You Always In My Mind ~||^ (T...

By Yatihasyim

2.7K 1.4K 4K

Berkisah tentang seorang dokter bedah cantik yang bernama Aidhira. Dia harus menerima takdir cinta yang tak s... More

Prakata ~ You Always In My Mind
Prolog ~ You Always In My Mind
Part 1 - Aksi Penyelamatan ~ You always in my mind
Part 2 - Pertemuan Yang Tidak Disengaja ~ You always in my mind
Part 3 - Terjebak Di Jurang ~ You always in my mind
Part 4 - Lintah ~ You always in my mind
Part 5 - Gigitan Ular ~ You always in my mind
Part 6 - Teringat Masa Lalu ~ You always in my mind
Part 7 - Tontonan Menakjubkan ~ You always in my mind
Part 8 - Operasi Dadakan ~ You always in my mind
Part 9 - Kunjungan ~ You always in my mind
Part 10 - Rumah Sakit Jiwa ~ You Always In My Mind
Part 11 - Pertengkaran ~ You Always In My Mind
Part 12 - Awal Pertemuan ~ You Always In My Mind
Part 13 - Sekilas Bayangan ~ You Always In My Mind
Part 14 - Ancaman ~ You Always In My Mind
Part 15 - Memulai Kedekatan ~ You Always In My Mind
Part 16 - Misi Penangkapan ~ You Always In My Mind
Part 17 - Melumpuhkan Target ~ You Always In My Mind
Part 19 - Gagal Membawa Nindy ~ You Always In My Mind
Part 20 - Keychain ~ You Always In My Mind
Part 21 - Kembali kerumah lama - You always in my mind
Part 22 - Berita masa lalu - You always in my mind

Part 18 - Pengalaman Yang Sama ~ You Always In My Mind

76 39 102
By Yatihasyim

.
.
.

Aidhira mempercepat langkahnya supaya segera tiba ke ruangannya usai membaca pesan singkat di ponselnya tersebut.

Dan benar sekali, pria itu sekarang tengah berdiri didepan ruangannya entah sejak kapan. Aidhira berlari kecil menghampirinya.

"Rio maaf aku tadi ada urusan sedikit, apa sudah lama menunggu?" Aidhira yang begitu tiba, jelas merasa tak enak hati setelah mendapati pria itu yang sepertinya sudah lama berdiri disini. Meski ia tidak tahu hal mendesak apa sampai membuatnya datang kemari.

"Aku juga baru datang, kok" jawaban yang terdengar begitu lirih dengan senyuman masamnya tak elak membuat Aidhira berpikir bahwa ada yang berbeda dari Rio hari ini

Namun, dilihat dari tampilannya yang begitu berantakan. Ditambah wajahnya yang terlihat pucat pasi, membuat Aidhira akhirnya ingin bertanya..

"Kau habis dari mana?"

"Berburu"

Aidhira memahami itu dan hanya bisa mengangguk menanggapi jawaban singkat tersebut, sebab dirinya pun tahu sebagaimana aktifitasnya sebagai polisi, tentu tak ada hal lainnya lagi yang dilakukan.

Namun disini, Aidhira baru menyadari saat pandangannya, menemukan hal mengejutkan yang baru disadari olehnya. Sebuah noda darah telah nyaris mewarnai seluruh punggung tangannya yang membuat sebagain pakaian yang dikenakannya itu lebih terlihat kacau dan kotor. Selain itu, pinggang yang sedari tadi ditutupinya seperti sengaja menutupi noda darah yang sudah terlihat jelas. Sontak saja hal itu membuat Aidhira yang melihatnya jelas kaget,

"Kau terluka!? Sini perlihatkan padaku.."

Sebaliknya Rio malah sedikit menghindar ketika Aidhira ingin meraih tangan Rio untuk menyingkir dari noda darah yang sejak tadi ditutupinya itu,

"Kenapa? Kau tidak ingin aku melihatnya?"

Rio bergeming, tapi sesaat.. rasa sakit di lukanya membuatnya kembali merintih, dia hanya tak ingin Aidhira melihatnya disini. Aidhira yang mengetahui maksudnya, segera membawa Rio masuk ke dalam ruangannya.

