Arjuna Senja√

By teahmanis

852 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... More

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 6.
Arjuna Senja 7.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 9.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Langit Senja.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 15
Arjuna Senja 16
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Part 24
Part 25.
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Arjuna Senja 23

23 5 2
By teahmanis


Pesta pernikahan sedang berlangsung, abah Koswara yang masih memegang teguh tradisi sengaja mengadakan syukuran di rumah lelaki terlebih dahulu daripada pihak mempelai wanita.

Setelah itu, resepsi tetap akan dilaksanakan di pihak keluarga wanita yang hanya berselang tiga hari setelah acara di rumah abah Koswara selesai.

Semuanya tampak berbahagia, tetapi tidak dengan Senja sebab dari semalam ia belum juga mendapatkan kabar dari suaminya. Bahkan, nomor lelaki itu sedang tidak aktif. Mengingat mimpinya semalam, ia cukup dalam melamun di kamarnya. Namun, segera saja sadar tidak ingin terlarut jauh dibawa lamunan, ia berusaha berpikiran jernih karena sudah pasti suaminya itu sedang sibuk bekerja.

Tepat pukul 10 pagi, acara semakin sibuk karena hiburan akan segera dimulai. Senja keluar dari kamar dan kembali bergabung bersama kedua orang tuanya, memandang dari kejauhan ke arah kedua mempelai yang kini tampak berseri-seri. Di sana juga ada Jay yang begitu setia di samping Sigit.

Semakin siang, perasaannya malah semakin tidak tenang. Apalagi kedua mertuanya juga belum menampakan diri di acara pernikahan itu. Telepon genggamnya berdering, Senja bergegas pergi ke dalam kamar untuk menjawab panggilan dari Arjuna. Merasa lega, hatinya tak lagi gundah gulana.

"A' Juna, ke mana saja? Aku khawatir tahu." Senja mengeluh memandangi
layar ponselnya, melakukan video call.

Ia terpaku, ada satu hal yang mengalihkan perhatiannya. Arjuna mengenakan pakaian putih, persis seperti dalam mimpinya tadi malam. Terlihat begitu tampan dan berhasil membuatnya semakin merindukan lelaki itu.

Arjuna meminta maaf karena telah membuatnya khawatir. Sang suami itu sedang sangat sibuk, hingga tak ada waktu untuk men-charger ponsel. Selain itu, Senja cukup terkejut lantaran Arjuna memberi tahunya bahwa ia sedang berada di Cilacap.

"A' Juna, ngapain di Cilacap?"

Arjuna tak lantas menjawab, kedua matanya tampak merah seperti habis menangis.

"A' Juna, kenapa? Apa a' Juna baik-baik aja?"

"A' Juna baik-baik aja," sahut Arjuna.

"Mata a' Juna kenapa merah?" tanya Senja.

Arjuna menyeka sebelah matanya. "A' Juna kurang tidur, Neng. Ada sesuatu yang harus a' Juna sampaikan," ucapnya.

"Apa itu?"

"Pak Sardi meninggal dunia, Neng," ujar Arjuna.

"Innalillahi wa'innalillahi roji'un." Senja merasa bersedih mendengarnya.

"A' Juna juga mau ngasih tahu, neng Senja jangan dulu beli tiket pesawat, ya. Nanti a' Juna bakalan mampir ke rumah, a' Juna akan jemput neng Senja, kita pergi ke Kalimantan bersama." tukas Arjuna.

Senja tersenyum dan merasa bahagia mendengarnya.

"Udah dulu, ya, Neng, a' Juna harus mengurus sesuatu lagi. Nanti a' Juna telepon lagi dan menceritakan semuanya. Dah ... Sayang." Arjuna pun menutup teleponnya.

Senja menjadi termenung memikirkan kematian pak Sardi, dan juga tentang Arjuna yang pastinya cukup sibuk serta lelah. Hingga matanya saja sampai memerah. Apalagi, kalau mengingat bahwa Pak Sardi selalu mengandalkan suaminya itu.

💝💝💝



Abah Koswara dan umi Rasti menyambut beberapa tamu yang datang dengan sumringah, beliau merentangkan kedua tangan ketika pak Bambang beserta ibu Nengsih tiba diikuti oleh Sagara di belakang.

