KUMPULAN CERITA SENI GAY (21+)

Af reading4healing

109K 685 30

Cerita Dewasa Mere

(21+) Suami Yang Digilir Cowok Macho Spanyol
(21+) Si Pemuas Satu Kos
(21+) Pemuas Suami Si Bos Bule
(21+) Pacarku Sang Pemuas Satu Geng
(21+) Driver Ojol Arab Plus - Plus
(21+) Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku
(21+) Disetubuhi Teman Macho Istriku di Pesta Pantai Binal (1)
(21+) Disetubuhi Teman Macho Istriku di Pesta Pantai Binal (2)
(21+) TUBUHKU DIPINJAMKAN PACARKU DI PESTA LIAR
(21+) BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (1)
(21+) BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (2)
(21+) BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (3)
(21+) Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (1)
(21+) Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (2)
(21+) Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (1)
(21+) Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (2)
(21+) PEMUAS PARA PREMAN JALANAN
(21+) Memperawani Suami Muda Tetanggaku
(21+) Lubang Pemuas Pria - Pria Beristri
(21+) Gigolo Biseks Simpanan Mama
(21+) Pesta Bujang Liar Sang Pengantin Pria
(21+) Skandal Besar Menjelang Pernikahan
(21+) Disewa Lionel
(21+) Malam Liar Sang Budak Korporat
(21+) Takdir Seorang C*mdump
(21+) Service Plus-Plus Barber Straight Turki
(21+) Bule Online, Perebut Keperjakaanku
(21+) Salah Kamar, Aku Dapat Sugar Daddy
(21+) NAPAS BUATAN DARI PAPA SAHABATKU
(21+) MENGERJAI DADDY KEKAR BERISTRI
(21+) MENJEBAK SOPIR STRAIGHT BAD BOY
(21+) Menjajal Kejantanan Masseur Impor Rusia
(21+) Legenda Si Otong Monster
(21+) Mesin Pemuas Mantan Dan Gebetan
(21+) PELARIANKU SEORANG PRIA KEKAR BERISTRI
(21+) SI PEMUAS SEKAMPUNG
(21+) Pemilik Tubuh Indah Si Pembantu Ganteng
(21+) PEMUAS DUA GADIS LUGU DI RUMAH
(21+) PELEGA DAHAGA SAHABAT PAPAKU
4 PEREMPUAN DI RUMAHKU BISA DIP4K4I SEMU4

(21+) Si Pemuas Satu Kos 2

4.9K 21 2
Af reading4healing


Setahun kemudian...

Entah ini berkah atau kutukan, kehidupan seksual gue semakin liar dan menjadi-jadi. Sekarang, tubuh mulus gue benar-benar sudah menjadi bulan-bulanan anak-anak satu kosan. Saat mereka menancapkan batang kejantanan di lubang kenikmatan gue, sudah tidak ada rasa sakit sedikit pun. Lubang gue sudah menganga besar dan terlatih menerima berbagai bentuk dan ukuran rudal kejantanan pria. Gue kemungkinan juga sudah tidak memiliki sperma lagi. Kenapa demikian? Karena sudah tak terhitung berapa kali gue orgasme tiap harinya karena ada pejantan sange yang sedang menggarap bokong montok putih gue. Bahkan, saat tertidur, gue tidak sadar sama sekali saat gue sedang dientot. Setiap hari gue bangun, bukan cuma ada sperma di pantat gue, tetapi juga di selangkangan dan di sekitar batang kemaluan gue. Mulai bulan lalu, setiap gue orgasme, gue sudah tidak pernah mengeluarkan sperma. Cuma ada rasa geli-geli enak di batang kenikmatan gue saja. Sperma gue sudah habis tak bersisa karena terus keluar saat digarap habis bergantian oleh teman-teman satu kosan. Tidak ada penyesalan sedikit pun. Karena ini yang gue inginkan

Ilustrasi: Harlan


Para pejantan di sini pun juga mulai merubah sikapnya ke gue. Awal-awalnya mereka memakai tubuh gue semata-mata sebagai tempat pembuangan pejuh mereka. Setelah dipakai, gue ditinggal seperti pelacur murahan dengan tubuh dan lubang penuh pejuh kejantanan mereka. Sekarang, gue mulai memiliki ikatan batin dengan kebanyakan dari mereka. Mungkin ini alami karena sudah tak terhitung lagi berapa kali kejantanan mereka berusaha menerobos lorong lubang pembuangan gue. Beberapa di antara mulai melumat bibir gue dengan lembut setelah memakai tubuh gue buat kepuasan kejantanannya. Beberapa lelaki lain juga sering meminta gue cuma untuk cuddle dan berciuman yang lama saja sampai mereka orgasme. Ada juga yang bahkan mau mengoral kontol gue dalam posisi 69 sampai orgasme meskipun tidak ada yang keluar dari batang peler pink bersih gue. Namun, gue melayani mereka semua tanpa pandang bulu. Diam-diam, gue sangat mendalami peran baru gue sebagai pemuas nafsu para kuli dan buruh bangunan di kos-kosan ini… Gue bangga bisa memberikan kenikmatan kecil di tengah kerasnya kehidupan mereka

Gue sendiri sudah jarang sekali tidur di rumah. Bisa dibilang, gue cuma tidur di rumah saat ada Papa, Mama, atau kakak perempuan gue dan kakak ipar gue datang berkunjung di rumah. Selebihnya, gue memilih tidur di kosan gue yang sebenarnya sangat tidak layak dibandingkan tempat tinggal gue. Namun, di sana gue menikmati peran yang gue miliki. Gue bisa menjadi pria pemuas satu kosan!

Hari terus berlalu. Tiap hari, Bang Tono, sopir pribadi gue, selalu mengantar gue ke kampus sampai siang atau sore hari. Begitu pulang, gue makan masakan yang sudah disiapkan Bi Iyem, pembantu keluarga kami. Setelah itu, gue langsung berpamitan ke Bi Iyem, Bang Tono dan Bang Joni kalau gue akan menginap di rumah teman karena ada tugas kuliah. Sore-sore, setelah mengerjakan tugas kuliah untuk keesokan harinya, gue berangkat dengan motor sport gue ke kosan. Gue baru pulang keesokan paginya. Setelah sarapan di rumah, gue menyiapkan beberapa keperluan kuliah, lalu gue berangkat ke kampus diantar Bang Joni. Begitulah setiap harinya. Bahkan, di hari Sabtu dan Minggu, gue tidak pulang ke rumah sama sekali. Di hari Sabtu dan Minggu banyak anak kos yang libur bekerja sehingga mereka akan menggenjot tubuh mulus gue siang dan malam tanpa berhenti.

Melihat rutinitas gue yang makin jarang di rumah itu, Bu Iyem, Bang Joni dan Tono tampaknya mulai curiga. Bang Joni dan Bang Tono bahkan memutuskan untuk menyidak gue suatu sore sebelum gue mengayuh motor sports gue ke kosan.

Ilustrasi: Bang Joni


"Den Harlan tiap hari menginap di mana sih?" tanya Bang Joni, tukang kebun keluarga gue curiga. "Kok sekarang tidak pernah tidur di rumah?"

"Di rumah teman kuliah, Bang..." kata gue mengeles. "Sebenarnya... Sekarang Harlan sedang di semester yang lagi sibuk-sibuknya. Jadi, banyak tugas kuliah yang cocok dikerjakan bersama-sama."


Ilustrasi: Bang Tono


"Saya kenal dia enggak, Den?" tanya Bang Tono menyelidik.

"Enggak lah, Bang," gue jadi grogi ditanya-tanya gini. Bang Joni sama Bang Tono kan sudah kenal gue dari kecil. Mereka tahu kapan gue jujur dan berbohong. "Kan Bang Tono kenalnya cuma sama yang sering nebeng mobil kita aja kayak si Bernhard sama Steven. Ini anaknya lain..."

Bang Tono dan Bang Joni termenung dan memandang gue penuh tanda tanya.

"Bang Tono sama Bang Joni curiga sama Harlan, ya?" tanya gue jujur.

"Bukan begitu sih, Den," jawab Bang Tono.

"Kita berdua takut Den Harlan terjebak di pergaulan tidak baik," Bang Joni berkata jujur. "Sekarang kan banyak teman-teman yang menjerumuskan. Coba deh lihat berita-berita di TV. Banyak mahasiswa-mahasiswa tertangkap pesta shabu atau berbuat mesum di hotel dan digrebek. Kan kami dan Bi Iyem khawatir kalau Aden diam-diam ikutan begitu... Kan ngeri, Den..."

"Tapi kan Harlan bukan anak yang seperti itu..." jawab gue lirih.

"Iya, kami tahu, Den," Bang Tono menjelaskan. "Kami cuma mau Aden jaga diri... Jangan sampai mempermalukan nama keluarga Aden... Jangan buat Bi Iyem, si Joni dan saya sedih..."

Gue langsung menghambur dan memeluk kedua pria yang sudah gue anggap keluarga sendiri itu erat-erat. Melihat gue memeluk mereka berdua, mereka tersenyum lalu mengelus-elus punggung dan kepala gue.

"Harlan janji akan jaga diri baik-baik..." kata gue sambil memejamkan mata dan tersenyum terharu.

"Iya, Den," kata Bang Tono tersenyum setelah gue melepas pelukan gue kepada mereka berdua.

"Ya sudah, Aden hati-hati ya," kata Bang Joni juga tersenyum hangat.

Gue mengangguk. Tak lupa gue melambaikan tangan gue sebelum gue mengendarai motor sport gue pergi.

Maafkan Harlan, Bang Tono, Bang Joni, dan Bi Iyem... Harlan memang anak nakal.


[ … ]


Ilustrasi: Harlan


Sebenarnya, ada alasan gue malas pulang ke rumah lama-lama. Saat orang tua gue datang dari luar negeri, mereka biasanya tinggal di Jakarta bisa sampai dua minggu. Setiap kedatangan mereka terlalu lama, anak-anak di kosan pada uring-uringan. Mereka kehilangan tempat pembuangan pejuh mereka. Terutama Bang Sandro. Dia bisa marah-marah tidak jelas ke gue.

Pernah suatu sore gue datang sehabis tidak tidur di kosan selama tiga minggu karena orang tua gue datang dan membawa gue berkunjung ke New York untuk mengunjungi kakak perempuan gue. Begitu gue masuk ke gerbang kosan dengan muka tanpa rasa dosa, Bang Sandro langsung menyergap gue. Dia menarik tangan gue kuat-kuat, lalu membawa gue ke kasurnya.

