Arjuna Senja√

By teahmanis

852 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... More

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 6.
Arjuna Senja 7.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 9.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Langit Senja.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 15
Arjuna Senja 16
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Arjuna Senja 23
Part 24
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Part 25.

14 4 0
By teahmanis



Part 25.

_Flashback_



Arjuna sedang dalam kondisi giat-giatnya bekerja, setelah libur lebaran selama satu minggu lebih sepertinya memicu semangat untuk kembali rajin. Layaknya orang muslim, di awal ia pun saling menyapa sesama dan menjalin silaturahmi.

Pak Sardi menghampirinya, seperti biasa beliau selalu meluangkan waktu bersama Arjuna untuk makan ataupun mengobrolkan banyak hal.

Semakin hari, pak Sardi semakin mengeluhkan putrinya Sarah hingga kesehatannya yang semakin menurun.

Hari itu, Pak Sardi tampak berkaca-kaca, sambil memaparkan tentang Sarah yang tak kunjung pulang lantaran menyusul kekasihnya ke Jakarta. Sampai di hari berikutnya, Pak Sardi masih mencemaskan keadaan Sarah.

Arjuna dan Pak Sardi sedang memeriksa ke lapangan dengan pembahasan yang sama, pria paruh baya itu terlihat sesak napas lalu wajahnya tertunduk hingga salah satu tangannya memegangi dada.

"Akh!"

"Pak Sardi." Arjuna bergegas menopang tubuhnya yang hampir tumbang.

"Juna ...." lirihnya seperti angin.

Pak Sardi kemudian pingsan hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Pihak rumah sakit meminta persetujuan keluarga pak Sardi untuk segera melakukan operasi jantung, tetapi tidak ada satu pun pihak keluarga yang datang. Perusahaan tidak ingin terlalu terpengaruh oleh ketidakhadiran manajernya, lebih baik mereka mengutus Arjuna yang memang selalu tampak bersama setiap harinya untuk mengurus segala keperluan pak Sardi. Karena beliau hanya mampu menyebut nama Arjuna dibandingkan dengan nama Sarah putrinya.

Arjuna menjadi sibuk menemani pak Sardi di rumah sakit, pria paruh baya itu memohon pada Arjuna untuk membujuk Sarah agar mau pulang ke Kalimantan.

Arjuna lalu menghubungi Sarah menggunakan ponselnya. Wanita itu mulanya menolak, tetapi Arjuna terus menghubunginya dan mengirim beberapa pesan yang menyatakan tentang kondisi sang ayah.

Setelah membaca pesan dari Arjuna yang mengirimnya sebuah gambar ayahnya di rumah sakit, Sarah akhirnya pulang dan menemui ayahnya di rumah sakit.

Sarah menangis dan meminta maaf dengan setulus hati.

Pak Sardi meminta pada Sarah agar meninggalkan kekasihnya dan menikah dengan pria yang tepat. Orang tua yang tengah sakit itu lantas memohon pada Arjuna agar bersedia menikahi putrinya.

Arjuna jelas menolak, tetapi bapak tua itu masih memohon dan terus memelas, iba agar Arjuna sudi menerima Sarah.

Pak Sardi semakin kritis, napasnya tampak semakin sesak. Sementara Sarah masih menangis di sebelah brankar ayahnya.

"Juna ...." lirihnya.

Arjuna menoleh yang hanya berdiri di dekat jendela ruangan.

"Arjuna," lirihnya lagi, sambil mengulurkan sebelah tangan. Pak Sardi tampak tidak berdaya.

"Arjuna, apakah kamu tuli?" tegas Sarah dengan pandangan tajam ke arah Arjuna.

"Sarah." Pak Sardi menoleh pada putrinya, Sarah menatapnya dan menggenggam tangan ayahnya.

"Mulai sekarang, jadilah wanita baik," pinta sang ayah.

Sarah mengangguk dengan air mata yang berlinang. "Papa cepat sembuh," pintanya.

"Arjuna ...." pak Sardi kian melirih.

Sarah yang cukup kesal kini beranjak dari duduknya dan mendekat ke hadapan Arjuna, hingga menarik lelaki itu untuk duduk di samping brankar.

"Kamu tuh tuli, ya?" ucap Sarah dengan ketus, tapi Arjuna sama sekali tidak ingin menghiraukannya.

"Sarah, mulai sekarang, kamu harus bersikap lembut," pinta pak Sardi sampai Sarah terdiam.

