BOMER (Bocil Merezahkan) [END]

De Kun0802

14.8K 1.8K 345

[END] [ Karina x Wonbin Riize ] Giselle: Nggak mungkin, Rin. Dia itu masih bocil! Karina : Iya bocil... BOCI... Mais

Lil Spoil
01. Lah?
02. Pindahan
03. First Day at New Home
04. Jemput 'Bocil' sekolah
06. Perihal umur
07. Gara-gara hujan
08. Karina marah
09. Seseorang dari Masa Lalu
10. Protective Boy pt.1
11. Protective Boy pt.2
12. Dia kenapa?
13. Lo Itu Bocil!
14. Lomba
15. Jalan-Jalan
16. Kepikiran
17. Tertampar
18. Jealous?
19. Ternyata...
20. Goyah
21. Rencana
22. Ribut
23. Ribut pt.2
24. Finally?
25. Pacaran
26. Backstreet
27. Big No
28. Belajar Bersama
29. Hasil Ujian
30. End

05. Wonbin lagi-lagi...

662 90 6
De Kun0802

Revisi berjalan seiring berjalannya cerita ya. Soalnya author suka ada yang terlewat nulis karena ga fokus, atau ada yang typo, atau kadang ada bagian yang nggak sengaja terhapus.
Oh ya, karena konsep work ini short chapter, jadi aku nulisnya non formal dan nggak aku jelaskan secara detail semua ya.
Terima kasih atas pengertiannya ^^
Maafkan author yang masih banyak kurangnya ini ><
.
.
.
.

Tapi emang bener sih.
Berkat Wonbin, gaada yang berani cat calling Karina lagi.
Karina seolah benar-benar dijaga sama Wonbin.

" Makasih." ucap Karina. Untuk yang kesekian kalinya.

" Jangan bilang makasih terus." sahut Wonbin kemudian memasukkan potongan cupcake ke dalam mulutnya.

" Gue bilang makasih karena gue merasa tertolong, Binn."

" Iya tau. Tapi terima kasihnya cukup satu kali aja. Jangan kebanyakkan."

" Kenapa, sih? Salah, ya?"

" Nggak salah. Cuma kalo kebanyakkan, takutnya orang risih."

" Emang lo risih?"

" Lumayan."

Karina mendesis. " Iya iyaa nggak lagi!"

Ternyata Wonbin blak-blakkan juga.

" Btw, lo beneran cuma makan itu aja? Nggak pesen makan siang juga?" Karina heran kenapa si Wonbin cuma pesen cupcake doang, sementara dia pesen nasi sama lauk seubrek.

" Ini aja udah bikin gue kenyang."

" Mana ada. Cupcake itu makanan penutup. Nggak cocok buat makan siang." Mana porsinya seuprit. Kalo Karina mah, mana cukup!

" Gapapa. Gue juga lagi nggak laper-laper banget."

" Nggak. Pokoknya lo harus makan! Gue gamau ya diomelin Giselle gara-gara nggak kasih makan adeknya!"

" Tapi--

" Nggak ada tapi-tapian!"

Wonbin menghela. " Oke. Gue makan."

" Nah! Gitu dong!"

" Tapi..."

" Hmm?"

Wonbin tiba-tiba berdiri terus pindah ke tempat duduk di samping Karina.
" Gue mau makan bareng noona aja."
katanya sambil senyum.

" Bin. Gue serius, ya."

" Sama. Gue juga serius."

" Wonbin, lo pesen makan sana! Masa makan bareng gue?!"

" Gue gamau pesen karena takutnya nanti nggak habis. Daripada mubazir. Mending makan bareng noona."

" Astagaaaaa."

Bukannya merasa nggak enak, si Wonbin malah pasang muka tak bersalah.

" Yaudah! Lo makan bareng gue!" final Karina pasrah. Daripada Wonbin nggak makan siang sama sekali.

" Makasih." ucap Wonbin kesenengan.

" Nih. Makan." Karina geser piringnya ke arah Wonbin.

" Langsung makan gitu aja?"

" Iya."

" Pakai sendok dan garpu yang sama?"

" Iyalahh. Kan sendok sama garpunya cuma satu."

Ngeliat Wonbin ragu-ragu begitu, Karina pasang muka curiga. " Jangan-jangan lo jijik ya karena bekas guee?"