***

*In the room

"Mengapa diam saja? Masih perlu menunggu aku tahu? Jelas-jelas kau kemari menemuiku juga karena ingin luka ini segera di obati 'kan?Bisa-bisanya-" sambil mencari cairan obat, Aidhira sempat ingin mengumpat dengan tanbahan bumbu cercahan yang ia berikan, lalu melirik pria itu sejenak.

Mendapati Rio yang tak menggubris cercahannya, membuatnya tergeleng pelan dan sedikit geram. Pria itu hanya bisa menuruti perintahnya, yang saat ini berjalan kearah sebuah kursi mahjong astrovis tanpa roda berukuran sedang milik Aidhira tersebut dan mendudukinya.

Aidhira menghempaskan dengusan pelan setelah mendapatkan cairan obat, yang kemudian dimasukkan kedalam kotak aluminium serta beberapa peralatan medis lainnya yang tersimpan rapi di lemari medis.

Tangan Aidhira cekatan menyiapkan segala peralatan itu dan bergegas membawanya kembali kehadapan Rio,

Dibandingkan semula, setelah Aidhira perhatikan. Kali ini bahkan Aidhira melihat Rio yang tidak berdaya semakin membuatnya terlihat memucat. Meski dilimbungi rasa cemas. Toh, Rio juga tak memperdulikan keadaannya itu..

"Buka bajumu"

Tanpa banyak berpikir, Rio juga langsung menuruti perintah itu, membiarkan wanita itu melihat tubuhnya yang sixpack dengan pinggang yang ramping itu membuat Aidhira sesaat dibuat nyaris tergoda. Meski sempat berpaling, ia masih tetap profesional sebagai seorang dokter.

Aidhira mulai bergerak setelah berjongkok menyamai letak luka yang perlu dia atasi. Nah, dari sinilah Aidhira jadi tahu setelah melihat detail luka Rio. Antara tertegun dan tidaknya, Aidhira berpikir,, dimana ada sayatan pisau yang berubah membiru? Jadi Aidhira menyimpulkan hal lain..

"Sementara, aku tidak bisa menebak kondisi ini semacam apa, tapi sepertinya ini efek racun"

Mendengar itu, Rio tidak kaget, justru dia malah menghempas desahan pelan. Kedua alis Aidhira terangkat

"Sudah kuduga, orang itu pasti mengolesinya di pisau itu" ujar Rio yang dimana tebakannya sejak awal ternyata memang benar.. Tapi mendengar Rio yang berkata demikian, Aidhira perlu memastikan sesuatu,

"Apa kau tahu sekarang pisau itu ada dimana?" Aidhira hanya bisa berharap jika dirinya mungkin bisa mendapatkan benda itu, suatu kemungkinan baginya dapat dengan mudah dipergunakannya, guna untuk membantunya meneliti sejenis racun tersebut dan berasal dari mana. Namun Rio malah meminta Aidhira supaya tak perlu melakukan apapun. Rio juga menjelaskan, bahwa masalah itu biarkan Rio sendiri yang mengurusnya, dan jika suatu saat menemukan petunjuk Rio akan memberikan sampel tersebut jika berhasil mendapatkannya.

"Bukankah seharusnya itu masih berada di tempat lokasi?" Aidhira terlalu kekeh dan seperti tidak ingin mendengarkan nasehat Rio.

Ya. Meskipun Rio tahu persis benda itu masih disana tapi percuma, karena derasnya hujan saat itu telah membuat sebagain besar hilangnya bukti tersisanya racun yang ada pada pisau tersebut. Jadi walau Aidhira memintanya pun, juga tidak akan berhasil

"Tidak perlu khawatir soal itu, kau juga tak perlu mencarinya. Lihat aku, masih baik-baik saja 'kan? Setidaknya tidak mati karena racun"

Aidhira hanya mampu menatap Rio dalam-dalam yang bahkan sempat dirasuki oleh rasa gelisah tapi bahkan yang merasakannya tidak memperdulikan itu. Apakah memang beginikah sikap dan temperamennya? Keras kepala yang tak tau rasa bersalah terhadap rasa cemasnya orang lain juga tak mau menurut membuat Aidhira sekali lagi terngiang oleh sosok lama.