Pak Sardi menggenggam tangan Arjuna dan kembali meminta pria muda itu untuk menjaga Sarah.

"Aku mohon Juna, jagalah putriku. Dia tidak punya siapapun lagi," ucap pak Sardi.

"Aku akan menjaganya, Pak," ucap Arjuna, pak Sardi mengangguk.

"Papa, aku nggak mau dijaga sama Arjuna, aku nggak suka Arjuna. Aku juga nggak suka istrinya, siapa itu? Neng Senja? Aku muak dengannya!" ujar Sarah yang lalu berpaling.

Pak Sardi berusaha mengatur napas dan tidak ingin menghiraukan ocehan putrinya.

"Aku tahu, neng Senja adalah wanita yang baik, tolong sampaikan maafku padanya. Dan bimbinglah putriku bersama kalian," ucap pak Sardi.

Arjuna menatap dengan nanar.

"Aku tahu, kamu sangat mencintai istrimu. Untuk itu, aku percaya padamu, bahwa kamu juga pasti akan menjaga putriku," lirih pak Sardi, napasnya terdengar berat hingga ia memekik beberapa kali.

"Papa." Sarah semakin menangis di dekatnya.

"Juna, berjanjilah satu hal padaku," pinta pak Sardi, Arjuna masih memberinya tatapan nanar.

"Saya mohon, Bapak bisa suruh apapun padaku, tetapi jangan suruh aku untuk berjanji. Aku tidak sanggup," ucapnya.

"Berjanjilah ... Juna." Pak Sardi mulai merintih karena rasa sakit yang semakin menggerogoti dadanya.

Arjuna tidak berdaya untuk menolak permintaan pak Sardi agar menikahi putrinya.

Pak Sardi meneteskan air mata, meminta Sarah agar bergegas untuk menyiapkan segalanya dan menikah dengan Arjuna.

Sarah hanya bisa menangis, pun tak kuasa menolak keinginan ayahnya itu.

Di sisa napas yang ada, pak Sardi menghubungi Amil setempat untuk menikahkan Arjuna dan Sarah. Pengalamannya di lingkungan itu, tidaklah menyulitkannya untuk mencari siapapun yang beliau inginkan, karena koneksinya sudah luas dan pak Sardi begitu familiar diantara para pegawai pertambangan.

Hari pun berganti. Arjuna tak bisa berbuat apa-apa, hati dan pikirannya tidak dapat bekerja dengan semestinya. Ia hanya punya telinga dan mata untuk seperlunya, tubuh untuk dapat melakukan hal yang diinginkan oleh pak Sardi.

Sarah sudah mengenakan pakaian muslim yang rapih lengkap dengan hijab hingga menutup aurat. Begitupun dengan Arjuna yang kini sudah mengenakan kemeja putih, layaknya pengantin baru di perkampungan.

Pak Sardi menggenggam tangan Arjuna agar berjanji dan memintanya untuk menjaga putrinya.

"Aku berjanji ... akan menjaga putrimu," ucap Arjuna, hingga disusul oleh suara petir yang menggelegar.

Gggrrr...

Satu janji yang terpatri dari Arjuna, kini akan menjadi awal untuknya dalam menghadapi guncangan di dalam rumah tangga bersama dengan Senja.

Pak Sardi mengembuskan napas terakhir setelah Arjuna selesai mengumandangkan ijab qobul yang disusul oleh tangisan dari Sarah.

Bagaikan jasad yang kosong, Arjuna kini beranjak dan melangkah tak tentu arah melewati beberapa saksi.

Arjuna memandangi saksi itu satu persatu, diantaranya adalah tetangga mess dan bapak yang punya warung. Warung yang sering Senja singgahi untuk membeli beberapa kebutuhan sehari-hari.

Sarah mengurus pemakaman ayahnya, meminta Arjuna untuk menemaninya ke Cilacap karena selama hidupnya pak Sardi pernah berpesan pada Sarah agar ketika ia meninggal nanti beliau ingin dimakamkan di kampung halamannya. Cilacap.

Rasa lelah dan gelisah kini selalu menyertai Arjuna. Matanya merah, wajahnya kusam karena kurang tidur dan mendapat beberapa tekanan.

Setelah pak Sardi dikebumikan, Arjuna menghubungi Senja, menjelaskan sedikit kondisinya saat ini, apalagi ponselnya ia matikan sebelumnya.