" Nggak. Nggak gitu."

" Terus??"

" Bukannya nggak boleh ya sharing sendok dan garpu yang sama dengan orang lain?"

" Oh ini soal kesehatan, ya??"

" Salah satunya itu."

" Yaa emang sih. Kalo dari segi kesehatan, nggak boleh. Selama ini tuh gue mikir, selagi gue gak penyakitan, ya udahhh pake aja."

" Bukan cuma noona, bisa jadi yang bawa penyakitnya itu orang lain. Termasuk gue. Noona mau ketularan penyakit dari gue?"

" Emang lo ada riwayat penyakit parah?"

" Nggak ada."

" Nah yaudah! Kita sama-sama nggak penyakitan, kan?"

" Nggak gitu konsepnya, noonaaa."

" Lagian gue udah sering kok sharing sendok garpu kayak gini. Buktinya kami sehat walaifat aja tuh. Tapi kalo lo nggak kebiasa kayak gitu, yaudah. Minta sendok garpu yang baru aja."

" Bentar."
Wonbin terfokus pada satu hal.
" Noona pernah sharing sama siapa aja?"

" Apanya?"

" Sendok dan garpu yang sama. Udah pernah sharing sama siapa aja?"

" Ohh. Paling ke adek sepupu gue, atau keponakkan gue yang bocil-bocil."

" Adek sepupu noona cewek atau cowok?"

" Cewek cowok."

" Umurnya??"

Karina melihat Wonbin dengan tatapan sinis. " Lo mau wawancarai gue lagi nih ceritanya?"

" Jawab aja, noona. Berapa umur merekaa??" desak Wonbin.

" Gue lupaa. Kalo nggak salah seumuran lo atau lebih tua satu, dua tahun."

Setelah mendapat jawaban, Wonbin langsung terdiam.

Karina yang ngeliatnya heran.
" Kenapa, sih?"

" Gue punya satu permintaan."

Tiba-tiba?

" Permintaan apa?"

Wonbin menatap Karina dengan sangat serius. " Jangan lagi sharing sendok dan garpu sama orang lain. Ya?"

" Masih soal kesehatan?"

" Sebetulnya bukan cuma soal kesehatan."

" Terus?"

" Rasanya nggak etis aja. Apalagi sama lawan jenis yang bukan anak kecil lagi."

" Ya ampun, binn. Kalian tuh udah gue anggep kayak adek gue sendiri. Makanya gue biasa aja!"

" Tapi tetap aja nggak boleh."

" Dih kenapa sihh?" Karina menertawai tingkah aneh Wonbin yang tidak dia mengerti.
" Kalau kayak gitu, yang boleh sharing sama gue jadinya siapa, hmm?"

Dengan tegas dan lantang, Wonbin menjawab. " Gue."

" Hah..?" Mata Karina sampai mengerjap dua kali.

" Mulai sekarang, jangan lagi sharing sama siapapun. Oke?"

" Bentar bentar.
Kenapa begitu, ya? Kenapa gue cuma boleh sharing sama lo doang?"

Wonbin diem.

" Bin?"

" Ya gapapa. Meminimalisir penularan penyakit."

" Beneran karena itu??"

" Iya."

Nggak.
Karina yakin banget alasannya bukan itu.

Tadi kan selain bahas masalah kesehatan, dia juga bahas soal 'nggak etis' sharing sendok dan garpu yang sama dengan lawan jenis.
Lawan jenis yang dimaksud disini adalah lawan jenis yang bukan anak kecil lagi alias udah remaja atau beranjak dewasa.

Oke. Masalah kesehatan, Wonbin aman.
Tapi buat yang kedua, soal nggak etis sharing sama lawan jenis....
Dia apa namanya kalau bukan lawan jenis, hah?

Gue curiga.
Jangan bilang, ini salah satu dari rencana dia buat flirting ke gue?

" Noona." Wonbin tiba-tiba nyodorin potongan ayam yang sudah dia tusuk pake garpu, ke arah Karina yang lagi melamun. " Ayo makan."

" Ei? Gapapa. Gue bisa sendiri." Karina hendak mengambil alih garpu itu, tapi dicegah sama Wonbin.

" Biar gue aja."

" Gue bisa makan sendiri, binnn."

" Nggak. Biar gue aja."

