KUMPULAN CERITA SENI GAY (21+)

By reading4healing

109K 685 30

Cerita Dewasa More

(21+) Suami Yang Digilir Cowok Macho Spanyol
(21+) Si Pemuas Satu Kos
(21+) Si Pemuas Satu Kos 2
(21+) Pemuas Suami Si Bos Bule
(21+) Pacarku Sang Pemuas Satu Geng
(21+) Driver Ojol Arab Plus - Plus
(21+) Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku
(21+) Disetubuhi Teman Macho Istriku di Pesta Pantai Binal (1)
(21+) Disetubuhi Teman Macho Istriku di Pesta Pantai Binal (2)
(21+) TUBUHKU DIPINJAMKAN PACARKU DI PESTA LIAR
(21+) BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (1)
(21+) BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (2)
(21+) BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (3)
(21+) Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (1)
(21+) Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (2)
(21+) Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (2)
(21+) PEMUAS PARA PREMAN JALANAN
(21+) Memperawani Suami Muda Tetanggaku
(21+) Lubang Pemuas Pria - Pria Beristri
(21+) Gigolo Biseks Simpanan Mama
(21+) Pesta Bujang Liar Sang Pengantin Pria
(21+) Skandal Besar Menjelang Pernikahan
(21+) Disewa Lionel
(21+) Malam Liar Sang Budak Korporat
(21+) Takdir Seorang C*mdump
(21+) Service Plus-Plus Barber Straight Turki
(21+) Bule Online, Perebut Keperjakaanku
(21+) Salah Kamar, Aku Dapat Sugar Daddy
(21+) NAPAS BUATAN DARI PAPA SAHABATKU
(21+) MENGERJAI DADDY KEKAR BERISTRI
(21+) MENJEBAK SOPIR STRAIGHT BAD BOY
(21+) Menjajal Kejantanan Masseur Impor Rusia
(21+) Legenda Si Otong Monster
(21+) Mesin Pemuas Mantan Dan Gebetan
(21+) PELARIANKU SEORANG PRIA KEKAR BERISTRI
(21+) SI PEMUAS SEKAMPUNG
(21+) Pemilik Tubuh Indah Si Pembantu Ganteng
(21+) PEMUAS DUA GADIS LUGU DI RUMAH
(21+) PELEGA DAHAGA SAHABAT PAPAKU
4 PEREMPUAN DI RUMAHKU BISA DIP4K4I SEMU4

(21+) Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (1)

1.9K 17 0
By reading4healing

DI-DOUBLE PENETRATION DI DEPAN ISTRI YANG HAMIL

by Jeremy Murakami

Pernahkah kamu berusaha mengingat memory visual yang paling awal di dalam kepalamu? Aku pernah membaca sebuah buku di mana ingatan pertama sang penulis adalah ketika ibunya sedang melukis di ruang tamu. Klasik dan artistik. Terdengar seperti sebuah ingatan visual pertama yang sangat elegan dan berkelas. Aku kemudian bertanya pada Mamaku pertanyaan yang sama. Ingatan pertamanya adalah ketika kakekku sedang menggendong dirinya di pundak dan berkeliling bersama di Kebun Binatang untuk melihat bayi simpanse yang lucu. Pengalaman yang sangat manis. Giliran berikutnya, aku bertanya pada Papaku. Papaku bilang ingatan pertamanya adalah ketika dia naik pesawat dan take-off di perjalanan udara pertamanya. Dia menggenggam erat tangan nenekku. Pengalaman yang sangat menenangkan. Papaku merasakan rasa aman bersama Mamanya di pengalaman pertamanya terbang di udara. Kedua orang tuaku pun berkata bahwa kenangan pertama di kepala biasanya berhubungan dengan satu dari orang yang paling kita sayangi. Aku mengangguk mengerti. Kemudian, mereka tidak sabar bertanya pengalaman pertamaku.

"Pengalaman pertamaku adalah ketika aku diantar Papa dan Mama ke sekolah pertama kali," kataku sambil tersenyum. "Aku masih ingat jelas ketika Papa dan Mama mengantarkanku ke depan pintu kelasku... Aku ketakutan sekali..."

Aku langsung menghampiri mereka dan memeluk mereka erat-erat. Mereka sama-sama tertawa dan memelukku bebarengan. Seperti biasa, meskipun usiaku sudah dua puluh delapan tahun saat ini, aku masih merasa begitu nyaman dan merasa perlu pelukan kedua orang tuaku ini. Tetapi, sayangnya aku berbohong... Itu bukan ingatan pertamaku... Aku tidak ingat sama sekali visual saat Papa dan Mama mengantarkanku ke depan kelas. Ingatan pertamaku adalah tentang Mario yang ditonjok hidungnya hingga berdarah di depanku saat hari pertama sekolah. Mario adalah sahabatku dari kecil, sudah dua puluh tahun lebih aku mengenalnya...dan mencintainya

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


Namaku Michael Gondokusumo. Tampan tetapi tidak menyadarinya, itulah aku menurut teman-teman terdekatku, termasuk Mario. Usiaku sekarang dua puluh delapan tahun. Kulitku putih bersih karena aku keturunan Tionghoa. Aku termasuk pria yang tinggi dengan badan yang ramping namun berotot karena hobiku berolah raga. Di usiaku yang muda ini, aku cukup mapan karena punya usaha sendiri berupa sebuah pusat kebugaran di Pondok Indah sekaligus restoran bertema kesehatan yang menyajikan makanan tinggi protein dan rendah lemak. Semua itu kujalankan bersama partner bisnis sekaligus sahabatku, Mario.

Ilustrasi: Mario Valentino


Namanya Mario Valentino. Bagaimana kami bisa saling kenal? Dia adalah malaikat penyelamatku dari kecil. Aku ingat sekali kejadian ketika kami pertama kali kami bertemu. Saat itu, hari pertama masuk TK. Berbeda dengan anak-anak lain, aku tidak pergi bersekolah di playgroup. Aku merasa takut sekali dan bingung ketika harus ditinggal orang tua untuk pertama kalinya. Badanku kecil dan kurus, membawa tas ransel yang tampak lebih besar dari tubuhku. Tubuhku menggigil… Orang tua kami dipaksa meninggalkan kami dan menunggu di gerbang depan TK agar kami terbiasa mandiri. Tiba-tiba, ada beberapa teman sekelas nakal yang melihat tubuh ringkihku itu, lalu tertawa mengejekku. Salah seorang dari mereka yang berbadan paling tinggi dan gemuk mulai memukulku. Aku terduduk ketakutan di lantai setelah dadaku dipukul. Anak berbadan gemuk itu menertawakanku dan melayangkan satu bogeman lagi di pipiku. Aku terduduk di lantai, menangis sambil memegang pipiku.

“HEI, APA YANG KALIAN LAKUKAN?”

Terdengar teriakan suara seorang anak laki-laki berbadan lebih tinggi dariku dan tampak sehat itu bereaksi keras. Dia malaikat penyelamatku... Dia menghampiri para perundungku, berusaha melerai pertengkaran kami. Sekonyong-konyongnya, mereka malah memukuli malaikat penolongku itu sebagai gantinya. Wajah dan hidungnya dipukul beberapa kali, cukup keras sampai dia mimisan. Mereka meninggalkan malaikat penolongku saat dia terbaring di tanah. Melihat kejadian itu, aku ketakutan dan menghampiri malaikat penolongku itu sambil menitikkan air mata. Aku berjongkok di depannya, menangis luar biasa keras melihat hidung mungilnya mengeluarkan banyak darah. Aku takut dia mati

"Sudah," katanya mengelap darah di hidungnya setelah aku membantu tubuhnya berdiri. "Aku sudah sering dipukul sama Christopher dan teman-temannya. Kamu enggak usah khawatir..."

Anak laki-laki itu berdiri dan membersihkan celananya yang kotor terkena pasir. Saat itu, kesan pertamaku padanya adalah anak ini kosakatanya banyak sekali. Bicaranya seperti anak SD. Lalu, aku diam-diam bertanya-tanya kenapa dia mau menolongku. Dia tidak punya alasan untuk berbuat baik padaku. Dia tidak mengenalku. Kenapa dia mau mengorbankan dirinya sampai dipukul hidungnya seperti ini? Aku terus menangis…

"Eh dibilang sudah kok masih nangis sih," kata malaikat penolongku itu mengusap pipiku. "Apa ada yang sakit di wajahmu?"

Aku menggeleng... Dia lalu memandangi wajahku serius dan memegangi pipiku, berusaha mencari luka di wajahku.

"Kalau tidak ada yang luka, kenapa kamu menangis?" tanyanya ketika yakin aku tidak apa-apa.

"Hidungmu berdarah," kataku sambil mengucek-ucek mataku yang terus berair. "Aku takut kamu mati..."

Dia tergelak. Malaikat penolongku itu mengelus-elus kepalaku.

"Aku tidak akan mati kok," katanya menunjukkan darah di hidungnya sudah berhenti keluar. "Sudah tidak sakit lagi hidungku. Lagian, Papaku bilang orang mati itu kalau sakit parah atau kecelakaan. Seperti, terkena kanker atau ditabrak mobil. Kalau cuma luka sedikit begini, aku tidak akan mati kok."

Aku memandang matanya, berusaha mencari tahu apakah yang dia katakan jujur. Dia memandang mataku dan mengangguk-angguk, seakan-akan tahu aku mencari tahu jawaban di matanya.

"Nama kamu siapa?" tanyanya melayangkan tangannya ke tanganku.

"Namaku Michael," kataku memberikan tanganku setelah mengelap mataku yang sudah kering.

"Ya udah, kamu kan lemah... Mulai sekarang, aku jadi malaikat penolong-mu ya, Michael," katanya sambil menggoyang-goyangkan tangannya dan memasang senyum yang menggemaskan. "Tapi, sebagai gantinya, kamu kasih aku kado setiap tanggal 14 Februari ya... Namaku Mario. Mario Valentino. Soalnya ulang tahunku waktu Valentine."

Aku pun mengangguk-angguk setuju, tersenyum dan menggoyang-goyangkan tangan kami bersemangat.

"Aduh, Mario, kenapa lagi?" seorang  Mama muda yang tidak kami kenal menghampiri kami. "Kenapa kamu mimisan lagi? Dipukul Christopher lagi, ya?"

"Lho, Mike," Mamaku langsung menghampiriku bersama Mama muda itu juga. "Kamu tidak apa-apa, Nak? Ada apa ini?"