"Loe lama banget sih enggak nginep sini?" katanya lalu menyedot mulut gue kuat-kuat dan mencumbui isi mulut gue.

Gue tersenyum kegirangan. Diam-diam gue juga merindukan mulut nakalnya yang suka mengerang saat mencumbui gue itu selama di New York. Jujur, gue juga berkelana secara seksual di kolam raksasa pria-pria seksi di New York. Tetapi, tidak ada koneksi antara gue dengan orang-orang random Amerika itu. Bersama Bang Sandro, gue merasakan sebuah ikatan. Meskipun dia seringnya menunjukkan sisi ngacengnya saja dengan gue, gue tetap merasa lebih terpuaskan setelah melayani dia.

Dengan begitu lihai, Bang Sandro sudah melucuti habis setiap benang yang melekat di tubuh seksi gue. Melihat gue sudah telanjang tidak berdaya seperti itu, Bang Sandro tersenyum mesum dan langsung menggerayangi segenap tubuh putih mulus gue yang montok ini. Mulutnya langsung menyergap leher gue dan menjilatinya sampai gue mengerang keenakan. Tangannya yang nakal terus memilin puting kecil gue begitu seksinya dan tangan yang lain meremasi pantat semok putih gue dengan sangat bernafsu. Ketika gue sedang terbaring telanjang di hadapan seorang pria yang jantan dan luar biasa seksi yang mendominasi gue seperti ini, gue merasa hidup gue komplit. Seperti ini lah yang gue mau...

Bang Sandro dengan tubuh kuli kekarnya menindih tubuh gue yang tergulai lemas ingin dipuaskan. Dia mencium kening gue lembut dan romantis, lalu semakin turun ke bagian lebih bawah tubuh sintal gue. Dia cium alis gue yang tebal, mengecup kedua mata gue bergantian, lalu menggesek-gesekkan hidungnya yang besar dan mancung ke hidung gue yang kecil mungil. Semakin turun lagi, dia menjilat mulut gue yang tipis dengan lidahnya yang besar dan basah. Gue tertawa digoda Bang Sandro begitu. Dia mengecup pipi gue dan terus turun ke leher, ke dada montok gue, dan tak lupa menyambangi puting kecil pink gue. Dia mainkan puting kecil gue itu dengan lidahnya seperti mainan saja. Gue mendesah dan kelojotan, namun tidak bisa terlalu bebas karena tubuh perkasa kuli Bang Sandro sedang menindih tubuh gue. Mulut lidahnya terus turun ke bawah, menjilati pinggir pinggang gue yang sangat sensitif, meresapi setiap rasa dan aroma dari tubuh gue.

"Gue kangen bau tubuh elo yang wangi ini, Dek," katanya sambil tersenyum dan terus mencium dan menjilat dalam-dalam setiap lekuk tubuh gue.

Dia semakin turun, lalu dalam sekejap mengangkat kedua kaki gue ke atas dengan paksa dan membuka celah lubang pantat gue yang bersih dari bulu dan berwarna pink menggoda. Matanya melotot cepat dan air ludah mendadak menetes dari celah bibirnya.

"Apalagi melihat lubang kecil binal elo yang tidak henti-hentinya mencari kejantanan pria ini, Dek," katanya dan langsung menyergap dengan hidung dan mulutnya. Gue lihat dia mendengus keras, berusaha mencium aroma lubang pembuangan gue. "Baunya wangi sabun dan enak banget. Bener-bener bikin gue mabuk kepayang lubang ini."

Tanpa ampun, dia menjulurkan lidahnya dan melumat habis lubang memek gue itu. Ciumannya dan kecupannya terus membuat gue mengerang keenakan. Mata gue terpejam dan mulut gue terus menganga dan mendesah-desah seperti terkena ekstasi. Tangan Bang Sandro langsung naik ke atas, menggelitik kedua puting gue dengan cekatan. Sekarang, lubang kenikmatan dan kedua puting gue distimulasi dengan kenikmatan yang tak terelakkan ini lagi. Aduhhh... Kurang enak apa lagi ini coba?

"Eh, ada Dek Harlan nih," gue dengar suara Pak Dimas, pria kedua yang mencicipi tubuh gue di kosan ini. "Kemana aja atuh? Kok lama banget enggak kesini... Pak Dimas sampai kangen sama lubang elo, Dek..."


Ilustrasi: Harlan


Bang Sandro tidak menggubris dan terus memuluti habis lubang kenikmatan gue. Melihat itu, Pak Dimas langsung mencaplok mulut gue yang terus mengerang-erang keenakan akibat jilatan lidah seksi dan permainan nakal tangan Bang Sandro di lubang memek legit dan kedua puting susu gue. Mulut dan lidah jantannya menghajar habis seisi mulut gue. Melihat perlakuan Pak Dimas yang seenaknya mencaplok bibir gue, Bang Sandro protes.

"Bang Dimas, elo jangan ikutan garap si Harlan dong!" katanya melepas jilatan dan aksi tangan nakalnya di tubuh gue. "Gue mau pake dia seutuhnya dulu, lah! Gue kangen sama nih bocah Cina. Habis gue pake, baru elo deh boleh pake dia."

Mendengar protes Bang Sandro, Pak Dimas melepas caplokan sensualnya ke mulut gue.

"Elo mesti gini kalau menyangkut si Harlan," jawab Pak Dimas memprotes. "Elo maunya si Harlan elo gagahin sendiri aja. Padahal kan yang mau lubang sama tubuh dia enggak cuma elo aja, Ndro. Kita semua juga mau pake tubuh mulusnya dia."

"Iya nih," Bang Fahri ternyata sudah ada di sebelah Pak Dimas tanpa gue sadari. "Gantian lah, Bang! Kadang gue juga pengen kelon sama si Harlan."

"Iya nih," Bang Bambang juga menyahuti di sebelah Bang Fahri. "Tiap malam seringnya elo terus yang dapat jatah kelon sama si Harlan. Kita mana pernah kebagian."

"Elo juga mainnya kasar banget Bang sama si Harlan," Bang Ahmad menambahkan makin ngaco. "Gue takutnya lubang si Harlan kalau dipakai kasar-kasar nanti jadi longgar. Kan gimana kalau enggak bisa menjepit ketat lagi kayak gini... Pakenya yang halus dong kayak gue dan yang lain..."

Gawat nih! Semuanya pada berantem ngerebutin pantat semok gue! Bisa berabe kalau semua pada baku hantam gara-gara tubuh mulus gue dong!

"Udah, udah, udah, berisik dah!" Bang Sandro makin emosi. "Kalau kagak ada gue juga kalian mana ada yang bisa incipin lubang si Harlan, sih!"

Semuanya terdiam membisu. Memang benar, karena kenekatan Bang Sandro, gue akhirnya bisa menampilkan keinginan terpendam gue  menjadi pemuas seks 40 pria jantan ini. Tanpa kenekatan Bang Sandro, mereka tidak akan pernah bisa mencicipi tubuh sintal gue.

"Tuh kan, kalian kagak bisa membela diri," kata Bang Sandro memberi jawaban skakmat. "Lagian si Harlan udah janji sama gue kalau dia akan memprioritaskan kontol gue buat dia puaskan dulu. Kalian tanya saja pada dia!"

Keempat orang itu lalu memandang gue dengan pandangan penuh selidik. Melihat empat pria jantan memandang gue dengan pemandangan sangat mengingini itu, gue jadi grogi.

"Begini deh Pak Dimas dan abang-abang sekalian," kata gue berusaha menengahi. "Biarkan Bang Sandro menuntaskan dulu di tubuh Harlan. Nanti, setelah itu, Harlan janji Harlan akan layani kalian semua deh..."

"Bener ya, Dek?" tanya Pak Dimas sambil menegaskan dengan tertawa mesum.

Gue cuma mengangguk dengan senyuman polos dan bersedia melayani.

"Ya udah, kita baris aja dulu yok antri," Bang Fahri menyela.

"Iya... Nanti kalau Bang Sandro sudah crot, kita sergap Harlan bareng-bareng," tambah si Bambang.

"Iya... Kalau kita mah garap Harlan bareng-bareng juga mau-mau aja, kan?" kata Bang Ahmad dengan pandangan mengejek. "Enggak kayak yang satu itu tuh... Yang enggak mau gantian..."

"Halah, persetan lah!" Bang Sandro langsung naik, mengambil ancang-ancang untuk menyodomi gue. 

Satu hentakan, batang kejantanannya sudah masuk sepenuhnya di dalam terowong lubang kenikmatan gue. Belum sepenuhnya sadar kala menikmati serangan kenikmatan dari Bang Sandro, gue baru menyadari ada Bang Billy, Bang Riko, dan beberapa penghuni kamar kami yang lain yang juga sudah mendekat dan mengancang-ancang mengeroyok gue setelah Bang Sandro menuntaskan nafsu bejatnya di tubuh gue.

"Gue juga ikutan dong!" kata Bang Billy sumringah dan melucuti celananya dan meloco kontol besarnya.

"Ayo habis ini kita keroyok Harlan sama-sama," kata Bang Riko sambil cekikikan. "Gue yakin dia pasti sama kangennya sama batang-batang kita."

"Gue panggilan anak-anak kamar lain, ya," ujar Pak Dimas menimpali. "Makin rame kan makin seru. Harlan juga pasti tambah keenakan, kan?"

"Udah-udah, panggil sana!" Bang Sandro berkata sambil terus menggenjoti lubang gue secara intens. "Jangan berisik deh! Gue nikmatin dulu mainan gue ini dulu dengan khidmat. Kangen banget gue ngewein nih anak binal dan ganteng ini!"


{ SENSOR }



( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )


[ ... ]





Ilustrasi: Harlan


Waktu terus berjalan. 

Sudah hampir dua tahun gue ngekos di tempat ini. Seperti biasa, gue datang kosan tiap sore dan pulang pagi harinya ke rumah untuk bersiap kuliah. Begitu gue datang, tiba-tiba ada saja seseorang yang tanpa mengucapkan salam langsung menarik tangan gue ke dalam kasar, mempreteli baju gue sampai telanjang di atas kasur, lalu menancapkan kontolnya di pantat gue dan mengentoti gue hingga crot di dalam lubang kenikmatan gue. Setelah dientoti, biasanya gue keluar kamar dengan keadaan telanjang dan mengobrol dengan beberapa orang yang gue kenal secara personal. Gue juga semakin terbiasa apabila saat sedang ngobrol dan bersantai bersama anak-anak kos, tiba-tiba ada yang datang dan langsung memasukkan kontolnya di pantat gue dan menggenjot gue tanpa ampun sampai orgasme di lubang gue. Para penghuni kosan pun sudah sangat terbiasa menjadikan pantat gue tempat pembuangan sperma kala sedang sange.

