Between Jersey & Macaron (END...

By jhounebam

205 37 144

Abelle Estania, adalah seseorang yang berjuang demi menggapai mimpinya untuk masuk DBL. Bukan orang lain yang... More

Notes
Visual
Bab 1 Kejutan di Depan Rumah
Bab 2 Kesan Pertama dari Sup
Bab 3 Persaingan Sengit
Bab 4 Macaron Pelangi
Bab 5 Tim Tak Terduga
Bab 6 Wajah Sekolah
Bab 7 Rahasia Manis
Bab 8 Lemparan Bebas
Bab 9 Hampir Redup
Bab 10 Jus Stroberi
Bab 11 Kecewa yang Tersembunyi
Bab 12 Ini Bukan Keberuntungan
Bab 13 Untuk yang Terakhir, Sungguh
Bab 14 Ini Tak Mudah
Bab 15 Pertandingan Dimulai
Bab 16 Kenyataan yang Tak Diinginkan
Bab 17 Ketakutan Menjalar
Bab 18 Saatnya Mengakhiri Semua Ini
Bab 19 Sedikit Lagi
Bab 20 Hari Pembalasan
Bab 21 Terlalu Singkat
Bab 22 Alasan untuk Sebuah Senyum
Bab 24 Taman Malam
Bab 25 Ujung Gua yang Sempit
Bab 26 Biarkan Aku Pergi
Bonus Chapter
Notes <3

Bab 23 Menjalankan Mimpi

2 1 3
By jhounebam

Semua orang bertepuk tangan sekali lagi untuk kelima orang terpilih. Coach Jeffrey memberikan ceramah singkat lagi agar mereka yang tidak terpilih tidak begitu sakit hati dan kecewa. 

“Apa yang kalian rasain sekarang?” tanya Coach Jeffrey. Mengajak murid-muridnya mengobrol santai adalah salah satu cara Coach Jeffrey menghibur mereka. 

Tapi tidak ada satupun yang menjawab. Mungkin mereka tidak tahu harus berkata apa. Perasaan mereka sedang berada di ambang garis kecewa dan kesal. Emosi yang dirasakan bisa meluap kapan saja, tapi tak mungkin mereka menunjukkannya di depan Coach Jeffrey. 

“Ayo, kita ngobrol singkat dulu sebelum bubar.” Coach Jeffrey membujuk. 

“Lumayan kecewa, coach.” Tidak, ia sangat kecewa. 

“Capek, tapi ya mau gimana lagi.” Sebenarnya, hatinya tidak menunjukkan kepasrahan. 

“Nggak tau harus ngomong apa, coach.” Ya, ia berusaha tidak mengeluarkan amarahnya. 

Mereka yang tidak terpilih memendam perasaannya masing-masing. Termasuk Bintang. Ia tidak menjawab perkataan coach tadi. Bahkan sedari tadi ia tidak bertepuk tangan seperti yang lainnya. Amarah pekat menyebar di hatinya. Berhari-hari, berminggu-minggu Bintang mengikuti ekskul dan latihan khusus, tapi kenyataannya ia tak terpilih. Ia berpikir tidak ada yang salah sejak awal, semuanya ia lakukan dengan benar. Ia selalu menuruti kata-kata coach nya. 

Bahkan sejak awal ia memberanikan diri untuk masuk ekskul basket, padahal saat itu ia sangat tidak percaya diri. 

“Gue ngerti kalian pasti kesel, kecewa, dan lain-lain. Tapi takdir yang lebih besar udah nungguin kalian. Kalo terus-terusan nyalahin diri sendiri, nggak ada gunanya juga, ‘kan? Kalian juga keren, tapi persaingan bakal terus ada di dunia olahraga. Ya, intinya kalian yang paling tau diri kalian sendiri. Jadi, semangatin diri sendiri, ya? Oh ya, semoga habis ini kalian tetep akur dan nggak ada masalah, oke?” Coach melirik Bintang saat mengatakan kalimat terakhir. 

Bintang terperanjat saat tatapannya bertemu dengan kedua mata Coach Jeffrey. 

Coach Jeffrey menyuruh semuanya berdiri dan melakukan tos tim. Sorakan yang terdengar kencang hanya berasal dari kelima orang itu. 

