The Origin Of King Kaan

By Thingsgotlouder

625 174 94

[Fantasy, Action, Drama] Seorang bangsawan mendapati adiknya terpotong menjadi 2 bagian. Sebuah bencana terja... More

01. The First Daugther
02. The First Crown Prince
03. Red
04. After All
05. The Twin Princes
06. a Ballroom That Squealed The Pride
07. Sparkling Royal Stones of Yeaston
08. Mixed Blood Prince
09. Da Vienè
10. The Days Before
11. White Day
12. Brothers From Nowhere
13. The Queen's Son
14. Havoc
15. Run Away
16. The Softest Touch
17. Rodrigues
18. Post-Yeaston
20. Kaan
21. Basinscar
22. Blue Bird, Labradorite and The First Daughter
23. Dirty Jawel and The Dungeon
24. For Traitors
25. Earl Rose Pouchong

19. Just Because Fate Forces It

12 3 0
By Thingsgotlouder

Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Sama seperti saat di badai utara, Yseult seolah kehilangan konsep waktu. Satu-satunya hal yang bisa ia rasakan saat ini hanya ngilu, seolah dirinya kertas yang habis terbakar, hanya dengan sentuhan kecil tubuhnya akan menjadi debu semesta. 

Perlahan matanya sedikit terbuka, ia mendengar rintihan kecil tertahan dari seseorang disampingnya, atau diruangan disebelahnya, suara itu seperti  terendam oleh sesuatu. Yseult bangun dengan tidak memikirkan apapun, biasanya dia akan merasa lelah saat bangun seolah otaknya bekerja sepanjang malam. 

Mata Yseult sedikit buram saat ia merasa ada sumber suara lain. Suara ini jauh lebih lembut dan teratur, seperti suara helaan nafas. Yseult mencoba melihat kearah samping, rambut menyembul dari pandangannya, sosok itu tertidur menyamping di sisi kasurnya, wajahnya yang lembut memunculkan semburat lelah yang kentara. 

Siapa? 

Yseult tidak ingat untuk memikirkan satu nama yang bisa mewakili wajah itu di memorinya. Namun, sebuah tanda kecil di belakang lehernya menarik perhatian Yseult, tanda seperti lukisan itu tak lepas dari matanya selama beberapa waktu, bahkan ia lupa berkedip. 

"Soren?" Suara ringkih tak bertenaga itu berbisik dari bibir keringnya. 

Bagai aliran listrik, seseorang yang sebelumnya tertidur itu terhentak dan menegakkan kepalanya. Mata mereka bertemu selama beberapa detik. Cekungan pada area matanya yang hitam juga sangat memilukan.

"Bagaimana perasaanmu?" Suaranya hati-hati dan selembut sutra. 

"Aku tidak tahu, tapi tubuhku mati rasa" 

Kekhawatiran jelas tak terbendung dari raut wajahnya. Soren menyatukan kedua tangannya yang memegang Yseult dan dia berbisik. "Tak lama lagi, kau sudah melakukannya dengan baik sejauh ini"

Setelahnya dia berdiri dan berlalu ke balik pintu. Tak lama seseorang datang dengan tergesa dan menangis, kemudian disusul satu lainnya. Itu adalah ibu dan Senan. 

Yseult merasa aneh, mengapa Senan memakai pakaian perempuan lagi, bukankah dia dalam misi menyembunyikan identitas gendernya. Bukankah mereka telah sepakat tentang membagi peran menjaga keluarga.

"Kenapa kau mengganti pakaianmu? Kita sudah sepakat, kan?" Lirih Yseult yang masih lemah. 

Nyonya Rune dan Senan tertegun mendengar Yseult yang sudah kembali ke mode anak perempuan pertama setelah lama tertidur dalam lelahnya. 

"Apa saja yang sudah terjadi? Bukankah.. Rodrigues—" 

Yseult berusaha bangkit, tetapi kembali merosot setelah mengingat sosok pria itu. Tubuhnya bereaksi negatif lagi akan nama itu. Marah, jijik dan rasa murka yang dalam tidak bisa menjelaskan perasaannya pada Rodrigues. 

"Kakak, kau baru saja bangun. Istirahatlah sebentar lagi, aku mengerti. Kita akan membicarakan segalanya nanti" 

Yseult benar-benar tidak memiliki tenaga. Dia seolah tidak makan berhari-hari, berminggu-minggu, tidak tahu kapan pastinya tetapi dia menduga waktu yang dia habiskan untuk berbaring lebih lama dari itu. Yseult mengenali tubuhnya, dia tahu berapa waktu yang diperlukan untuk membuatnya lemah sampai kesulitan bangun seperti ini. 

"Berapa lama waktu sudah berlalu sejak kejadian hari itu? Tiga Minggu? Satu bulan? Dua bulan?" 

Nyonya Rune tidak sanggup mengatakannya, tetapi Senan mengerti kegelisahan Yseult. 

