Amerta

By decin_scorpio

2K 160 13

[Follow dulu sebelum membaca] ⚠️ Dapat membuat baper tak berujung⚠️ *** -He fall first, he fall harder- Jika... More

P R O L O G
1. Sogokan?
3. Berangkat Bersama
4. Pojok Perpustakaan
5. Perihal Rasa
6. 5 Detik
7. Pernyataan Tak Terduga
8. Menjauh
9. 911
10. Roman Picisan
11. Saksi Senja
12. Langit Favorit
13. Payung di Kala Hujan
14. Jatuh Yang Menyenangkan

2. Gadik Unik

173 13 2
By decin_scorpio

"Kalian ini gak malu udah kelas 11 dan 12 masih aja suka bolos? Emang ke sekolah gak niat belajar?"

Bu Jehan, wanita berumur yang menggunakan hijab itu berkacak pinggang di depan delapan pemuda yang di dapatinya membolos di warung yang memang berada tak jauh dari pertigaan jalan di depan sekolah. Orang-orang memanggilnya warung BUSET, walau sebenarnya sang pemilik bernama bu Siti.

"Kalian juga Rama, bukannya belajar udah kelas akhir, malah bolos-bolos terus! Capek tahu ibu denger keluhan dari guru-guru yang mengajar di kelas kalian!"

"Ya udah, gak usah di dengar bu," acuh Rama--si anak badung yang memang sangat-sangat terkenal dalam urusan kenakalan remaja.

"RAMA!"

"Astaga bu, jangan marah-marah. Kasian itu anaknya di perut," ucap Putra yang langsung mengundang tawa dari ketujuh pemuda lainnya di sana.

"DEANDRA PUTRA RAJEVAN! Ibu gak hamil!" teriak bu Jehan semakin emosi.

"Oalah.. ya saya kan cuma khawatir tadi bu," walau pada kenyataannya dia memang sudah tahu bahwa perut bu Jehan besar.

"Sekarang kalian pilih aja, mau ibu jemur di sini atau bersihin toilet?" sungguh, bu Jehan sudah benar-benar lelah berhadapan dengan kedelapan murid yang sudah sangat kebal akan hukuman ini. Pasti dan akan selalu setiap harinya dia mendapatkan laporan mengenai kelakuan mereka.

"Opsi masuk kelas gak ada bu? Masa pilihannya gak enak semua,"

Jika yang lain mengangguk setuju sembari memberikan acungan jempol akan ucapan Bumi, maka bu Jehan hanya mampu memejamkan matanya sembari mencoba menahan emosinya. "Ya udah kamu bersihin toilet cowok sendiri, Bumi!"

"Hehehe... becanda saya bu. Di jemur aja deh," kekeh Bumi bersama senyum manisnya yang tersungging.

"Ibu gak ada waktu ngajar bu? Masih jam pelajaran loh ini bu," singgung Tria.

"Astaga ibu lupa! Ini karena kalian ini. Awas aja pada kabur, ibu gandain hukuman kalian,"

"JANJI BU!" teriak mereka sembari memberikan hormat kepada bu Jehan.

Baru saja kedelapan pemuda itu bersorak kecil kala bu Jehan baru berbalik, tiba-tiba saja semuanya menjadi sirna kala wanita berhijab itu memanggil seseorang yang kebetulan melintas di area koridor dengan sebelah tangan yang memegang novel.

"Laura!"

Si gadis super disiplin yang di panggil.

"Iya, bu?"

"Kamu dari mana? Kok bawa novel?"

"Dari perpus bu, lagi jam kosong soalnya pak Mahrus gak masuk," jelas Laura.

"Oh, bagus kalau gitu,"

Bu Jehan lantas kembali berbalik, membuat arah pandangan Laura jatuh pada cowok-cowok yang berdiri di depan tiang bendera bersama seragam yang sudah tak beraturan. Ada yang sudah melepaskan 2 kancingnya, dasi yang entah sudah menghilang entah ke mana, dan bahkan ada yang memakai sepatu berwarna putih.