Ternyata, hari itu Mamaku juga mulai bersahabat dengan Mama Mario. Sejak hari itu, kehidupanku dimulai... Aku menemukan seseorang yang benar-benar kucintai... Aku tiba-tiba mulai mencintai Mario Valentino...

[ … ]

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


Sejak saat itu, kami tak terpisahkan. Kami selalu bersama, aku dan Mario. Rumah kami ternyata dalam satu perumahan, hanya beda dua blok.

Sejak hari itu, Mario terus duduk di sampingku di kelas dan menggandengku kemana-mana. Karena badannya lebih besar dariku dan dia lebih berpengalaman bersekolah sejak playgroup, dia mengambil peran untuk menjagaku.

"Sudah, Mike, kamu tidak usah khawatir... Aku akan melindungi kamu, ya..."

Aku mengangguk pelan dan terus memegang tangannya, minta dilindungi.

Itu berlanjut dari TK ke SD. Kami kebetulan selalu sekelas saat TK karena jumlah murid dan kelasnya sedikit. Dari SD, orangtua kami pun meminta ke Tata Usaha dan guru kelas untuk membiarkan kami satu kelas terus. Dari SD, kami lulus SMP dan mendapatkan izin untuk sekelas bersama. Setiap hari kami bertemu untuk sekolah dan menginap di rumah masing-masing bergantian di akhir pekan. Bahkan hingga SMA, kami tetap tidak terpisahkan. Bedanya, Mario mulai dikerumuni wanita karena hobinya bermain basket. Karena badannya atletis dan pandai berbicara, Mario menjadi idola gadis di SMA. Kadang-kadang, di akhir pekan, Mario tidak menemui aku karena pergi berkencan dengan pacarnya.

Suatu malam, pukul sebelas malam, Mario mendatangiku. Dia punya kunci rumahku, begitupun juga aku memiliki kunci rumahnya. Dia langsung masuk kamarku saat aku menonton YouTube di tabletku.

"Hei, Mike!" katanya sumringah begitu masuk kamarku.

"Ngapain kamu datang malam-malam, Mar?" tanyaku berusaha tampak acuh. "Biasanya kamu keluar sama cewek-cewekmu kalau Sabtu malam."

"Eh dengerin gue deh," kata Mario langsung tiduran di kasurku tanpa meminta izin. "Sahabat elo ini sudah bukan perjaka lagi!"

"APA?" tanyaku kaget. Waktu itu usia kami baru lima belas tahun. "KAMU HABIS NGEWE?"

Mario tampak bangga dan mengacungkan jempolnya.

"Gue habis ngewe sama si Intan," katanya lalu mencium jempolnya dan di arahkan padaku. "Gila! Enak banget tubuh cewek, Mike! Mulutnya wangi, enak buat dicipok! Terus susunya kenyal banget! Seru buat dimainin! Gue juga netek ke pentilnya Intan! Seru banget dah ngewein dia!"

Diam-diam, aku cemburu. Aku pura-pura tidak mendengar dan kembali sibuk ke tabletku.

"Hei, kok elo enggak dengerin gue sih?" tanya Mario jengkel, lalu merebut tabletku.

"Kembalian tabletku deh, Mar!"

"Mar, Mar, Mar! Gue tabok loe, ya?!" kata Mario jengkel. "Gue bukan Maria! Jangan panggil gue kayak nama cewek!"

"Ya kan Mar itu singkatan Mario!" kataku terkekeh. "Aneh banget nama sendiri tapi enggak mau dipanggil gitu!"

Mario memukul pipiku keras. "Kalau kita enggak bersahabat dari kecil, udah gue bantai dah manggil gue kayak gitu terus!"

Aku malah tertawa mendengar reaksi jengkel Mario.

"Udah, gue ngerti kok perasaan elo..."

"Ngerti apa?" tanyaku kaget dan panik. "Kamu tahu soal gue yang begini?"

Gawat! Beneran nih Mario tahu aku gay?

"Tahu lah," katanya santai. "Gue kenal elo dari TK! Masa gue enggak sadar, sih?"

"Kamu tahu dari dulu, tetapi kamu tidak pernah membahasnya?!"

"Ya iya lah! Kan lumrah!" katanya dengan santai.

"Hah?! Lumrah?" tanyaku dengan mulut menganga.

"Iya!" Mario mendengus kesal. "Gue kan juga iya sebelum kejadian tadi... Makanya, gue mau ajak elo main bertiga!"

"Main bertiga?" tanyaku makin kaget. Beneran Mario mau ngewe sama aku nih? "Kamu serius?!"

"Iya lah!" kata Mario kesal. "Gimana-gimana, gue kan sayang sama elo, Mike! Gue juga enggak mau elo enggak ngerasain-rasain apa yang gue rasain sekarang!"

"Maksudnya?"

Rasain apa, nih? Rasa sayangnya ke aku? Apa Mario baru saja bilang dia suka diriku?

"Ya gue mau ajarin elo ngewe, lah!"

"SERIUS, MAR?"

"Mana pernah gue bohongin elo sih!" teriaknya kesal.

"Kamu beneran mau lakuin sama aku?" tanyaku tidak percaya. "Tetapi, kenapa harus bertiga?"

"Lha, kalau enggak bertiga, terus yang punya memek siapa?" tanya Mario bingung.

"HAH?!” tanyaku makin kebingungan. “Memek?"

"Ya masa gue sama elo berdua aja?" Mario tertawa cekakakan. "Dua batangan dong!"

"Maksudnya apa sih?" tanyaku makin bingung dan mulai menyadari ada yang tidak beres. "Ngerti perasaanku apa? Terus, apanya yang lumrah?"

"YA KALAU ELO MASIH PERJAKA! KAN LUMRAH UMUR KITA MASIH LIMA BELAS TAHUN! BARU JUGA MASUK SMA!" katanya menjelaskan kesal. "Pas tadi ngewein si Intan keenakan, gue inget elu! Gua minta dia mau main sama elo dan gue barengan. Gue tahu bener elo pemalu, Mike! Makanya gue mau ajakin threesome aja! Kita gilir si Intan bareng-bareng! Dengan begitu elo tidak akan malu dan belajar muasin dari gue!"

Aku langsung mendengus kecewa. Ternyata ini bukan soal homoseksualitas yang kualami.

"Gak usah khawatir!" Mario menggodaku sambil menyenggolkan pundaknya ke pundakku. "Gini-gini, gue udah lebih berpengalaman dari elo, biarpun cuma satu kali! Gue bisa pandu elo gimana biar kontol elo bisa masuk lubang memek! Gua sering lihat bokep, jadi tahu!"

"ENGGAK MAU!" kataku jengkel.

"HAH?" Mario tampak kaget dengan reaksiku. "KENAPA? INTAN KURANG CANTIK? ELO KAGAK SUKA?"

Aku terus mengelak tanpa memberitahu alasannya. Mario selama beberapa hari kemudian terus mendesakku untuk mau menyetubuhi Intan.

"Mike, elo coba deh! Jangan malu! Kan ada gue!" kata Mario suatu sore di kamarku. "Gue bakal ajarin elo pelan-pelan. Elo enggak usah malu dan takut gagal! Gue kan nemenin elo! Dijamin enak ngewe itu!"

"Aku enggak mau, Mar!" kataku kesal sambil terus mengotak-atik tablet-ku.

"Ceritain alasannya," kata Mario meminta. "Baru gue bisa terima keputusan elo! Gue yakin, elo bakal menikmati banget ngewe sama cewek! Gue pengen elo rasain juga!"

Aku langsung menghadap ke mukanya dengan jengkel, lalu berteriak, "AKU INI GAY!"

"Apa?" tanya Mario memandangku melotot karena tidak percaya.

"Sudah aku bilang, aku ini gay! Dan selama ini, aku menyukai kamu! Aku selalu menyukai kamu! Dari kecil, sejak kamu nolongin aku saat aku di-bully Christopher! Aku sudah mencintai kamu sejak saat itu, Mar!"

Aku langsung menutup mulutku, tidak sadar telah membocorkan rahasia terbesar dalam hidupku. Karena malu, aku langsung mendorong Mario keluar dari kamarku dan menutup pintu.

"Sudah, kamu pergi saja dari kamarku!" kataku begitu menutup pintu. "Sampai ketemu di kelas besok!"

Kudengar Mario tidak bersuara di balik pintu kamarku. Aku merasa bodoh telah membocorkan rahasiaku. Aku pukuli mulutku sendiri.

Keesokannya, Mario tidak masuk sekolah. Hatiku hancur... Dia juga tidak menerima teleponku dan membalas SMS-ku. Besoknya pun dia tidak masuk sekolah. Hatiku hancur... Mario pasti ingin meninggalkan aku... Persahabatan sepuluh tahun dari TK saat itu hancur di usia 15 tahun karena mulut lancangku!

Hari ketiga, Mario datang. Pagi hari sebelum berangkat, dia mendatangi kamarku dan membuka pintu kamarku.

Ilustrasi: Mario Valentino


"Bangun, woy!" kata Mario begitu pintu terbuka. "Ayo berangkat sekolah!"

"NGAPAIN KAMU DI SINI?" bentakku membuat dia kaget.

"Mau jemput elo buat ke sekolah bareng," katanya lirih. "Kenapa?"

"Sudah, aku enggak mau kenal sama kamu lagi! Kamu jahat, Mario!" kataku lalu menuding pintu kamar, memintanya keluar. "Aku tidak mau melihat kamu lagi di depanku! Mulai sekarang, kita bukan teman lagi! Kamu jahat!"

Mario langsung menjatuhkan tasnya, memandang mataku sedih. Air matanya mulai turun membasahi pipinya.

"Segampang itu elo mau memutuskan pertemanan sama gue, Mike?" tanyanya tidak bisa menahan tangisnya lagi.

"Apa?" tanyaku merasa bersalah dan kebingungan. "Kamu sendiri yang tidak mau menerima teleponku dan menemuiku di sekolah! Kamu yang jahat!"

"Gue memang mengurung diri di rumah terus, berusaha berpikir harus bagaimana, Mike... Gue kepikiran elo terus... Masa gara-gara gue, elu jadi homo? Terus, jadi homo kan berat, Mike... Gimana dengan orang tua elo? Apa gue perlu melaporkan ke mereka biar elo bisa ditangani? Pertanyaan-pertanyaan itu keluar, Mike... Tapi gue sudah berusaha menerima kenyataan dan kembali seperti dulu, Mike... Sekarang, gue memutuskan mau support apapun keputusan elo... Kenapa elo malah mau berhenti berteman sama gue?"