"Sudah tiga bulan, kak" 

Benar saja, Yseult kembali berbaring dan menutup wajah dengan kedua lengannya. Kemudian tak lama lengan itu kembali terbuka dan Yseult berusaha bangkit kembali. Kali ini dia dibantu oleh ibunya. 

"Tidak masalah, bukan berarti Yeaston sudah kembali, kan? Kerajaan pasti masih hancur, aku akan menculik putra mahkota"

Saat hendak mencoba berdiri, Senan dengan lembut mengusap tangannya. Ibunya juga membaringkan kepalanya di pangkuan Yseult, secara halus melarangnya untuk bangkit. 

"Ada apa lagi? Aku sudah tidak apa-apa. Ada beberapa hal yang belum bisa ku jelaskan, tetapi tidak ada pilihan lain. Pangeran ketujuh sudah tahu aku penyihir rakyat. Sudah tidak bisa menggunakan cara halus lagi, aku akan langsung saja pada intinya" 

Ibunya menggeleng dari arah pangkuannya dan Senan menghela nafas beberapa kali. Melihat itu Yseult mulai takut. 

"K-Keegan, baik-baik saja, kan?" Bisiknya panik.

Dia amat takut jika sesuatu terjadi padanya di pelarian mereka yang terakhir kali. 

Senan menatap lurus kearah Yseult, meski berat dia tetap berusaha menghadapinya. Dia harus mengatakan yang sebenarnya. 

"Putra mahkota sudah meninggal, kak" 

Seketika pandangan matanya menggelap. Yseult masih duduk, sesaat dia seolah kehilangan dirinya lagi. Sentuhan Senan pada tangannya maupun usapan lembut ibunya terasa dingin dan menganggu. Yseult tidak suka dihibur dalam kelemahannya. Mereka tahu akan sehancur apa Yseult yang usaha panjangnya sia-sia dalam sekejap mata. 

"Yseult—" 

"Kurasa, kalian benar. Aku akan istirahat. Tolong. Aku ingin sendirian saat ini" hanya itu yang bisa dia ucapkan. 

Senan dan ibunya mengerti. Mereka membuat beberapa pelukan untuknya sebelum pergi dan menutup kain didepan pintu kamarnya. 

Perlahan Yseult kembali berbaring  dan berbalik. Aliran hangat seketika turun di ufuk matanya. Yseult menahan rasa sakit dan putus harapan dalam sebuah tangisan tertahan. Dia tidak bisa membayangkan akan seperti apa masa depan keluarganya, mengingat betapa menderitanya Keegan, dan betapa keluarganya tidak bisa berbahagia. Yseult tahu dengan jelas jika semua ini berasal dari kecerobohannya. Saat ini tidak ada yang bisa mencegahnya untuk menyalahkan dirinya sendiri. Mengutuk dan menyiksa dirinya dengan penyesalan tiada akhir. 

Dalam tangisannya, Yseult menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak ada satupun suara yang lolos. Dadanya sesak sekali, Yseult menahan rasa sakit dihatinya dengan meremas selimut. 

Bisakah dunia tidak menjatuhkannya terus menerus seperti ini. Bisakah dia diberikan jalan yang lurus. Bukankah keinginannya cukup sederhana. 

Putra mahkota adalah pilihan terakhir dan satu-satunya. Sekarang tidak ada keturunan Raja yang lebih murni yang bisa menggunakan sihir regenerasi. Tidak ada yang bisa menyembuhkan Keegan. Tidak apa-apa jika kematian memang lebih baik untuknya, tapi dia bahkan tidak bisa mati. Yseult tidak tahu bisa menggambarkan dengan bagaimana keputus asaannya saat ini. Dunia seolah tahu dengan tepat bagaimana penyiksaan paling hebat untuknya. 

Tubuhnya yang masih lemah dan ledakan emosional yang tinggi membuatnya berlalu dengan cepat dalam sebuah mimpi. 

Bahkan dia tidak diijinkan untuk berbahagia di dalam mimpi. Hanya ada bayangan dirinya tenggelam jauh dan jauh didalam dasar gunung yang panas, kemudian samudra yang dingin. 

Waktu berlalu begitu saja, dia tertidur kemudian bangun dan tertidur lagi dengan cepat. Selama waktu tersebut Yseult hanya merasakan tangan hangat yang menyelimutinya dengan sihir. Perasaannya sangat familiar, dia seolah menjadi lebih tenang dan tenang.

Disisi lain, tangan dibalik sikunya juga terasa janggal, seseorang seolah menancapkan sesuatu di sana dan mengalirinya dengan sebuah cairan. Yseult merasa dirinya sangat panas dan dingin, seolah dia berada dalam demam tinggi berkepanjangan. 

Tetapi anehnya, tidak ada yang dia rasa sakit. Perlakuan itu dapat dia rasakan namun tidak membuatnya kesakitan. Satu-satunya yang sakit hanya hati dan pikirannya saja. 

