THE BLOCKADE (TERBIT)

By Partikel__Atom

673K 60.3K 63.7K

Diterbitkan oleh Penerbit LovRinz (Pemesanan di Shopee Penerbit.LovRinzOfficial) *** "Jangan percaya kepada s... More

DARI PENULIS
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
IKLAN
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
OPEN MEMBER GC
PART 16
PART 18
PART 19
PART 20
IKLAN
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
IKLAN
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PREORDER DIBUKA
PART 35
INFO PENTING
PART 36 (ENDING)
TERIMA KASIH

PART 17

10.2K 1.2K 1.1K
By Partikel__Atom

Revisi setelah end

Jose dan Bricia berjalan bersisian. Di tangan masing-masing memegang es krim. Jose lebih memilih rasa cokelat dibanding rasa stroberi yang ditawarkan Bricia tadi. Mereka baru saja makan siang di restoran yang tidak jauh dari tempat kursus Jose, di tempat lunch pertama mereka waktu itu. Bricia mengajak makan es krim di taman dengan dalih mencari angin katanya. Padahal tujuan utamanya agar ia bisa berlama-lama dengan Jose.

“Jo, ke sana yuk.” Bricia menunjuk sebuah kursi panjang di bawah pohon ketapang di sudut taman. “Sambil makan es krim di sana kayaknya seru.”

Jose mengikut saja. Mengekor Bricia yang cepat-cepat ke sana.

“Kamu ada jadwal turnamen lagi gak?” Seperti biasa, Bricia mulai mencari topik agar obrolannya dengan Jose semakin panjang. Dan juga agar kedekatan mereka terasa semakin intens. Angin meniup-niup rambut Bricia yang hanya sebahu itu.

“Ada. Dalam waktu dekat.” Jose ikut duduk di samping Bricia. Satu alasan kenapa siang ini ia meladeni permintaan Bricia, adalah agar ia bisa mencari tahu lebih lanjut soal pin berbentuk hati, yang pernah ia lihat di tas Bricia.

“Semoga menang ya, Jo. Aku selalu ngedukung kamu kok. Aku yakin, kamu akan harum namanya di dunia catur.”

Jose memperbaiki posisi duduk. Sedikit menyerong agar bisa melihat sorot mata Bricia. “Bris, gue eh aku maksudnya. Boleh gak nanya sesuatu?” Ia tatap lekat-lekat sepasang bola mata yang agak kebiruan itu. Bricia memiliki darah Finlandia dari ayahnya.

Dari tempat duduknya Bricia tersipu saat menyadari kalau Jose memandanginya begitu lekat. Apalagi saat sorot mata Jose tepat menatap matanya. Dengan gerakan kikuk ia perbaiki anak rambutnya di dekat telinga. “Hmm secepat itu kah, Jo?” Bukannya menjawab, Bricia malah bertanya balik.

“Maksud kamu?”

“Hehe maaf-maaf. Lanjut Jo, kamu mau ngomong apa? Aku udah siap kok buat dengerin?”

Jose mengerutkan dahi melihat Bricia yang bertingkah aneh seperti itu. “Aku mau nanya soal Aime.” Lanjut Jose.

Air muka Bricia langsung berubah saat mendengar nama Aime disebut. Padahal tadinya ia seolah sedang berada di taman syurga penuh bunga-bunga, mendadak pindah ke tanah tandus nan gersang. Bricia menghembuskan napas kesal. Bahkan dalam keadaan berduaan seperti ini, Jose masih saja menyebut nama Aime.

“Kamu kenapa?” tanya Jose melihat Bricia yang bukannya menjawab tetapi diam saja.

“Mau nanya apa soal Aime?” Bricia bertanya balik dengan nada ketus.

“Di hari kejadian waktu itu, apa Aime nunjuikin gerak-gerik mencurigakan? Maksudnya siapa tahu kamu sempat ngeliat Aime nunjukin tanda-tanda kalau dia mau bunuh diri,” tanya Jose, berusaha menggunakan kalimat yang mudah dipahami Bricia dan tidak menyinggungnya. Ia sadar kalau Bricia tidak suka jika dia menyebut nama Aime.

