You Always In My Mind ~||^ (T...

By Yatihasyim

2.7K 1.4K 4K

Berkisah tentang seorang dokter bedah cantik yang bernama Aidhira. Dia harus menerima takdir cinta yang tak s... More

Prakata ~ You Always In My Mind
Prolog ~ You Always In My Mind
Part 1 - Aksi Penyelamatan ~ You always in my mind
Part 2 - Pertemuan Yang Tidak Disengaja ~ You always in my mind
Part 3 - Terjebak Di Jurang ~ You always in my mind
Part 4 - Lintah ~ You always in my mind
Part 5 - Gigitan Ular ~ You always in my mind
Part 6 - Teringat Masa Lalu ~ You always in my mind
Part 7 - Tontonan Menakjubkan ~ You always in my mind
Part 8 - Operasi Dadakan ~ You always in my mind
Part 9 - Kunjungan ~ You always in my mind
Part 10 - Rumah Sakit Jiwa ~ You Always In My Mind
Part 11 - Pertengkaran ~ You Always In My Mind
Part 12 - Awal Pertemuan ~ You Always In My Mind
Part 13 - Sekilas Bayangan ~ You Always In My Mind
Part 14 - Ancaman ~ You Always In My Mind
Part 15 - Memulai Kedekatan ~ You Always In My Mind
Part 16 - Misi Penangkapan ~ You Always In My Mind
Part 17 - Melumpuhkan Target ~ You Always In My Mind
Part 18 - Pengalaman Yang Sama ~ You Always In My Mind
Part 20 - Keychain ~ You Always In My Mind
Part 21 - Kembali kerumah lama - You always in my mind
Part 22 - Berita masa lalu - You always in my mind

Part 19 - Gagal Membawa Nindy ~ You Always In My Mind

86 43 154
By Yatihasyim

.
.
.

Selama Vinka mengobrol bersama pengasuh panti, banyak informasi yang didapatkannya dari si pengasuh tentang si anak gadis yang ternyata bernama Nindy tersebut. Bahkan membuat Vinka akhirnya mengetahui kenyataan lain..

"Sebetulnya, agak susah untuk membuatnya berbicara, apalagi membawanya pergi dari ini.. Dulu sekali, ayahnya pernah kemari, tetapi sepertinya dia lebih menginginkan untuk tinggal disini. Saya khawatir nanti Dokter Vinka kerepotan" tutur ibu Pengasuh.

Berbicara mengenai seorang ayah, sepertinya memang seperti yang pernah dokter Anton beritahu padanya ketika itu. Vinka tersenyum simpul.

"Saya akan mencobanya" singkat Vinka memantapkan diri.

Pada awalnya, ibu Pengasuh masih merasa tidak percaya dengan jawaban Vinka ini. Namun, setelah diperhatikan kembali dia jadi tertegun merasa menemukan niat Vinka yang begitu tulus. Hingga pada akhirnya dia mengangguk,

"Saya sarankan supaya Dokter bisa mengakrabkan diri dulu dengannya, bagaimanapun caranya" pintanya yang terkesan memohon.

'Apakah sesulit itu membawanya?' Ia masih tak percaya..

"Ibu tenang saja. Saya pasti akan berusaha semaksimal mungkin" kata Vinka dengan penuh percaya diri.

Selanjutnya, Ibu Pengasuh itu pun beranjak masuk ke ruangan lain meninggalkan Vinka sejenak untuk menunggu. Hingga tak lama kemudian, pengasuh itu kembali bersama seorang gadis kecil yang berusia sekitar delapan tahun-an.

"Nah, Nindy, ini Dokter Vinka. Dia yang nantinya akan merawatmu dan menjagamu. Berilah salam padanya" ujar Ibu Pengasuh itu dengan nada lembut.

"Hai, Nindy. Kamu apa kabar?" sapa Vinka seraya tersenyum serta melambaikan tangannya ke arah gadis kecil itu.

Sayangnya, alih-alih membalas sapaan Vinka, gadis kecil itu malah melempar tubuhnya dan berlari keluar pintu entah menuju kemana.

Meski menurut Vinka, gadis kecil itu tak punya sopan santun padanya, tapi ada rasa ketertegunan dalam benak Vinka melihat prilakunya. Satu kemungkinan bahwa ia seperti memahami situasi ini.