Pak Bambang sekeluarga mengenakan setelan batik yang senada. Kehadiran pak Bambang sekeluarga disambut serta oleh seruan dari MC Jaipongan karena mengetahui pimpinan mereka ikut serta sebagai tamu undangan. Kedua keluarga itu saling menyapa.

"Apa kabar, Bambang?" tanya abah Koswara.

"Alhamdulillah, pangestu, Abah," sahut pak Bambang dengan penuh hormat.

Karena abah Koswara lebih tua darinya, disusul oleh kedua istri mereka yang saling bersahutan.

"Ini si bujang apa kabar?" sapa abah Koswara pada Saga.

Pria berkulit putih itu tampak mengangguk disertai senyuman yang merekah.

"Alhamdulillah, baik, Bah," sahutnya dengan sopan santun.

"Ayo, kalau begitu silahkan makan dulu!" seru abah Koswara sambil menepuk pundak Sagara.

Sagara mengangguk dan menoleh ke sana ke mari untuk mencari sosok yang ingin ia temui.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, perempuan yang dicari akhirnya menampakan diri. Saga tertegun ketika Senja melangkah ke arah abah Koswara.

Mengenakan dress sebawah lutut dengan motif batik, make up dan riasan rambut yang pas hingga membuatnya tampak elegan.

Senja terlihat berseri-seri, wajahnya cerah, disertai senyum yang merekah ketika menyapa orang-orang disekitarnya.

"Abah, Umi!" seru Senja.

Suaranya tak cukup terdengar karena tenggelam gema sound siystem yang sudah mulai membisingkan telinga.

"Neng Senja." Saga menyapanya, Senja tersenyum di hadapan lelaki itu dan menyapa balik.

"A' Saga, apa kabar?"

Saga mengangguk secara perlahan. "Baik."

"Udah makan? Sok atuh makan dulu," tawar Senja.

"Iya, Neng. Ini juga mau makan."

Pria tsundere itu berbalik ke arah orang tuanya dan menepuk bahu sang ibu. "Mah, ini ada neng Senja," ucapnya.

Bu Nengsih yang sedang mengobrol dengan umi Rasti lantas menoleh.

"Neng Senja." Saga kembali ke arahnya.

Senja menyapa bu Nengsih dan pak Bambang.

"Ada di kampung, Neng?" tanya bu Nengsih pada Senja.

"Muhun, Bu," sahut Senja. ( muhun = iya)

"Damang, Neng?" sapa pak Bambang.
( damang = sehat)

"Alhamdulillah, Pak," sahut Senja tampak mengukir senyuman.

"Neng Senja, tolong bawain kue dan suguhan lainnya ke mari, ya," seru umi Rasti.

"Baik, Umi." Senja bergegas untuk melaksakan perintah ibunya.

Ia kembali dengan membawa satu nampan yang berisi beberapa makanan khas hajatan di kampung, menyuguhkanya secara hati-hati ke atas meja.

"Silahkan!" seru Senja.

Mereka menikmati suguhannya. Sesekali Saga dapat memperhatikannya dengan lebih intens tetapi kembali berpaling ketika Senja menoleh padanya.

"A' Saga, mau ketemu pengantin, nggak? Di sana juga ada Jay," tawar
Senja.

Mulanya Saga sedikit kesulitan berkata-kata, ia cukup mengangguk meski tampak kaku.

"Mau aku antar?" tawar Senja.

"Bo-boleh," ucap Saga tampak sedikit gugup.

Senja melangkah terlebih dulu di depan Saga yang kini mulai mengikutinya dari belakang.

"Neng Senja, ngomong-ngomong kita belum lebaran, ya?" seru Saga.

Senja menoleh. "Iya, belum," ucapnya singkat.

"Kalau begitu, ayo atuh kita lebaran dulu," seru Saga hingga menghentikan langkahnya, begitu pun dengan Senja.

Tanpa ragu, si tsundere itu mengulurkan tangan kanannya tepat ke hadapan Senja, sampai wanita manis itu menyalaminya meski hanya sesaat.

Saga tampak sumringah hingga mengembangkan gummy smile yang begitu indah.

"Neng Senja, kapan akan balik ke Kalimantan?"

"Kalau acaranya udah sesai, aku akan segera beli tiket pesawat. Terus
besoknya pergi nyusul a' Juna," ungkap Senja.

Saga lantas mengangguk, mengulum bibir merasa tidak ingin bertanya lebih lanjut. Jay menyambut Saga, keduanya pun saling berpelukan.