Sejak beberapa bulan yang lalu, Bang Sandro sudah tidak terlalu posesif lagi dengan tubuh gue. Dia membiarkan gue tidur di kasur gue sendiri setelah dia menggagahi gue tiap malam. Tujuannya agar teman-teman yang lain juga bisa mencicipi tubuh gue saat gue tertidur di kasur gue. Para penghuni kos mengentoti pantat gue saat gue tertidur. Hampir tiap hari gue bangun pagi dengan lubang pantat berleleran sperma yang gue tidak tahu itu milik siapa. Namun, gue tahu itu bukan cuma dari satu kontol karena mereka sering menggilir tubuh gue seenak mereka. Mereka hobi menggarap tubuh sintal gue bersama-sama. 

Hari itu hari Jumat. Sedari Kamis sore kemarin, Bang Sandro tidak kelihatan batang hidungnya. Mungkin dia sedang pergi berkencan dan menginap di hotel murahan di Puncak bersama kekasih perempuannya. Gue sendiri tidak habis pusing. Tanpa keberadaan Bang Sandro, para penghuni kos lain semakin beringas saja mempermainkan tubuh gue. Seperti biasa, gue terbangun pagi itu dengan pantat berleran sperma entah milik siapa. Dengan telanjang, gue berencana pergi ke kamar mandi untuk membersihkan lubang pantat gue. Dalam perjalanan, gue dipanggil seseorang yang berdiri tepat di depan pintu kamar sebelah.

"Sini dulu dong, Dek Harlan!" seorang pria berwajah seram dan berbadan gempal alami karena kerja fisik melambaikan tangannya ke arah gue.

Gue lihat dia sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk kerja. Gue memasang senyum termanis gue dan berjalan mendekat ke arah dia. Saat gue sudah dekat di posisi dia, pria itu langsung menyergap tangan gue dan menarik tubuh telanjang gue mendekat di tubuhnya.

"Cium dulu dong, Dek Harlan!" kata Bang Tedjo, berumur 45 tahun, mesum. Dia seorang kepala mandor di sebuah perusahaan konstruksi. "Biar Abang Tedjo semangat kerjanya."

Saat pria berwajah sangar itu hendak mencumbu bibir gue, segera gue tutup mulut tipis seksi gue dengan telapak tangan gue.

"Mulut Harlan masih bau lho, Bang," kata gue menggoda. "Baru bangun tidur... Belum juga gosok gigi..."

"Dek, mulut elo baru bangun aja lebih segar dari mulut istri gue habis gosok gigi," katanya kocak. "Mulut elo ini paling seger daripada semua cewek yang sudah gue cipok selama ini... Kebanyakan, mulut cewek kampung itu pada asem-asem... Elo mah seger banget, Dek, meskipun baru bangun tidur! Sini, gue cipok mulut elo. Gue pengen kok... Sudah berapa kali gue bilang kalau gue itu ketagihan banget sama mulut elo!"

Setelah nyerocos bicara ngelantur, Bang Tedjo langsung menyosor habis mulut tipis pink gue. Ditariknya tubuh gue di depannya seperti sebuah mannequin dan dipermainkan tubuh gue. Begitu mulutnya mencumbu bibir gue, gue bisa merasakan bau nafasnya yang jantan dan bau rokok. Dia begitu pandai berciuman, menggilas habis seisi mulut gue dengan lidahnya begitu seksi. Gue begitu menikmati dan meresapi bibir pria jantan itu. Sambil mencumbui mulut gue, tangannya yang kasar menggila dan menjamahi segenap kulit mulus gue, mulai dari dada gue, puting, hingga meloco kemaluan gue pelan-pelan. Memang bercinta dengan pria matang yang sudah beristri itu sangat menggairahkan. Apalagi kalau pria itu nakalnya bukan main seperti Bang Tedjo yang masih jajan di luar selain menyenggamai istrinya di rumah. Pengalamannya dalam bermain cinta sudah tidak diragukan.

"Sudah ya, Dek," katanya melepaskan bibir gue bebas sambil nafas terenggah-enggah penuh nafsu. Dia masih mengocoki kontol pink bersihku pelan-pelan. "Abang harus berangkat kerja. Kalau sudah kelewatan mainnya sama elo, Abang jadi tidak kuat menahan diri buat pake elo nih..."

"Ya pake aja, Bang," kata gue sambil tersenyum kalem, namun napas gue juga masih terengah-engah sama bernafsunya menanggapi cumbuan dahsyat Bang Tedjo. "Kan Harlan enggak pernah nolak buat dipake Bang Tedjo."

"Ya tapi Abang nanti telat kerja, Dek," Bang Tedjo langsung menarik kedua pipiku, menggesek-gesekkan hidungnya di hidungku sampai gue bisa mencium bau napas jantannya, lalu menjulurkan lidahnya panjang-panjang dan menjilat mulut gue sampai ke ujung hidung gue. "Nakal banget pake mancing-mancing Abang!"

Gue cuma terkekeh pelan setelah Bang Tedjo menyadari siasat bejat gue untuk dientoti batang perkasanya sekarang juga.

"Abang berangkat dulu ya, Dek," katanya lalu mencium bibir gue dalam-dalam sekali. "Ntar aja pulang kerja gue gagahin Dek Harlan lagi... Itu kalau si Sandro enggak lagi pake elu... Dia mah egois… Enggak mau bagi-bagi sama yang lain."

Gue cuma tersenyum kecut, lalu melambaikan tangan ke arah Bang Tedjo. Langkah kaki gue pun gue lanjutkan lagi ke arah kamar mandi untuk membilas tubuh gue. Belum sempat gue masuk ke toilet, sebuah batang kenikmatan keras langsung menyusup ke lubang becek gue. Gue menoleh ke belakang.

"Eh Bang Tony," kata gue santai.

Bang Tony sudah sama telanjangnya dan memaju-mundurkan batang pejal dia di dalam lubang hangat basah gue. Dia menciumi pundak gue penuh nafsu.

"Mau mandi juga, Bang?" tanya gue memandang dia membawa peralatan mandi.

"Iya nih," katanya sambil memejamkan mata dan terus berkonsentrasi ke kenikmatan dari lubang senggama gue. "Mau mandi kok lihat elo jalan telanjang gitu barusan habis dicipokin Bang Tedjo. Gue jadi pengen pake elo tiba-tiba."

"Ya udah, pake aja, Bang," jawab gue santai, membungkukkan badan sekilas sehingga pantat gue bisa naik ke atas dan lebih leluasa dipakai Bang Tony. 

Tangan kasar Bang Tony tiba-tiba meraih leher gue, lalu dia menghadapkannya ke belakang agar bisa melumati bibir gue sesaat sampai basah penuh ludah jantannya.

"Kok elo mau mandi tapi enggak bawa sabun?" tanya Bang Tony setelah melepas cumbuannya dari mulut gue, namun tetap didekatkannya bibir seksinya itu di dekat bibir gue. Dari posisi ini, gue bisa mencium aroma napas seksinya saat baru bangun tidur. Agak bau, tetapi sangat jantan dan menggairahkan.

"Harlan tahu nanti di kamar mandi juga Harlan bakal dipake sama seseorang, Bang," jawab gue sambil tersenyum. "Nanti sekalian aja Harlan pinjam peralatan mandi yang pake Harlan di kamar mandi."

Bang Tony ketawa melihat tingkah gue, lalu meraih wajah gue sekilas untuk mencumbu gue lagi.

"Loe memang binal banget, Dek," katanya sambil tersenyum dan terus menggenjoti lubang pembuangan gue dari belakang. "Untung wajah elo cakep dan tubuh elo mulus. Kalau elo jelek mah, bisa dihina loe karena kelakuannya binal banget gak tahu malu gini."

Gue cuma terkekeh mendengar pujian dari Bang Tony bagi gue ini. "Udah, Bang... Cepet pake lubang Harlan dan keluarin deh. Abang juga harus kerja, kan? Habis itu kita mandi bareng..."


Ilustrasi: Harlan


{ SENSOR }


( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )


[ ... ]


Gue keluar dari kamar mandi dan mendapati Pak Dimas dan Bang Fahri sedang mengobrol santai sambil menikmati kopi pagi. Setelah mengeringkan rambut dengan handuk, masih dalam keadaan telanjang, gue menghampiri mereka.

"Tumben Bang jam segini belum pada berangkat ke proyek?" tanya gue penasaran.

"Iya Dek, hari ini kebetulan proyek kami berdua sedang libur," jelas Pak Dimas.

"Oh gitu..." jawab gue sambil mengambil kopi hitam Pak Dimas dan meminumnya sedikit.

Mereka tidak pernah keberatan ketika gue mencicipi makanan atau minum mereka secara langsung. Ya mau keberatan ngapain? Orang mulut gue aja hampir tiap hari dijilati dan ludah gue juga disedot sama para pejantan straight yang sangean ini.

"Aduh, pagi-pagi udah pada ngumpul dan ngopi aja nih," terdengar suara Bang Riko menyahuti kami dengan telanjang namun berbalut handuk. Dia sepertinya hendak mandi, "Dek Harlan, elo di sini toh. Gue cariin ke kamar mandi. Kirain lagi mandi. Sini, Dek, gue mau buang pejuh."

Begitu berseloroh vulgar, Bang Riko langsung membuka handuknya dan memamerkan kontol kudanya yang sudah ngaceng dengan precum yang membasahi area kepala kontolnya. Dia langsung menghampiri gue dari belakang dan langsung menancapkan kontol raksasanya ke lubang pembuangan gue.

"Ah, Abang tiap pagi mana bisa absen dari pantat Harlan sih, Bang," ujar gue sambil menyambar dan menyeruput kopi susu Bang Fahri.

Sementara Bang Riko terus menancap gas dan memacu kontolnya keluar masuk lubang senggama gue, Pak Dimas, Bang Fahri, dan gue terus ngobrol dengan asyik tanpa memperdulikan Bang Riko yang berjuang keras memacu berahinya di pantat semok gue.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi dan hampir semua penghuni kos yang lain sudah berangkat kerja. Gerbang kos tiba-tiba terbuka dan seseorang datang dan menyapa kami berempat. Ternyata Bang Sandro. Dia menyapa Pak Dimas, Bang Fahri, dan tentu saja Bang Riko yang sedang menggenjot pantat gue.