Ibu pengasuh juga terlihat tak bisa berbuat apa-apa, begitupun juga dengannya, yang tidak tahu harus melakukan apa. Ibu Pengasuh yang sudah mengerti bagaimana Nindy hanya bisa pasrah dan mengatakan bahwa Nindy selalu bersikap seperti itu pada orang yang asing baginya. Dia juga menambahkan bahwa Nindy acap bersembunyi, menutup diri, serta tidak jarang akan bersikap kasar jika dipaksa.

Vinka pun mencoba memahaminya dan hanya bisa bertahan sejenak sambil memikirkan cara untuk membujuk Nindy.

***

Seorang gadis kecil terlihat tengah melamun diatas ayunan seorang diri di halaman belakang panti. Ayunan itu terikat di sebuah pohon besar dan terlihat sudah tua. Tetapi rupanya masih kokoh dan sanggup menopang tubuh gadis kecil itu.

Vinka perlahan menghampiri Nindy yang masih tengah beesi tegang dengan pikirannya diatas ayunan tersebut bahkan tak memerdulikan kedatangannya.

"Apakah disini tempat favoritmu?" tanya Vinka begitu muncul dan langsung ikut terduduk di batu besar tepat sebelahnya

Nindy menoleh, tapi sesaat langsung berpaling saat tahu yang datang adalah Vinka. Dia sama sekali tidak berniat membalas lontaran Vinka tersebut, justru tetap terdiam dengan posisi yang masih sama. Ayunan itu pelan-pelan digerakkan menggunakan tubuhnya.

Menerima sikap itu, Vinka sekali lagi harus berbekal tabah dengan perasaan terenyuhnya.

"Apakah kau merasa nyaman tinggal di sini?" tanya Vinka sekali lagi, berharap dapat respon dari Nindy.

Dan lagi-lagi, Nindy hanya diam. Mungkin dia tahu jika Vinka hanya berusaha mengakrabkan diri dengannya. Sebaliknya, Vinka dibuat bingung dengan tidak adanya respon yang diberikan Nindy. Gadis kecil itu selalu terdiam setiap pertanyaan yang dilontarkan Vinka. Hal inilah yang membuat Vinka kesulitan menebak bagaimana pikirannya.

"Mengapa Nindy bersikeras tidak ingin kembali pulang? Padahal, tinggal di rumah sendiri itu sangat menyenangkan loh.."

Meskipun tidak ditemukan adanya kekerasan dalam keluarga, Vinka menduga ada alasan dibalik semua ini. Vinka juga merasa gadis kecil itu menyembunyikan sesuatu dari semua orang. Vinka yang kembali mencoba  berinteraksi lagi seperti tak ingin menyerah, ia berharap sekali lagi, ingin setidaknya ia bisa mendapatkan satu jawaban dari sekian pertamyaan yang diajukannya.

Dan benar saja, Nindy kali ini melirik Vinka, menghubungkan tatapannya pada pandangan Vinka. Tatapan yang tidak memiliki emosional bahkan tanpa ekspresi. Situasi ini sangat membuat Vinka bingung sesaat hingga benaknya memunculkan sosok Aidhira. Benar, melihat situasi ini, Vinka jadi teringat bahwa Aidhira, sang sahabat, juga sering menampakkan wajah datar seperti itu ketika sedang dilimbungi oleh rasa kecewa serta berusaha menutupi berbagai kesedihan terdalam.

"Nindy, Kakak punya permainan nih! Gimana kalo kita main bersama? Pasti seru!"

Gadis kecil itu tidak bergairah menanggapi ajakan Vinka tersebut setelah memutuskan kontak mata, seolah ajakan Vinka itu tidak menarik baginya. Dia hanya menatap Vinka, kali ini dengan tatapan datar tidak sedalam sebelumnya,

Hingga dari sini Vinka mengerti, bahwa apa yang dikatakan Ibu Pengasuh padanya must real dan benar adanya.

Vinka sungguh kesulitan menarik perhatian Nindy, terlebih Vinka sendiri mengakui bahwa dirinya bukan tipe orang yang mudah bersosialisasi.

