita menangis karena perbuatan kita, itu rasanya sakit banget Put!" Mata Arga mulai berkaca-kaca. Sekuat-kuatnya seorang Arga, dia akan mudah menangis kalau membahas tentang Mamanya.

"Makanya kalau bisa gw saranin, lo jangan sampe ngerasain rasa sakit yang sama. Jangan sampe nyokap lo ngerasain sakit yang sama."

Lagi-lagi Putera terdiam, dia merenungi semua pertimbangan yang Arga berikan dengan baik-baik. Membayangkan ibunya menangis karena dirinya saja sudah membuat jantung Putera ngilu. Ibu baginya bukanlah sekedar orang tua, tapi juga seseorang yang ingin selalu dia jaga hatinya dan lindungi dari apapun. Rasanya tak adil kalau dia rela menyakiti ibunya demi seseorang yang baru dia kenal. Oh, Putera begitu frustasi dengan ini semua.

***

Sudah dari siang hingga malam hari Dinda menunggu kabar dari Putera dengan perasaan yang resah. Dia takut kalau Gisel mengatakan sesuatu yang menyakiti perasaan Putera. Tapi berkali-kali Putera meyakinkan Dinda kalau Gisel tidak mengatakan apapun yang salah atau menyakitinya. Semua yang dikatakan Gisel benar adanya dan Putera sangat berterimakasih karena Gisel sudah melakukan tugasnya sebagai seorang sahabat yang baik.

Setelah mendapat kabar kalau Putera akan datang ke apartemennya, Dinda menjadi resah. Dia menunggu di dekat pintu masuk sambil terus berjalan mondar-mandir untuk meredam rasa resahnya. Saat terdengar suara bell berbunyi, Dinda dengan tergesa-gesa membukakan pintu. Dan saat dia membuka pintu ternyata benar dugaannya, Putera muncul di sana dengan senyuman hangatnya yang seperti biasa. Tanpa basa basi Dinda langsung masuk ke dalam pelukan kekasihnya itu.

"Kenapa kok sampe peluk-peluk kayak gini?" Tanya Putera sambil melangkah masuk ke dalam apartemen Dinda dan menutup pintunya.

"Aku khawatir banget!"

"Apa yang kamu khawatirin hmm? Aku baik-baik aja!"

"Beneran tadi Gisel gak ngomong apapun yang menyakiti kamu?"

"Ya enggaklah, kamu tenang aja. Kamu itu beruntung banget punya sahabat kayak Gisel. Dia pengen ngelindungin kamu, jadi jangan khawatir"

Putera menggiring Dinda untuk duduk di sofa ruang tamu, lalu mereka duduk bersebelahan dengan posisi yang saling berhadapan. Dengan perlahan Putera melepaskan pelukan Dinda dari tubuhnya.

"Tadi Gisel cuma bilang kalau sebaiknya kita berdua memikirkkan kembali tentang hubungan kita."

"Dia juga bilang hal yang sama ke aku. Dia bilang hubungan kita nantinya hanya akan menyakiti semua pihak. Kalo menurut kamu gimana?"

"Menurut aku, mungkin omongan Gisel ada benarnya."

"Maksudnya? Apa kamu mau ninggalin aku?" Tanya Dinda dengan mata yang berkaca-kaca.

Mendengar pertanyaan itu, Putera jadi terkekeh. "Ya enggaklah sayang!" Putera membelai lembut pipi Dinda dan mengarahkan wajahnya agar menatap ke arah Putera.

"Apa yang Arga dan Gisel bilang memang benar, tapi untuk sekarang buat aku, gak ada yang lebih benar dari pada terus mempertahankan hubungan kita." Putera dengan tatapannya yang teduh mencoba menenangkan gadisnya.

"Aku takut kalau kamu ninggalin aku, walaupun aku tahu kalau kita memang gak sebarusnya menjalin hubungan ini dari awal."