Beberapa waktu lainnya berlalu begitu saja. Yseult merasa bahwa kekuatannya perlahan pulih, meski secara pribadi dia mungkin memiliki keengganan tersendiri untuk bangun. 

Sebelum sebuah suara dari ingatannya menyapa di kepala. 

"Aku tahu, kakakku yang terkuat"

Yseult kembali membuka matanya dengan perlahan. Suara itu menyadarkan betapa konyolnya dia sekarang. Terbaring dan diurus oleh orang lain, Yseult merasa dia pasti sudah tidak punya rasa malu.

Hingga sayup-sayup suara beberapa orang berdiskusi mulai dia dengar. 

".. itu berhasil, aku sudah mengganti semua obat mata milik pangeran ketujuh dengan ramuan racikan mu. Kudengar dari berita burung, mereka berdua menghentikan sementara perburuan itu dan kembali ke kaki gunung Bethutia. Kita sudah bisa pergi membawa kak Yseult dari sini" 

"Perkembangannya juga bagus. Sihirnya mungkin perlahan memudar, namun reduksi sisa kekuatan Rodrigues masih ada padanya, menggerogoti nadi sihir rakyat nya. Saya sudah mencoba yang terbaik agar nona tidak merasakan sakit, tetapi saya tidak yakin pemulihan nya bisa mengembalikan apa yang hilang" 

"Tidak apa-apa, pangeran Soren. Terimakasih banyak atas semua hal yang sudah anda lakukan, setelah ini kita akan akhiri semuanya dan menetap di wilayah utara yang ditinggalkan itu. Akhirnya kita bisa memulai hari baru.."

Yseult tidak tahu harus bereaksi dengan bagaimana lagi. Kemalangan dengan terus-menerus menimpanya, lagi dan lagi. Tidak cukup dengan membuatnya putus asa, semesta membuatnya juga kehilangan satu-satunya nilai yang dia punya untuk melindungi keluarganya, dan membuat mereka menyerah. 

Tidak. Yseult tidak mau. Dia masih bisa melakukan sesuatu, pasti. Jika dewa Yeaston tidak bisa lagi diharapkan, dia tanah lain masih ada dewa, ia mungkin bisa melakukan suatu kesepakatan atau tukar jiwa sekalipun, terserah. Yseult tidak mau menyerah hanya karena takdir memaksanya demikian.

Dengan pulihnya dia selama beberapa waktu ini, yseult secara mandiri mulai mengganti pakaiannya dengan setumpuk pakaian lain yang dia temukan disudut kamarnya.

Mendengar suara derat ranjang kayu yang bergerak serta sebuah aktivitas didalam kamar. Senan mengintip kearah kamar Yseult. 

Wajahnya pucat pasi "Kakak, kau mau kemana?!" 

Yseult tidak menjawab apapun, dia terus menanggalkan dan mengganti pakaiannya. 

Satu persatu kepala lain mulai muncul, kecuali sang kepala keluarga, Nyle. Namun Soren segera pergi setelah Yseult membuka baju membelakanginya. 

Senan masuk dan mencoba bernegosiasi. "Kak? Kumohon, kita bicara sebentar ya? Kau tidak bisa pergi begitu saja"

Senan yakin Yseult pasti mendengar pembicaraan mereka. 

"Apa kau sudah menyerah untuk Keegan?" Hanya itu yang keluar dari mulut Yseult, suaranya serak dan dingin. 

Senan tidak bisa menyembunyikan ekspresi bersalahnya. Dia menggeleng kecil dan rasanya ingin menangis. 

"Mudah saja, kalian memutuskan sesuatu tanpaku. Aku juga akan memutuskan sesuatu tanpa kalian." 

Yseult benar-benar marah, dia bahkan enggan berbalik sampai acara berpakaiannya selesai. Diakhir, dia menggapai jubah hitamnya dan menatap sejenak pedang pangeran Soren yang sudah ditemukan kembali. Pedang itu seolah sudah menjadi bagian darinya, miliknya. Jika pedang itu disimpan dikamarnya, mungkin pangeran Soren secara tidak langsung memang memberikan pedang itu padanya. Yseult tanpa basa-basi juga membawa pedang itu. 

Setelah berbalik dan menatap Senan serta ibunya satu persatu, Yseult tersenyum terpaksa dan berkata. "Meski sudah menyerah, kalian tidak akan membuangnya, kan? Jaga dia dan diri kalian masing-masing, itu sudah cukup untukku. Tak perlu melakukan apapun lagi" 

Yseult beranjak dan melewati Senan juga ibunya begitu saja. 

Nyonya Rune yang sudah dalam tahap awal menangis berkata dengan pelan padanya. "Keegan yang meminta kita menyerah.." 

Mendengar itu, Yseult terdiam ditempat. 