Mario menangis tak tertahankan sekarang. Dalam sepuluh tahun terakhir, baru pertama kali ini gue melihat Mario menangis. Dia bukan tipe pria yang suka menangis.

"Maafkan aku, Mar!" kataku langsung memeluk Mario. "Aku yang salah! Aku enggak berpikir!"

Akhirnya, kami pun baikan. Kami kembali berteman lagi... Bersama berdua. Namun, Mario yang semakin seksi badannya jadi memiliki kehidupan lain di luar persahabatan kami. Perempuan-perempuan mengejarnya dan dia mulai aktif bercinta.

Aku tidak mau GR, tetapi jelas sekali Mario sayang sekali padaku meskipun dia sering sibuk dengan kekasih-kekasihnya. Bagaimana aku bisa mengetahuinya? Begini ceritanya… Nama belakangnya kan Valentino. Dia lahir di hari Valentine. Setiap kali hari Valentine, dia selalu mengajakku merayakan ulang tahunnya serta Valentine berdua saja sebelum dia makan malam bersama pacarnya di pada saat itu tiap tahunnya. Aku sampai bilang kami sebaiknya menunda makan malam kami bersama.

“Mario, kita merayakannya besoknya saja lah,” kataku khawatir dia makan terlalu banyak dan kehilangan six pack-nya. “Nanti perutmu buncit, jangan salahkan aku ya!”

"Kagak ada lah!" kata Mario bersikeras menjemputku dengan mobil dan mengajakku makan sebelum dia makan romantis dengan kekasihnya. "Sekali setahun aja! Besok elo juga temenin gue nge-gym sampai semua hasil makan hari ini luntur!"

Aku tertawa dan memang selalu menemaninya pergi ke gym bersama. Saat di gym, aku bisa memiliki Mario seutuhnya untuk diriku tanpa diganggu kekasihnya.

Usia delapan belas, kami kuliah di Singapura dan tinggal di sebuah condo bersama. Kami kuliah empat tahun di sana sampai usia dua puluh dua. Di usia dua puluh satu tahun, Mario berkenalan dengan teman kampus kami yang sama-sama asli Indonesia. Mereka menikah setelah lulus kuliah karena Hilda, wanita itu, hamil. Lima bulan kemudian, Nicholas, anak Mario lahir. Aku ada di ruang tunggu bersama Mario menunggu kelahiran Nicholas. Aku ikut menggendong Nicholas saat dia baru dilahirkan. Usianya sekarang hampir enam tahun, dan dia dekat padaku. Aku sendiri membuka bisnis bersama Mario setelah kami pulang di Indonesia.

[ … ]

Ketika kami sudah bersahabat selama 23 tahun, mimpiku kembali datang

Malam itu, Mario datang ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dahulu. Dia tampak murung. Aku menghampiri dirinya, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Kenapa, Mar?" tanyaku yang langsung mengambil posisi di sebelah dirinya yang tidur tengkurap di kasurku sambil melihat saluran TV yang biasanya tidak menarik buat dia. "Kok kamu sedih sih? Cerita dong ke aku."

"Elo tahu enggak, si Hilda lagi hamil tiga bulan sekarang!" katanya acuh tak acuh.

"Ya ampun, congratulations, Mar!" kataku memeluk tubuh sahabatku itu dengan senang. "Aku seneng banget dengarnya! Ponakanku tambah satu lagi deh, Mar! Gila ya kamu, hal seperti ini enggak cerita langsung ke aku! Makanya, aku heran kenapa akhir-akhir ini hampir enggak pernah ketemu Hilda! Ternyata, dia lagi hamil toh!"

"Hilda lagi di Bandung di rumah orangtuanya. Makanya gue kagak ajak ke tempat elo, Mike," katanya menjelaskan. "Gue enggak cerita soalnya kan mitosnya kita enggak baik cerita kehamilan istri ke orang lain kalau belum menginjak usia kehamilan tiga bulan. Cukup keluarga aja yang tahu."

"Emang aku bukan keluarga, Mar?" tanyaku sedikit kecewa mendengar alasannya. "Jahat banget kamu, ih. Masa aku dianggep 'orang lain' setelah dua puluh tahun lebih kita bersahabat. Aku aja sudah tahu jumlah dan hapal banget letak tahi lalat di tubuhmu!"

Mario nyengir mendengar guyonan garingku. Dia pukul bahuku pelan dengan gemas.

"Bukan begitu, Mike," jawab Mario sebenarnya tampak sedikit merasa bersalah dengan ucapannya yang menyakitiku. "Maksud gue, tentu gue enggak anggep elo orang lain... Tapi... Ya elo tahu lah gue enggak pernah mau cerita masalah keluarga kecil gue ke elo, kan? Gue mau elo jadi safe place gue... Gue mau hubungan kita tidak pernah berubah... Gue maunya elo tetap menjadi Mike yang gue kenal yang mengingatkan gue akan masa lalu bersama kita yang menyenangkan dari saat gue masih kecil sampe gue menikah... Gue tidak mau membebani elo dengan masalah gue juga, Mike... Biar gue bisa happy-happy aja kalau sama elo... Elo ngerti kan maksud gue?"

Aku mengangguk-angguk mengerti.

"Masa, selama dua puluh tahun ini...tepatnya, dua puluh tiga tahun kita bersama tiap hari, elo masih bisa ragu kalau gue sayang sama elo dan gue enggak anggap elo keluarga gue?"

Benar kata Mario... Aku yang bodoh dan insecure kalau sampai aku sedih ataupun takut Mario menganggap aku 'orang lain' di hidupnya.

"Gue cuma mau elo menjadi tempat bahagia kecil gue selamanya, Mike..."

Mario mengelus-elus kepalaku. Aku mengangguk.

"Terus... Elo pernah denger gak sih kalau gue sering main threesome bareng Hilda selama pernikahan gue?"

Aku menelan ludah, lalu mengangguk.

"Aku denger waktu Christopher keceplosan ngomong, Mar," kataku hati-hati. "Dia enggak menyangka kalau kamu enggak pernah cerita ke aku. Dia kira aku yang lebih dekat dari kamu ini bakal diceritai lebih dahulu. Kamu kenapa sih sama sekali enggak mau bercerita soal apa yang terjadi di kehidupanmu, Mar? Aku kan juga mau tahu dan mau membantu...."

"Bukan begitu, Mike," kata Mario berusaha menjelaskan. "Udah gue bilang, gue cuma mau menjaga hubungan kita agar hal-hal baik dan indah saja yang kita bagikan bersama. Elo kan orangnya sering overthinking. Gue takut elo malah kepikiran sama masalah gue dan sedih terus... Gue kagak mau elo sedih gara-gara gue, Mike..."

"Kamu ini salah banget, Mar," kataku sedikit mengomel. "Kalau kamu enggak cerita, aku malah sedih... Aku jadi kepikiran apa aku ada salah kok kami curhatnya ke Christopher, teman yang waktu kecil dulu bully kita? Apa aku tidak sepenting Christopher di matamu?"

Mario menampar pipiku pelan dan tertawa, "Aneh-aneh aja sih elo, Mike! Itu kan masa lalu! Lagian, sepuluh tahun terakhir sejak dewasa kan kita dekat sama Christopher! Lebay elo bawa-bawa masa lalu!"

"Bukan itu maksudku," kataku menggosok-gosok pipiku yang tidak sakit sebenarnya. "Maksudku, aku kecewa saja aku tidak diberitahu masalah hidupmu, tetapi kamu malah cerita ke Christopher! Aku kan sahabatmu dari kecil! Aku yang berhak tahu."

Ilustrasi: Mario Valentino


"Kalau gitu, gue minta elo membantu gue..." Mario tiba-tiba memandang wajahku dalam-dalam, lalu mulai membuka mulutnya, "Mike, gue minta elo sodomi gue malam ini juga..."

Mataku melotot seketika. Seperti disambar petir rasanya. Aku tidak bisa mempercayai apa yang aku dengar. Tanganku langsung kuarahkan ke dahinya.

"Apaan sih elo ini?" katanya menampel tangan lancangku.

"Enggak panas lho, Mar," kataku tercengang. "Kamu salah minum obat kali, ya?"

"Gue serius, Mike," kata Mario dengan suara kencang. "Gue kagak rela gue diperawani sama orang yang dipilih Hilda! Mending gue kasih keperawanan pantat gue buat elo, sahabat gue sendiri, kan? Buat apa gue kasih orang lain yang tidak gue sayang! Kalau emang gue harus di-Double Penetration sama orang, gue maunya elo yang menembus lubang perawan gue, Mike! Gue bakal merasa lebih baik kalau itu terjadi!"

Mataku langsung terbelalak lebih lebar, hampir copot rasanya. Apa sih maksud kata-kata Mario edan ini? Apa yang sebenarnya terjadi.

"Ini apa sih maksud kamu, Mar?" kataku tidak sabar, lalu memukul wajahku keras-keras, berusaha memastikan aku sedang tidak bermimpi saat mendengar kata-kata absurd dari mulut Mario. "Ini telingaku yang salah apa kamu lagi mabuk, sih? Perasaan dari tadi aku belum menyuguhkan vodka atau tequila deh!"

"Nasib gue emang buruk banget, Mike," katanya lalu menangis. "Istri gue tega banget sama gue! Gue kagak yakin si Hilda itu beneran cinta sama gue, Mike!"

"Apa maksudmu sih?"

"Dia bilang dia ngidam buat gue, suaminya itu, biar di-double penetration sama orang biar mulut anak kami enggak ngileran!" kata Mario emosi. "Bayangin, Mike! Dia mau lubang gue ditusuk dua batang kontol! Ini suaminya mau dipaksa buat dientot dua batang kontol! Lubang gue kan kecil gini, Mike! Dia pengen gue mati!"

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


Aku terdiam selama beberapa saat, berusaha mencerna kata-kata yang keluar dari mulut si Mario. Kata-katanya ini terdengar seperti sebuah ide tidak masuk akal yang diomongkan seorang penulis amatiran yang ngawur bukan main. Tetapi, aku sadar ini nyata. Si Mario harus mengalami hal gila begini? Air mataku langsung mengalir tanpa aku sadari. Hilda sinting! Hilda ini orang waras enggak, sih?

"Elo kenapa nangis, Mike?" tanya Mario khawatir. "Gue yang bakal disodomi dua kontol kok elu yang nangis sih?"

"HILDA SINTING!" kataku berteriak marah, lalu meraih ponselnya. "GUE MAU TELEPON DIA! GUE BAKAL MARAHIN HABIS-HABISAN! DASAR WANITA GILA!"