"Din, jujur aku sayang dan tergila-gila sama kamu. Aku tidak berpikir tentang apa yang akan terjadi setahun kedepan, dua tahun atau lima tahun lagi. Yang aku pikirin tiap hari cuma kamu. Kalau Tuhan kasih kita kesempatan buat bersama, harusnya kita gunakan kan kesempatan itu? Walaupun cuma satu bulan, dua bulan, dua tahun atau mungkin selamanya. Aku tetep mau memiliki dan dimiliki oleh kamu."

Mendengar itu hati Dinda yang dari tadi begitu sedih dan resah, kini berubah menjadi haru. Dia tidak menyangka kalau Putera benar-benar menyayanginya. Dia pikir lelaki itu akan mudah menyerah dan memilih patuh dengan aturan keluarganya.

"Din, aku tau kalau aku gak bisa menjanjikan kamu apa-apa. Tapi selama aku milik kamu, maka aku akan memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya.  Karena aku gak tau waktu kita sampe kapan. Jujur, di hubungan-hubungan aku yang sebelumnya, aku gak pernah mikir sampe sejauh ini. Tapi karena aku bener-bener serius sama kamu, aku jadi mikirin tentang masa depan. Aku jadi punya rasa takut."

"Takut apa?"

"Aku takut kehilangan kamu Din. Aku takut nanti tiba saatnya aku akan dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara kamu dan keluarga aku."

"Maaf Put, maafin aku karena udah lancang masuk ke kehidupan kamu!"

"Enggak Din! Aku yang maksa masuk ke  kehidupan kamu. Dan aku selalu seneng kalau ada di deket kamu. Jadi jangan minta maaf!"

"Aku mau kamu janji satu hal sama aku"

"Apa?"

"Kalau nanti waktunya tiba, kamu dihadapkan pada pilihan antara aku atau  keluarga kamu, kamu harus janji kalau kamu akan pilih keluarga kamu!"

Mendengar permintaan itu, jantung Putera tiba-tiba ngilu. Mana bisa dia menjanjikan hal menyakitkan itu pada Dinda. Mana bisa dia meninggalkan wanita baik hati di depannya ini.

"Jawab aku Put, kamu janji ya? Kamu janji kalau hubungan kita berdua jangan sampai merusak hubungan kamu dengan keluarga kamu. Inget Put, aku adalah orang asing, sedangkan ibu, ayah dan kakak kamu adalah keluarga yang menyayangi kamu dari kecil. Jadi mau sesayang apapun aku sama kamu, kayaknya gak akan lebih besar dari cintanya mereka buat kamu."

"Aku sayang kamu Din!"

"I knew, aku juga sayang banget sama kamu. Dan karena aku sayang sama kamu, maka aku gak mau memisahkan kamu dengan keluarga kamu." Mata Dinda kini mulai mengeluarkan buliran air mata yang menetes di pipinya.

"Aku gak bisa janji Din!"

"Kamu harus janji Put! Kalau kamu gak mau berjanji untuk lebih memilih keluarga kamu dibanding aku, maka lebih baik hubungan kita gak usah dilanjutin!"

"Kok kamu ngomong gitu?"

"Aku minta kamu berjanji, karena aku sayang sama kamu. Aku pengen terus melihat kamu sebagai Raden Putera Atmadja. Pangeran yang penuh karisma
dan penerus kebanggaan keluarga Atmadja."

"Din, tapi aku gak mau ninggalin kamu!"

"Kita harus memulai hubungan kita dengan satu kenyataan Put. Kenyataan kalau aku dan kamu gak mungkin bisa bersatu dalam hubungan yang lebih dari pacaran. Untuk sekarang, aku milik kamu dan kamu milik aku. Tapi kita harus realistis. Ok?" Kali ini Dinda yang membelai lembut rambut hitam Putera hingga ke bagian tengkuknya. Sedangkan  Putera hanya bisa menunduk dan merasakan ngilu di kepala dan jantungnya. Rasanya begitu sakit dan pahit.