"Keegan yang menangis meminta kami untuk menyerah padanya. Meminta kami untuk menyelamatkanmu.. dia.. merasakan seluruh kepedihanmu dalam menjaga keluarga ini, Yseult." 

Yseult tidak tahu harus menjawab apa, dalam diamnya, Suara kecil yang serak basah kemudian membuatnya tidak bisa kemana-mana lagi. 

"Aku tidak merasa sakit, kak. Sudah kubilang, kan. Aku ini anak ajaib" 

Yseult lengah, dia tidak tahu jika Keegan berada diruangan tengah. 

"Sebelumnya aku hanya berada dalam mimpi buruk yang panjang, untuk itulah aku menangis. Sekarang aku sudah tidak apa-apa. Menghabiskan waktu denganmu, seperti yang tidak pernah bisa kita lakukan. Aku ingin kau disampingku saja, kak. Menghabiskan setiap detikku denganmu. Kumohon jangan pergi lagi" 

Erat tangannya menggenggam pakaian. Yseult tidak sanggup mendengar lebih jauh. 

"Apa kakak benar-benar membenciku sampai melihatku pun kakak enggan?" Suara anak laki-laki itu sudah setengah menangis sekarang. 

"Bukan seperti itu.." Yseult mencoba menahan dengan keras tenggorokan yang mengganjal dan air matanya yang membendung. 

Dia dalam dilema perasaan yang rumit sekarang. Namun, Yseult juga sadar, dia tidak bisa terus menerus mengabaikan kehadirannya. Tidak bisa terus-menerus kabur menghindarinya. Dengan perlahan Yseult berbalik. 

Anak laki-laki itu tampak jauh lebih kurus, cekung dan sangat mengkhawatirkan. Dia seolah mayat yang hidup nya seperti seutas benang, bisa putus kapan saja. Bagian bawahnya yang hilang juga tertutup selimut, namun dapat terlihat dengan jelas jika tidak ada apa-apa dibaliknya. Yseult tidak bisa terus melihatnya, rasa sakit terus menghujam di relung hatinya, tanpa sadar Yseult mengalihkan pandangannya saat mata mereka bertemu. 

Keegan mulai menangis pilu, ia mencoba bangkit dan mendekati Yseult. Keegan melayangkan tangan kecilnya, mencoba meraih Yseult yang berdiri di tengah ruangan dengan tangisan yang semakin kuat. Seolah dia tidak rela diperlakukan demikian. 

"Tidak, kakak, tidak! jangan jijik padaku, peluk aku, kumohon peluk aku!" tangisannya benar-benar seperti anak kecil yang merengek, tetapi jauh lebih lemah dan tak berdaya. 

Nyonya Rune menghampirinya dan menahan Keegan agar dia tidak terjatuh ke lantai, karena bagian kakinya yang hilang. Beliau ikut menangis bersamanya, Senan di sudut lain tidak tahu harus bagaimana, dia juga ikut terisak. Mereka tidak bisa lebih jauh melihat pemandangan ini. 

Sementara Yseult tahu dia seharusnya menenangkan Keegan. Namun, tubuhnya berkata lain. Jauh didalam hati, Yseult sadar dia sangat lemah akan Keegan. Memeluknya mungkin akan terasa seperti kematian untuknya, merasakan dan melihat lebih dekat sosoknya yang menderita tidak lain adalah kiamat itu sendiri baginya. 

Yseult memantapkan hati dan berbalik memunggungi mereka. "Senan, kuserahkan mereka padamu. Kali ini aku tidak akan kembali tanpa hasil. Tidak akan pernah" 

Setelah mengatakan itu, Yseult pergi begitu saja darisana. Meninggalkan Keegan yang meraung memangilnya untuk kembali. Yseult sempat terdiam diluar, suara tangisan Keegan terpecah oleh suara air terjun yang hampir beku. Tangannya bergetar. Dia tidak punya pilihan lain selain ini. Jika dia bertahan lebih lama, dia juga akan luluh seperti ibu dan adiknya. 

Akan ada saat dimana mereka akan bahagia bersama, pasti ada. Yseult tidak masalah menunda kebahagiaan sesaat itu dengan berbahagia selamanya.

Sosoknya perlahan pergi dari wilayah itu. Yseult baru saja bangun, dia bahkan tidak sempat melihat ataupun berbicara dengan ayahnya. Mengingat itu Yseult tiba-tiba terdiam. Ada banyak hal yang dia lewatkan dan dia pergi begitu saja tanpa jawaban apa-apa. 

Ditengah lamunan singkatnya, suara ranting terinjak menyapanya dari arah belakang. Yseult berbalik dan mendapatkan Soren mengikutinya. 