"Udah, Mike!" ucap Mario sambil memegangi tanganku, melarangku melakukannya. "Sudah telat! Gue udah menyanggupi! Kasihan istri gue, jangan elo marahi! Dia lagi hamil..."

Aku langsung terpaku mendengar kata-kata terakhir Mario.

"Lalu, masa kamu rela di-double penetratron sama dua kontol sih, Mar?" kataku sambil menggoyang-goyangkan badan Mario. "Kamu apa sudah sinting sih? Kenapa kamu menyanggupi? Kamu bukan gay, Mar!"

"Sebenarnya, selama ini gue yang salah, Mike..." ucap Mario dengan suara bergetar. "Selama ini, gue memaksa Hilda buat menerima permintaan gue untuk threesome dengan wanita saja. Gue tidak pernah mau main sama pria, Mike... Gilanya lagi, gue kan sering elo pergokin melihat bokep lesbi sejak remaja. Gue suka sekali melihat dua wanita berciuman dan saling isep memek. Gue paksa Hilda buat cipokan sama saling jilat memek sama partner-partner kami. Awalnya dia menolak, jadi gue paksa. Dia selalu memenuhi..."

"Lalu, apa maksud semua ini?" semprotku mulai tahu arah pembicaraan ini. "Kamu dibuat Hilda merasa bersalah dan dipaksa menyanggupi hal gila ini?"

Mario dengan malangnya cuma mengangguk.

"INI SINTING!" kataku sambil berteriak tertahan. "ISTRIMU ITU ABSURD BANGET SIH!"

"Udah lah, Mike, ini udah nasib gue..."

"Istrimu kenapa sih pengen lihat suaminya di-double penetration?" tanyaku jengkel. “Random banget enggak, sih?”

"Gue juga tidak yakin," jawab Mario pelan. "Tapi, gue rasa dia penasaran sejak menonton video bokep gay bareng sahabatnya yang gay... Dia pengen lihat cowok di-DP."

"APA?" kataku kaget. "Cuma gara-gara penasaran?"

Mario cuma bisa mengangguk-angguk pasrah.

"Ya udah, kalau gitu bilang aku aja yang gantiin," kataku dengan suara tercekat. "Kalau cuma lihat orang di-Double Penetration, biar aku aja yang di-DP! Biar si Hilda lihat!"

"Emang..." Mario bertanya hati-hati. "Elo pernah di-DP, Mike?"

"Enggak lah," kataku memukul kepala Mario keras-keras karena sebal. "Kamu pikir aku homo apaan? Double Penetration itu tidak lumrah! Sama seperti orang straight, masa tiba-tiba cewek baik-baik pengen dihajar dua batang kontol sekaligus? Kan ya enggak... Itu tuh adanya di bokep-bokep sinting aja, tau! Homo beneran mana ada sih yang diem-diem minta di-DP? Itu fetish yang ekstrim! Apalagi..."

Aku bergidik pelan membayangkan dua batang kontol masuk ke dalam pantatku, "...pasti sakit banget, Mar..."

"TERUS NGAPAIN KAMU MAU GANTIIN GUE, HAH?" Mario gantian memukul kepalaku keras-keras.

Aku langsung terpaku memandang sosok Mario dengan sendu.

"Lha masa kamu, Mar?" kataku dengan mata berair. "Aku tahu banget kamu itu straight... Jangankan aja dianal… Kenapa kamu harus di-double penetration?"

"Tapi elo kan enggak menikmati di-double penetration," kata Mario. "Elo juga takut kesakitan... Ngapain elo menawarkan diri begini, Mike?"

Aku terdiam... Jujur, aku takut liang senggamaku dimasuki dua kontol sekaligus... Tetapi, aku lebih takut lagi kalau Mario yang dibegitukan. Ini semua demi Mario... Bagaimana kalau dia kesakitan? Lebih lagi, gimana kalau dia keterusan? Aku sama sekali tidak rela Mario berubah…

"Biarlah, Mar," kataku mantap dan memegang pundak Mario. "Aku tidak apa-apa, kok. Lagian aku kan homo. Aku masih bisa berusaha menikmatinya... Kalau kamu, pasti kamu cuma tersiksa dan kesakitan..."

Mario memandangku dalam-dalam. Aku bingung juga apa yang dia pikirkan. Mario tiba-tiba menitikkan air mata. Aku kaget melihat tetesan air mata yang membasahi pipinya.

"Hei, hei, hei, apa-apaan ini?" kataku tertawa dan mengelap air mata di pipinya. "Ngapain kamu nangis? Bapaknya Nicholas ini kok nangisan begini kayak anaknya?"

Ilustrasi: Mario Valentino


Mario tiba-tiba mengecup bibirku. Pertama kalinya. Aku melotot kaget luar biasa. Setelah dua puluh tiga tahun bersahabat, ini pertama kalinya Mario mencium bibirku. Tiupan napas hangatnya menerpa wajahku lembut. Aku memejamkan mataku, berusaha menikmati sentuhan bibirnya. Kini, aku bisa merasakan aroma napas jantannya yang sebenarnya aku sudah sangat familiar sekali baunya dua puluh tiga tahun ini. Aroma yang sangat menggairahkan... Rasanya begitu intim sekali... Mario mulai menggerakkan bibirnya, perlahan mulai melumati bibirku dengan mulut dan lidahnya. Pelan-pelan, kuberanikan dari membuka mataku dan memandangi wajahnya yang tampan luar biasa itu dari dekat. Dari jarak sedekat ini, dia masih saja tampan seperti biasanya. Yang ada, jantungku berdegup kencang saat ini. Aku tidak tahan bila harus mengalami dan merasakan hal ini beberapa menit lagi. Lidahnya yang lembut itu dia dorong masuk ke dalam mulutku, berkenalan dengan mulutku. Langsung saja aku dorong dadanya menjauh, tidak sanggup bila terlalu lama merasakan lidah basah dan bibir kenyalnya di mulutku.

"Apa yang kamu lakuin, Mar?" tanyaku kaget.

"Elo baik banget sama gue selama ini, Mike," katanya berbisik di dekat wajahku. "Kenapa elo baik banget sama gue?"

"Ya aku kan sahabatmu, tolol," kataku berusaha melucu. "Dua puluh tiga tahun kita bersahabat! Meski awalnya jengkel-jengkel sama kamu, gara-gara waktu juga aku sayang juga!"

"Kenapa elo tidak pernah meminta gue bercinta dengan elo?"

"Hah?" tanyaku kaget. "Kamu sinting, ya? Kamu pikir aku segila itu..."

"Gue selalu terpikir soal itu, Mike," katanya dengan nada serius. "Gue tahu, meskipun elo selalu menyangkalinya, elu menginginkan tubuh gue, kan?"

Aku berasa di-skakmat oleh si Mario.

"Elo tidak perlu menjawab," katanya padaku. "Sorry kalau gue malah bikin suasananya makin canggung. Elo tidak perlu berkata apa-apa lagi..."

Aku pun cuma diam. Aku malu mengakuinya. Tetapi, sangat tidak masuk akal kalau Mario tidak menyadarinya. Dia pasti tahu aku menginginkannya. Kami bersahabat dua puluh tiga tahun lamanya. Orangtua kami selalu meminta kami sekelas di sekolah. Dari TK sampai kuliah, kami bersama. Setelah lulus, kami bekerja membuka bisnis bersama. Hampir setiap hari selama dua puluh tiga tahun kami bertemu. Pasti, dia bisa membaca gerak-gerikku.

"Maka dari itu, gue minta elo sodomi gue sekarang, Mike," katanya dengan suara tercekat. "Gue mau elu yang mengambil keperjakaan lubang pantat gue... Lebih baik elo, sahabat gue yang gue sayangi, yang menikmati milik gue pertama kali daripada teman si Hilda. Sumpah, gue enggak rela kalau bukan elo yang dapat keperjakaan pantat gue..."

"Aku enggak mau seperti ini, Mar..."

"Hah?" Mario tampak kaget. "Kenapa? Elo enggak mau ngewe sama gue? Emang badan gue udah gak ada seksi-seksinya di mata elo sekarang? Apa gara-gara gue gendutan, ya?"
 

"Bukan begitu lah, tolol!" kataku sambil menablek kepala sahabatku yang geblek itu. "Aku cuma tidak mau kamu melakukan hal itu karena keterpaksaanmu..."

"Hadeh, elo jangan pake acara jual mahal deh! Elo mau dapat lubang sempit buat dientotin kagak, hah? Gue lakuin ini soalnya mikirin elo, Mike!" katanya setelah menablek kepalaku balik. "Gue yakin di dunia perhomoan, dapat pantat perawan kayak punya gue pasti susah, kan? Cari cewek perawan jaman sekarang aja susahnya bukan main. Apalagi cari pantat perawan homo! Ngapain gue kasih pantat gue yang perawan ke orang lain kalau sahabat gue sendiri juga homo?"

Aku tercengang sesaat, berusaha meresapi kata-kata yang keluar dari mulut sahabatku itu. Ada sedikit rasa kekecewaan

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


"Bagiku, kamu bukan cuma pria tampan dengan badan seksi...apalagi lubang pantat sempit yang menggairahkan buat dientot, Mar," kataku lirih. "Kamu itu sahabatku selama dua puluh tiga tahun... Aku sayang kamu... Memang benar aku ini homo. Tetapi, aku bukan monster yang mau menjadikan sahabat terbaikku pemuas nafsu belaka. Aku tidak mau kamu melakukan ini gara-gara mengira selama dua puluh tiga tahun ini aku mengincar tubuhmu belaka..."

Mario yang gantian terdiam...

"Gue tahu Mike elo sahabat yang macam bagaimana... Percaya atau tidak, gue tahu elo pasti menolak..." katanya lalu memeluk tubuhku mendekat ke pelukannya. "Dan gue tahu sekali, gue harus akan memaksa... Pernahkah elo tahu, dari pertama elo come out ke gue, gue sudah berpikiran untuk memberikan tubuh gue buat kepuasan elo?"

"Hah?" kataku melepaskan diri dari pelukan Mario, lalu menablek kepalanya. "Kamu ini memang orang sinting ya? Usia lima belas tahun itu?"

"Gue bingung aja gue harus bagaimana sebagai sahabat elo!" katanya membela diri sambil memegangi kepalanya yang baru saja aku jitak. "Sekarang, bayangkan elo sayang banget sama sahabat elo dari kecil... Lalu, dia bilang kalau dia gay. Dan elo juga cowok, spesies yang bisa bikin dia keenakan. Apa elo enggak terbeban untuk melayani dia?"