"Janji ya? Janji kalau waktunya tiba nanti, kamu akan lebih pilih keluarga kamu dari pada aku!" Dinda mengulurkan jari kelingkingnya ke hadapan Putera. Sedangkan Putera masih menggeleng dengan raut wajah yang begitu kekeuh.

"Put, kalau kita gak bisa terima kenyataan ini dari awal. Maka kita akan dihancurkan oleh ekspektasi dan harapan kita sendiri."

"Aku pengen perjuangin kamu Din, aku pengen bisa membuat kamu diterima oleh keluarga aku. Ibu aku pasti seneng banget kalau punya calon menantu kayak kamu. Jadi jangan nyerah dulu dari awal ya? Kita perjuangin bareng-bareng."

"Put, mau aku kerja keras sampe aku reinkarnasi 5 kali juga, aku gak akan bisa setara dengan keluarga Atmadja. Dan aku juga gak bisa merubah garis keturunan aku menjadi anak bangsawan. Aku orang biasa Put! Sedangkan kamu, kamu adalah konglomerat yang berdarah biru. Kamu lebih tau berapa persentase kemungkin aku diterima di keluarga kamu."

Putera tertunduk lemas, dia jelas tahu berapa persen kemungkinannya. Hampir tidak mungkin.

"Put, dari sekarang kita harus tanamkan kalau jalan kedepannya yang akan kita lewati pasti sulit. Jadi kalau kita tetap mau melanjutkan hubungan ini, kita harus kuat dan siap."

"Din, I know that loves doesn't really come easy. But loving you is easy for me."

Putera mengatakan kalimat itu dengan tatapan yang sangat dalam kepada Dinda. Hubungan mereka baru seminggu tapi rasanya Putera siap memberikan seluruh hidupnya pada gadis ini. Sedangkan Dinda yang begitu terharu dengan kata-kata Putera, tanpa sadar meneteskan air matanya. Dia tak menyangka cintanya selama ini berbalas, bahkan dengan kekuatan yang berkali-kali lipat lebih besar.

"Me too Put, loving you is the easiest thing for me. Kamu tau gak kapan aku jatuh cinta sama kamu?"

Putera menggeleng.

"Waktu kita masih SMP, waktu itu kamu lewat di depan kelas terus kamu mungut beberapa sampah yang berserak di depan kelas aku."

Saat mendengarnya Putera antara terkejut tapi juga geli. "Jadi maksud kamu, kamu jatuh cinta sama aku waktu aku buang sampah?" Putera yang tadi mulai terbawa suasana baru kini malah tertawa ngakak. Dia tak terbayang, gaya membuang sampah seperti apa yang dia lakukan sampai membuat seorang Dinda jatuh cinta.

"Ih kamu jangan  ketawa! Aku serius tauk!"

"Kamu jangan bercanda deh Din! Kalau kamu jatuh cinta sama aku pas aku main basket atau aku lagi main gitar baru masuk akal! Tapi ini buang sampah?"

"Serius Putera! Aku tuh kagum banget, kamu mau loh mungut sampah yang gak tau bekas siapa pake tangan kamu sendiri demi kebersihan! That's a cool thing!" Dinda merengek karena merasa direndahkan.

"Iyaa sayang.. Iyaaa.. Gimana gaya aku waktu itu? Gini gak?" Putera menirukan gaya dia memungut sampah di langai, sebelumnya di sempat sengaja menjatuhkan topinya ke lantai dan sekarang dia memungutnya denga penuh gaya.

"Ish! Gak gitu! Apaan tuh kayak cangcorang gitu pantatnya nungging-nungging?"

Akhirnya keduanya tertawa bersamaan dengan Putera yang menjatuhkan diri di atas tubuh Dinda yang masih duduk di sofa. Lelaki itu mendekap kekasihnya dengan erat dan menciumi puncak kepalanya berkali-kali.