Vinka juga sudah kehabisan cara untuk membujuk Nindy degan cara apapun dan semuanya gagal. Hembusan panjang diluapkannya, Vinka hanya berharap seandainya saja Aidhira berada disisinya sekarang. Tentu sahabatnya itu akan dengan mudah berkomunikasi dengan Nindy. Itu mungkin saja, karena mereka memiliki sikap yang sama yang tentu masalah yang dialami Nindy ini ada persisnya dengan yang dialami Aidhira sekarang.

Pada akhirnya, Vinka pun menyerah dan kembali menemui Ibu Pengasuh. Dia benar-benar tidak sanggup menaklukkan hati seorang Nindy dengan sikapnya yang dingin itu.

"Mungkin sekarang saya belum bisa membawa Nindy, tetapi besok saya akan coba kembali lagi untuk membujuknya" ujar Vinka sebelum berpamitan dan meninggalkan tempat itu.

***

Hari pun beranjak malam. Lampu-lampu kota di sepanjang jalan pun mulai dinyalakan. Jalanan masih ramai dengan hura-haranya kendaraan yang berlalu lalang dikedua sisi. Di trotoar hanya terlihat beberapa pejalan kaki yang pulang bekerja dan beberapa lainnya pejalan kaki biasa, termasuk dua orang yang sekarang tengah berjalan beriringan mengisi trotoar. sambil menikmati udara bebas.

"Apa yang kau rasakan sekarang?" Aidhira melirik Rio yang berada tepat disampingnya.

"Sudah tidak begitu sakit. Rasanya, racun tadi sudah menghilang dari tubuhku.." balas Rio yang sudah merasakan kelegaan setelah sesuatu yang menyakitkan.

"Ohya? Syukurlah kalau begitu"

"Tapi tidak dengan rasa sakitnya oke," imbuhnya yang membuat Aidhira tertawa kecil.

"Nanti juga segera sembuh. Jangan lupa diminum rutin obat yang tadi kuberikan padamu" Aidhira kembali mengingatkan Rio sambil sesekali berpaling pada sekeliling pertokoan dan gedung yang berjejer cukup menyorot disetiap jalan dengan penerangan lampu-lampu yang menghiasinya. Sesekali juga mengamati pria itu.

"Ya. Terima kasih, Dokter" jawaban yang terdengar hangat yang tak lantas membalas lirikan Aidhira saat menyadari wanita itu sempat memperhatikannya bersama senyuman manis yang dibawa.

Awalnya, Rio tadi ingin mengajak Aidhira pulang bersamanya karena kebetulan Aidhira hari ini juga tidak membawa mobilnya. Namun, dikarenakan sebelum ini ia yang mengetahui mobilnya yang terparkir itu mendadak mogok setelah keluar dari rumah sakit tadi, tak punya pilihan lain selain mereka yang berakhir disini, harus berjalan kaki. Atas dasar Aidhira yang meminta, daripada taxi, berjalan kaki menurutnya lebih menyenangkan jadi Rio menyetujui itu.

Udara malam kali ini terasa cukup dingin. Bahkan, lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Baik Aidhira maupun Rio hanya mengenakan pakaian biasa, bukan pakaian tebal seperti seharusnya. Mereka lupa bahwa bulan Oktober sudah semakin dekat dan itu tandanya musim dingin segera dimulai hingga akhir Desember nanti.

Rio terus menggosok-gosokkan tangannya demi mengusir hawa dingin yang begitu terasa menusuk baginya, lalu menempelkan kedua tangannya itu ke pipi, gerakan yang dilakukan untuk menghangatkan diri. Dia terus melakukan cara yang sama seperti itu sampai bebar-benar merasakan kehangatan.

Aidhira melihat hal itu dan tersentak, karena merasa tidak asing dengan tingkah Rio ini. Tingkah yang kembali mengingatkannya pada seseorang di masa lalu. Aidhira juga menemukan kesamaan karakter yang sama antara Rio dengan sosok yang selama ini dirindukannya itu. Sesuatu yang Aidhira rasakan ini bukan hanya sekali dua kali tapi hampir setiap saat bertemu dengan Rio. Tanpa sadar mata Aidhira berseri menatapnya.

Menyadari diri yang terus diperhatikan, Rio jadi menoleh.

"Ada apa?" Rio bertanya dengan dua alis terangkat, dan mendapati Aidhira yang masih fokus memperhatikannya membuat Rio harus menegurnya

"Dhira? Ada apa?"