Saga memberikan ucapan selamat atas pernikahan Sigit, bersalaman pada kedua mempelai dan mereka mengobrol bersama.

"Nanti malam datang lagi ke sini, kita lihat neng Senja tampil," seru Sigit pada Saga, sampai lelaki itu menoleh disertai anggukan.

"Tampilnya bareng aku," sela Jay.

"Oh ya?" tanya Saga dengan raut heran.

"Akhirnya, Elang udah ngasih izin sama aku untuk menari bareng neng Senja," ujar Jay.

"Jay, kamu nggak maksa Elang, 'kan?" tanya Senja.

"Nggak dong, lain kali, neng Senja juga harus ikut, ya, kalau kita manggung. Neng, 'kan, bisa nyanyi, nanti bawain beberapa lagu gitu, lumayan tuh," ujar Jay.

"Iya, Jay, aku mau-mau saja, tapi aku nggak janji. Soalnya kalau aku ada waktu, pas lagi aku ada di kampung," sahut Senja.

"Neng Senja udah telepon Arjuna?" tanya Sigit.

"Udah, 'A," sahut Senja.

Suasana hari itu cukup cerah, sampai terasa begitu gerah. Senja menoleh ke sana ke mari, merasa ingin makan sesuatu, yang segar, pedas dan mengenyangkan pastinya.

"Ada apa?" Jay menyenggol bahu Senja.

"Jay, ada kang bakso nggak, ya, di depan? Aku mau makan bakso," ucap Senja sambil menggigit bibir bawahnya secara perlahan. Lantaran hasrat pada makanan favoritnya itu sudah tak dapat dibendung lagi.

"Hmm ... mulai nih si Neng kebiasaan, selalu pengen makan bakso!" seru Sigit dengan ledekan.

"Ya, biarin atuh, A'. Emangnya nggak boleh?" Senja menyeringai.

"Nanti gendut loh," celoteh Sigit.

"Ya, nggak lah, masa' cuma makan satu mangkok udah gendut?" papar Senja.

"Nanti Arjuna kasihan, merasa berat," celetuk Sigit.

Senja sontak menutup kedua telinganya. "Ihh ... a' Sigit jangan mulai deh!"

Dan mereka pun saling tertawa.

Senja mendapatkan telepon dari mertuanya, bahwa mereka tidak bisa menghadiri acara lantaran sedang tidak enak badan.

Senja meninggalkan kedua mempelai dan bergegas pergi ke dapur hajatan, meminta kepada kepala pelayan di sana untuk menyiapkan makanan khusus yang akan ia bawa ke rumah mertuanya. Ia meminta izin pada kedua orang tua untuk mengantarkan makanan pada mertuanya.

"Neng, mau ke mau mana?" tanya abah Koswara.

"Mau ke rumah mamah Kokom, nganterin makanan," ujar Senja.

"Sama siapa?" sambung abah. Senja lantas menoleh ke sana ke mari. "Sama Jay?" tanya Abah.

Senja menggeleng. "Jay sedang sibuk, Abah, persiapan mau minta lagu sama a' Sigit. Mau mencug katanya," ujar Senja.

"Yeeeh ... atuh Neng sama siapa?" Abah langsung menoleh ke sana ke mari.

"Sendiri ajalah, Bah." Tukas Senja.

"Eh, nggak boleh!" tukas abah. Senja terdiam seketika. "Ayah mana? Pram ..." serunya.

"Ayah juga sedang sibuk, urusin segala permintaan kang jaipongan, Abah," papar Senja. "Udah ah, Neng mau buru-buru." Senja bergegas hendak pergi.

"Tungguin, Bungsu, pokoknya nggak boleh sendirian, ah. Abah melang!" Abah menahan putrinya itu. (melang = khawatir).

Abah Koswara kembali menoleh ke sana ke mari.

" Aya naon sih, Bah? Meni asa rariweuh?" tanya pak Bambang.
(Ada apa sih, Bah? Berasa ribet)

"Ini, si Neng mau ke rumah mertuanya," sahut Abah.

"Emang si Sumantri ke mana? Belum ke sini?" sambung pak Bambang.

"Sedang meriang katanya," tutur abah.

"Kalau anaknya ke mana? Dari tadi kok belum kelihatan?" Pak Bambang merasa heran dengan menoleh ke sana ke mari.