Soren adalah seorang pangeran. Bagaimana pun sikap rasis yang dia terima, dia tetap tidak terbiasa hidup serba kekurangan ditengah-tengah desa antah berantah. Pakaian bagusnya sudah berubah sederhana dan lusuh sekarang, tidak ada aksesoris apapun lagi yang menghiasi dadanya, pun juga tidak ada lagi yang menata rambutnya yang memanjang. Sekarang pangeran Soren mengikat sebagian kecil rambut memanjangnya. Dia seperti permata kotor yang baru saja masuk kedalam lumpur dan diinjak-injak oleh kuda. 

"Nona, bisakah kita bicara sebentar? Ada.. hal yang ingin saya sampaikan" 

Yseult yang masih dalam suasana campur aduk merasa sangat sensitif sekarang. "Benar juga, kau berhutang banyak penjelasan padaku, kan? Kenapa kau berada disini dengan keluargaku, hm?"

Nadanya sama sekali tidak ramah. Yseult seolah ingin menyidang habis pangeran Soren dan meluapkan emosi tertahan itu padanya.

"Mereka berteleportasi didepanku saat itu. Aku kira nona memang menitipkan mereka padaku" 

Yseult tidak sadar akan hal itu. Yang dia ingat dia memang membuat keluarganya berteleportasi ke tempat aman. Siapa sangka tempat aman yang Yseult bayangkan secara tidak sadar adalah pangeran Soren. Tetapi, dia tentu tidak akan berkata demikian. 

"Tetap saja, kau tampaknya sudah mengetahui terlalu banyak hal tentang keluargaku. Bahkan sudah berani bertemu Keegan" Yseult mendekat sementara pangeran Soren tertahan ditempat. Suaranya sedingin es, sedingin cuaca hari ini. 

Soren melihat bergantian bagian-bagian wajah Yseult, dia tidak berani menatap matanya. Sedang Yseult yang menyadari mata Labradorite Soren seketika mengingat sesuatu. 

"Bagaimana aku bisa selamat dari Rodrigues? Jangan bilang kau juga yang melakukanya?" Yseult berhadapan langsung dengan pemuda yang tiga tahun lebih muda darinya ini. 

Soren mengerjap beberapa kali dan mengangguk kecil. "Aku menyembunyikan keluargamu didalam rumah kaca ku dan menunggumu selama dua hari dua malam di luar kubah sihir. Saat Ratu meninggal Rodrigues hanya diam saja, dia bahkan tidak bereaksi saat aku membawamu pergi" 

Itu memang apa yang mungkin terjadi tetapi bukan itu maksud Yseult. "Ada hal yang tidak kau katakan, kan? Apa aku salah?" Wanita berjubah hitam itu terus menekannya bicara. 

"Itu.." Soren ragu-ragu dengan dirinya, kalimatnya menggantung. 

"Gua dengan batu Labradorite itu. Karenamu juga?" Yseult menyadari gua tadi terbuat dari material dingin, beku dan aneh. Seperti es tetapi bukan, jua seperti bebatuan tetapi bukan. Siapapun yang pernah melihat mata Labradorite pangeran Soren pasti akan langsung teringat padanya ketika berada di gua itu. 

Soren mau tak mau mengangguk. Dia tak ingin membuat Yseult tambah marah lagi. 

Melihat itu Yseult merasa sudah cukup dengannya. Ada banyak hal yang Soren sembunyikan dan Yseult mendadak tidak mau memaklumi nya, Yseult tidak mau dia menjadi racun yang bisa membahayakan keluarganya karena memiliki potensi yang tidak terbaca olehnya. Kekuatan asingnya, ketidak jujurannya, segalanya. Sesaat Yseult lupa bahwa orang yang paling tidak jujur di antara mereka adalah dirinya. Namun, dialah yang merasa paling dikhianati saat ini. 

"Pangeran keenam, kau tahu kan kau masih memiliki keluargamu sendiri?" Yseult mulai memisahkan dirinya dengan Soren sekarang. "Sebaiknya kau pulang saja" 

Mata mereka bertemu dalam kebekuan es yang dingin. Soren yang polos tidak bisa sedikit saja membela dirinya sendiri. Jika dengan ini Yseult bisa merasa lebih baik, maka dia rela dijadikan tempat sampahnya.

"Setidaknya, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu, nona. Aku bisa membantumu, aku tahu caranya. Berjuang bersama keluargamu selama tiga bulan ini membuatku mengerti bagaimana perasaanmu sekarang"

Mendapat jawaban itu, Yseult menarik kerah Soren dan juga pedangnya. "Aku tidak peduli apapun yang sudah kau lakukan untuk keluargaku. Kau tidak akan pernah mengerti apa yang kurasakan, tidak akan! Hanya karena kau sudah melihat bagaimana situasinya bukan berarti kau bisa mengerti semuanya!" Yseult merasa sangat marah pada Soren yang ia rasa sangat besar kepala, tetapi dia belum selesai. 