"Heh, kamu ini beneran anggep homo itu binatang, kali ya?" kataku berusaha menjitak kepala Mario lagi, tetapi dia lebih cepat dari diriku dan memegangi kepalan tanganku di dekat kepalanya. "Dikiranya homo itu lihat cowok kayak kucing ditawarin ikan asin apa?"

"Tetapi, elo bilang sendiri kan gue yang bikin elo tahu elo gay, kan?" katanya sambil memegang tanganku dan menatap mataku dalam-dalam. "Elo bilang waktu itu elo jadi homo karena elo sadar elo cinta gue dari kecil?"

Aku yang gantian kena skakmat.

"Maksudku bukan mengemis cinta ke kamu lho, Mar... Aku menyesal cerita itu ke kamu dulu waktu masih remaja dulu..."

"Kita tidak mungkin jadi pasangan, kan?" sela Mario di depanku. "Elo... Gue... Tidak mungkin bersama sebagai pasangan, Mike... Meskipun gue sayang banget sama elo... Karena gue bukan gay... Itu yang gue sesali... Kenapa gue tidak bisa menjadi gay saja... Selain itu, keluarga kita juga dekat sekali selama dua puluh tiga tahun ini gara-gara kita bersahabat. Bisa gila kan mereka kalau ternyata kita berdua ini pasangan homo?"

Mario dan diriku selalu berbicara satu sama lain tentang semua hal tanpa filter sedikit pun. Tetapi, hari ini baru pertama kali kami membahas soal seksualitas. Selama ini, kami berusaha menghindarinya.

"Omonganmu makin ngaco, Mar," kataku tertawa terkekeh. "Buat apa kamu menyesali tidak menjadi gay? Emangnya, kalau bisa memilih, kamu pikir aku mau menjadi gay?"

"Biar elo enggak sendirian di jalan yang susah ini, Mike..." kata Mario tulus. "Biar gue bisa bersama elo, orang yang paling gue sayang dari kecil... Kadang, gue berpikir kenapa gue tidak bisa menjadi gay atau paling enggak, elo itu terlahir wanita. Dengan begitu, gue bisa bersama dengan sahabat gue selamanya..."

"Kalau kamu mikir hal aneh seperti ini karena merasa bersalah dan mengira aku menjadi gay gara-gara kamu, aku minta maaf, Mar... Aku salah bicara saat itu," ujarku cepat, merasa panik Mario makin berpikir tidak-tidak selama ini. "Bukan maksudku menyalahkan kamu seperti itu... Aku hanya mau jujur saat itu. Kamu mau menerima kelainanku dan tidak memukul wajahku saja aku sudah bersyukur banget, Mar..."

"Jangan ngaco!" kata Mario dengan suara meninggi. "Mana mungkin gue memukul elo di saat seperti itu!"

"Yang mana aku sangat hargai itu, Mar!" selaku cepat-cepat. "Aku cukup dengan kamu mau menjadi sahabatku seperti dulu."

"Gue baru cukup kalau gue sudah memberikan keperawanan lubang pantat gue ke elo, Mike! Sebelum gue di-double penetration buat memenuhi ngidam istri gue!" jawabnya lagi sengit. "Elo tidak tahu, selama ini gue diam-diam terus mempersiapkan diri gue buat bisa memberikan tubuh gue ke elo setidaknya sekali saja... Sekarang ini, tidak ada alasan lagi untuk menundanya..."

"Aku akan bicara ke Hilda sekarang, Mar!" kataku sambil meraih ponselku. "Ini tidak bisa dibiarkan! Biar dia sadar apa yang dia idamkan itu tidak masuk akal!"

"Biarkan dia, Mike!" katanya merebut ponselku. "Sekarang, biarkan aku meminta bantuanmu kalau memang kamu menganggap aku sahabatmu! Sodomi aku, Mike... Sodomi aku terus secara rutin sampai lubang pantatku mulai terbuka lebar dan bisa menerima dua kontol masuk! Kita punya waktu satu minggu dari Hilda! Biarlah kamu membantuku sambil aku bisa memuaskanmu sekaligus istriku..."

Mataku tercekat. Ini apa Mario sedang berusaha menggodaku? Apa ini nyata? Dia memintaku menyodomi

"Satu minggu?" tanyaku tercengang. "Kamu mau aku sodomi satu minggu penuh?"

"Iya!" jawab Mario cepat. "Sodomi aku satu minggu penuh ini tiap hari. Biar aku terbiasa dengan batang kontolmu ini selama satu minggu. Please, persiapkan lubangku agar tidak sakit saat dimasuki dua batang kontol nanti! Sebenarnya, aku takut sekali, Mike!"

"Kamu ini sinting..."

"Dan lagi," sela Mario cepat. "Gue minta si Hilda izinin buat elo ikutan men-double gue nanti sama temannya..."

"APA?" kataku melotot. "Jadi, Hilda tahu gue gay?"

"Hilda jelas tahu tanpa gue bilang, Mike!" katanya jengkel. "Dia sudah tahu kalau elo gay dari awal... Lalu... Dia... Dia juga selalu bilang kalau dia selalu tahu elo mencintai gue, Mike..."

"Lalu... Dia diam saja selama ini?" tanyaku kebingungan. "Dia membiarkan saja suaminya bertemu denganku, seorang homo...dan mencintai suaminya...setiap hari?"

"Dia tahu lah kita tidak mungkin ada apa-apa...karena dia tahu gue bukan gay..." jawab Mario tercekat. "Dan keluarga kita sudah sedekat ini... Tidak mungkin kita bisa melakukan hal konyol seperti selingkuh bersama... Maka dari itu, dia meminta aku menginap satu minggu ini di rumahmu dan menyuruhmu menyetubuhiku pelan-pelan agar aku bisa menerima dua batang kontol di pantatku..."

Kepalaku seperti mau meledak! Ada apa ini? Duniaku seperti runtuh di depanku! Begitu banyak informasi baru yang diberikan padaku oleh Mario. Setelah dua puluh tiga tahun hanya bisa melihat dan menyayangi dirinya dengan tulus, sekarang, istrinya menawari diriku sebuah kesempatan sekali seumur hidup: satu minggu menyetubuhinya dengan rutin dan men-double penetration dirinya?

"Sudah, jangan terlalu overthinking!"

Mario sekonyong-konyongnya melepas kaosnya di depanku. Sekarang dia telanjang dada. Nampak sudah dadanya yang bidang menonjol serta otot bisep dan trisepnya yang dibalut tato yang menambah kesan maskulin dan tercetak nyata di depanku. Puluhan tahun aku belajar tidak ngaceng saat melihat tubuhnya, bahkan saat telanjang bersama di kamar ganti sekalipun. Apalagi sejak dia memiliki anak dan aku juga menyayangi anaknya. Sekarang, setelah ide gilanya dan Hilda terkuak, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan pikiran-pikiran liar di depan tubuh telanjangnya yang seksi itu.

"Cepat sodomi gue, Mike!" katanya sambil menurunkan celana pendek yang dia pakai.

Ilustrasi: Mario Valentino

Sekarang, tubuh telanjang sempurnanya terpapar telanjang bulat di depanku. Dia langsung mekangkang di depanku, mengangkat kakinya ke atas. Dia memamerkan lubang pantatnya yang sempit dan berwarna merah muda di depan mataku. Lubangnya tampak bersih dan sedikit berbulu namun rapi. Kedua pipi pantat montoknya itu dia pegangi dengan kedua tangannya, berusaha mengekspos lubang perawannya di depanku. Dadaku berdegup kencang dan kontolku berkedut-kedut. Aku menutup mataku, tidak sanggup melihat pemandangan sensual dari sahabatku lebih dari ini.

"Seperti ini, kan?" katanya padaku, terpaksa membuatku membuka mataku kembali. "Gue sudah siap buat elo sodomi, Mike!"

"Kenapa kamu menyiksa aku terus, Mar?" kataku lirih.

"MENYIKSA APA?" tanya Mario dengan nada tinggi, namun tidak mengubah posisi sensualnya sama sekali. "APA INI MASIH KURANG, MIKE? GUE YANG STRAIGHT INI RELA MEMBERIKAN TUBUH GUE KE ELO, SAHABAT GUE! APA GUE MASIH PERLU MENJUAL JIWA GUE KE ELO? GUE CUMA INGIN ELO TIDAK MENYESAL! GUE TAHU ELO MAU INI! CEPAT LAKUIN! BIAR GUE BISA MERASA TENANG ELO YANG MENGAMBIL KEPERAWANAN INI!"

"Kamu beneran mau disetubuhi aku, Mar?" tanyaku hati-hati. "Kamu benar-benar bersedia disentuh pria lain?"

"Elo bukan pria lain, Mike!" katanya mantao. "Elo adalah Michael, sahabatku! Gue... Gue cinta elo, Mike! Meskipun gue bukan gay, gue rela dan mantap untuk memberikan tubuh ini ke elo sebelum gue disentuh pria lain!"

Aku kalah... Aku tidak mau mendengar kata-kata lagi dari mulut Mario! Aku bersumpah, biar yang kudengar dari mulut Mario setelahnya adalah erangan kenikmatan!

Tak tahan dengan dorongan nafsu yang kian membara, aku kemudian meraih tubuh telanjang Mario dan segera melumati bibirnya. Tekstur, bentuk dan rasa bibir Mario membuatku lupa diri. Mario memejamkan matanya, memberikan aku kepasrahan agar bibirku segera menginvasi bibir kenyalnya. Aroma napas yang keluar dari mulutnya yang mendesah karena perbuatan mulutku membuat diriku semakin bernafsu. Kecupanku turun semakin ke bawah, melahapi pipi dan janggutnya. Mario tertawa kegelian. Kuangkat kedua tangannya ke atas dengan paksa, lalu segera kujilati ketiak Mario yang berbulu halus dan sedikit berkeringat itu.

"HEI, NGAPAIN LO?" tanya Mario sambil melotot, memandangi perlakuan binalku.

"Menikmati aroma tubuhmu, Mar," kataku cepat sambil terus menyesap bau jantan dan menikmati rasa asin bulir-bulir keringat yang keluar dari ketiak seksi Mario. "Rasa tubuhmu nikmat banget, Mar..."

Aku terus menyesap dan menyedot bau dari ketiak Mario sampai Mario kegelian.

"Gila, se-cinta mati itu ya elo sama gue sampai elo binal begini, Mike!" celetuk Mario nyablak.