Menyadari panggilan akrab Rio membuat Aidhira kembali tersadar.

"Eh? Tidak ada"

'Aidhira tidak salah dengar 'kan? Panggilan Rio tadi berubah terasa akrab'

Jawaban singkat Aidhira itu tak elak membuat Rio merasa puas justru malah menimbulkan rasa penasaran dipikirannya. Rasa penasaran yang Rio duga bahwa Aidhira memiliki sesuatu yang masih disembunyikan padanya, sebab Rio kini seperti mengerti arti tatapan Aidhira.

Seketika, suasana canggung pun tercipta. Keduanya hanya diam sambil terus berjalan pelan, menyusuri trotoar yang terasa sangat panjang. Mereka hanya tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

***

Saat dalam perjalanan pulang, Vinka menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah cafe. Dia ingin menenangkan pikiran dan menghangatkan tubuhnya dengan secangkir coffe latte kesukaannya.

Dia pun duduk di bangku pojok yang dekat dengan jendela, membuatnya leluasa menikmati pemandangan luar di sekitar cafe. Pandangannya lalu kembali disapukan oleh beberapa pelanggan yang masuk dan keluar dan sesaat pandangannya berhenti pada sosok pria yang tidak asing baginya.

Vinka mengenalinya sebagai salah satu pria yang menghuni rumah hijau yang dipenuhi banyak tanaman dekat kontrakannya tersebut. Pria itu duduk tenang sambil sibuk dengan ponselnya dan ditemani secangkir kopi di mejanya. Merasa kenal, Vinka pun beranjak dan menghampiri pria itu.

"Apakah aku boleh duduk di sini?" pinta Vinka.

Merasa ada orang yang mengajaknya bicara. Si pria pun berhenti memainkan ponsel dan mengangkat wajah, mengamati Vinka dengan pandangan menyelidik serta berusaha mengingat karena wanita yang kini dihadapannya seperti ia mengenalinya.

"Kau? Kau yang waktu itu?!" tanya si pria yang tak lain adalah Mark begitu berhasil mengingat sosok yang berdiri di dihadapannya tersebut.

Vinka hanya tersenyum dan memilih duduk di hadapan pria itu sambil tertawa kecil.

"Waktu itu, kita belum sempat berkenalan. Perkenalkan, namaku Vinka" jawab Vinka sambil mengulurkan tangannya.

"Namaku Mark" balas pria itu dengan hangat.

***

Sementara, Aidhira bersama Rio masih berjalan santai sambil sesekali berbincang tentang banyak hal. Saat tiba di persimpangan, jarak diantaranya sedikit meregang beberapa meter dengan Aidhira yang kini sudah berada paling depan namun Aidhira masih menghadap kearah Rio dengan langkah mundur. Aidhira kemudian merogoh sakunya dan melempar sebuah benda kecil kepada Rio.

"Nih!"

Lemparan itu tentu dengan mudah ditangkap oleh Rio. Sebuah kotak berukuran kecil berwarna kaca buram dengan sesuatu didalamnya entah apa isinya. 

"Apa ini?"

"Buka saja"

Meskipun Rio tidak mengerti, Rio tetap membukanya sesuai permintaan Aidhira.

"Aku menemukannya di rumah temanmu itu. Tadi pagi saat kau kerumah sakit. Niatnya mau sekalian kukembalikan padamu. Sayangnya, kau keburu pergi"

Atas pernyataan itu Rio berkerut.


~TO BE CONTINUED~

See you on the next part gais😚

Terimakasih readers yang sudah mempir✌️🥰😽

Love you all😘

Continue Reading

You'll Also Like

16.2K 2.9K 27
Bagaimana ceritanya ketika kalian yang sedang menikmati hidup dengan senang, tenang dan tanpa gangguan. Namun tiba tiba datang entah virus darimana...
6.9K 662 24
menceritakan seseorang yg bernama reivan gieora adell. sebut saja adel adel seorang yg bisa di bilang cukup nakal karena dia pernah memukuli guru di...
117K 10.1K 84
Ini hanya kisah Boboiboy dan (Name) yang dinikahkan pada umur 17 tahun dengan dalih perjodohan. Lantas bagaimana kisah mereka kedepannya? Warning...