Sosok yang kembali terlitas dibenaknya itu juga membuat Aidhira sekali lagi merasa gelisah. Hingga sesaat kemudian Aidhira kembali tersadar dan perlu menyelesaikan ini. Aidhira tidak ingin membiarkan racun itu menyebar, lantas tangannya mulai bergerak lagi untuk sesegera mungkin bertindak mengatasi racun tersebut.

Pertama-tama, Aidhira menggunakan antiseptik untuk membersihkan area luka yang dicampur dengan fucicort untuk mengurangi rasa perih dibagian luka yang terkena racun, setelah tadi telah memberikan tekanan untuk menghentikan pendarahannya. Aidhira melakukannya dengan sangat hati-hati demi menghindari efek luka yang lebih dalam. Selanjutnya Aidhira masih menambahkannya dengan oxoferin untuk mengobati luka terinfeksi.

"Lukamu ini harus dijahit karena kedalamannya lebih dari satu senti"

"Lakukan saja apa yang perlu kau lakukan.. "

Aidhira dapat mendengar suara beratnya yang sedang berusaha menahan rasa sakit itu tapi juga berusaha tetap tenang. Entah bagaimana, Rio seperti tidak ingin peduli dengan semua itu dan sekali lagi Aidhira hanya bisa mengangguk menuruti ketenangannya untuk melakukan apa yang perlu dilakukan selanjutnya tanpa peduli lagi beban hingga perlahan mulai menjahitnya.. sambil sesekali menatap Rio yang sedang berjuang menahan semua rasa sakitnya dan sesekali juga fokus pada jahitannya.

Setelah beberapa menit berlalu, proses menjahit telah Aidhira selesaikan. Kemudian Aidhira kembali membersihkan area di sekitar luka, lalu mengoleskannya dengan neosporin, usai setelahnya menutupnya dengan pembalut hidrokoloid untuk menghindari luka terkena air dan sejenisnya. Lalu terakhir, membalutnya dengan kasa steril.

Setelah itu, Aidhira juga menyuntikkan tetanus booster untuk membantu proses penyembuhan Rio dan menghindari infeksi.

"Ah, selesai!"

***

Sementara, di lain tempat, Vinka terlihat berdiri di depan sebuah rumah sederhana yang tidak terlalu mencolok. Bentuk bangunan yang terlalu kecil juga tidak terlalu besar. Bahkan cat tembok rumah itu sudah terlihat memudar dan membuatnya terlihat suram. Namun pandangan sederhana ini membuatnya terlihat asri dengan banyaknya tumbuhan hijau yang mengelilinya. Tumbuhan dan berbagai tanaman itu nampak terawat.

Rumah itu memiliki halaman yang luasnya hampir seperti luasnya lapangan basket. Sebuah papan menempel di tembok depan rumah itu bertuliskan 'Panti Asuhan'.

Vinka menghela napas panjang sambil menatap berkas data pasien yang diberikan kepadanya oleh Dokter Anton.

Ingatannya diputar kembali saat percakapannya bersama dr.Anton sebelum meluncur ke tempat ini.

"Ini adalah data anak perempuan teman baik direktur rumah sakit kita. Kau croscek ke sana" kata Dokter Anton saat itu.

"Maksud Anda ini teman baik Profesor Agum?"

"Ya"

"Tetapi, kenapa harus saya, Dok?"

"Siapa lagi yang bisa kuandalkan untuk urusan seperti ini? Lagi pula, banyak pekerjaan lain yang harus aku selesaikan. Tidak punya waktu untuk mengurus itu sekarang"

"Tapi, bagaimana bisa anak ini ada di sana, Dokter?"

"Aku juga kurang paham tentang hal itu. Sedikit informasi yang aku tahu, dulu ayahnya pernah menjemput anak itu, tetapi dia tidak mau pulang. Hanya itu saja yang aku tahu. Profesor Agum sendiri yang memintaku merawatnya"

"Lalu, bagaimana dengan hasil rontgen yang waktu itu Anda berikan padaku?"