Mendengar selorohan Mario, aku jadi agak jengkel. Aku langsung mengangkat dan melempar tubuh telanjangnya di kasur.

"Udah, aku enggak nafsu buat sentuh kamu lagi!" kataku merajuk.

Mario langsung tertawa cekikikan dan berdiri, memeluk tubuhku.

"Si Mike ngambekan, ah," katanya tertawa, lalu menjoget dengan tubuh telanjangnya itu menggodaku. "Kamu beneran homo enggak sih? Masa ada cowok ganteng dan seksi gini telanjang di depan elo, elo kagak nafsu? Elo impoten ya? Gue ini ada Papa muda macho yang badannya atletis minta digarap, lho!"

"Siapa yang kamu bilang impoten, hah?" kataku sambil melepas celana pendekku dan mempertontonkan kontolku yang sudah berkedut-kedut melihat tubuh telanjang si Mario.

Mario melotot.

"MIKE, ELO GILA?!"

"Apaan?"

Mario langsung meraih kontolku dan meloconya lembut. Tubuhku langsung bergetar merasakan Mario menjamah kejantananku.

"INI KONTOL ORANG APA KONTOL KUDA SIH?" kata Mario bergidik ngeri melihat kontol perkasaku yang terus berkedut-kedut minta dipuaskan. "GEDE BANGET! BISA MATI GUE DISODOMI KONTOL ELO!"

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


"Jadi kamu gak jadi mau disetubuhi aku?" tanyaku sedih.

"BUKAN BEGITU!" Mario masih terkagum-kagum sambil tangannya terus meloco kontolku dengan gemas. "TAPI, GIMANA BARANG SEGEDE GABAN INI BISA MASUK KE PANTAT GUE, HAH?"

"Ya pelan-pelan lah..."

Mario segera meloco kemaluanku lebih cepat dan intens.

"Ya udah, langsung dimulai aja... Biar gue enggak segera berubah pikiran!"

Mario segera membelakangi selangkanganku, hendak memasukkan kemaluanku di dalam pantatku.

“Eh, tunggu dulu!”

“Tunggu apa lagi?” tanya Mario mendengus keras, tidak sabar.

“Kamu mau langsung ditusuk sama kontol gedeku tanpa pemanasan atau pelumas dan selamanya?” tanyaku kesal. “Gak sabaran banget sih! Kamu ini apa jangan-jangan homo yang pura-pura straight dan ngebet dikontolin sih?”

Mario menablek mulutku kesal.

“Lancang banget ngomongnya!” katanya sebal sambil masih mencubit mulutku. “Kalau elo bukan sahabat gue udah gue potong ini bibir elo.”

“Lagian, ngebet banget sih dikontolin aku?” jawabku tertawa sambil masih mulutku ditutup tangan Mario.

Mario melepaskan tangannya dari mulutku, lalu berbisik, “Jujur, gue kaget banget sama kontol elu yang segede itu, Mike… Gue sempat berpikir kontol elo kecil, makanya elo sama sekali enggak berani buka sempak elo di depan gue dua puluh tiga tahun terakhir ini.”

“Kamu itu yang bajingan!” kataku sebal dan membalas Mario mencubit bibirnya. “Aku tidak pernah melakukan itu juga karena melindungi kamu! Malah kamu memikirkan yang tidak-tidak soal aku!”

“Melindungi?” tanya Mario memasang muka kebingungan yang tolol.

“Aku takut saja kamu lihat aku lagi ngaceng pas liatin badan telanjangmu, Mar…” jawabku jujur. “Aku enggak ingin kamu merasa tidak nyaman. Apalagi, amit-amit kalau sampai kamu jijik sama aku yang masih dengan tidak tahu malunya konak kalau melihat tubuhmu bahkan setelah lebih dari dua puluh tahun ini.”

“Elo masih konak setiap melihat gue telanjang?”

“Ya kamu lihat kontolku berkedut-kedut lihat tubuhmu sekarang,” kataku sambil menunjuk kontolku yang sudah menegang tidak bisa kompromi.

Mario meraih kontolku dan segera mengurutnya pelan-pelan, membuat kontolku makin tegang.

“Berat ya elo harus terus mikirin gue dan menyangkali naluri elo sebagai homo…” katanya tulus.

“Tapi, kamu tenang saja kok,” kataku terkekeh karena berusaha menenangkan dia dengan napas terengah-engah, berusaha menahan gejolak nafsu saat sahabat yang kucintai itu sedang mempermainkan kemaluanku dengan santainya. “Sejak kamu memiliki Nicholas dan aku sayang banget sama dia layaknya keponakan sendiri, aku jadi makin berkurangan rasa nafsunya ke elo kok, Mar…”

“Maksud elo?” tanyanya, lagi-lagi masih memainkan kontolku yang terus konak.

“Ya aku meredam nafsuku dan mulai melihat dirimu sebagai selain makhluk seksual,” kataku sambil nyengir. “Kamu kan seorang Papa, Mar. Masa aku tega mikirin seks soal Papanya Nicholas terus sih?”

Ilustrasi: Mario Valentino


“Mike… Hari ini, Papanya Nicholas ini akan memuaskan elo, kok,” kata Mario sambil terus memusatkan perhatiannya ke kemaluan besarku itu sambil meloconya. “Kalau homo biasanya main pake isep-isep kontol kan, Mike?”

“Apa?” tanyaku tidak percaya, meskipun aku mulai mengira ke mana arah permainan ini.

“Hari ini, gue, Papanya Nicholas ini, akan isepin dan manjain kontol elo…”

Mario langsung berjongkok dalam ketelanjangannya di depan selangkanganku dan terus meloco kontolku sambil memandangi kontolku tajam.

“Kamu yakin, Mar?” tanyaku tidak percaya. “Kalau kamu terpaksa, tidak usah… Aku tidak mau kamu malah nanti tidak suka dan tidak nyaman sama aku ke depannya.”

“Kenapa elo terus takut gue ninggalin elo setelah dua puluh tiga tahun ini sih, Mike?” tanya Mario jengkel sambil terus melocoi kontolku. “Kan gue udah bilang gue mau puasin elo. Barusan gue udah minta elo sodomi gue dan ambil keperawanan lubang pantat gue… Itu artinya, gue otomatis siap juga kalau elo suruh gue isepin kontol elo, jilatin pantat elo, mulut gue diludahin liur elo, ataupun kalau perlu, elo suruh gue minum kencing elo… Biar elo tahu seberapa seriusnya gue!”

“Mana mungkin lah aku minta kamu minum kencingku!” kataku menyela kata-kata Mario. “Sembarangan aja ngomongnya!”

Tanpa memperdulikan kata-kataku, Mario langsung mencaplok kontolku dengan mulut lembutnya.

“Mar! AAAAHHHH!”

“Udah deh, Mike,” kata Mario tidak jelas dengan mulut penuh kontolku. “Elo nikmatin aja mulut gue… Gue bisa kalau cuma isep kontol aja!”

“Maksudmu?” tanyaku masih tidak percaya dengan pemandangan Mario, pria yang kucintai selama dua puluh tiga tahun terakhir sedang memuluti kontolku.

“Gue udah pengalaman diisep dan liat banyak cewek isepin kontol gue,” katanya mulai memainkan lidahnya dengan nakal di permukaan daging kontolku. “Gue sering ajari mereka gimana biar lebih enak ngisepnya! Artinya, gue juga bisa ngisep kontol enak! Soalnya gue juga punya kontol dan sering diisep!”

Mario sudah tidak waras sepenuhnya sekarang. Dia mulai membuka mulutnya lebih lebar, lalu mendorong tenggorokannya untuk menelan batang kontolku lebih dalam lagi. Dia bisa melakukan deep throat! Saat kontolku masuk dalam sekali di tenggorokannya, dia menggoyang-goyangkan lehernya, berusaha sedalam mungkin membuat kontolku melesak di dalam terowongan kerongkongannya. Gila! Rasanya tak terlukiskan ketika seorang pria straight bisa menghisap kita seenak ini, apalagi pria itu adalah pria yang aku cintai selama dua puluh tahun lebih.

“GILAAAA, MAR! AAAHHH! ENAAAAKKKK!”

{ SENSOR }
 

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )
 

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

“Mulut gue lagi kotor penuh liur…” kata Mario kepayahan karena mulutnya di dalam lumatan bibir gue.

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


“Biarin,” kataku masih terus melumati bibirnya dan menghisap lidah dan ludah Mario. “Aku mau minum semua ludahmu… Aku haus cairan dari tubuhmu, Mar…”

Aku angkat ketiak Mario cepat-cepat, lalu aku beralih menjilati ketiaknya dan kusedot keringatnya di lipatan ketiaknya. Rasa asin dari keringat Mario malah membuat aku bergairah. Mario hanya tertawa cekikikan, merasa geli dengan perbuatan mulutku ke ketiaknya. Aku julurkan lidahku dan menjilati setiap permukaan kulit putih Mario. Napas Mario mulai berat dan terengah-engah. Kukecupi dan jilat lembut setiap permukaan kulit Mario yang kutemui. Tanganku juga aktif memainkan puting sensitif Mario dan berbagai titik lain yang menghasilkan kenikmatan ketika dirangsang. Mario sendiri tampak mendesah keenakan, meresapi setiap rangsangan dari tubuhku untuk dirinya.

“Belum pernah ada yang mencumbu tubuh gue sebegitu nafsu seperti yang elo lakuin, Mike…” kata Mario dengan mata terpejam, meresapi setiap sentuhan dari organ tubuhku.

“Izinkan aku memuja tubuhmu hari ini, Mar…” kataku sambil terus menjilat lembut permukaan kulit di tubuh Mario tanpa mau sedikit pun mengambil waktu istirahat dalam menikmati tubuhnya. “Kalau memang aku cuma punya kesempatan ini, biarlah ini berkesan.”

Aku langsung tangkap kontol Mario yang mulai meradang itu dan mainkan lagi dengan gemas. Ukuran Mario jelas lebih besar dari rata-rata, namun memang tidak lebih besar dari ukuranku. Tetapi, masa bodoh. Ini kontol yang sudah kudambakan selama lebih dari dua puluh tahun.

“Boleh aku hisap kontolmu, Mar?”

“Gini elo masih perlu tanya?” tanya Mario jengkel.

Tanpa babibu, aku langsung menempel kontol Mario ke bibirku. Kukecup mesra selama beberapa kali berbagai titik sensitif di sepenjuru kontol Mario yang telah berhasil menghasilkan keturunan itu. Tubuh Mario menggelinjang saat bibirku aktif mengecupi permukaan kontolnya. Dia tidak sabar ingin segera dilumat oleh mulutku.