"Menantu sudah balik ke Kalimantan, si Neng ditinggal sendirian," ujar Abah.

"Wayahna berjauhan, ya, Neng," ucap bu Nengsih.
(Wayahna = maklum)

Senja kemudian mengangguk dengan mengulum senyum.

"Yaudah, mending pada ngopi dulu, hayuuk!" seru abah Koswara.

"Udah, ah, neng mau pergi," ucap Senja untuk kesekian kalinya.

"Bungsu ... ajakin a' Syailendra coba," pinta Abah.

"Atuh Abah, aa' sedang ngobrol bareng tamu yang lain, tuh lihat."

Senja menunjuk ke arah Syailendra yang memang sedang mengobrol bersama tamu undangan yang notabennya adalah teman-teman dari bandar sayuran.

"Teh Herlina sedang temani istri a' Sigit!" tutur Senja.

"Udah, ah, Neng mau berangkat." Senja mulai melangkah.

"Neng Senja, tunggu sebentar!" seru Abah yang masih menahannya.

Pak Bambang yang merasa cukup mendengarkan segera mengambil inisiatif dan menawarkan putranya Sagara untuk mengantar Senja. Mulanya memang terlihat jelas keraguan di wajah abah Koswara, tetapi Abah kemudian mengizinkan agar putrinya diantar oleh Saga. Pak Bambang lantas memaggil Sagara, hingga pemuda itu menghampirinya.

"Ada apa, pak?" tanya Saga.

"Jangan khawatir, Bah, a' Saga nggak akan macam-macam," ujar pak Bambang.

"Kalau macam-macam, neng Senja hajar aja nih si ujang Saga. Jangan ragu-ragu, ya!" sahut Abah dengan menepuk pundak Sagara hingga mereka tertawa.

Pak Bambang memandang putranya. "Ayo A', anterin neng Senja," ucapnya.

Saga terkesiap, mulanya ia hanya mampu memandang tanpa kata-kata, lantas menoleh pada Senja. "Ayo, Neng," ajaknya.

Senja masih terdiam di tempat.

"Pakai motor?" tanya Saga.

"Jangan, pakai mobil saja!" tukas Abah. "Umi, kunci mobilnya mana?" tanya Abah pada umi Rasti.

"Neng, udah ambil kunci mobilnya kok, Bah, ini," seru Senja sambil memperlihatkan kunci mobil ditangannya.

"Itu kunci mobil gerobak?" Abah mengernyit.

"Ya, bukan atuh, Abah, ini mobil yang satunya lagi."

"Yaudah, hati-hati, ya." Abah berpesan.

Saga dan Senja melangkah ke parkiran melewati panggung hiburan menuju ke arah mobil.

"Neng Senja mau nyetir atau aku aja yang nyetir?" tawar Saga dengan mengulurkan salah satu tangannya.

Senja tampak berpikir kemudian memberikan kunci mobilnya pada Saga. "A' Saga aja deh yang nyetir."

Saga mengangguk, tampak terbit senyum di bibirnya. Keduanya masuk ke dalam mobil dan berlalu pergi membawa ke tempat tujuan.

Kata orang, yang namanya Sagara itu begitu dingin dan jutek, hingga tak sedikit orang-orang mengeluhkan tentangnya. Namun, berbeda dengan apa yang dialami oleh Senja, seperti biasa pria itu memang tampak cuek, tetapi akan menjadi menyenangkan dan bisa mencairkan suasana.

Tak ingin membuat keadaan begitu canggung, Saga memberanikan diri untuk memulai pembicaraan dan menanyakan beberapa hal pada Senja. Sampai hal yang sebenarnya tak begitu penting untuk dibicarakan.

"Neng Senja."

Senja menoleh dan menyahutnya dengan isyarat. "Kalau nyetirnya terlalu pelan atau terlalu cepet, bicara aja," pinta Saga.

"Oh, udah segini, cukup kok," ujar Senja yang kemudian kembali menoleh pada jendela pintu mobilnya.

Saga tampak menghela napas, perjalanan masih lumayan jauh dan ada beberapa waktu untuknya agar bisa menanyakan hal lain pada Senja, ingin sekadar basa basi, tetapi ia memilih bungkam dan memfokuskan diri pada laju kemudi sampai tiba ke tempat tujuan.