“Emang aku kurang kerjaan ya? Ngikutin gerak-gerik Aime? Lagian juga aku gak punya urusan ama dia. Jadi kayaknya kamu salah orang deh nanya ke aku.” Bricia lantas menarik tasnya. Melempar es krim yang baru dicicipi setengahnya ke tong sampah di samping pohon. Lantas pergi meninggalkan Jose. “Aku duluan.”

“Bris! Bricia!” panggil Jose. Namun tidak dipedulikan oleh si pemilik nama. Tidak jauh dari sana supir pribadi Bricia, Pak Bagas sudah menunggu dengan mobil marcedes hitamnya. Jose hanya bisa membuang napas pasrah. Lagi-lagi ia gagal menggali info. Belum juga ia bertanya soal pin. 

***

Bricia menghentak-hentakan kaki di lantai mobil. Ia buka kaca jendela lebar-lebar agar bisa melempar pandang ke luar. Melihat jalanan siang ini yang padatnya minta ampun.

“Ada apa, Nyonya Muda?” tanya Pak Bagas yang melihat dari kaca spion kalau majikannya itu sedang bermuka masam di kursi belakang.

“Kesel banget tau,” jawab Bricia ketus.

“Ama Jose ya?” Bricia sudah bercerita banyak soal jose kepada supirnya ini.

“Siapa lagi. Masa iya lagi bareng aku tapi yang selalu disebutnya nama Aime mulu. Aime lagi, Aime lagi. Ngapain sih disebut terus. Orang udah meninggal juga. Dia gak sadar apa, kalau sekarang ada aku.” Bricia melepas kekesalannya.

“Mungkin nyonya muda nyerah aja buat ngejar si Jose-Jose itu. Lagian nyonya cantik kok. Pasti dengan mudah aja nyari pengganti Jose.” Si supir memberi saran.

“Gak! Aku maunya tetep Jose. Gak mau tau. Jose harus jadi milik aku. Aku bakal lenyapin dari muka bumi siapa aja yang ngehalangin aku. Tapi,” Bricia mendadak tersungut-sungut.

“Tapi kenapa nyonya?” Sambil menyetir, Pak Bagas tetap meladeni majikannya itu.

“Tapi Aime yang udah gak ada di bumi aja aku tetep kalah. Gimana dong, Pak? Bantuin dong.” Bricia kembali tersungut.

Hampir saja Pak Bagas tertawa mendengar kalimat Bricia itu. “Hmm, pasti ada solusi. Mungkin Jose hanya butuh waktu buat ngelupain Aime. Nanti juga dia akan sadar kalau nyonya muda lebih pantas untuknya dibanding Aime.

Mata Bricia berbinar. “Bener?”

“Tentu saja, Nyonya.”

Tidak ada lagi obrolan setelahnya. Sambil memandangi jalanan, Bricia teringat pertanyaan Jose tadi. Mengenai apa Aime di di hari itu menunjukan tanda kalau dia akan bunuh diri atau tidak. Ingatan Bricia pun kembali ke hari kejadian.

Flshback

Hari minggu yang biasanya ia habiskan untuk berbelanja, hunting pakaian atau aksesoris keluaran terbaru dari brand-brand yang sering ia pakai malah harus diganti dengan datang ke sekolah. Mengikuti kelas tambahan karena pendapat dan permintaan debagian besar teman sekelasnya yang sangat ambisi soal nilai. Sebagaiamana kebiasaan lainnya pada hari libur, Bricia bangun kesiangan sehingga hampir saja ia telat ke sekolah. Untung saja sepuluh menit sebelum kelas dimulai ia sudah tiba di dalam kelas.