Urakan, kata yang terlintas begitu saja dan menjadi gambaran yang terlalu jelas untuk menggambarkan mereka.

"Ibu mau minta tolong kamu awasin mereka, lagi gak ada keperluan juga kan? Soalnya ibu masih ada jam di kelas sepuluh,"

Walau sebenarnya ingin menolak, pada akhirnya yang bisa Laura lakukan adalah mengangguk dua kali bersama senyum paksanya, "iya bu, bisa," padahal sebenarnya dia ingin sekali membaca lanjutan novelnya di perpustakaan setelah tadi ke toilet. Akh! Sekarang dia menyesal tidak menahan diri lebih lama saja tadi di perpustakaan.

"Ya udah, ibu tinggal dulu ya. Marahin aja mereka kalau mau coba-coba kabur, atau kalau perlu catat aja namanya biar ibu tambah hukumannya,"

"Iya bu,"

Setelahnya yang tersisa adalah Laura bersama tatapan dari kedelapan pasang mata yang kini menatap ke arahnya.

"Gak ada tawar-menawar ya kakak-kakak, denger sendiri kan ibu bilang apa?" ucap Laura langsung.

Ini lah yang sangat dia hindari. Selain senior-senior bandel yang pastinya akan memanfaatkan kekuasaan mereka sebagai sang tertua, Laura juga malas jika harus menjadi target jahilan mereka nantinya.

"Ra, panas loh ini, masa lo gak kasian sama kita," melas Putra begitu Laura sudah menempati salah satu undakan tangga yang memang berada sejajar dengan keberadaan mereka.

"Makanya jangan bolos lain kali," acunya sembari mengeluarkan earphone dari saku kemejanya.

"Wah.. bang parah banget, masa Lau ngatain abang,"

Laura yang mendengar namanya di sebut oleh Kafka dengan cepat mendelik pada cowok bertindik itu. Melototkan matanya kala cowok-cowok yang se-angkatan dengannya itu hanya tertawa senang.

"Saya gak bilang kakak-kakak loh. Fitnah tuh kak!" bantahnya cepat.

Dengan kesal Laura menunjuk Kafka dengan alis yang sudah bertekuk marah, lalu mengarahkan jari telunjuknya segaris dengan lehernya, seolah memberi isyarat bahwa dia akan menghabisi cowok itu setelah ini.

"Uwhh! Ngeri bu wakil," kekeh Pati semakin menggodanya.

Mendengkus malas, Laura memilih untuk mengabaikan mereka. Lebih baik dia melanjutkan aksi membaca novelnya yang sempat tertunda bersama musik yang sudah mengalun lembut melewati rungunya.

"Awas aja pada kabur, gue laporin bu Jehan nanti!" ancam Laura menatap mereka satu per satu.

"Jangan berhenti hormat Tria!"

"Ish! Pegel nih!"

Menjulurkan lidahnya mengejek, akhirnya Laura mulai tenggelam dalam bacaannya. Setiap pergantian lagu dirinya juga sesekali mengecek kondisi kedelapan pemuda yang masih setia di tempat mereka itu--walau tak jarang dirinya harus kembali menegur kala mereka mencuri-curi kesempatan untuk duduk.

Entah karena sudah sangat tenggelam dalam konflik dari novel yang di bacanya atau Laura yang memang mulai malas menegur kelakuan mereka, dirinya sudah tak lagi menaruh fokus pada amanah bu Jehan. Dirinya seolah lupa dan hanya fokus pada dunianya sendiri. Hingga tarikan pada earphone sebelah kanannya terlepas dan sebuah suara berhasil mengisi lagu yang seakan hilang begitu saja.

"Fokus banget sampai gak nyadar masih ada kita,"

Megerjap bingung, Laura melarikan tatapnya ke arah Bumi yang kini berada tepat di sampingnya, sejajar dengan keberadaan Putra, Tria, Kafka, dan Pati yang mulai ikut berteduh di undukan yang lain. Sedangkan di tempat mereka berdiri tadi sudah tak ada keberadaan Rama dan kedua temannya.