"Harlan, elo kok tumben jam segini masih disini dientot?" tanya Bang Sandro di depan gue, lalu mengecup bibir gue sekilas untuk menyapa gue.

"Abang kemana saja kok kemarin tidak pulang?" tanya gue sambil mengerang-erang disodomi Bang Riko.

"Iya, gue semalaman anterin abang ipar gue yang kecelakaan di proyek," kata Bang Sandro menjelaskan. "Kakinya patah. Jadi, gue yang urus pengobatan dari kantor."

"Enggak kerja elo hari ini?" Pak Dimas gantian bertanya.

"Dikasih libur gue," jawab Bang Sandro dengan muka kecapean. "Ini gue cuma pulang mandi dan ganti baju. Habis itu gue balik rumah sakit lagi."

Gue mengangguk-angguk paham sekarang.

"Elo belum jawab, Dek... Elo kok belum pulang jam segini?"

Bang Sandro bertanya lagi. Tetapi, gilanya, sebelum gue menjawab, dia berjongkok dan membuat wajahnya menghadap langsung ke tetek gue dan menjilati tetek gue begitu sensual. Gue mengerang keenakan. Gimana gue bisa jawab kalau gue di-bombardir kenikmatan sebesar ini dari dua pria jantan ini?

"Gue jadi sange juga nih," Bang Sandro membuka celananya dan langsung mengeluarkan batang kejantanannya yang sudah meradang hebat. "Gue ikut ewein Harlan ya, Riko!"

"Kagak kagak," si Bang Riko yang masih menggenjot lubang pembuangan gue protes. "Gue belum tuntas nih. Elo kalau main sama Harlan kan egois. Maunya menang sendiri. Gue enggak dapat apa-apa nanti."

"Ya elah, gue udah harus segera balik rumah sakit nih," cecar Bang Sandro memaksa. "Elo tuntasin lubang dia dulu. Dia biar emutin kontol gue dulu. Habis elo selesai, gue baru gagahin dia."

"Ya udah, tapi gue kagak mau dipaksa cepet-cepet, ya!" jawab Bang Riko mengomel.

Bang Sandro mengambil matras dari gudang ke pelataran di parkiran dan memaksa menyeret gue di pelataran. 

{ SENSOR }


( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )


[ ... ]


"Eh Bang Sandro," kata gue memegang dada bidang Bang Sandro yang sedang merem melek menyodomi gue. "Abang enggak balik ke rumah sakit? Ini hampir satu jam, lho!"

"Biarin deh, Dek," kata Bang Sandro. "Gue masih belum rela muncrat. Gue masih pengen pake elo."

Gue jadi makin deg-degan. Entah kenapa, gue sedikit ketakutan digilir. Padahal cuma empat orang. Mungkin karena tempatnya terbuka? Dan ini pagi hari. Bagaimana kalau ada orang luar melihat? Entah kenapa insting gue berkata kurang enak soal ini. Tetapi, gue berusaha memejamkan mata dan menikmati perbuatan mesum keempat pria jantan itu ke tubuh gue itu...

Dan akhirnya insting gue terbukti benar...


[ … ]



"ASTAGA, DEN HARLAN!" terdengar suara Bang Joni, tukang kebun rumah gue, panik. "BENAR KAN KATA GUE, JON! BANG HARLAN DIPERKOSA DI SINI!"

Bang Tono dan Bang Joni langsung bergegas menghampiri tubuh gue yang tergeletak penuh sperma di lantai dan sedang ditindih Bang Sandro dan dipermainkan oleh ketiga pria lain.


Ilustrasi: Bang Tono


"HEI, APA YANG LOE LAKUIN KE DEN HARLAN? DASAR BAJINGAN!" Bang Tono, supir gue, langsung menarik badan telanjang Bang Sandro dari atas tubuh gue.

Mata Bang Tono terbelalak ketika melihat tidak hanya tubuhnya yang terpisah dari tubuh mulus gue, tetapi rudal besar Bang Sandro juga lepas dari cengkraman celah pantat hangat gue. Gue mengerang tertahan saat batang raksasa itu terlepas paksa dari pantat gue.

"ASTAGFIRULLAH, JON," Bang Tono langsung menghadap Bang Joni dengan wajah terkaget-kaget. "BAJINGAN INI MENYODOMI DEN HARLAN!"


Ilustrasi: Bang Joni


"ASTAGA, DEN!" Bang Joni langsung menghampiri gue dan memapah gue berdiri. "KOK BISA BEGINI SIH, DEN? ADUH, BADAN ADEN SAMPAI PENUH PEJUH BEGINI!"

Melihat kegaduhan ini, Bang Riko, Bang Fahri dan Pak Dimas yang tadi mengerjai titik kenikmatan lain di tubuh gue pun langsung ngibrit pergi. Mereka mungkin malu perlakuan binal mereka ke sesama lelaki dilihat banyak orang. Mereka segera memakai baju mereka satu per satu dan pergi ke kamar masing-masing sambil berbisik membicarakan kejadian yang terjadi.

"HEH, APAAN SIH ELO?" Bang Sandro jadi naik pitam melihat tubuhnya didorong-dorong seenaknya begitu. "SIAPA KALIAN? KALAU MAU NYICIPIN BADAN MAINAN GUE YA ELU NGOMONG BAIK-BAIK DAN ANTRI, KEK! BUKAN ASAL MAIN TARIK TUBUH GUE GINI!"

"MAINAN?" Bang Tono melotot emosi ke arah Bang Sandro. "SIAPA YANG MAINAN ELO, HAH?"

"YA SI HARLAN LAH!" Bang Sandro berteriak tak kalah emosi. "ELO JUGA TERGODA MENCICIP TUBUH MULUSNYA, KAN?"

"DASAR GILA!" Bang Joni gantian ikutan naik pitam. "BEGITU BANYAK LONTE MURAHAN DI JAKARTA INI! NGAPAIN ELO NYODOMI DEN HARLAN, HAH?"

"GAK USAH MUNAFIK DEH ELO PADA!" Bang Sandro berteriak kesal. "GUE JUGA MULANYA SAMA KAYAK KALIAN SEMUA! TETAPI, SIAPA TIDAK TERGODA SAMA BADAN PUTIH MULUS CINA SI HARLAN! BOKONGNYA AJA LEBIH MONTOK DARI KEBANYAKAN BOKONG CEWEK! SETELAH GUE COBA, GUE JUGA KETAGIHAN! BILANG AJA ELO JUGA MAU NGINCIP BOKONG DIA!"

"JANGAN BICARA SEPERTI ITU SAMA DEN HARLAN, BANGSAT!" Bang Tono bergerak menghampiri Bang Sandro.

Segera gue tarik badan Bang Tono yang hendak menghantam Bang Sandro. Gue takut dia kenapa-napa. Jelas-jelas badan Bang Sandro lebih besar dan berotot. Mereka berdua bisa mati kalau dihajar kuli bangunan ini!

"Sudah, Den," kata Bang Joni menenangkan. "Biar saya dan Tono yang kasih preman ini pelajaran. Kami pasti belain Aden!"

"Bukan begitu, Bang," gue menangis malu sekarang. "Ayo, kita pulang saja!"

Gue malu kenapa Bang Joni dan Bang Tono sampai repot-repot begini membelain gue. Padahal, tidak ada hal yang salah di pikiran gue yang terjadi di sini.

"TIDAK, DEN HARLAN!" Bang Tono bersikeras dan makin mendekati Bang Sandro. "KITA HARUS BERI PREMAN INI DAN TEMAN-TEMANNYA PELAJARAN! KITA HARUS SEGERA MELAPORKAN PEMERKOSAAN INI KE KANTOR POLISI!"

"KALIAN BERDUA INI SIAPA SIH?" Bang Sandro makin tidak mengerti. "KENAPA LOE BERDUA IKUT CAMPUR? KALIAN MANTAN PACAR HARLAN YANG POSESIF DAN CEMBURU TUBUHNYA DIPAKE RAME-RAME GINI?"

"BANG HARLAN ITU MAJIKAN KAMI!" Bang Joni langsung ikutan maju dan menyembunyikan tubuh telanjangku yang penuh lelehan sperma segar di balik tubuhnya. "DAN DEN HARLAN ITU ANAK BAIK-BAIK! JAGA MULUT ELO!"

Gue menangis keras mendengar ucapan Bang Tono. Mereka membelain gue dan bilang gue anak-anak baik tanpa tahu apa yang terjadi. Gue malu pada Bang Tono dan Bang Joni yang membela gue, mengira gue sedang diperkosa. Bang Sandro juga ikutan termenung. Dia lalu berjalan menghampiri gue dan hendak menyentuh gue. Sontak, Bang Tono dan Bang Joni menghalanginya dan melindungi tubuh gue di balik badan mereka yang menghadap ke tubuh besar telanjang Bang Sandro.

{ SENSOR }


( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )


[ ... ]


"Udah, Jon, elo pakaiin Aden baju," kata Bang Tono tegas. "Setelah itu kita ke kamar. Elo mandiin Aden."

"Iya."

Lalu, Bang Tono meluncurkan mobil kami keluar dari Plaza Indonesia dan masuk ke kawasan Hotel Kempinski. Tidak sampai lima menit kemudian, gue sudah berada di lobby hotel bersama Bang Joni dan Bang Tono. Gue minta Bang Tono urus masalah check-in dan pembayaran. Diantar oleh bellboy, kami tiba di kamar hotel. Tidak ada barang bawaan, tetapi gue minta Bang Joni memberikan tip ke bellboy dan gue bilang nanti gue ganti. Bang Joni menurut.

Begitu masuk kamar, Bang Tono meminta gue dimandikan oleh Bang Joni.

"Enggak usah, Bang," kata gue menolak. "Harlan kan bisa mandi sendiri... Harlan kan udah gede..."

"Di posisi seperti ini, mendingan Aden ditemani terus biar bisa tenang," kata Bang Tono menjelaskan pemikirannya. "Biar dibantu Joni membersihkan tubuh Aden... Nanti biar lebih bersih..."

"Iya, Den," Bang Joni dengan santainya melepas bajunya sampai telanjang bulat di depan gue. Gue melotot melihat tubuh telanjang Bang Joni yang sudah lama tidak gue lihat. "Dulu waktu Aden kecil sering ikut saya sama Tono mandi kalau berenang bersama. Masa sekarang malu, sih? Biar nostalgia."