".. kau tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya diikat mati dengan keluargamu dan dikutuk untuk tidak pernah bahagia sampai tidak ada lagi yang menderita! Kau tidak akan tahu karena kau tidak bertanggung jawab atas siapapun ditanganmu! Tidak ada yang mengharapkanmu untuk melakukan sesuatu atau berdiri didepan mereka! Tidak ada! sejak awal orang yang sendirian tidak akan tahu rasanya kehilangan apa yang sudah ada!" Nafas Yseult memburu, dia benar-benar mengeluarkan isi hatinya didepan seseorang yang tidak ada sangkut-pautnya. 

"Kau tidak bisa memahamiku, Soren. Dan aku juga tidak butuh dipahami olehmu, sadarlah bahwa aku hanya memanfaatkanmu saja, aku memang akan membuangmu sejak awal, dan sekarang lah saatnya, dari awal aku tidak pernah menganggap dirimu bagian dari keluargaku. Sebesar apapun pengorbananmu padaku, meski kau dikhianati dan diburu satu negara hanya karena aku, kau tetap orang lain. Kau sudah tidak berguna.." 

Soren hanya menerima semua perkataan itu, dia mulai berani melihat bergantian mata Yseult dan berbisik "Aku masih bisa berguna untukmu, aku.. masih punya sesuatu yang bisa kau manfaatkan. Kali ini aku benar-benar merasa bisa mempercayaimu seutuhnya. Izinkan aku untuk jujur sekali lagi" Soren membuka sedikit bagian atas bajunya untuk meraih sesuatu, tetapi Yseult memotong.

"Kekuatan Labradorite mu itu? Tidak, aku tidak membutuhkannya! Apa kata-kata ku yang panjang itu tidak bisa kau pahami?" Yseult benar-benar dongkol dengan pemuda polos yang bodoh ini. "Soren, aku sudah membuangmu! Pergilah! Kembali ke keluargamu sendiri atau mati di jalanan, aku tidak peduli!"

Kalimat terakhir itu, meski Yseult meneriakkannya dia tetap bergetar dalam mengatakannya. Kali ini Yseult yakin dia jahat dan memang itulah yang dia maksudkan, namun jauh di dalam hatinya, Yseult merasa ucapannya hanyalah kekosongan.

Yseult benar-benar kalap, dia seolah memerangi dunia hanya untuk membuat beban di hatinya hilang sesaat. Tidak ada siapapun yang bisa dia salahkan kecuali dirinya, tetapi dia lelah sekarang, dia ingin menyalahkan orang lain yang tidak bersalah dan tidak akan dia pedulikan perasaannya seperti Soren. Yseult benar-benar tidak peduli pada kenyataan bahwa Soren sama sekali tidak berhak mendapatkan perlakuan seperti itu darinya. Dia hanya ingin seseorang untuk berbagi kekesalannya. Berbagi beban. Tidak ada satupun yang dia inginkan untuk mendengarkan semua keluh kesah itu selain seseorang di hadapannya saat ini. 

Pangeran Soren melepaskan perlahan tangan Yseult dari kerahnya, dia memberikan sebuah kantung kecil dengan sesuatu berbunyi seperti ampul kaca didalamnya. 

"Minumlah satu di setiap pagi selama seminggu. Terimakasih sudah menerimaku sampai sejauh ini.. aku selalu berharap bahwa kau bisa menemukan seseorang untuk bicara. Saat nona tidak sadar, adik laki-lakimu terus menerus berkata bahwa kau akan bangun karena kau yang terkuat, kurasa aku tahu mengapa. Semua itu tidak ada apa-apanya dari dirimu yang selama ini menanggung semua beban sendirian. Dan itu bukan tentang sebesar apa masalah dan bagaimana kau menanganinya, tetapi bagaimana kau menerima semua harapan yang orang lain gantungkan padamu.." suaranya halus, Yseult dipermalukan dengan tanggapan itu.

Soren tersenyum kecil, ujung matanya turun, kedua netra nya tidak bisa menyembunyikan rasa kagum dan rendah diri yang tersirat disana. 

"Membawa harapan itu, beban yang paling besar.. aku pasti tidak sanggup menanggungnya sendirian" 

Kemudian ia secara teratur beranjak dari sana dengan damai. Tak lama dia sempat berhenti sebentar dan tampak memberi salam pada seseorang sebelum kemudian kembali menjauh. 

Yseult sempat diam karena baru menyadari dengan pasti akan perbuatannya. Dia akan mengambil jalan lain untuk pergi, tetapi saat dia berbalik ke arah yang berlawanan, seseorang berdiri tak jauh darinya. Ayahnya. 

Pria itu memakai jubah musim dingin dengan kepala ditutup tudung jubah, juga membawa tumpukan ranting di punggung dan keranjang berisi makanan hangat. Yseult sadar ayahnya mungkin mendengar lebih banyak dari curahan hatinya pada Soren. Karena beliau tidak ada selama dia mengabaikan Keegan tadi, Yseult mencoba untuk sedikit menyapanya. 