" Bin. Gue tuh bukan anak kecil lagi. Jadi siniin deh garpunya."

" Nggak. Biar gue yang suappin noona."

" Apaan sih, bin? Gue tuh bisa sendiri!"

" Nggak! Biar gue aja!"

" Bin. Sumpah, ya. Daritadi sikap lo tuh aneh banget tau nggak!"

" Sorry. Gue kayak gini karena gue punya alasan."

" Alasan? Alasan apa?"

" Lihat cowok itu." Wonbin kasih isyarat ke Karina, buat ngeliat ke arah meja orang-orang yang ngegodain Karina tadi.
" Sebetulnya, daritadi dia ngeliattin noona."

Pas Karina lihat, ternyata bener. Cowok tadi masih ngeliattin Karina.

" Makanya gue bersikap kayak gini. Maaf, ya?"

" Termasuk lo yang tiba-tiba pindah ke samping gue....??"

" Iya. Gue risih aja liat dia ngeliattin noona sampai segitunya. Maaf kalau noona nggak suka. Tapi cuma ini satu-satunya cara supaya dia berhenti."

Astaga...
Pantesan aja Wonbin tiba-tiba pindah ke samping gue.
Mana tiba-tiba mau nyuappin gue segala.
Ternyata itu toh...

" Makasih udah nolongin gue sekali lagi."

" Lain kali kalau mau kemana-mana, ajak gue aja."

Eh busettt.
Modusnya kena bangett.

" Haha oke..."

Dasar bocil jadi-jadian.

" Yaudah yuk lanjut makan."

*********

Sudah menjadi rutinitas, Karina, Wonbin dan Giselle makan malam bersama. Malam ini menunya ikan goreng dan sup tahu.

" Guys."

Giselle dan Wonbin kompak nengok ke arah Karina.
" Kenapa, rin?" tanya Giselle dengan mulut penuh.

" Hari Minggu kalian pada sibuk, nggak?"

" Kalo gue sih nggak, Rin. Gatau kalau Wonbin."

" Gue free. Ada apa, noona?"

" Gue mau minta bantuan kalian buat angkuttin sisa barang di rumah gue."

" Oh. Boleh aja, Rin. Kebetulan hari minggu, kafe libur."

" Kalo lo, Wonbin?"

" Gue bisa. Tapi gue boleh ajak temen-temen gue, nggak? Lumayan kan, bisa bantu-bantu kita."

" Boleh, tuh. Makin banyak yang bantuin, makin bagus."

" Yaudah. Nanti gue kabarin mereka."

" Makasih, ya."

Di hari Minggu, Karina, Wonbin dan Giselle udah siap pergi ke rumahnya Karina buat ngangkuttin barang-barang yang tersisa.

" Noona." Wonbin menghampiri Karina yang pada saat itu sudah mau naik ke mobil. Wajahnya terlihat gelisah.

" Kenapa, bin?"

" Temen-temen gue pada gabisa dateng. Ada yang pergi sama orang tuanya, ada yang lagi kursus, ada yang punya janjian sama temennya. Gimana, nih?"

" Semuanya, termasuk si Eunseok yang suka sok sibuk itu juga??" tanya Giselle, tak percaya.

" Iya. Dia lagi kursus."

Giselle berdecak.
" Jadi gimana nih, Rin?"

" Udah. Gapapa. Barang-barangnya nggak terlalu banyak kok. Bertiga aja cukup."

" Beneran gapapa, noona?"

" Iya gapapaa."

" Oh iya! Kita kan punya Wonbin, Rin!!" Wonbin lumayan kaget saat Giselle tiba-tiba saja ngerangkul pundaknya. " Ya kan, Binn??"

Wonbin mengangguk.
" Nanti yang berat-berat, biar gue aja yang angkat."

" Tuhh! Anaknya emang bisa diandelin, Rin!!"

" Iya deh iyaaa. Makasih ya kalian berdua! Nanti sebagai imbalannya, gue traktir makan, ya!"

" Asikk! Makan enak kita, Bin!!" Giselle menari-nari dengan semangat. Wonbin yang ngeliat tingkah kakak sepupunya itu, cuma bisa geleng-geleng kepala.

" Makasih, noona." ucap Wonbin.