“Mike… Cepetan masukin…” kata sahabatku itu memelas.

Ilustrasi: Mario Valentino


Tentu saja, aku tidak mau dia memelas kedua kali. Langsung saja kumasukkan batang kontol dambaanku selama dua puluh tahun itu ke mulutku. Pelan-pelan, lidahku ikutan menari-nari di dalam mulutku, menggelitik manja kontol jantan Mario. Mario mengerang bersamaan dengan lidah nakalku yang menginvasi setiap syaraf kenikmatan di kejantanannya.

Di dalam mulutku, kontol itu aku jilat habis dan aku kecap lembut dengan gigiku. Aku ingin memberikan sensasi sentuhan yang tidak pernah diberikan wanita mana pun ke kejantanan Mario, termasuk dari istrinya. Mario berusaha menenangkan dirinya dengan menjambak rambutku. Aku tidak peduli lagi apa yang terjadi. Mulutku langsung dengan aktif menjilat, mengecup, mengecap, dan memberikan segala kemungkinan yang bisa aku lakukan untuk memuaskan kejantanan Mario.

“MMMIIIIIIIIIKKKEEEEEE!” erang Mario. “ELO APAIN KONTOL GUE?”

“Aku enakin!” kataku mantap sambil terus menservis kejantanan sahabatku itu.

Jari-jariku pelan-pelan kuperkenalkan dengan lubang pantat Mario. Tanpa komando, satu jariku pun aku gelitikkan ke bibir pantat Mario, memberikan rangsangan ke titik-titik sensitif di sekitar pantatnya. Tubuh Mario menggelinjang seraya aku mengobok-obok lubang pantatnya pelan-pelan. Dia langsung mendorong mulutku dari batang kejantanannya dan memaksa tanganku lepas dari lubang pantatnya.

“APA YANG ELO LAKUIN, MIKE?” tanya Mario dengan napas memburu. “KOK JARI-JARI ELU OBOK-OBOK PANTAT GUE?”

“Lha kamu katanya mau dikontolin, Mar?” kataku jengkel. “Beneran apa enggak sih mau diperawanin aku? Masa aku mainin pantatnya pake jari satu aja udah heboh.”

Mario terdiam, lalu sadar kekonyolannya, “Iya ya…”

“Kalau kamu mau disetubuhi, harus dibuat rileks pantatmu,” kataku menjelaskan. “Aku juga kebetulan lagi kehabisan pelicin… Jadi, aku harus mainin pantat kamu sampai se-rileks mungkin.

“Gue khawatir kotor, Mike…”

“Aku gak peduli, Mar,” kataku mantap. “Sebentar lagi, aku mau rimming kamu…”

Rimming?” tanya Mario dengan mata melotot. “Kamu mau jilatin pantatku?”

“Iya!” kataku mantap. “Ayo, cepetan, berikan pantatmu!”

Kepalaku langsung turun dan menghadap pantat montok Mario. Mario tampak kaget ketika aku menjatuhkan badan Mario dan mengangkat kakinya ke pundakku.

“HEY, ELO MAU NGAPAIN?”

Tak kuberi waktu untuk berbicara lagi, lidahku langsung menjilat lubang pantat sempit milik sahabatku itu. Kukecup dan kumainkan lidahku di lubang pantat Mario sampai Mario mulai menggelinjang. Tubuhnya langsung dipenuhi rangsangan kenikmatan.

“ADUUUHHH, MIKEEEE! AAAMMMPPPUUUUUNNN!”

Aku tersenyum senang melihat Mario keenakan sampai mengerang minta ampun.

“KOTOR LHO, MIKE!” kata Mario sambil meraih-raih wajahku, berusaha mendorong wajahku dari pantatnya.

“Enak enggak, Mar?” tanyaku di sela-sela mengerjai pantatnya.

“ENAK!” katanya masih terus berusaha mendorong wajahku dari pantatnya. “TAPI GUE MALU! MASA ELO JILATIN PANTAT GUE?”

Kedua kaki Mario aku kembalikan terlentang, lalu jilatanku makin naik ke atas. Aku jilatin kaki Mario, lalu naik ke paha dan kedua testisnya. Aku jilatin kedua bola kejantanan Mario dan mampir ke batang kontolnya yang sudah ngaceng sejenak untuk aku puaskan. Kupegang pundaknya, lalu lidahku mulai menjilati dengan nakal pinggang Mario, perutnya, serta tidak lupa kujilatin dadanya yang bidang dan berotot. Tak lupa kedua puting Mario aku mainkan dengan gemas memakai lidah nakalku. Mario terus mengerang dan mengerang, seperti tidak bisa menahan nafsunya yang semakin membuncah.

“AMPUN, MIKE!” katanya dengan napas yang sepertinya berat sekali.

Aku langsung menghentikan permainan binalku ke tubuhnya yang tergolek pasrah itu. Napas Mario berat sekali. Aku takut dia kehilangan napasnya.

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


Kukecup bibir Mario sekilas dan kupandangi wajahnya dalam-dalam.

“Mar, setelah ini aku mau setubuhin kamu… Aku harus membuat kamu se-rileks mungkin agar proses bersetubuh ini tidak sakit… Biasanya, kamu paling suka ngapain kalau bercinta?”

“Aku mau netek, Mike…”

{ SENSOR }
 

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )
 

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

Aku cuma mengangguk-angguk pasrah. Lidah Mario terus bermanuver, memberikan rangsangan luar biasa nikmatnya di puting susuku. Tangannya yang lain meremas susuku lembut dan ada jarinya yang menggelitik putingku layaknya sebuah tombol mainan. Aku mendesah keenakan. Mulutku mengerang-erang seperti wanita jalang.

“Ih, berisik banget mulut ini,” katanya terkekeh menggodaku setelah melepas kenyotannya dari putingku.

Mario lalu mengecup bibirku sekilas. Ketika dia hendak kembali mengerjai putingku, aku melarangnya. Kupegangi badannya agar tidak menjauh.

“Ada apa, Mike?” tanyanya bingung.

Ilustrasi: Mario Valentino


Wajah Mario saat ini tampan sekali. Badannya berkeringat. Dia dengan gagahnya memegangi tubuhku yang tergolek pasrah di atasnya. Kakiku tersilang, bersandar di kakinya yang kekar dan telanjang itu. Keringat kami yang terus bercucuran pun saling bercampur di tubuh kami.

“Ludahin mulutku, Mar!” kataku lalu membuka mulutku dengan jalang.

Mario memandangku dengan melotot, lalu bertanya tidak percaya, “Elo serius mau gue ludahin? Enggak jijik?

Aku cuma menggeleng-gelengkan kepala dan membuka mulutku makin lebar. Mario mengangguk, melihat kesungguhanku. Dia kumpulkannya lidah yang sangat banyak di dalam mulutnya, lalu diludahkan liurnya itu bercampur di dalam mulutku. Dia langsung mencaplok bibirku penuh nafsu. Aku tarik tubuhnya, membiarkan tubuhnya menindih tubuhku. Kupeluk erat tubuhnya. Kepalaku kusandarkan ke bagian belakang pundak kekarnya. Aku mendesah karena sensasi seksi tidak ada duanya ini.

“Mar… Aku minta tolong!” kataku lirih.

“Minta tolong apa?” kata Mario di atasku sambil menjilati telinga dan leherku dengan sangat sensual.

“Tolong kamu setubuhin aku sekarang…” mohonku dengan tulus. “Kamu mau, kan?”

“HAH?” Mario melepaskan dekapanku dan memandang wajahku dan tubuhku yang sudah tergolek pasrah di bawah tubuh kekarnya yang lebih besar dari tubuhku yang langsing namun berotot itu. “KAN TADI RENCANANYA KAMU BANTUIN SODOMI AKU BIAR PANTATKU LONGGAR! KOK SEKARANG AKU YANG ENTOTIN KAMU?”

“Ini yang aku pikirkan selama ini, Mar…” kataku lirih. “Ya ini yang kubayangkan… Kamu yang jadi top-nya.”

Top?” tanya Mario bingung.

“Ya kamu yang ngentotin aku… Kalau sama kamu, bayanganku ya aku yang kamu sodomi itu…”

“Lha terus nanti yang longgarin pantat gue siapa?” tanya Mario bingung.

“YA AKU DEH NANTI!” kataku jengkel. “UDAH, SEKARANG KAMU SEGERA SETUBUHIN AKU, YA! PLEASE! KAMU MAU KAN?”

Mario memandangku ragu, tetapi mengangguk.

"Ada yang ingin aku sampaikan padamu, Mar..."

"Apa?" tanya Mario penasaran.

"Entah kamu percaya atau tidak," kata wajahku mulai memerah. "Kamu juga akan mendapatkan keperjakaan pantatku ini..."

"YANG BENAR?" tanya Mario heboh. "Bohong ah loe! Elo kan selama ini beberapa kali pacaran sama cowok! Itu yang pemain basket keturunan bule yang pernah makan malam sama gue itu! Masa dia enggak minta nyicip sih?"

"SIALAN AH KAMU! AKU SUDAH MAU CERITA SAMPAI MALU GINI MALAH TIDAK DIPERCAYA!" kataku sambil kutampel bahu Mario keras-keras karena sabal. "YA SIAPA YANG BILANG AKU TIDAK PERNAH NGESEKS? AKU BILANG, KAMU ORANG PERTAMA YANG BAKAL DAPAT KEPERAWANAN LUBANG PANTATKU!"

"Elo serius?" tanya Mario sambil mengangkat satu alisnya.

"BENERAN, BEGO!" kataku berteriak frustrasi.

"Kenapa, Mike?" tanya Mario penasaran.

"Ya aku selama ini pengennya jadi pihak yang menyodomi, bukan yang disodomi!" kataku jengkel. "Selain itu... Jujur saja, aku tidak pernah membayangkan disodomi pria lain selain kamu... Aku pikir... Aku akan menunggu kamu kalau memang kamu ingin mengambilnya!"

"Elo kan tahu gue bukan gay, Mike?" tanya Mario keceplosan, lalu menutup mulutnya.

"Entahlah, aku memang bodoh," kataku berbisik. "Tetapi, jujur saja... Itu salah satu alasannya... Aku pikir mungkin suatu hari kamu bisa ingin mencoba dan melampiaskannya padaku."