"Ayah, aku akan pergi sebentar. Kalian makan malamlah tanpa aku" Yseult berusaha tidak melihat arah mata ayahnya. Meski biasanya justru ayahnya lah yang tidak pernah menatap matanya. Kali ini Yseult merasa bahwa dia sedang ditatap olehnya. 

Nyle mendekat dan berdiri disamping Yseult, saat Yseult sedikit mengadah untuk berbicara kembali, dia disambut dengan sebuah tamparan. 

Yseult terkejut bukan main. Ayahnya adalah seseorang yang jauh dari kekerasan terhadap keluarga, di hari-hari pensiun dini nya, dia bahkan tidak bisa membunuh satu semut pun atau menatap satupun mata. Ayahnya bahkan adalah yang paling pengecut dalam hal apapun selama yang pernah Yseult ingat. Tetapi, kali ini beliau bisa menamparnya dengan wajah dingin. 

"Keluar sebentar tidak perlu membawa pedang" suara Nyle jauh lebih dingin dari suara dirinya pada Soren tadi. Yseult gentar mendengar ayahnya melakukan ini untuk pertama kali padanya. 

Tamparan itu tidak sakit sama sekali tetapi Yseult menjadi takut untuk melihat wajah Ayahnya.

"Jika kau ingin marah, marahlah padaku yang tidak berguna. Jauh didalam hatimu, kau juga pasti setuju dengan itu, kan? Tidak perlu berkata manis seolah kaulah yang paling kuat dibumi. Kau hanya anak perempuan pertama, Yseult. Sejak awal, salahku karena kau lahir lebih dulu. Perempuan tidak seharusnya lahir pertama, kan?.." Suaranya lembut namun sangat dingin, sangking dinginnya Yseult yakin jika jiwanya juga ikut membeku mendengar itu.

"..tidak seharusnya kau menanggung beban ini bersamamu, mengapa tidak mengutukku saja atas hidupmu yang tidak adil ini? .. hanya ayahmu dan cukup ayahmu saja, jangan membawa pangeran Soren untuk disalahkan. Dia mengorbankan terlalu banyak untukmu.. tidak sepertiku, yang bisa kulakukan hanya.. diam di sudut dan membebanimu dengan harapan" bisiknya semakin lemah.

Yseult merasa tidak bisa menelan ludahnya sendiri, rasa sedih dan malu di dadanya seolah mengkristal dan mengganjal. 

Tidak mendapatkan jawaban apapun dari Yseult yang diam seribu bahasa. Nyle menghela nafas dan membungkus beberapa makanan kukus yang dia beli di pasar, kemudian memasukkannya ke saku dibalik jubah hitam Yseult. Tak lupa, dia juga memberikan Yseult beberapa koin yang sudah dikumpulkan dari pekerjaan menjual hasil kebun rumah kaca Soren di pasar. Awalnya memang sulit untuknya kembali berbaur, tetapi semakin hari Nyle semakin bisa mengatasi dirinya sendiri. Setidaknya meski dia harus mengalami perundungan yang sengit di pertempuran antar pedagang kecil, sekarang dia bisa menjual beberapa buah dan menerima sedikit uang. 

Nyle sebenarnya tidak tega mengatakan hal itu. Tetapi dia tiba-tiba merasa harus mengatakannya. Dia tidak pernah benar-benar berani mempertanyakan usaha Yseult, justru dialah yang paling tahu sekeras apa perjuangan Yseult sejak dulu dalam memikirkan keluarganya, dan betapa hal itu sangat tidak adil untuknya. Rasa takut yang membara dan pengalaman traumatis nya di masa lalu membuatnya menjadi sosok yang berbeda, Yseult terlalu kecil untuk mengingat bagaimana dirinya di masa lalu. Tidak ada yang tersisa darinya kecuali ketakutan yang panjang. 

Namun, kali ini ia merasakan kemarahannya bukan berasal dari keberanian. Nyle justru merasa bahwa rasa kasihnya lah yang sedang mengambil alih. Dia tidak tahu apa yang terjadi padanya, dia bahkan bisa menyelesaikan kalimat dengan tanpa terbata. Jauh di dalam pikirannya, Nyle mulai memikirkan apa yang sedang terjadi padanya.

Mata Yseult memanas menerima semua perlakuan itu. Bahkan Nyle sekarang bergantian dengannya, memastikan dirinya baik-baik saja. Yseult tidak bisa menahan rasa rindunya akan dekapan Nyle, dia takut setengah mati melihat ayahnya marah padanya. Yseult ingin memastikan bahwa Nyle masih Sudi memeluknya, sesaat rasanya dia merasa sangat bersalah karena mengabaikan keinginan Keegan juga untuk memeluk dirinya. Betapa hal ini ternyata diperlukan.

Disisi lain Nyle tidak membalas pelukan Yseult, hal itu membuat hatinya semakin hancur. Yseult seolah mendapat karma instan. 