Arjuna kemudian memilih meninggalkan Sarah di Cilacap, sementara ia akan pulang ke Jawa Barat untuk menjemput istrinya tercinta, Senja Prameswari.

💔💔💔



Semakin hari, Arjuna semakin disibukkan oleh pekerjaan yang entah mengapa rasanya bertambah beban. Pria tampan satu ini memang mempunyai konsentrasi yang tinggi, tak penting seberapa besar masalah pribadinya akan tetapi dedikasi untuk pekerjaan layak diacungi jempol. Basic yang mumpuni disertai ketelatenan, Arjuna kini dimasukan ke dalam jajaran staf yang patut dicontoh. Hingga timbul desas-desus tentang dirinya yang akan menggantikan posisi pak Sardi kini semakin kencang terdengar. Meskipun demikian, Arjuna tidak ingin menghiraukan rumor tersebut.

Hari ini ia cukup lelah bekerja, ingin segeraa pulang lebih cepat dari biasanya. Senja merasa senang karena suaminya kembali lebih awal, bergegas memasak untuk makan nanti malam. Selesai salat Isya', mereka pun makan malam bersama. Selama makan berlagsung, ponsel Arjuna terus saja berdering, tetapi tidak sekali pun sang pemilik berniat untuk menjawab telepon itu meski Senja mengingatkannya.

Sampai hendak tertidur, telepon itu kembali berdering. Senja yang sedang merebahkan diri berbantalkan dada suaminya, pun cukup merasa terganggu dan meminta pada Arjuna untuk menjawab telepon, tapi Arjuna malah menonaktifkan ponselnya.

"Kenapa teleponnya nggak pernah diangkat?" Senja mengernyit.

"Biasa, Neng, nomor asing," pungkas Arjuna seraya menyimpan ponselnya ke atas nakas.

Ia merangkul Senja dan keduanya kembali merebahkan diri, Senja kini menatapnya.

"Kenapa?" tanya Arjuna.

"Aku perhatikan, akhir-akhir ini a' Juna jarang menjawab telepon. Kenapa?"

"Soalnya itu nomor nggak penting."

"Jangan-jangan itu selingkuhan a' Juna?" celetuk Senja hingga Arjuna terpaku. "Kalau beneran seperti itu, awas aja, ya. Aku akan ninggalin a' Juna," ucap Senja dengan tegas.

Arjuna sontak membungkam mulut istrinya itu dengan telapak tangan.

"Sstt! Udah, jangan bicara sembarangan," ucapnya pelan, Senja pun terdiam menatapnya. "Emangnya, neng Senja nggak cinta, ya, sama aku?"

"Cinta," jawab Senja.

"Kalau cinta, jangan bicara begitu dong. Neng Senja harus janji, neng Senja nggak boleh tinggalin aku dan neng Senja jangan pernah tinggalin a' Juna," pinta Arjuna.

Senja hanya tertegun mendengarkan semua permintaan suaminya itu.

"Neng Senja ko diam aja?"

"A' Juna terlalu banyak meminta, semua itu bisa aku lakukan hanya dengan satu syarat," ujar Senja.

"Syarat?"

Senja mengagguk. "Asalkan A' Juna setia sama aku, maka aku akan melakukan apapun yang a' Juna inginkan," ujarnya.

Arjuna tertegun, Senja mengusap surainya. "Aku akan setia padamu," ucap Senja.

Arjuna terenyuh, ada rasa pilu yang menggerogoti hatinya. Memeluk Senja, merasakan penyesalan yang belakangan ini menyelimuti perasaannya.

***



Siang itu, Senja sedang disibukan oleh pekerjaan rumah, terdengar suara ketukan pintu hingga beberapa kali. Senja bergegas membuka pintu, tidak ingin membuat suara ketukan yang bertambah sering.

"Siapa?"

Sambil melangkah ia menoleh pada jam dinding yang menggantung di atas pintu, jarum menunjukan pukul 11 siang. Tidak mungkin Arjuna tiba pada saat itu, mengingat kalau suaminya biasa pulang sore atau pada malam hari.

Senja membuka pintu secara perlahan, cukup tercengang ketika tahu yang bertamu saat itu ternyata Sarah, putri mendiang pak Sardi.

"Sarah," gumam Senja.

Wanita cantik nan manja itu seketika menangis di hadapan Senja, tanpa ragu ia melangkah ke dalam dan duduk di kursi sederhana.