Bang Joni tertawa blo'on. Muka gue merah padam. Bang Joni melepas baju baru gue tadi tanpa izin gue sampai gue telanjang bulat juga.

"Wah, kontolnya udah besar sekarang, Den," kata Bang Joni sambil terkekeh. "Jembutnya dicukur rapi lagi... Lucu kontolnya pink gitu..."

Gue langsung memerah padam. Bang Tono yang sedang duduk di kursi dekat jendela dan membalas pesan di ponselnya langsung memandang tubuh gue dan tersenyum lucu. Dia lalu memandang ponselnya lagi dan terus mengetik.


Ilustrasi: Bang Joni


Bang Joni menarik tubuh gue, lalu mendekatkan gue ke shower. Dia membasuh tubuh gue dengan air hangat, lalu mencuci rambut gue dengan shampoo dari hotel. Setelah rambut gue bersih dan wangi, dia menyabuni badan gue dengan telaten. Dia bersiul begitu santai dan terus menjamahi tubuh gue dengan tangannya. Tiba waktunya dia menyabuni bagian bawah tubuh gue. Dia memandang kontol gue yang udah konak. Dia lalu tersenyum.

"Kontolnya Aden kalau konak gede banget, euy," katanya sambil terkekeh.

Gue menutup wajah gue dengan tangan gue malu. Bang Joni tidak ambil pusing dan terus menyabuni sepenjuru kulit gue yang bisa dia jamah. Dia bahkan menyabuni kontol gue yang menegang, lalu beralih ke pantat gue.

"Waktu Bang Joni pertama kali kerja di Bapak dan Ibu, Aden itu masih kecil banget," gumam Bang Joni sambil matanya menerawang jauh ke masa lalu dengan penuh nostalgia indah. "Abang ingat Aden menyapa dan berkenalan sama Abang karena disuruh Ibu. Waktu itu, Abang mikir wah ini anak orang kaya kok manis dan ramah banget. Di kampung, anak-anaknya nakal-nakal lho."

Bang Joni mulai membilas tubuh gue pelan-pelan dengan air hangat dan tangannya menggosok-gosok tubuh gue dengan nyaman.

"Dari kecil ini Aden anaknya baik. Sampai besar pun, Aden tumbuh jadi pria yang baik dan sopan... Saya ikutan senang melihat Aden tumbuh besar seperti ini. Aden jadi cowok ganteng dan disukai semua orang karena kebaikannya..."

Mata gue menetes lagi... Entah kenapa, kepergok Bang Tono sama Bang Joni sedang digilir para kuli di kosan tadi bener-bener menyakitkan. Mungkin lebih menyakitkan daripada dilihat orang tua gue. Karena selama ini Bang Joni, Bang Tono, dan Bi Iyem yang selalu merawat dan bersama gue di rumah.

"Ayo, jongkok," perintah Bang Joni. "Saya keluarkan kalau ada pejuh di dalam pantat Den Harlan..."

Gue menurut saja pasrah. Gue berjongkok lalu membiarkan Bang Joni menceboki pantat gue dan memasukkan jari-jarinya ke celah pantat gue, berusaha mengeluarkan sisa sperma yang masuk ke dalam. Begitu selesai, Bang Joni lalu mencuci tangannya dengan sabun dan mengeringkan rambut dan seluruh badan gue dengan handuk dari hotel. Ketika badan gue sudah kering, Bang Joni menggandeng tangan gue untuk keluar kamar dan berpakaian.

"Aden udah selesai mandi?" tanya Bang Tono tetap di kursi dekat jendela tadi melihat gue. "Aden pengen Abang beliin makan apa? Aden jangan-jangan belum sarapan, ya?"

"Ada yang ingin Harlan bicarakan ke Abang berdua," kata gue lalu memasang celana dalam Calvin Klein gue dan duduk di atas kasur yang masih rapi.


Ilustrasi: Bang Tono


"Ada apa, Den?" tanya Bang Tono memandang gue serius. "Aden mau cerita semua yang terjadi di kosan itu, ya?"

Bang Joni yang udah berpakaian lengkap lalu duduk di sebelah gue dan menatap gue dalam-dalam.

Gue mengangguk pelan.

"Sebenarnya..." gue berkata dengan penuh keraguan. "Sebenarnya... Harlan..."

"Cerita saja, Den," kata Bang Joni sambil memegang tangan gue lembut. "Kami pasti akan mendengarkan."

"Harlan takut Bang..."

"Takut kenapa?" Bang Tono tampak kebingungan.

"Harlan takut ketika Harlan cerita, Abang berdua akan membenci Harlan..."

"Mana mungkin Abang membenci Aden, sih?" jawab Bang Tono gemas. "Kami tidak akan pernah membenci Aden... Untuk alasan apa pun..."

Bang Joni ikutan mengangguk...

"Sebenarnya, Harlan mau bilang..." gue benar-benar berat untuk menceritakan ini semua. "Kalau sebenarnya... Itu tadi...bukan pemerkosaan, Bang."

"Lalu?" Bang Tono mengangkat alisnya.

Bang Joni mengangguk. Gue bingung kenapa dia mengangguk.

"Harlan itu sebenarnya..." tenggorokan gue tercekat. "Harlan itu...penyuka sesama jenis."

Mata Bang Tono terbelalak dan membesar. Bang Joni mengangguk.

"Iya, Abang tahu, kok," Bang Joni berbicara pelan.

"Apa?" Bang Tono memandang Bang Joni cepat. "Gimana elo bisa tahu, Jon?"

Bang Joni memandang gue lekat-lekat, lalu membuka mulutnya, "Ya gue tahu aja, Ton... Den Harlan selama ini tidak pernah punya cewek meskipun dia ganteng..."

"Ya dia kan masih muda," kata Bang Tono menimpali. "Lumrah kalau masih sibuk kuliahnya kali."

"Loe tahu adik gue yang namanya Jono kan, Ton?" sela Bang Joni.

"Iya," jelas Bang Tono. "Adik elo yang jadi TKI ke Malaysia, kan? Udah lama dia kagak keliatan sejak di kampung..."

"Ibu gue bohong, Ton... Adik gue sekarang jadi waria... Makanya dia malu cerita ke orang-orang kampung... Dia tinggal di Jakarta sini dan buka salon... Kalau gue pergi sebentar-sebentar itu gue menemui dia..."

Gue mulai sadar mengapa Bang Joni paham sekarang... Dari awal, gue memang ada kecurigaan Bang Joni itu tahu masalah ini dari dulu.

"Karena adik gue juga sama dan gue tumbuh bareng dia, gue bisa sadar Den Harlan juga homo," jelas Bang Joni. "Sama kayak adik gue pada mulanya sebelum menjadi waria tulen... Meskipun Den Harlan enggak nggondek dan semacamnya... Gue tahu dia suka laki-laki..."

Gue lalu menangis. Terlalu banyak perasaan yang tidak bisa gue utarakan... Rasa takut ini sirna... Tetapi, perasaan sedih muncul... Gue sedih Bang Tono kelihatan kecewa sama gue... Gue juga sedih Bang Joni ternyata selama ini sudah tahu dan gue tidak pernah cerita... Gue sedih karena gue bukan orang yang sempurna di mata mereka...

Bang Joni memeluk gue, "Udah lah, Den... Kami tidak akan berubah cuma gara-gara begini, kok... Mana mungkin kami benci Den Harlan sih... Aden anak baik..."

Bang Tono yang tadi tampaknya kaget setengah mati mendengar gue homo lalu mendekati gue yang sedang dipeluk Bang Joni dan memegang pundak gue untuk memberikan support. Gue makin menangis menjadi-jadi... Gue ingin melimpahkan semua emosi gue...


[ … ]


Gue meminta mereka berdua menemani gue berbaring di kasur seperti waktu kami kecil dulu. Gue di pojok kanan, lalu masing-masing dari Bang Joni dan Bang Tono di samping gue. Gue tidur menyamping menghadap mereka yang juga menghadap gue.

"Sejak kapan Den Harlan sadar...kalau Den Harlan homo?" Bang Tono bertanya hati-hati.

"Sudah sejak kecil, Bang," jawab gue setelah lebih tenang. "Harlan waktu kecil merasa Harlan berbeda soalnya Harlan tidak bisa suka permainan yang disukai teman-teman cowok Harlan lain. Harlan sukanya main boneka Barbie atau mainan masak-masakan, kan?"

"Saya kira itu lumrah lho, Den," jawab Bang Tono lirih. "Soalnya waktu besar, Aden kan tumbuh jadi cowok normal. Suka olahraga lagi... Den Harlan juga gak ada sisi-sisi bencongnya..."

"Banyak orang badan bagus dan fitness itu homo lagi, Ton..." Bang Joni menimpali.

"Masa, sih?" tanya Bang Joni kaget.

"Iya," Bang Tono menjawab acuh tak acuh. "Pacar adik gue itu juga orang Tionghoa kayak Aden... Dia juga ganteng, putih, dan badannya bagus kayak Aden gini persis. Dia tinggal bareng adek gue udah sepuluh tahun lebih..."

"Aden penasaran sama kos itu gara-gara Bang Tono cerita itu, ya?" Bang Tono bertanya lirih sambil menyesali dirinya sendiri waktu itu. "Ini semua salah Bang Tono memang, Den... Ngapain Bang Tono cerita-cerita soal itu..."

"Ini bukan salah Bang Tono kok," kata gue menimpali. "Harlan sendiri yang nakal kenapa Harlan rasa ingin tahunya gede banget..."

“Den, tapi saya jadi khawatir nih…” kata Bang Joni kemudian.

“Khawatir kenapa?” tanya gue bingung.

“Adik Abang bilang kalau perilaku homo itu rentan AIDS… Oleh karena itu, adik saya benar-benar menjaga dengan siapa dia berhubungan badan dan mencari pacar biar tidak gonta-ganti pasangan… Setiap berhubungan badan juga pakai kondom. Meskipun sama pacar sendiri. Jaga-jaga kalau pacarnya selingkuh meskipun sudah sepuluh tahun lebih…” Bang Joni menjelaskan hati-hati. “Lha Aden bagaimana ini? Aden dipake orang banyak tadi, terus tidak pakai kondom. Aden tidak takut?”

“Saya pakai PreP, Bang.”

“PreP?” Bang Tono bertanya bingung. “Apaan itu Den?”

“Itu obat yang diminum setiap hari satu pil untuk mencegah penyakit HIV,” kata gue menjelaskan. “Kalau minum obat itu rutin, ketika saya disodomi oleh pria dengan HIV, 99% saya tidak akan tertular.”