“Oh ya, buat yang kepilih, langsung buka website DBL trus daftar, ya. Info lain nanti menyusul,” tambah Coach Jeffrey sebelum bubar.

Mereka berlima kompak menjawab, “siap, coach!”

“Kei, Cel, kita kepilih!!” Abelle merangkul kedua temannya itu sambil melompat girang. 

Keisha dan Celine juga bereaksi sama, mereka bersorak girang dengan senyum yang paling lebar. Mereka tak menyangka hal ini terjadi pada mereka. Sepertinya inilah momen paling membahagiakan dalam hidup mereka. 

“Aku nggak nyangka kita kepilih bareng.” Keisha menangis lagi. Celine menghiburnya dengan candaannya. 

“Artinya, kita bakal pergi bareng-bareng juga!” Abelle bersorak riang. Keisha dan Celine berseru lagi. Mereka melompat-lompat dan berpelukan seperti kartun boneka warna-warni dengan matahari paling ikonik sepanjang masa. 

Beberapa menit mereka bertiga habiskan untuk mengeluarkan perasaan bahagia mereka. Mereka juga bersiap untuk pulang dan membawa kabar gembira ini kepada keluarga. 

“Oke deh, aku balik dulu ya! Bye!” Abelle berpamitan karena busnya sudah datang. Hampir saja ia ketinggalan bus, tapi karena pak sopir sudah hafal dengan Abelle, maka ia menunggunya dengan sabar di halte. 

Abelle melompat masuk dengan cengar-cengir. Dengan senyum nya itu seolah ia berkata, “makasih pak sopir udah nungguin saya, hehe.” 

Kondisi bus agak penuh, jadilah Abelle harus berdiri. Tak masalah bagi Abelle, karena sekarang ia berdiri sambil memandangi medalinya. Maka perjalanan ke rumah pun tak terasa. 

Setelah sampai di depan gerbang komplek, Abelle berlari sekuat tenaga. Ia ingin cepat-cepat memberitahu kabar ini kepada Mama. 

Tunggu dulu. 

Jam segini Mama pasti belom pulang. Abelle membatin. 

Abelle teringat akan kehadiran Ryan yang selalu menyambutnya sepulang sekolah. Kalau begitu ia akan memberitahu Ryan terlebih dulu. 

Abelle membuka pintu gerbang dengan tak sabaran. Tapi hatinya mencelos seperti ban kempes saat melihat tidak ada siapapun di rumah. Saat masuk rumah, Ryan pasti selalu menyapanya duluan, tapi kali ini ia tidak mendengar suara laki-laki itu. 

“Kak Ryan?” 

Kemana orang itu? Dimana dia? 

Abelle menebak Ryan bosan hanya berputar-putar di dapur, maka ia mencarinya di sekeliling rumah, tapi Ryan tidak kunjung ditemukan. Lantai atas, halaman belakang, garasi, semua sudah ia cek dan tidak menemukan Ryan. Abelle mulai kesal dengan permainannya. Ia pikir lucu dengan permainan petak umpet seperti ini? 

Tenggorokkan Abelle mulai kering karena meneriakkan nama Ryan sedari tadi. 

Ping! Ponsel Abelle berbunyi. 

Terpampang sebuah chat dari Ryan. Ia mengirimkan pesan cukup panjang. Inti pesan dari Ryan itu adalah, ia meminta nomor Abelle dari Mita untuk memberitahu Abelle bahwa ia izin pulang tadi siang karena tidak enak badan. Ia juga minta maaf karena tidak bisa bekerja sampai malam dan menyiapkan makan malam untuk Abelle. 

Kak Ryan sakit? Abelle membatin khawatir. 

Ia kaget karena ini terjadi begitu tiba-tiba. Sepertinya kemarin ia sehat-sehat saja. Abelle pun berencana untuk menelponnya dan menanyakan kondisinya. Tapi sedetik kemudian niatnya itu urung dilakukan karena mungkin saja Ryan sedang istirahat dan akan terganggu dengan teleponnya. 

Abelle panik, ia harus berbuat sesuatu. 

Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Sebuah bohlam imajiner muncul di atas kepalanya. Kemarin ia bertemu Papa karena Ryan bilang ibunya meminta ayahnya untuk mengantar pesanan kue. Itu artinya Papa pasti tahu alamat rumah Ryan. Untung saja ia masih hafal nomor ponsel  Papa. Langsung saja Abelle menelpon Papa. 