"Neng Senja," gumam Sarah.

"Sarah, kamu kenapa menangis?"

Sarah beranjak dari duduknya dan menceritakan keluh kesahnya pada Senja.

"Neng Senja, kamu tahu, 'kan, kalau papahku sudah meninggal?" ia merengek sambil menyeka air matanya.

Senja mengangguk dan berusaha untuk menenangkannya.

"Sarah mau minum? Sarah tenang dulu, ya," bujuk Senja sambil merangkul pundak Sarah dan memapahnya untuk kembali duduk di kursi.

"Aku turut berduka cita, a' Juna juga udah menceritakannya padaku, kamu yang sabar, ya," ucap Senja dengan lemah lembut.

Sarah terus menangis dan memeluk Senja dengan erat. "Neng Senja ... aku tidak punya siapun lagi selain papa. Aku memang masih punya kakek dan nenek, tapi papa pernah bilang kalau mereka mungkin nggak akan nerima aku sebagai cucunya karena aku nakal," ujar Sarah dengan berlinang air mata.

Senja mengusap pundaknya dan memintanya untuk kembali tenang.

"Neng Senja, di sini, aku hanya kenal kamu dan mas Juna. Apakah aku boleh tinggal bersamamu? Aku ingin dekat dengan mas Juna," ucap Sarah yang kini keceplosan karena memanggil Arjuna dengan sebutan 'mas'.

Senja mengernyit. "Sejak kapan kamu manggil a' Juna jadi mas Juna?" ia
bengong memandang perempuan di depannya.

Sarah tertegun, mulutnya menganga dan terasa kaku karena bingung untuk mengatakan sesuatu.

"Mas Juna?" Senja kembali mengernyit.

"Eum ... me-memangnya nggak boleh, ya, kalau aku panggil mas Juna?" tanya Sarah yang kini tampak gugup.

Senja lantas tertawa. "Boleh-boleh saja, cuma aku sedikit merasa aneh. Haha ... nggak biasa denger seseorang manggil dengan sebutan mas Juna," ujar Senja yang masih tertawa.

"Tapi mulai sekarang, kamu akan terbiasa mendengarnya karena aku akan memanggil mas Juna setiap hari," ujar Satah tanpa ragu.

Senja terpaku di hadapannya, tapi tidak ada sedikit pun rasa curiga di benaknya bahwa wanita itu adalah istri kedua Arjuna, suaminya.

***

Arjuna pulang ke rumah, ia merasa cukup lelah seperti biasanya. Memasuki mess yang menjadi tempatnya menetap, Arjuna tidak melihat istrinya di luar.

"Neng Senja?"

Ia bergegas ke kamar mandi sebelum kembali mencari sang istri, penampilannya kumal dan lusuh harus segera dibasuh. Maklum, hari ini ia hampir seharian berada di lapangan, karena ada beberapa karyawan baru dan ia harus memberikan beberapa contoh serta pengawasan.

Arjuna belum tahu kalau Sarah sudah berada di rumahnya, wanita itu mendekat ke kamar mandi dan berdiri di depan pintu.

"Neng Senja, tolong ambilkan handuk." Arjuna berseru.

Sarah yang mendengarnya bergegas pergi ke dalam kamar Arjuna, tapi ia tidak menemukan handuk di ruangan itu. Menoleh ke sana ke mari, Sarah dengan berani membuka lemari dan mengambil handuk di sana.

"Neng Senja." Arjuna kembali berseru.

Tanpa bersuara, Sarah memberikan handuk itu ketika tangan Arjuna menjulur di balik pintu.

Arjuna keluar dari kamar mandi, pinggang yang masih dibalut handuk, rambut yang masih basah dan bertelanjang dada. Pemandangan itu membuat Sarah terperanjat, membulatkan bola matanya hingga terpaku memandangi Arjuna.

"Kamu? Sedang apa kamu di sini?" Arjuna sontak terperanjat ketika melihat Sarah berdiri di hadapannya.

"Di mana neng Senja?" Arjuna mengedarkan pandangan ke sekeliling, sampai raut wajahnya tampak gelisah.

"Neng Senja sedang ke warung," sahut Sarah.

Arjuna menoleh dan mendekat ke hadapan perempuan itu. "Kenapa kamu ada di sini?"

"Aku kangen sama mas Juna," ucap Sarah.

Arjuna membulatkan mata. "Sebaiknya kamu pergi dari sini," pintanya yang dijawab Sarah dengan gelengan.