"Loh? Kok udah pada bubar?"

"Udah bel istirahat Lau, sibuk sendiri sih," jelas Putra.

Seakan tak cukup percaya, Laura mulai mengedarkan pandangnya, melihat kerumunan murid-murid yang mulai memenuhi area koridor.

"Astaga! Sorry, gue bener-bener gak denger kalau udah bel," sesalnya menatap Bumi yang memang berada dalam jarak yang dekat dengannya.

"It's okay. Lagian kita juga bisa denger," bersama seutas senyum kecil yang terhias Bumi memaklumi Laura, lagi pula ini bukan masalah yang serius.

"Yaudah, kalau gitu gue balik ke kelas,"

Merapihkan novel juga earphonenya, Laura lantas beranjak sembari menatap kelima pemuda yang ikut menaruh atensi mereka padanya, "jangan pada bolos lagi, kasian tau bu Jehan ngurusin kalia mulu,"

"Iya bu wakil!" sorak mereka bersamaan.

***

Ada banyak hal yang jika di jabarkan oleh guru-guru, 1 kamus tebal bahasa Indonesia pun tak akan cukup, yaitu kenakalan anak-anak kelas 11B-3. Entah kejahilan mereka yang mengerjai guru dengan menyembunyikan kunci kelas di pagi hari, menukar spidol kelas dengan spidol permanen, kompak bolos dari kelas, menjadikan kelas ruang kamar, atau yang sedang terjadi saat ini--memberikan kode dengan cara yang sangat heboh.

"Udah bel bu, udah bel,"

"Kayaknya tadi udah kedengaran suara di suruh pulang deh,"

"Kelas lain udah keluar tuh bu,"

"Udah lewat jamnya nih bu,"

Sedangkan guru yang sedang mengajar pelajaran sejarah Indonesia di depan hanya bisa merotasikan matanya sembari menghentikan penjelasannya yang sebenarnya hanya tinggal 5 menit lagi. Tapi sayangnya ini bukan kelas lain yang akan menunggu dengan sabar. Sehingga dari pada hanya semakin membuat ricuh ruangan, akhirnya guru dengan potongan rambut sebahu itu mulai mengakhiri penjelasannya.

"Baiklah, sampai sini materi ibu, sampai ketemu di pertemuan selanjutnya,"

"Baik buuu.."

Dan kelas pun kembali ricuh dengan segala rencana sepulang sekolah juga kegiatan membereskan peralatan sekolah mereka. Sama halnya dengan kelima pemuda yang sudah menenteng tas di salah satu pundak mereka dengan kemeja sekolah yang sudah tak lagi terkancing rapih.

"Woi.. sepak bola dulu yok!" ajak Pati kala matanya melihat ke arah lapangan yang memang masih ada kelas yang sepertinya mata pelajaran olahraga menjadi jam terakhir mereka.

"Yuk lah!" sahut Kafka semangat. Padahal dia sudah memainkan kunci motor Aeroxnya sejak tadi, tapi mendengar ajakan Pati sepertinya niat untuk segera pulang harus tertunda dulu.

Dengan semangat yang kembali meluap mereka berjalan turun dari lantai 2 menuju area lapangan outdoor yang memang memiliki ukuran lebih besar karena adanya lapangan voli di sana.

"Woi, tanding lah?" ajak Bumi begitu dirinya sudah meletakkan tas di sisi lapangan beserta kemeja sekolah yang sudah di tanggalkan dan ikut di tinggalkan.

"Gas!"

Padahal jika ingin tanya di antara kelimanya jelas tak ada yang mengenal cowok-cowok yang dari kelas lain itu. Tapi begini lah Bumi dan keempat sahabatnya, jadi jangan heran kenapa circle pertemanan mereka sangat-sangat luas. Karena bahkan bukan dengan orang yang di kenal pun mereka akan dengan cepat menyahut untuk bermain bersama.