"Jika kau ingin pergi, pergilah. Ayah tetap tidak bisa memaafkan perbuatanmu pada Pangeran Soren. Kau masih punya kami Yseult, tetapi dia tidak memiliki siapapun lagi disisinya" 

Yseult yang tahu diri akan kelakuan kasarnya mulai melepaskan pelukan satu sisi dengan ayahnya itu dan mengusap air matanya. Dia segera beranjak dari sana, menuju kearah dimana pangeran Soren pergi.

Yseult terus berlari hingga terjerembab pada akar pohon yang mencuat, Yseult baru bangun beberapa saat lalu dan langsung memacu dirinya untuk berlari. Dia bahkan tidak menghindar dari akar pohon yang kecil. Selama terjatuh Yseult mengambil nafas dan terduduk dibawah pohon. 

Bayangan akan perilakunya yang semena-mena pada semua orang membuatnya sangat menderita. Apakah memang keinginannya menyembuhkan Keegan adalah dosa besar. Dia seperti merepotkan banyak orang dari obsesinya itu. Yseult menarik kakinya dan memeluknya. 

Omong kosong. Omong besar. Tidak ada yang bisa Yseult lakukan selain membuat harapan palsu dan membuat orang-orang disekitarnya tambah menderita. 

Keegan benar mengenai dirinya. Waktu-waktu yang dihabiskan sia-sia olehnya mungkin akan lebih berguna jika dia diam dirumah dan merawatnya saja. Tidak ada yang tahu berapa waktu yang sebenarnya dia punya. Jika dia gagal, Yseult juga tidak akan beristirahat dengan tenang. Dia benar-benar membuat dirinya repot mau hidup ataupun mati.

Pikiran-pikiran buruk yang mengganggu mulai reda seiring dengan turunnya hujan salju. Yseult menatap ke arah langit. Biarkanlah jika dia memang menyusahkan keluarganya atau orang lain, kesehatan Keegan memang semahal itu. Yseult mengusap wajahnya dari salju yang mulai turun diatas wajahnya dan hendak bangun. 

Sampai pantulan dirinya pada genangan air mulai terlihat. 

Wajah lelah benar-benar yang terpampang jelas disana, pucat dan kurus. Yseult memang merasakan jika bobot tubuhnya berkurang. Paha dan lengannya tambah menipis, sementara dadanya masih sama saja. Yseult menghela nafas merasa sangat bersalah, melihat bagaimana keadaannya di balik pantulan itu membuatnya sadar se-wajar apa keluarganya dalam meminta dia untuk beristirahat. Dalam titik tertentu, dia tidak ada bedanya dengan kondisi Keegan. 

Helai demi helai rambut mulai menghalangi pandangannya. Rambutnya semakin panjang, tetapi warnanya berbeda. Warnanya berubah menjadi kelabu. Rambut adalah salah satu media penyimpan sihir bagi pengguna sihir rakyat. Rambutnya yang berubah warna semakin menjelaskan bahwa apa yang dikatakan Soren benar mengenai sihir Rodrigues yang menggerogoti nadi sihirnya.

Yseult dengan pasti menekan keluar pedang pangeran Soren dari sarungnya dan memotong sedikit ujung-ujung rambut itu, membuat rambutnya semakin tipis dan memendek. Membuatnya hanya sepanjang tulang belikat.

Dalam pandangannya, Yseult terdiam melihat ukiran pada pedang itu. Detail pada pangkal pedang terukir indah nama Soren. Yseult mengusap nama yang memantulkan wajahnya itu. 

"Dia.. aku bahkan tidak bisa menepati janji untuk meninggalkan dia bersama seseorang dulu.." Yseult menghela nafas, matanya mengawang jauh dalam lamunan bersama pedang Soren. 

"Dia tidak punya siapapun lagi.." gumamnya kecil pada dirinya sendiri ".. kecuali" 

Ada. Soren masih memiliki seseorang. Mereka hanya tidak dipertemukan. 

Pada helaan nafas berikutnya Yseult sepakat pada dirinya sendiri. Dia harus menemukan Soren dan berterimakasih dengan benar. 

Continue Reading

You'll Also Like

2.8K 235 8
Rio mencintai Shabila. Rio rela memberikan hidupnya untuk Shabila. Cinta Rio untuk Shabila tak akan pernah padam bahkan jika Rio mati sekalipun. Jika...
17.2K 949 16
Seorang gadis terbangun disebuah ruang bawah tanah tanpa mengetahui bagaimana dan kenapa dia bisa berada dibawah sana.
38.8K 2.5K 7
Semula kisah ini sederhana. Hanya tentang Albert Maxime Fredison, seorang pemimpin bangsa werewolf yang bersikeras menolak Ariana Farfalla Carlistle...
2.6K 370 29
Samantha Averly Milano. Dia merasa Dunia ini berpusat hanya pada dirinya dan semua tentangnya. Sam hidup tidak pernah kekurangan satupun. Entah itu k...