"Gemesin banget sih ini pacarnya siapa?"

"Ih kamu pasti masih anggep aku bercanda ya?"

"Enggak sayang.. Iya aku percaya. Mulai sekarang aku mau sering-sering buang sampah deh. Ternyata aku seksi ya kalau lagi buang sampah?"

Dengan kesal Dinda yang merasa terus-terusan diledek menggigit lengan Purera hingga lelaki itu berteriak kesakitan!

"Adooooh!!! Sakit sayang!"

"Biarin! Abis nyebelin banget!"

"Kenapa digigit sih? Apa kamu laper? Hmm? Mau ma'em ndak?"

Mendengar nada suara Putera yang medok, khas orang jawa membuat Dinda tersipu malu. Entah kenapa dia terdengar begitu tampan.

"Laper gak?"

"Iyaa.."

"Mau ma'em apa?"

"Gak tau"

"Nasi goreng mau gak?"

"Mau!"

"Aku masakin ya? Kamu ada stok nasi gak?"

"Gak ada, mie aja gimana?"

"Oh mau mie godok buatan ibu ku gak?"

"Hah? Emang bisa?"

"Ya bisa, aku buatnya sambil nelpon ibu nanti."

"Serius kamu bisa masak?"

"Loh kamu kan udah pernah cobain, waktu aku bikinin sarapan?"

"Ya itu kan simple. Buat mie godok pasti susah deh?"

"Enggak kok, bentar aku tanya ibu dulu bahannya apa aja ya."

"Kalau bahan2 aku lengkap kok, tapi yang sering masak di sini Gisel. Bukan aku!" Dinda berkata jujur sambil nyengir.

"Gapapa, aku bisa masak kok. Jadi kita gak akan kelaperan!"

"Iiiiih pacar aku emang serba bisa! Sayang deh sama pacar akuuuu..." Dinda dengan manja kembali bergelendot manja sambil memeluk perut Putera dari belakang. Sedangkan si lelaki sedang sibuk mengeluarkan beberapa bahan makanan dari dalam kulkas.

"Kiss nya mana kalo sayang?"

"Nanti lah tunggu masakannya jadi dulu, kalau enak aku kiss!"

"Kalo gak enak?"

"Hmmmmm... Aku kiss 2 kali!"

"Loh kok?"

"Biar jadi enak, ya kan?"

"Waaah kamu godain aku ya? Waah bisa gak jadi nih aku masak kalau begini!" Putera membalik tubuhnya hingga kini mereka berdua berhadapan.

Dengan sigap Putera meraih Dinda dalam dekapannya dan tanpa basa basi mencium bibir kekasihnya itu yang hari ini terlihat begitu segar dengan warna peach dari lipbalm yang dia kenakan. Kalau sudah begini, tidak mungkin hanya sekedar kecupan biasa. Putera tidak akan melepaskan kekasihnya itu sampai Dinda meminta ampun atau dia kehabisan nafas!

***

Continue lendo

Você também vai gostar

81.3K 12.5K 56
The story of Chery and Liam in the kitchen. Nothing more hot than this.
One Kiss De Ribka Adelina

Literatura Feminina

225K 24.4K 31
Sumpah, belum kepikiran bagian descriptionnya apaan. Pokoknya cinta segitiga, ceritanya Bella. You know, that one from Ginting Danuadji and Partners...
59.8K 6.3K 26
Shienna Sien tidak mengingat apapun tentang hidupnya. Hanya memori kecil yang setiap kali datang ketika ia mencoba mencari tau siapa dirinya. Dikejar...
88.3K 7.8K 30
[21+] [Chicklit / Romance / Medicine] [Follow + Vote + Komen = Early update!] Seorang dokter muda yang patah hatinya. Seorang mahasiswi yang menghidu...