"GITU ELO MAU SOK PAHLAWAN GANTIIN GUE DI-DOUBLE PENETRATION BUAT NGIDAMNYA SI HILDA!" kata Mario malah sambil menablek kepalaku keras-keras dan berteriak. "KALAU KAYAK GITU, GUE JADI TIDAK BISA INCIP KEPERJAKAAN ELO JUGA! RUGI GUE!"

Tak aku pedulikan jitakan Mario di kepalaku yang lumayan sakit. Wajahku jadi murung.

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


“Kira-kira kamu bisa ngaceng enggak ya buat setubuhin aku?” tanyaku khawatir. "Seperti yang kamu katain tadi, kamu kan bukan gay..."

Mario tidak menjawab, lalu kembali menghadap dadaku dan  melumati putingku satu per satu. Mulutnya terus menyedot dan melumati putingku dengan intens, membuat aku kembali mengerang. Namun, kusadari batang kontol Mario ikut mengeras dan menyodok pahaku. Sahabatku itu bernafsu dengan tubuhku!

“Gue ngaceng kok lihat elo, Mike,” katanya setengah berbisik menempel di telingaku. “Apalagi melihat elo yang terlihat begitu bernafsunya dengan gue seperti ini… Elo kelihatan banget ingin memuaskan gue… Melihat itu, gue juga sangat tersanjung dan berniat muasin elo.”

Aku cuma mengangguk-angguk, membenarkan perkataan Mario.

“Kita lakukan semuanya hari ini, Mike,” katanya lalu mengecup bibirku lagi sekilas. “Kalau elo emang pengen gue setubuhin dulu, mari kita bercinta. Gue akan memuaskan elo…”

Aku tidak mau buang-buang waktu lagi!

{ SENSOR }
 

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

Aku cuma mengangguk pasrah. Ini yang aku mau, Mar... Aku ingin Mario memilikiku seutuhnya, biar satu malam saja. Mario langsung melumati bibirku dengan bibir seksinya dan pantatnya langsung dengan lincah bergerak keluar-masuk, memaksa kontol perkasanya melesak masuk ke titik terdalam dari pantatku. Lidahnya kembali ditanamkan di dalam mulutku, membuatku kewalahan dengan segala sinyal rangsangan yang dia kirimkan ke tubuh malangku. Tubuhku sudah tak berdaya karena kenikmatan tak terhingga ini. Melihat pantatku mulai terbiasa menerima serbuan menerima serbuan pantatnya, Mario makin beringas menenggelamkan rudalnya sampai ke pangkalnya di dalam tubuhku. Setiap kalu bulu jembut Mario menggelitik ujung pertahanan anusku, di situ aku sadar kalau kontolnya telah berhasil tenggelam sampai ke pangkalnya. Saat itu lah, sensasi geli dan nikmat persenggamaanku dengan sahabatku itu seperti merajai tubuhku.

"Mike, kalau tahu rasa tubuh elo begini enaknya, dari kecil gue sudah ngentotin elo," kata Mario nyablak.

Aku pukul kepalanya dengan manja, namun tetap membiarkan dia menjadi raja atas tubuhku.

"Sinting!" kataku tertawa. "Tega banget kamu mau entotin aku dari kecil!"

"Tapinya elo-nya keenakan gini!" kata Mario langsung meraih batang kontolku dengan tangannya dan meloconya.

Kutablek tangannya yang dengan lancangnya memainkan kemaluanku sambil tertawa. Mario ikutan tertawa, namun segera memejamkan matanya dan terus menggenjot pantatku dengan batang kemaluannya. Wajah Mario tampak keenakan sambil matanya terpejam, berusaha menikmati sensasi bercinta sesama jenis denganku. Jakunnya naik turun seiring dengan bunyi tabrakan antara pantatku dan selangkangannya. Wajah tampannya tampak memerah dan berkeringat. Peluh pun membanjiri leher dan dada bidang sahabatku itu. Segera kudekatkan wajahku ke leher Mario dengan penuh nafsu. Bulir-bulir keringat yang berjatuhan membasahi kulit Mario aku jilat dan sedot sampai tak bersisa. Bukan hanya di lehernya, peluh di wajah, dada, serta ketiaknya pun aku jilati sambil menikmati genjotan kejantanannya di dalam pantatku.

"Elo nakal banget, Mike," kata Mario tertawa kesenangan. "Ngapain elo jilatin tubuh gue begitu? Gue jadi makin nafsu sama elo!"

"Rasa keringatmu nikmat di mulut, Mar..." kataku sambil memandang wajahnya manja dan terus menjilati dadanya.

Mario tertawa memandang tingkah binalku. Rasa peluh hasil bercinta memang begitu nikmat tak terkira. Keringat Mario seakan menjadi penghilang dahagaku yang terus haus untuk memanjakan kejantanannya selama ini. Aku ingin semakin banyak cairan tubuhnya mengalir bebas di tubuhku ini. Aku sungguh iri kepada Hilda yang bisa dengan mudah merasakan kenikmatan tubuh jantan Mario sedangkan aku menunggu dua puluh tiga tahun untuk mencicipinya. Oohhh, semoga setelah ini Mario masih memberiku kesempatan untuk merasakan kembali kenikmatan tubuhnya padaku. Aku pun ingin segera memeras pejuh Mario dan mencampurkannya di dalam tubuhku!

Ilustrasi: Michael Gondokusumo


"Mike, elo bahagia kan sekarang?" tanya Mario masih menggenjot pantatku dengan gaya missionary dari atas tubuhku sambil memegang pipiku.

Aku cuma mengangguk-angguk senang sambil memegang tangan Mario di pipiku. Air mataku tak kusadari keluar dari kedua kelopak mataku.

"Seperti mimpi rasanya, Mar..." kataku tertawa dalam tangisku. "Biasanya aku cuma bisa melihat kamu saja setiap hari... Sekarang, kamu sedang menyetubuhiku..."

Mario membungkuk dan kembali menanamkan lidahnya di dalam mulutku, lalu berbisik, "Malam ini, gue milik elo, Mike... Tidak perlu elo memikirkan yang lalu-lalu... Kita nikmati saja hari ini..."

{ SENSOR }
 

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )
 

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

Mario malah menarik kembali wajahku ke samping dan terus menjajah mulutku dengan lidahnya. Setelah puas menjelajah mulutku dengan ludah dan lidahnya, dia kembali menghentakkan kuat-kuat batang pejalnya ke dalam pantat montokku.

"Elo, sahabat gue, malah gue entot sekarang!" katanya tertawa seperti orang bodoh. "Gue sayang elo seperti keluarga gue... Kenapa gue keenakan entot elo kayak gini, Mike? Tubuh elo bagai candu, elo tahu? Gimana kalau gue tidak bisa berhenti?"

Aku tidak mampu menjawab lagi ucapan absurd Mario. Aku cuma mau menikmati gempuran kejantanannya di dalam anusku dan ciumannya yang tidak henti-henti dia kecupkan di mulutku. Mario sepertinya sudah lupa diri dalam persenggamaan ini.

"MIKE, GUE UDAH ENGGAK SANGGUP LAGI!" katanya kemudian berucap di telingaku sambil terus menjilati telingaku, menahan nikmat seks besar yang tidak dia duga. "GUE MAU KELUAR, MIKE! BAGAIMANA INI?"

"DI MULUTKU, MAR!" kataku cepat-cepat mencabut batang perkasa Mario dari mulutku. "BIAR AKU MINUM! AKU MAU MINUM SPERMAMU!"

"ELO SERIUS?" tanya Mario kemudian meloco kontolnya.

{ SENSOR }
 

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )
 

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

Tanpa rasa jijik lagi, Mario hendak mencaplok bibirku dengan penuh nafsu. Aku langsung berusaha menghindari sergapan bibirnya.

"Mar, mulutku penuh pejuh lho!" kataku menutup mulutku dengan tanganku. "Kamu enggak jijik?"

"Itu kan pejuh gue sendiri, Mike!" katanya jengkel.

"Apa yang elo rasain sekarang, Mar?" tanyaku hati-hati.

"Jujur saja, ini luar biasa nikmat, Mar," kata Mario jujur dan mulutnya kembali menjilat-jilat putingku.

"Apa yang kamu lakuin?" tanyaku kebingungan. "Ngapain isepin putingku? Kamu masih mau dikeluarin lagi?"

"Elo kan juga perlu dipuaskan, Mike!" kata Mario mantap sambil terus sibuk merancang putingku. "Elo masih belum keluar, kan?"

Aku menggeleng dengan badan yang sudah lemas.

"Waktu kita tinggal tujuh hari," kata Mario setelah melepas jilatan sensualnya dari putingku. "Elo harus segera menyetubuhi gue juga saat ini juga..."

"APA?" tanyaku kaget. "SEKARANG JUGA? SETELAH ELO ORGASME?"

Mario mengangguk mantap.

"Ini tadi rasanya enak banget, Mike... Gue ingin elo segera merasakannya juga dari lubang perawan gue... Pasti elo akan menikmatinya..."

Mario meludahi jari-jarinya dengan sigap dan mengoles-oleskan liurnya dengan jari-jarinya di sepenjuru lubang pantatnya.

"Elo pake lubang pantat gue, Mike..."

"Kamu yakin?"

Mario mengangguk.

"Sudah kebiasaan gue dari kecil kalau menemukan sesuatu yang enak, gue selalu ingat elo, kan?" Mario tertawa konyol, menertawakan kebodohannya. "Kayak pas gue entotin Intan dulu... Gue sampai paksa-paksa elo setubuhin dia juga, kan? Sekarang, setelah merasakan lubang pantat elo yang perawan, gue juga mau elo segera kontolin pantat perawan gue biar elo keenakan... Gue ingin elo bisa keenakan dengan lubang gue dan crot di sana sekarang juga, Mike... Setelah itu, gue bisa lega di-Double Penetration Penetration sama elo dan temennya si Hilda..."

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 46.4K 91
When Jasmine Cooper runs into a drunk rapist, a man saves her. It is Xavier Ravarivelo, the billionaire Mafia whose bride left him at the altar. Jas...
10.5K 55 12
WARNING! PERINGATAN! TOLONG DIPERHATIKAN BATASAN UMUR SEBELUM MEMBACA! BILA TOPIK TIDAK COCOK, JANGAN DITERUSKAN! 1. Cerita mengandung unsur lgbt, mx...
581K 19.5K 27
Why were all the so-called normal guys, a**holes? Why couldn't she find a decent guy. Was something wrong with her? She knew her days of youthfulness...
20.9K 2.5K 27
Lily Autumns has watched Allie Winters blow up her boss's, life three times. Once when Allie destroyed his company, and bought it for scraps, once wh...