“Oh, jadi aman ya, Den?” Bang Joni mengangguk-angguk paham.

“Tidak sepenuhnya aman sih,” gue mendesah kecil. “PreP memang mencegah penularan HIV. Tetapi, PreP tidak mencegah penularan raja singa, kencing nanah, dan penyakit menular seksual lain, Bang.”

“Lha terus?” Bang Tono melotot kaget.

“Itu sudah risiko yang Harlan ambil, Bang,” kata gue sedih. “Ya tapi Harlan udah berusaha tetap sehat, Bang. Harlan vaksin HPV ke dokter biar lebih aman dari penyakit menular seksual lain selain HIV.”

Mereka berdua terdiam mendengar jawaban gue. Mereka memandang gue lekat-lekat.

“Den Harlan…” Bang Tono membuka mulutnya hati-hati. “Tidak bisa kah abang berhenti melakukan hal berbahaya begini?”

Tangis gue pecah

“Kami tidak ingin Den Harlan kenapa-napa,” Bang Joni menambahkan. “Aden kan masih muda. Masa depannya panjang… Aden juga ganteng… Dari keluarga terhormat… Aden harus hidup yang panjang dan sehat

Gue langsung menghambur memeluk Bang Tono dan Bang Joni erat-erat. Gue menangis keras…

“Maaf ya, Bang… Harlan mengecewakan Abang-abang semua… Harlan memang anak nakal…”

Bang Tono lalu pindah ke sisi sebelah gue yang lain dan mengapit gue bersama Bang Joni. Mereka memeluk gue erat-erat. Gue menangis lebih keras.

“Udah Den, udah… Jangan nangis lagi… Nanti Aden sakit kalau nangis sesenggukan begini…” ujar Bang Tono sambil mengelus-elus kepala gue dengan nyaman.

“Harlan malu, Bang…” kata gue sambil terus menutup wajah gue di dada salah satu dari mereka.

“Malu kenapa sih?” tanya Bang Joni gemas.

“Malu melihat Abang berdua lagi… Harlan malu soalnya Abang berdua sudah tahu…”

“Jangan begitu, Den,” Bang Tono langsung menarik wajah gue dan memandang mata gue dalam-dalam. “Abang sedih kalau Aden bicara gitu. Saya dan Joni kan sayang Aden kayak anak sendiri… Kok Aden bisa bilang malu lihat kami…”

“Abang berdua pasti jijik melihat Harlan,” gue lalu berdiri dari kasur. “Pasti Abang berdua takut deket-deket Harlan soalnya Harlan homo.”

“Enggak, Den…” Bang Joni menarik tangan gue, melarang gue berdiri. “Mana mungkin kami begitu sama Aden… Aden tetap sama di mata kami…”

“Sudah lah, Abang tidak usah bohong kalau Abang takut sama Harlan…”

Belum selesai gue ngomong, Bang Tono langsung memegang kepala gue dan mengecup pipi gue sebentar. Gue memandang dia terkaget-kaget. Dia memandang gue dalam-dalam sambil terus memegangi pipi gue dengan lembut.

“Lihat, Bang Tono sama sekali tidak jijik sama Aden,” kata Bang Tono menjelaskan. “Apalagi takut sama Aden… Bang Tono itu sayang sama Aden.”

Gue lalu melihat Bang Joni. Tidak ada rasa kaget atau jijik di matanya. Dia seperti merasa mencium pipi gue itu hal yang normal bagi mereka berdua, seperti saat gue masih kecil dulu.

“Kalau Bang Joni?” tanya gue hati-hati.

Bang Joni langsung mencium pipi gue dengan bibirnya lembut. Malah, dia sedikit nakal dan mencium gue basah dengan ludahnya sengaja.

“Abang juga tidak jijik atau takut sama Aden, kan?” katanya menatap gue sambil tersenyum. “Yang perlu Aden tahu, kami menganggap Aden seperti anak kami sendiri… Aden jangan khawatir soal itu…”

Gue lalu menangis bahagia dan memeluk mereka sekaligus. Lega rasanya mereka bisa menerima gue…

Bang Tono lalu mengajak kami beristirahat. Dia bilang dia mau kelonin gue bareng Bang Joni seperti waktu kecil dulu. Gue tidur diapit mereka berdua yang masing-masing menghadap gue. Gue bergantian memandang wajah mereka dengan damai.

“Aden capek ini?” tanya Bang Joni, “Atau mau Abang belikan makanan?”

Gue menggeleng, “Nanti aja lah, Bang… Harlan masih pengen dikelonin sama Abang berdua kayak waktu kecil dulu.”

Bang Joni langsung mencium pipi gue lembut lalu tersenyum, “Aden ini meskipun badannya udah gede kekar, sebenarnya Aden masih manja kayak dulu.”

Gue tersenyum, lalu menoleh ke Bang Tono, hendak berbicara padanya. Bodohnya, waktu itu ternyata Bang Tono hendak mencium pipi gue juga seperti Bang Joni tadi. Alhasil, gue jadi berciuman bibir dengan Bang Tono. Gue langsung melotot kaget.

“Maaf, Bang,” kata gue mengelap bibir Bang Tono cepat-cepat. “Harlan enggak sadar Bang Tono mau cium pipi Harlan.”

Bang Tono tersenyum saja dan melepas tangan gue yang sedang mengelap bibirnya.

“Sudah-sudah,” kata Bang Tono sambil tertawa. “Kita juga cipokan deh, Den…”

Bang Joni yang konyol langsung memaksa wajah gue menghadap dia, lalu berseloroh, “Mana, Bang Joni belum pernah dicipok Den Harlan, hayo! Bang Joni iri!”

Bang Joni sekonyong-konyongnya ikut menempelkan bibirnya di mulut gue. Gue melotot. Kontol gue sontak konak dicipoki bergantian oleh dua pejantan ini.

“Mulutnya Den Harlan lembut banget, kayak cewek,” Bang Joni berseloroh, lalu di luar dugaan gue malah berbuat lebih nakal lagi. Dia menjulurkan lidah hangatnya dan menjilati bibir gue. “Mulut Den Harlan enak deh rasanya.”

“Ah, elo enak aja jilat-jilat mulut Aden kayak gitu,” Bang Tono protes tidak terima. “Gue juga tidak mau kalah!”

Bang Tono langsung mendekap badan gue dan menanamkan lidahnya ke dalam gue. Lidahnya dengan nakal langsung menari-nari dengan lidah gue di dalam mulut gue. Air ludahnya ikut tersalur bercampur dengan mulut gue. Gue bisa merasakan aroma napas jantannya di sepenjuru mulut gue. Gue terpaku dan kemaluan gue langsung konak luar biasa.

“Hei hei hei,” Bang Joni langsung menarik tubuh gue di sebelahnya itu dari tubuh Bang Tono. “Jangan kelewatan loe, Ton! Cipok Den Harlan kayak gitu!“

Menyadari perkataan Bang Joni, Bang Tono langsung melihat gue dengan cepat-cepat dan melepaskan cengkraman dan kecupan bibirnya dari gue.

“Aduh, maafkan saya, Den,” kata Bang Tono penuh penyesalan. “Abang kelewatan ya?”

Bang Tono langsung mengelus-elus pundak gue, berusaha menenangkan diri gue yang tampak terguncang. Gue menghela napas panjang dan mendesah. Gue lalu menunduk malu. Kontol gue sudah konak berontak diperlakukan sebagai ajang cipokan oleh Bang Joni dan Bang Tono.

“Aden kenapa?” tanya Bang Tono khawatir. “Aden tidak suka ya dicium sama saya dan Joni?”

“Bukan begitu, Bang,” jawab gue cepat dan malu-malu.

“Lalu?” Bang Joni ikutan bertanya.

“Harlan grogi banget,” kata gue jujur dan malu-malu. “Abang berdua Harlan hot banget tadi. Harlan sampai tidak kuat menahan nafsu saking enaknya.”

“Masa sih?” tanya Bang Joni kegirangan.

“Emang mau lagi?” tanya Bang Tono sambil menaik turunkan alisnya konyol.

Malu-malu, gue mengangguk-angguk bersemangat mendengar penawaran Bang Tono. Bang Joni yang malah mengambil inisiatif terlebih dahulu, memegang pipi gue dan mengecup bibir gue hangat dengan bibir seksinya. Sedetik kemudian, dijilatnya bibir gue dengan lidahnya yang panjang dan hangat. Gue tertawa melihat kenakalan Bang Joni.

“Bibir Den Harlan enak, euy,” ujar Bang Joni kegirangan. “Mulutnya juga baunya wangi.”

“Gue juga mau cium Aden, ah,” kata Bang Tono tidak mau kalah, lalu menarik tubuh gue dan menindih badan gue.

Badan berotot Bang Tono yang terlatih karena kerja fisik itu menindih tubuh gue dan mulutnya dijejelkan ke dalam bibir gue. Disergapnya sepenjuru bibir gue dengan lidahnya yang hangat dan dilumatnya penuh nafsu bibir gue. Gue rasakan kejantanan Bang Tono sudah tegang dan menekan celana gue. Mulutnya tak henti-henti mencumbui bibir gue dengan napsu. Dia lalu punya ide konyol di pikirannya.

“Den, bajunya Abang buka, ya?” tanya Bang Tono setelah melepas cumbuannya ke mulut gue sambil napas terengah-engah. “Biar enggak lungset bajunya. Kan baru beli.”

Gue cuma mengangguk-angguk pasrah, sambil mulut gue menganga, mendambakan mulut jantan Bang Tono untuk menjamah mulut gue lagi.

Bang Joni ikutan melepas baju gue dengan cekatan.

“Celananya sama sempaknya dilepas juga aja ya?” tanya Bang Joni mengagetkan gue.

“Iya, sekalian,” kata Bang Tono datar.

Gue langsung telanjang bulat tanpa sehelai benang pun di depan sopir dan tukang kebun gue yang masih berpakaian lengkap tersebut. Tubuh gue tergulai lemas, tetapi batang kejantanan gue menegang keras dan berkedut-kedut. Bang Joni dan Bang Tono tersenyum melihat badan seksi gue.

“Badannya Aden bagus bener deh,” kata Bang Tono mulai menggerayangi dada montok gue pelan-pelan.

Gue mendesah keras keenakan. Melihat itu, Bang Joni terkekeh.

“Aden kayaknya seneng ya, Ton?” kata Bang Joni sambil tersenyum.