"Ayo, kamu cepat pergi dari sini," titah Arjuna.

Ia mencekal salah satu lengan Sarah dan menariknya agar keluar dari mess.

"Aku nggak mau, Mas!" Sarah menepis tangan Arjuna, sampai pria itu menghentikan langkahnya.

"Aku ingin tetap di sini, aku ingin tetap bersamamu," ucap Sarah.

"Itu tidak mungkin!" Arjuna kembali mencekal dan menariknya.

"Aku tidak mau, Mas, aku ingin tetap di sini. Aku ingin bersamamu, aku juga istrimu mas Juna," ujar Sarah tanpa terbebani sedikit pun.

"Sarah!" Arjuna membentaknya.

Sarah terpaku, raut wajahnya tampak ingin menangis, bibir mengatup dengan tatapan yang nanar.

"Kumohon, kamu harus pergi dari sini," pinta Arjuna, Sarah kembali menggeleng.

"Aku ingin di sini, mas Juna tidak menepati janji. Kemarin mas Juna tidak menemaniku makan malam, makanya aku datang ke sini dan aku ingin tinggal bersama kalian."

"Sarah!" Arjuna begitu tegas. "Aku akan mengantarmu pulang!"

"Tidak!" Sarah hendak berlalu, tetapi Arjuna kembali mencekal salah satu tangannya.

"Lepasin aku, Mas!" Sarah mencoba berontak, tapi Arjuna tetap mencekalnya lebih kuat.

Tidak lama kemudian, Senja tiba dan masuk ke dalam rumahnya. Ia tercengang ketika melihat Arjuna sedang memegangi tangan Sarah.

"Ada apa ini?" tanya Senja, seketika Arjuna tidak mampu berkata-kata.

"Neng Senja!" seru Sarah, seketika itu ia melepaskan pegangan tangan Arjuna dan melangkah ke hadapan Senja.

"Mas Arjuna tadi salah paham padaku, mas Arjuna bilang kalau aku mau mencuri sesuatu," ucap Sarah dengan raut wajah yang sedikit kebingungan.

Senja mengernyit dan melemparkan pandangan pada suaminya. "A' Juna, biarkan Sarah tinggal di sini, ya?" tanyanya.

Arjuna semakin tercengang, Senja melangkah ke hadapannya dan merangkul lelaki itu di hadapan Sarah. "Cuma sementara, kok, boleh, ya?" bujuknya.

Arjuna menatapnya dengan intens, Senja mengangguk seraya mengukir senyuman.

"Sarah, kamu sebaiknya istirahat aja, aku mau masak. Nanti kita makan malam bareng-bareng, ya," seru Senja yang masih merangkul suaminya.

Sarah hanya mengangguk, tapi tidak bergegas pergi dan masih tertegun memandang ke arah Arjuna sampai pria itu berpaling dan kembali memfokuskan tatapannya pada Senja yang setia memberinya senyuman.

Sarah berpaling, memilih meninggalkan keduanya agar tidak melihat pemandangan itu lebih lama.

"A' Juna ih, kenapa malah nunjukin badan a' Juna sih? Mana di hadapan perempuan lain lagi?" Senja cemberut menatapnya.

"A' Juna nggak sengaja," ucapnya.

Senja kemudian memeluknya dengan erat. Ia cukup termenung, mengingat desas-desus para tetangga yang bergosip tentang Arjuna. Apalagi ketika ia pergi ke warung, beberapa orang di sana bertanya tentang Sarah yang kini bertamu ke rumahnya. Mereka memberikan nasihat dan peringatan pada Senja agar sebaiknya waspada dan jangan sampai lengah.

Mulanya, Senja tidak ingin menghiraukan ucapan mereka. Memang semenjak kembali dari pulang kampung, Senja sering mendengar beberapa pertanyaan tentang suaminya yang kerap kali pulang malam. Senja sama sekali tidak ingin terbebani oleh pertanyaan itu, tetapi ucapan mereka bagaikan air yang terus menetes menimpa kerasnya bebatuan yang lambat laun mengikis dan membuat lubang. Menimbulkan berbagai pertanyaan yang sama, membuat Senja semakin penasaran.




*****

Penasaran nggak sih???...

Continue Reading

You'll Also Like

570K 46.5K 29
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
4.2M 251K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
730K 38.5K 75
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

520K 24.4K 48
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...