"Itu juga alasan yang lain. Bisa jadi, ayahnya mengetahui riwayat penyakit anak itu dan meminta Profesor Agum untuk membantu pemulihannya"

"Apakah teman beliau itu juga seorang dokter? Mengapa juga Profesor Agum mau mengurusi itu semua? Apakah mungkin mereka sudah saling mengenal dan memberi kepercayaan?"

"Kau ini bicara apa?!"

"Aah, maafkan saya yang terlalu banyak bertanya" jawab Vinka yang ketika itu melihat Dokter Anton mengembuskan napas panjang, seolah menyembunyikan sesuatu dari dirinya.

"Apakah dokter tidak bisa memberitahuku?"

"Bukannya tidak mau memberitahu, tapi"

"Tapi kenapa, Dokter?"

"Baiklah, mungkin aku perlu memberitahumu"

Vinka kembali menghela napas saat teringat penjelasan Dokter Anton mengenai pasien yang ditanganinya saat ini.

Dokter Anton mengatakan, bahwa Ayah sang anak dari yang akan ia rawat dengan Profesor Agum merupakan sahabat karib sejak lama. Bahkan, sang profesor sudah menganggap anak itu seperti anaknya sendiri saking dekatnya persahabatan mereka.

Fakta yang membuat Vinka terkejut adalah, ketika Dokter Anton memberitahunya kebenaran bahwa Ayah anak itu atau sahabat karib profesor merupakan seorang jendral kehormatan.

Sang jendral tidak bisa memberikan perhatian penuh serta kesulitan mengurus anaknya sendiri sebab pekerjaannya. Jadi hanya bisa mengandalkan pengurus rumah.

Kabar yang beredar mengatakan bahwa, sang jendral dan keluarganya memiliki wibawa tertinggi juga merupakan keluarga berpengaruh di kotanya.

Vinka masih penasaran, bagaimana bisa seorang jendral dengan segala kekuasaannya justru menempatkan putrinya di sebuah tempat yang seperti ini? Dia merasa hal ini sangat tidak wajar bahkan tidak pantas terhadap seorang gadis kecil yang masih berusia dini. Seharusnya, gadis kecil itu tinggal di rumah mewah dengan fasilitas lengkap sesuai jabatan besar yang disandang sang ayah. Namun, hal lain yang membuat Vinka lebih penasaran adalah, ketika dokter Anton sebelumnya mengatakan padanya jika anak perempuan itu justru menolak pulang dan memilih tinggal di panti ketimbang hidup nyaman di rumah sang ayah. Hah? Sebelumnya ia tak salah dengar 'kan?

Sebenarnya, Vinka tidak ingin mengurus itu semua ataupun memikirkan masalah orang lain. Namun, dia juga tidak bisa mengelak saat hal itu kini telah menjadi tanggung jawab yang diserahkan kepadanya.

Kini, Vinka mulai melangkah memasuki gerbang rumah tersebut tanpa ragu, lalu berhenti di depan pintu rumah tersebut dan mengetuknya....

Seorang wanita paruh baya muncul membukakan pintu tersebut.

"Dengan siapa? Dan apakah ada yang bisa saya bantu?" sapa wanita itu yang sepertinya adalah pengasuh di panti ini.

~TO BE CONTINUED~

Continue Reading

You'll Also Like

46.7K 3.1K 42
Siapapun yang menyakiti orang terdekatku akan merasakan dekatnya kematian. -freya Ini Hanya Fiksi Jangan Dibawah Kedunia Nyata JADWAL UP (SEBISANYA D...
6.3K 628 24
menceritakan seseorang yg bernama reivan gieora adell. sebut saja adel adel seorang yg bisa di bilang cukup nakal karena dia pernah memukuli guru di...
237K 8.7K 69
Suatu hari seorang gadis yang sedang tidur pada malam hari, ia bertemu dengan sosok yang ia rindukan muncul dalam mimpi nya. Yaitu ayah nya beliau me...
10.2K 881 16
Sebuah Geng motor yang berambisi untuk mengembalikan Hak mereka yang hilang karena oknum yang tidak bertanggung jawab Saksikan Kisah selanjutnya... ...