“Bang, entotin Harlan, ya…”

Ilustrasi: Harlan


“Apa?” Bang Joni dan Bang Tono bertanya keheranan.

“Harlan udah enggak bisa tahan kalau udah ditelanjangi begini,” kata gue gelisah. “Harlan nafsu banget dibeginiin, Bang. Tolong setubuhi Harlan sekali ini saja, ya… Harlan mungkin akan menyesali ini… Tapi, tolong Harlan, ya… Pake tubuh Harlan buat kejantanan kalian sekali aja…”

Bang Joni dan Bang Tono saling memandang bingung.

“Gimana ini Jon?”

Bang Tono memandang gue, “Den Harlan serius minta disodomi saya sama Tono?”

Gue mengangguk-angguk mantap.

“Ya udah, Aden yang minta sendiri kok,” kata Bang Joni ke Bang Tono. “Elo dulu aja yang setubuhin, gih. Entar gue setelah elo.”

Bang Tono memandang gue bingung tetapi langsung melepas semua kain yang melekat di tubuhnya. Sekarang, dia telanjang bulat tanpa sehelai benang pun dan meloco kejantanannya yang mulai mengeras.

“Jadi, saya masukin kontol saya ke dalam lubang pantat Aden begini ya?” tanya Bang Tono sambil menunjuk pantat montok gue yang sudah terpampang saat gue mengangkangkan pantat gue di depan mereka.

Gue mengangguk. Bang Tono lalu meloco makin keras kontol pejalnya, sambil memilin puting tetek gue yang udah melenting keras karena rasa nafsu dengan suasana yang terjadi. Gue mendesah keenakan, lalu Bang Tono langsung menarik kaki gue dan hendak memasukkan batang perkasanya ke lubang sempit bersih gue mantap.

“Tunggu dulu, Bang,” kata gue mendorong perut rata seksi Bang Tono, menghalanginya menyetubuhi gue sekarang juga.

“Ada apa, Den?” tanya Bang Tono yang nampaknya sudah dirasuki nafsu itu kebingungan.

“Abang setubuhi Harlan pakai kondom saja biar aman…”

“Hah?” Bang Joni lalu tampak kebingungan. “Bukannya tadi Aden bilang Aden pakai obat apa itu… Yang bikin Aden aman tidak bisa kena HIV?”

“PreP itu kan untuk mencegah HIV, Bang,” jelas gue. “Tetapi tidak mencegah penyakit seksual lainnya. Harlan divaksin HPV. Tetapi, Abang berdua kan tidak. Jadi, amannya sih pakai kondom. Harlan takutnya abang kenapa-napa.”

“Loe ada kondom?” tanya Bang Tono ke Bang Joni.

“Ya mana ada gue barang begituan,” kata Bang Joni membalas. “Elo kan tahu gue selama ini enggak pernah main sama cewek lain. Apalagi main sama lonte! Buat apa gue simpen begituan? Biasanya juga gue coli pas elo tidur dan enggak sadar di sebelah gue.”

Bang Tono memukul kepala Bang Joni kesal mendengar Bang Joni sering coli saat mereka tidur di kamar bersamaan.

“Ya udah, elo pergi beli kondom. Cepetan!”

“Hah, kenapa gue?” balas Bang Joni ke Bang Tono cepat.

“Elo liat sendiri gue udah telanjang bulat gini,” kata Bang Tono menunjuk tubuhnya yang sudah telanjang tanpa sehelai benang pun dengan kontol mengacung tegak. “Elo kan masih berpakaian lengkap!”

“Elo aja lah!”

“Elo mau bikin Aden nunggu lama buat dientot, ya?” Bang Tono seperti biasa mengatakan pembelaan dengan mind game ke Bang Joni yang dasarnya polos. “Aden udah minta diewe nih… Kasihan kan?”

Bang Joni ngedumel lalu segera berangkat meninggalkan kamar.

“Ya udah,” katanya mendengus kesal ke Bang Tono. “Dasar cerewet!”

Bang Tono langsung tersenyum kegirangan. Dia berbaring di samping gue, meraih tubuh telanjang gue mendekat ke tubuh telanjangnya dan melumati bibir gue. Gue pasrah dicumbui sopir pribadi gue yang jantan itu. Cukup lama kami bercumbu dengan penuh nafsu dan memakai lidah sambil menunggu kedatangan Bang Joni dengan kondom yang akan menuntaskan persenggamaan ini.

“Den, kita kok jadi cium cium-ciuman gini ya?” kata Bang Tono tanpa mau melepas sedikit pun lumatannya dari bibirku.

Tangannya ikutan membelai-belai sekujur kulit mulus gue dan sesekali memainkan puting gue dan meremas pantat montok gue dengan gemas. Batang kejantanannya terus menekan ke perut gue dan membuat gue makin bernafsu.

“Harlan juga ga tau, Bang,” kata gue terus mencium Bang Tono. “Tapi enak kan? Abang suka?”

Bang Tono mengangguk kegirangan sambil terus menggilas habis mulut gue sampai tak gue sadari gue mengerang-erang keenakan. Dia memegang-megang segenap titik sensitif di tubuh gue dengan penuh nafsu. 

“Abang udah lama banget enggak main intim sama orang, Den,” katanya terus menyikat habis mulut gue di dalam mulutnya. Napasnya tercium begitu jantan di sepenjuru indra penciuman gue. “Menciumi Aden ini seperti menuntaskan hasrat Abang yang terpendam… Enak banget… Udah sekitar enam bulan sejak Abang pulang kampung dan menikmati keintiman seperti ini… Tidak bisa Abang pungkiri, rasa dari semua ini enak banget, Den… Bibir Aden enak banget buat diciumi…”

Gue mengangguk-angguk, memasukkan lidah gue di dalam mulut Bang Tono dan menyedot ludah Bang Tono setelahnya dengan sangat bernafsu. Gue sangat menikmati cumbuan sopir pribadi gue yang jantan itu.

Bang Tono lalu melepas bibirnya yang basah karena campuran ludah kami dan memandang wajah gue dari atas lekat-lekat.

“Dulu waktu pertama kerja di Bapak sama Ibu, Aden masih kecil. Sekarang, Aden sudah besar dan badannya jadi bagus gini dan wajahnya tambah ganteng kayak artis.”

Dia tersenyum, lalu mencaplok bibir gue lagi tanpa ampun. Kami seperti terlibat dalam cumbuan terhebat abad ini. Gue merasakan bukan hanya nafsu, tetapi juga kasih sayang, dari sopir pribadi gue yang begitu menggairahkan di depan gue ini.

“Gue udah beli nih kondomnya,” kata Bang Joni segera masuk kamar dengan sumringah.

"Hah, cepet banget lu Jon?"

"Iya nh," Bang Joni menjelaskan. "Gue tanya ke cowok gitu di deket lift kalau beli kondom dimana. Eh dia jual punya dia ke gue sambil ketawa-ketawa."

"Wah, ya mantep deh bisa cepet."

"Tapi gue diporotin deh," kata Bang Joni polos. "Masa sisa dua biji gini gue disuruh bayar 50 ribu."

Bang Tono tertawa cengengesan. "Loe dikiranya orang kaya, Jon... Ngewe aja di hotel mahal banget di sini."

"Ya kali," kata Bang Joni acuh tak acuh. "Mau dimulai sekarang aja?"

“Ya udah, sini kondomnya. Gue gak sabar pengen masukin Aden dulu,” kata Bang Tono lancang.

“Kagak bisa!” Bang Joni berteriak marah. “Gue dulu! Gue yang beli kondomnya, kok!”

“Katanya tadi gue dulu?” sela Bang Tono tidak mau kalah.

“Itu kan tadi,” jawab Bang Joni kesal. “Terus elo seenaknya suruh gue beli kondom dulu. Masa balik-balik, elo yang pake dulu? Gue lah! Gue jadi sange juga lihat Aden udah siap disenggamai begini.”

Gue cuma tertawa ke arah pertengkaran rutin mereka seperti ini.

“Ya udah, elo dulu deh,” kata Bang Tono sedih, lalu menjauh dari tubuh gue untuk memberi tempat Bang Joni memulai menyetubuhi gue.

Bang Joni dengan semangat melepas semua kain yang melekat di tubuhnya penuh nafsu. Dia langsung telanjang bulat tanpa sehelai benang pun dengan sekejap. Tangannya dengan nakal langsung meloco kontolnya yang sudah tegang seperti meriam siap tembak.

“Saya masukin ya, Den... “ katanya meminta izin sambil mengambil ancang-ancang untuk menyodok gue dengan batang kejantannya yang sudah terbungkus kondom dan menegang kencang.

Gue cuma tersenyum manis. Bang Joni tidak tanggung-tanggung lagi dan langsung memasuki lubang gue penuh nafsu.

“Gila Den Harlan,” Bang Joni melenguh begitu seksi. Matanya terpejam dan mulutnya terbuka sedikit dengan sangat seksi. “Ini mah enak banget!" 

Gue meraih kontol Bang Tono yang terus memandang gue dengan mupeng.

"Mana Bang Tono, kontolnya Harlan emutin!”

“Jangan ah, Den!” Bang Tono menolak. “Masa kontol Bang Tono masuk ke mulut Aden! Kotor lah!”

“Gak papa, Bang,” kata gue sambil meloco kontol tegang Bang Tono supaya siap dihisap. “Harlan pengen bikin Abang keenakan juga.”

Bang Joni sudah tidak memperdulikan kami lagi dan terus memompa kejantanannya keluar masuk lubang memek gue. 

"Gila, Den" kata Bang Joni sambil merem melek. "Kesambet setan apa ini sampai Bang Joni bisa ngewein Aden. Malah enak banget memek Aden ngejepit kontol Bang Joni gini. Lebih rapet dari memek istri Abang di kampung." 

Masih terus meloco kontol Bang Tono, gue tersenyum mendengar ucapan Bang Joni dan ekspresi keenakannya mencicipi lubang senggama gue. 

"Bang Joni, sebelum saya sepongin kontol Bang Tono, Bang Joni cium Harlan dulu gih sini!" 

Bang Joni membuka matanya dan menatap gue terkejut. 

"Den Harlan mau dicium Bang Joni?" tanyanya terkaget-kaget. 

Gue cuma tersenyum tipis lalu mengangguk. Tak mau buang waktu, Bang Joni langsung membungkuk dan mencaplok bibir gue dalam-dalam. Dengan beringasnya, lidahnya memasuki sepujuru mulut gue dan berkenalan dengan segala isi mulut gue. Gue sambut lidahnya dengan lidah gue, dan lidah kami menari bersama-sama. 