" Sama-sama." balas Karina sambil mengusak rambut Wonbin.
" Yaudah yuk kita lets goo."
Karina kemudian masuk ke dalam mobil lebih dulu.
Sementara Wonbin, anak itu malah mematung di tempatnya. Sampai-sampai Giselle yang juga mau masuk ke dalam mobil, terhenti, ngeliat Wonbin dengan heran.

" Heh." panggil Giselle, menyadarkan lamunan Wonbin.

" Hah? Iya? Kenapa?" sahut Wonbin linglung.

" Ayo naik. Malah bengong."

" Ah.. Iya."
Wonbin buru-buru masuk ke dalam mobil, menyusul Giselle.

Karina, yang bertugas sebagai supir, berseru.
" Udah siap semua, ya?? Kita berangkatt."

**********

Karina menghentikan mobilnya di depan rumah bergaya minimalis dengan cat yang didominasi dengan warna abu-abu.

" Nah ini dia rumah gue." kata Karina ke Wonbin yang baru pertama kali berkunjung ke rumahnya.
Kalau Giselle udah pernah berkunjung beberapa kali.

" Rumahnya bagus, kak." puji Wonbin.

" Bagus, kan?? Cuma sayang. Tanahnya punya pemerintah dan sebentar lagi mau digusur."

" Sayang banget..."

" Yahh apa boleh buat. Mungkin lain kali, sebelum beli, gue harus pastiin dulu, asal usul kepemilikkan tanahnya."

Giselle ngangguk setuju. " Kalau ada rejeki, emang lebih enak punya tanah sendiri."

" Betul. Doain aja klinik kecantikkan gue lancarr, yaa."

" Aaminnn."

" Yaudah. Yuk masuk ke dalam."

Seperti perjanjian di awal, barang-barang yang berat jadi bagian Wonbin, yang ringan-ringan jadi bagiannya Karina dan Giselle.

Tapi, Karina tetap tidak tega membiarkan Wonbin mengangkat yang berat seorang diri, sebab barang yang berat ada lumayan banyak.

" Bin. Gue bantuin, ya." Alhasil, Karina menawarkan diri.

" Gapapa, noona. Biar gue aja."

" Tapi entar lo capek kalo lo semua yang angkat."

" Gue kuat, kok. Santai aja."

Wonbin emang kuat sih. Dia kayak mudah banget mindahin barang-barang yang berat.

Kalo Karina inget-inget lagi, pantesan aja badannya Wonbin bagus :v

" Tapi tetap aja gue nggak tega. Gue bantuin aja deh." Karina berencana membantu Wonbin secara diam-diam.

Karina pergi ke gudang, untuk mengambil kardus berukuran besar di atas lemari.

" Waduh. Tinggi juga ternyata. Ada kursi nggak, ya?"

Karina cari kursi yang bisa dia pakai untuk dia naiki.

" Nah itu dia."
Karina nemuin kursi plastik yang dia temukan di belakang pintu.
Langsung saja dia naiki kursi itu untuk mengambil kardusnya.

" Oke... Sedikit lagi..." Karena kursinya nggak terlalu tinggi, Karina masih harus berjinjit sedikit.

"Loh?"
Wonbin yang kebetulan lewat, tidak sengaja melihat Karina sedang naik ke atas kursi.
Penasaran,Wonbin menghampiri Karina.
"Noona, ngapain?"

" Hah?"

Karena kaget tiba-tiba ada Wonbin, terus pas Karina mau nengok, kursi yang dia naikin oleng, alhasil Karina jatuh.

"Eh?!! EH?!!"

"Noona!!"

" ARGHHH!"

BRUK!


Karina jatuh menimpa Wonbin yang tadinya berdiri di belakangnya.

" Aduhh..." Karina megangin bokongnya yang mendarat lebih dulu.

" Noona gapapa?" Padahal ditimpa sama Karina, tapi Wonbin masih mengkhawatirkan kondisi Karina.

" Gue gapapa."
Karina muter madep belakang, buat gantian memastikan kondisi Wonbin.
" Lo sendiri? Ada yang luka, nggak?"

" Nggak ada, kok. Gue gak kenapa-napa."

" Tapi gue udah nimpa lo. Pasti sakit. Badan gue kan berat."

" Siapa bilang? Buktinya gue nggak kenapa-napa. Nih. Coba cek."