Dan tepat ketika kelas-kelas lain sedang bubar untuk bergegas pulang, anak-anak ekskul yang sibuk untuk latihan, kedua tim itu malah sibuk membakar semangat mereka bersama keringat dan andrenalin untuk mengejar kemenangan.

"Wohooo.. gooll!" teriak Kafka kala bola tendangannya melesat masuk dengan mulus ke gawang lawan.

"Keren juga main lo pada," seru sang lawan sembari mengais bola kaki untuk di bawa kembali ke ruang olahraga. Selain karena sudah nyaris jam 4 lewat, mereka juga sudah kena tegur karena lapangan akan segera di pakai anak paskibra untuk latihan.

"Lo juga keren," sahut Bumi sembari melakukan tos dengan kelima cowok yang menjadi lawan mereka. Bersama keringat yang masih bercucuran mereka melakukan tos satu sama lain sekalian melakukan perkenalan singkat.

"Oke lah, kalau main jangan lupa ajak kita lagi kapan-kapan," ucap Putra kala kelima lawan mereka akan berlalu kembali ke kelas.

"Sip bro!"

Menempati sisi lapangan dengan pemandangan anak-anak paskibra latihan juga kehebohan anak marching band, perhatian Bumi langsung saja tertuju ke arah satu titik yang berhasil menarik senyumnya detik itu juga.

Laura Anatasya. Entah sedang apa gadis dengan rambut yang di hiasi hairband itu di sisi lapangan lainnya, yang jelas kehadirannya membuat Bumii kembali beranjak hingga mengundang atensi keempat sahabatnya dengan tanda tanya yang kelewat nyata.

"Kenapa lo?"

"Lupa barang di kelas?"

"Nggak, gue pergi dulu gak lama," jawab Bumi seadanya. Langkahnya kian terapcu kala seru-seruan dari belakangnya semakin terdengar.

"Aelah, bucin aja pak!"

"Pepet terus mas!"

Mendengarnya Bumi hanya terkekeh kecil dengan kepala yang tertoleh bersama jari tengah yang mengacung.

"Lagi ngapain?"

Sebenarnya intonasi suara Bumi sangat pelan, pertanyaannya pun sangat-sangat sederhana, tapi karena mungkin terlalu asik dengan aktifitasnya sehingga suara Bumi malah membuat Laura tersentak sembari menoleh dengan cepat.

"Sorry, gue malah buat lo kaget," sesal Bumi.

"Nevermind, gue aja yang keasikan tadi," ucap Laura sembari berdiri.

Dan Bumi pun bisa melihat dengan jelas kini apa yang di lakukan Laura tadi. Kucing yang berjumlah tiga ekor, makanan kucing yang di letakkan langsung di atas paving blok, dan bungkus makanan kucing besar yang berada di tangan Laura.

Unik!

"Lo selalu bawa makanan kucing ke sekolah?" tanya Bumi nyaris tercengang. Karena sungguh, baru kali ini dia melihat ada orang yang mungkin saking sukanya dengan kucing sampai bersedia memberikan ruang kosong di tasnya untuk makanan kucing yang Bumi tebak seberat 1 kilogram.

"Iya, kasian jarang ada makanan di sekolah buat mereka,"

Damn! She's really attracive.

"Aneh ya?" kekeh Laura canggung.

"Of course not!" ucap Bumi cepat. Iris cokelatnya kini bergulir ke arah Laura dengan sebuah simpul yang tertarik, "malah lucu,"

#To Be Continued

Continue Reading

You'll Also Like

Ex Status By Irun

Teen Fiction

79.4K 2.2K 39
[Republished] #3 in romanceschool [21-4-22] Percaya deh, mantan bakalan balik ke tangan kita lagi. Walaupun banyak bencana yang menghampiri. Aku ngga...
6.5M 276K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
2.7M 292K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.2M 70.6K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...