"Aduh, kenapa saya jadi nafsu banget sama Den Harlan?" kata Bang Joni setelah melepas cumbuan mautnya ke mulut gue. "Maafin Bang Joni ya, Den. Abang dititipin orang tua Aden buat jaga Aden kok sekarang malah Abang jadiin Aden pelampiasan nafsu Abang." 

Gue menggeleng-geleng sambil tersenyum manis. 

"Bukan salah Abang berdua," kata gue menjelaskan. "Memang ini kemauan Harlan. Harlan bermimpi, meskipun cuma sekali saja, Harlan bisa berhubungan intim dengan Bang Joni sama Bang Tono. Harlan pengen disatui sama Bang Joni dan Bang Tono. Meskipun cuma satu kali saja... Harlan yang salah." 

Bang Joni terpana dengan kata-kata gue lalu mencabut kejantanannya dari lubang sempit gue. 

"Ton, elo gantian isi lubang Den Harlan, ya. Gue enggak mau cepet-cepet ngecrot," Bang Joni menghampiri wajah gue dan mendekatkan wajahnya ke muka gue. "Gue tidak mau ini segera berakhir. Mungkin besok kita semua akan sadar ini tidak seharusnya terjadi. Tetapi, gue mau menikmati saat-saat ini bersama Den Harlan..." 

Gue tersenyum terharu. Bang Joni menutup matanya dan mencipok bibir gue dalam-dalam dalam posisi terbalik seperti Spiderman. Mulutnya yang lembut melumat bibir gue tidak kalah nikmatnya dari lumatan Bang Tono tadi. Kontol Bang Tono yang belum sempat gue hisap buru-buru dibawa ke dekat lubang kenikmatan gue. Meskipun begitu, kontol Bang Tono sudah ngaceng parah karena melihat tubuh mulus gue yang sudah pasrah untuk dinikmati mereka berdua. Dipasangnya kondom yang dibeli Bang Joni tadi, lalu Bang Joni mulai memasuki tubuh gue. Mulut gue yang sedang saling melumat penuh nafsu dengan mulut Bang Joni itu mengerang bersamaan dengan masuknya kejantanan Bang Tono untuk pertama kali di tubuh gue. Lubang gue berusaha berkenalan dengan batang kejantanan Bang Tono sampai akhirnya lubang gue menerima batang itu masuk. Akhirnya, gue sudah secara resmi dinikmati Bang Tono juga malam itu seutuhnya...


[ … ]


Kami bertiga lupa daratan. Kami lupa kalau kami ini sudah mengenal satu sama lain dan seperti keluarga. Nafsu kejantanan sudah merasuki tubuh kami bertiga. Yang kami pikirkan saat itu hanya kenikmatan. Kenikmatan dari bibir, batang kejantanan, dan lubang kenikmatan pria. Hari itu, tubuh gue benar-benar sudah dinikmati begitu membabi buta oleh dua laki-laki jantan terdekat gue dari kecil itu.

Mulut gue dan kedua pria jantan itu tak henti-hentinya bercumbu. Jika tidak berciuman, kontol salah satu dari mereka masuk ke dalam mulut gue bergantian saat pantat gue juga diisi salah satu batang kejantanan mereka. Tiga puluh menit bercinta bersama, mereka meyakinkan gue untuk melepas kondom dan berkata mereka tidak akan kenapa-napa.


“Biar kita bisa makin menyatu, Den,” kata Bang Joni konyol, lalu kembali mencumbui mulut gue.

Gue pasrah saja. Siang itu adalah pengalaman seks yang paling indah bagi gue. Gue digilir oleh dua pejantan seksi. Bukan sembarang pejantan, mereka pejantan yang mengasihi gue. Mereka jelas-jelas menyayangi gue. Tubuh gue tak henti-hentinya dijejali dengan kenikmatan dari kedua tubuh jantan mereka. Kami sudah tidak bisa lebih dekat lagi secara batin dan seksual satu sama lain. Semuanya dari kami ketiga sudah menyatu.

Memang, Bang Joni dan Bang Tono tetap berkomitmen untuk tidak saling berciuman atau bahkan meloco kejantanan satu sama lain. Tetapi, jelas-jelas air ludah mereka sudah saling menyatu juga. Mereka bergantian melahap tubuh gue dengan kenikmatan dari mulut mereka. Setelah Bang Joni berciuman dan berbagi ludah dengan gue, Bang Tono gantian bermain ludah di dalam mulut gue. Setelah Bang Tono selesai melumat habis puting kecil gue, Bang Joni gantian memuluti puting gue. Ketika Bang Tono selesai melahap lubang pembuangan gue dan me-rimming gue, Bang Joni menggantikannya biar lubang gue tidak berhenti keenakan. Bahkan, setelah cukup nyaman bermain-main dengan tubuh gue, mereka akhirnya mau menyepong batang kemaluan gue. Awalnya Bang Joni yang memulai dengan malu-malu tapi mau. Setelah itu, Bang Tono yang lebih kaku sebenarnya itu pun ikut-ikutan.

“Biar Aden makin keenakan,” katanya tersenyum manis sambil mulutnya masih menampung kontol gue.

Gue terharu dengan dedikasi mereka dalam memuaskan hasrat gue. Balasannya, gue berusaha memberikan kenikmatan seks yang terindah bagi mereka. Tak henti-hentinya gue menggoyangkan pantat gue dengan semangat saat salah satu dari mereka menyodomi gue. Saat yang lain sedang menyodomi, gue juga tak mau kalau untuk menyepong batang kejantanan abang yang lain dengan segala kemampuan yang gue punya dan teknik deep throat andalan gue. Mereka berdua selalu mengerang begitu keenakan saat batang peler mereka gue manjakan dengan kenikmatan dari tubuh putih mulus gue.

Dua pejantan ini benar-benar kuat dalam bercinta. Mungkin karena sudah lama mereka berpisah dari istrinya di kampung dan tidak mendapatkan kepuasan. Mereka juga sempat bilang ingin mengundur orgasme selama mungkin biar bisa menikmati tubuh gue lebih lama. Sampai akhirnya, di sebuah titik puncak, setelah bercinta bertiga lebih dari tiga jam, Bang Tono sedang menggauli gua posisi missionary dan memainkan puting tetek gue dengan nakal. Di samping gue, Bang Joni sedang gue muluti batangnya sambil wajah gue menoleh ke samping.

“ADUH, DEN, KOK RASANYA BANG TONO UDAH ENGGAK KUAT LAGI, DEH,” kata Bang Tono yang sedang menjejalkan batangnya di dalam lubang memek gue tertahan sambil mendesis-desis keenakan. “ABANG KAYAKNYA MAU CROT!”

Gue langsung melepas kontol Bang Joni dari mulut gue, lalu berteriak bersemangat, “KELUARIN DI MULUT HARLAN, BANG!”

“APA?” Bang Tono melotot tidak percaya dengan kata-kata gue.

Bang Joni langsung menengahi, “Udah, turutin aja, Ton… Kan Aden sendiri yang meminta.”

Gue mengangguk-angguk mantap, lalu berkata pada Bang Joni juga, “Nanti habis Bang Tono keluar, Abang langsung masukin kontol Abang ke lubang saya ya. Terus keluarin cepet-cepet. Saya pengen menampung sperma Abang berdua bareng-bareng di mulut saya sebelum saya telen.”

“Beres,” kata Bang Joni dengan senyum dan mengacungkan jempolnya.

Dia lalu meloco kontolnya sendiri, menjaga ereksinya biar bisa segera keluar saat gantian mengisi lubang gue sebentar lagi.

Ilustrasi: Bang Tono


( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )


[ ... ]


PANDUAN MEMBACA VERSI LENGKAP:

Salam Pembaca yang Budiman,

Jeremy Murakami datang dengan sebuah cerita baru nih. Kalian punya 3 opsi untuk membaca karya ini:

1. Melalui What'sApp ke 0813-3838-3995

Silakan mengirim pesan ke What'sApp tersebut dan melakukan pembayaran langsung via transfer Bank BCA / Mandiri yang akan disampaikan admin. File PDF akan dikirimkan melalui e-mail atau langsung via What'sApp, tergantung permintaan pembaca.

2. Melalui Telegram ke @reading4healing / https://t.me/reading4healing

Silakan mengirim pesan ke Telegram tersebut dan melakukan pembayaran langsung via transfer Bank BCA / Mandiri yang akan disampaikan admin.

3. Melalui KaryaKarsa

Nanti akan ada versi pdf yang wajib kalian download setelah melakukan dukungan, ya. Tolong langsung di-download karena menghindari ketidaknyaman di masa mendatang. Setelah di-download, file PDF itu sudah ada di ponsel Anda dan bisa dibaca kapan pun juga.

Pembaca bisa search di laman pencarian dengan ID: reading4healing.

Kalau pencarian dari aplikasi tidak bisa muncul, kalian harus membuka via web seperti Google Chrome atau Safari, lalu ketik karyakarsa.com/reading4healing dan follow terlebih dahulu. Setelah itu, kalian bisa membuka di aplikasi di bagian orang yang kalian follow.

Nama file di KaryaKarsa adalah: SPSK2_JM

Maaf apabila nama file dibuat singkatan. Ini agar menghindari pemblokiran akun KaryaKarsa terhadap cerita bertema dewasa.

Bila ada pertanyaan, bisa hubungi via What'sApp ke admin Reading4Healing di: 0813-3838-3995

Terima kasih atas dukungan & antusiasme pembaca sekalian dengan karya-karya saya selama ini.

Semoga pembaca sekalian mendapatkan kesehatan dan kelimpahan rezeki dari Tuhan yang melimpah.

Salam sayang,

Jeremy Murakami

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

2.7M 109K 62
Sidharth Karthikeya Roy, a dangerous and powerful businessman who is a ruthless CEO of Roy group. He got entangled in an arranged marriage with Megha...
609K 21.3K 51
For both the families, It was just a business deal. A partnership, that would ensure their 'Billionaire' titles. And to top it all off, they even agr...
20.6K 2.5K 27
Lily Autumns has watched Allie Winters blow up her boss's, life three times. Once when Allie destroyed his company, and bought it for scraps, once wh...
70.7K 10.9K 42
Setelah mengetahui bahwa dirinya mengandung, Larasati Kirana sangat kebingungan. Ia memang punya kekasih, namun mereka tidak pernah melakukan hubunga...