Karina lakukan cek secara cepat namun teliti. Mulai dari bagian tangan, kaki, hingga wajah Wonbin.

" Nggak ada, kan?"

" Tapi entar tau-tau badan lo lebam semua."

" Nggak, noona. Nggak akan sampai separah itu."

" Pasti lebam, Binn. Biasanya gue jatuh, kayak gitu. Ada lebamnya pasti."

" Kalaupun lebam juga nggak akan sakit banget, kok."

" Mana ada! Sakit, loh!! Gue aja suka ngeluh sakit tiap dapet lebam!"

" Mendingan sekarang noona pikirin diri noona sendiri dulu. Entar malah noona yang lebam-lebam."

" Cuma bokong gue aja yang sakit. Selebihnya nggak ada. Berkat lo ada di belakang gue, jadi gue masih bisa selamat."

" Emangnya noona ngapain naik ke kursi kayak gitu?"

" Gue tuh mau ambil kardus yang ada di atas lemari." Karina nunjuk kardus tadi.

Wonbin ikuti arah telunjuk Karina.

" Noona. Kan gue udah bilang. Yang berat-berat, biar gue aja."

" Gue nggak tega lihat lo ngangkuttin yang berat-berat sendirian. Gue mau bantuin lo."

" Tapi ujung-ujungnya malah jatuh begini, kan?"

Karina menunduk malu.

" Udah gapapa. Biar gue aja."

" Hmm, yaudah. Tapi entar lo kasih tau ya kalo ternyata lo dapet lebam-lebam juga."

" Emang kalo gue kasih tau, noona mau obattin?"

" Iyalah! Itu sebagai bentuk pertanggung jawaban gue!"

" Termasuk lebam di daerah yang tersembunyi?"

" Iy——
Karina tiba-tiba ngeh apa maksudnya Wonbin.
Detik itu juga, pipinya langsung memerah.
" Y-ya kalau itu enggaklah!! M-masa gue h-harus...?!"

Wonbin tersenyum jahil. " Katanya, noona udah anggap gue kayak adik sendiri. Itu artinya nggak masalah kan?"

" K-kapan gue bilang begitu?!"

" Lupa? Waktu kita makan di restoran."

.
.

" Ya ampun, binn. Kalian tuh udah gue anggep kayak adek gue sendiri. Makanya gue biasa aja....."

.
.

Sialan.
Gue baru ingettt.

" Gimana? Inget, kan?"

" T-t-tapi kan bukan berarti gue bisa ngelakuin hal itu!"

" Lah? Kenapa? Katanya tadi——

" U-udah, ah! Gue mau lanjut angkut barang!!"

Wonbin cekikikan. Keliatan banget si Karina ngehindar dan mengalihkan pembicaraan.

Waktu Karina mau berdiri, bokongnya tadi terasa menyut, alhasil, Karina urung dan kembali terduduk.
" Aduh...sakit."

" Kann."

Tanpa minta izin lagi, si Wonbin tiba-tiba angkat tubuhnya Karina, dan menggendongnya ala putri.

" WONBIN?!" Tangan Karina refleks berpegangan di kedua bahu lebar Wonbin.

" Noona harus istirahat. Biar gue sama Giselle noona aja."

" Bin?! T-turunin gue!"

" Nggak."

" Wonbin!!!"

Belum puas bikin Karina kaget, Wonbin tiba-tiba ngedekettin mukanya ke muka Karina. Sampe-sampe Karina yang tadinya heboh, langsung diem dengan mata melotot.
" Noona...."

" A-a-apa?"

" Sekarang, noona pilih. Mau istirahat atau....."

" A... Atau apa?"

Wonbin ngelirik salah satu kamar yang ada di dekat mereka.
"...kita pergi kesana, terus noona bantu gue cek. Kira-kira...ada yang lebam, nggak?"

Si anjir

Continue lendo

Você também vai gostar

307K 39.4K 49
❝Eunwoo as cold boyfriend.❞ ©nctdreamenthusiast, 2020.
36.6K 3.3K 28
JEON WONWOO X ROSEANNE PARK
784K 79.9K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
64.4K 4.9K 14
Allenatore biasa di panggil Alen, bungsu keluarga Clooney ia meninggal dengan membawa penyesalan terbesar kepada kakaknya, tapi sebuah keajaiban data...