Setibanya di kelas, teman-temannya yang lain juga sudah datang. Tinggal beberpa kursi yang masih kosong. Ia tidak peduli. Bricia berjalan masuk dan duduk di tempat duduknya. Setelah itu ia klik tombol HP-nya untuk melihat jam. “Masih ada waktu untuk ke kamar mandi sebentar,” pikirnya. Bricia bangkit lagi dan menuju kamar mandi. Sekolah benar-benar lengang hari itu. Kelas-kelas lainnya kosong. Hari itu hanya kelas mereka saja yang berada di sekolah. Juga beberapa orang guru yang akan mengajar. Setelah melintasi kelas-kelas, Bricia pun sampai di WC khusus siswi yang berada di lorong paling ujung. Baru saja ia melangkah masuk, telinganya menangkap sesuatu. Sayup-sayup terdengar suara tangisan dari bilik paling pojok. Bricia mendekat untuk memastikan. Namun sebelum ia sampai, tiba-tba bilik itu terbuka. Keluar dari balik pintu, Aime dengan mata yang sembap akibat menangis.

“Lo --?” Belum sempat ia bertanya, Aime langsung berjalan cepat meninggalkan Bricia yang masih mematung.

Bricia mengangkat bahu tidak peduli. “Bodo amatlah.” Ia kemudian masuk ke salah satu bilik untuk menyelesaikan hajatnya. Tidak begitu memikirkan kenapa Aime menangis.

***

Selepas perginya Bricia, Jose masih di taman. Menikmati sisa es krimnya hingga tandas. Ia scroll beranda sosial medianya. Mencari kesibukan agar pikirannya teralihkan mengenai Aime. Namun mendadak ia terpikirkan sesuatu. Yang lagi-lagi ini kemungkinan bisa membantunya mememecahkan kasus meninggalnya Aime. Sebenanrnya Jose hanya ingin mencari kebenaran. Aime benar bunuh diri? Jika itu benar apa alasannya? Atau Aime dibunuh? Kalau dibunuh, siapa pelakunya dan apa motifnya? Pastinya orang itu harus mendapat ganjaran.

Jose kemudian keluar dari media sosialnya. Mencari satu nama pada kontak di HP-nya. Kemudian mengkilk tombol panggilan. Tidak lama panggilan pun tersambung.

“Tumben lo nelpon gue,” ucap suara di seberang tanpa basa-basi.

“Lo lagi gak sibuk 'kan? Gue ke rumah lo sekarang.”

“Jangan di rumah. Di tempat biasa aja.”

“Oke.”

***

INFO PENTING. TOLONG DIBACA ...

Segitu aja dulu untuk hari ini hehe.
Jangan lupa vote dan comment ya.🥳

Cerita ini belum direvisi, masih banyak cacatnya. Kalau ada typo mohon ditandai ya. Biar saya sedikit terbantu pas proses revisi nanti.

Ajak pembaca yang lain juga dong buat baca cerita ini.

Kayaknya saya mau pakai target deh. Biar adil.🤭
Biar penulis dan pembaca sama-sama berjuang untuk cerita ini hehe.

Cerita akan dilanjutkan setelah target tercapai ya. 25 Rb kali dibaca (secara keseluruhan) dan minimal 500 komentar (untuk part ini).

Kalau kamu emang suka dan penasaran kelanjutan ceritanya, silakan bantu untuk mencapai target ya.

Kabarin kalau target udah tercapai hehe.
Sampai jumpa di part selanjutnya.🥳🥳

Spam "NEXT"  di sini.

Continue Reading

You'll Also Like

5.7K 3.6K 16
Ryan & Kinan Ini merupakan cerita fiksi. Tidak menceritakan kehidupan seseorang di dunia nyata. Semuanya hanyalah sebuah karangan yang di dasarkan pa...
143K 11.7K 70
(#HUGMESTARSERIES) Perihal dua anak manusia yang sibuk menanti bahagia. Satu cacat mental, satu lagi tak mampu mendengar jika tanpa alat. Kisah ini...
1.7K 1.1K 24
Cerita ini diambil dari kisah nyata author, tapi tidak semua alur seperti kisah nyata tersebut ada juga hasil dari karangan author. Tapi kebanyakan y...
14.1K 1.1K 17
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...