“Halo, siapa ini?”

“Abelle, Pa!”

“Abelle?!” Bagas sampai batuk mendengarnya.

“Kok bisa Abelle nyimpen nomor Papa?”

“Aku hapal nomor Papa, dong! Untung Papa belom ganti nomor.” 

Bagas di seberang sana tertawa, “oh gitu, ada apa nelpon Papa, Abelle?” 

Tanpa berlama-lama lagi, Abelle langsung bertanya alamat rumah Ryan. Ia juga menjelaskan bahwa Ryan sedang sakit, maka Abelle ingin menjenguknya. Bagas pun memberitahu alamat rumah Ryan. 

“Oke, makasih banyak, Pa! Aku siap-siap dulu. Dadah, Pa!” 

“Hati-hati ya, Abelle.” Bagas tersenyum di seberang sana, kemudian menutup sambungan telepon. Hatinya cerah saat tiba-tiba mendapat telepon dari anaknya. 

Sementara, Abelle langsung bersiap-siap untuk menuju rumah Ryan. Ia baru ingat jika mengunjungi orang sakit ia harus membawa sesuatu. Rencananya pun berubah, ia akan pergi ke mall lebih dulu untuk membeli buah baru menuju ke rumah Ryan. 

Setelah siap, Abelle mengunci rumah dan langsung pergi keluar. Ia menunggu bus di halte di depan komplek dengan khawatir. Matahari sudah mulai bertukar jadwal dengan bulan, awan pun menjadi gelap. Jam tangannya menunjukkan pukul enam sore. Semoga ini tidak terlalu malam untuk bertamu ke rumahnya. 

Setelah bus datang, Abelle langsung melompat masuk. Butuh sekitar sepuluh untuk sampai ke mall yang ia tuju. Untung saja di kota ini terdapat beberapa mall yang strategis dengan komplek perumahan. Sesampainya di mall, Abelle kebingungan melihat banyaknya buah berjejer di etalase. Buah apa yang bagus untuk dijadikan buah tangan?

Ia merutuki dirinya sendiri karena tidak tahu buah kesukaan Ryan. 

Ah, Kak Ryan pasti suka semua buah. Dia ‘kan chef? Abelle bermonolog dalam hati. 

Abelle pun memilih buah jeruk, apel, alpukat, dan kiwi. Ia juga meminta buah-buah itu diletakkan di sebuah keranjang agar terlihat cantik. Setelah selesai membayar di konter kasir, Abelle buru-buru keluar mall dan melanjutkan perjalanan menuju rumah Ryan. 

Tiba-tiba cuaca tidak berpihak pada Abelle. Turun gerimis yang membasahi kepalanya dan keranjang buah yang ia gendong. Cepat-cepat ia berteduh di halte di samping mall sambil menunggu bus. Ia merutuki dirinya yang lupa membawa payung. Abelle misuh-misuh dalam hati karena ia akan kehujanan sambil membawa keranjang buah yang berat itu. 

Setelah sepuluh menit menunggu, sebuah bus akhirnya berhenti di depan halte. Kali ini Abelle bersorak dalam hati karena ia berhasil mendapat tempat duduk di dalam bus. 

Abelle turun di halte perhentiannya setelah setengah jam perjalanan. Ia tidak mengira jarak rumah Ryan sejauh ini dari rumahnya. Kemudian ia berjalan sedikit menuju gang yang cukup sempit. Akhirnya ia menemukan sebuah rumah yang ia cari. Abelle terkejut karena tampak depannya mirip dengan rumah kecilnya dulu, tapi hanya berbeda warna saja. 

Abelle mengetuk gembok pagar beberapa kali. 

“Ya, sebentar!” Terdengar suara dari dalam.

<><><>

Helo helo! BJAM update lagii! Kira-kira gimana reaksi Ryan nanti ya?? 🤭Tungguin next chapter nya ya!

Jangan lupa vote ⭐ dan komen 💬 yaa, thanks! ><

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
90.6M 2.9M 134
He was so close, his breath hit my lips. His eyes darted from my eyes to my lips. I stared intently, awaiting his next move. His lips fell near my ea...
6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
55.1M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...