Setibanya, Senja bergegas turun dari mobil dan membawa dua rantang susun berisi makanan mulai dari nasi, sup, daging, kentang, mie, olahan cabai hijau, asinan, kerupuk dan beberapa kue khas hajatan di kampung.

Ia masuk ke rumah mertuanya, sementara Saga memilih menunggu di mobil.

"Assalamualaikum." Senja mengucap salam.

Di dalam rumah itu tampak sepi, terdengar ringikan ibu Komariah yang sedang menangis.

"Mamah ...." Senja menghampiri ibu mertuanya itu. "Mama kenapa? Kok nangis?" Senja duduk di sampingnya.

"Bapak kenapa, Mah? Sakit apa? Udah ke dokter? Kalau belum, ayo Senja anterin?" tawarnya.

"Nggak usah, Neng, bapak udah minum obat. Cuma salah makan aja. Tuh si mamah malah nangis aja, katanya malu," ucap bapak Sumantri.

"Malu kenapa?" Senja merasa heran.

Pak Sumantri dan ibu Komariah saling memandang. "Mama malu, karena nggak bisa datang ke acara nikahan Sigit," ucap ibu Komariah.

"Ya ampun, ya nggak apa-apa atuh, Mama. Kalau nggak sehat jangan dipaksain." Senja kemudian merangkul ibu mertuanya dan bersandar di bahunya.

"Neng, jangan sakit, ya, Sayang. Harus jaga kesehatan, harus kuat buat urusin a' Juna," ucap bu Komariah.

"Aamiin. Semoga Neng selalu diberi kesehatan dan kekuatan agar bisa temanin a' Juna, ya, Mah!" ucap Senja dengan sepenuh hati.

"Aamiin." Ibu Komariah lalu mencium kening Senja. "Bungsu, menantu mama meni cantik pisan!" ucapnya seraya memuji. ( meni cantik pisan = begitu cantik sekali )

"Iya atuh mah, namanya juga istri Aa', harus cantik." Senja tersenyum bahagia. "Neng nggak bisa lama-lama, Mah, gimana atuh?" Senja merasa tidak enak hati.

"Nggak apa-apa, Sayang. Mama dan Bapak juga nggak bisa nganterin, hampura nyak, Bungsu." tukas ibu Komariah.

"Nggak apa-apa, Mah."

"Neng pakai apa ke sini?"

"Pakai mobil, Mah!"

Ibu Komariah mengangguk. Senja kemudian menawari mertuanya itu untuk segera makan, sementara ia akan pergi ke dapur menyiapkan makanannya. Ia tercengang karena melihat kondisi dapur yang kini berantakan, padahal tidak biasanya ibu Komariah membiarkan ruangannya kotor seperti itu.

Dengan telaten, Senja mulai membersihkannya hingga selesai dan mencuci semua piring kotor di wastafel.

Hampir satu jam ia berada di rumah itu, ia menjadi cukup pusing dan mulai tidak enak hati, Senja terdiam dan berniat akan segera pulang.

"Mama di sini aja temani Bapak, Neng pulang, ya, Mah!" Senja mencium tangan ibu mertuanya dan berpamitan padanya.

Sampai ia sudah menutup gerbang rumah itu dan berdiri tepat di samping mobil.

Saga turun dari dalam mobil dan berdiri di hadapan pintu mobilnya. "Neng Senja, udah selesai?" tanyanya.

Senja mengangguk sebagai isyarat jawaban, kemudian mulai melangkah hendak masuk ke mobil. Namun sayang, langkahnya seperti tersandung sesuatu hingga ia tersungkur. Untung saja Saga dengan sigap menghadangnya hingga Senja tidak sampai membentur bagian depan mobil. Ponselnya terjatuh hingga casing terbuka dan batrainya terlepas.

"Neng Senja, kenapa?" Saga merasa heran, lantaran tidak ada apapun yang menghalangi langkah wanita itu.

Senja menggeleng. "Aku nggak apa-apa."

Tak bisa dipungkiri perasaannya semakin tidak menentu, rasanya seperti ada benda tumpul yang menusuk hatinya membuat tiba-tiba terasa begitu sakit.

"Akh!" Senja memekik merasakan sakit kepala yang semakin menyerang dan dadanya terasa sesak.

"Neng Senja." Saga kini merangkul bahunya dan memapah tubuh kecil itu untuk segera masuk ke dalam mobil. "Atau mau balik ke dalam rumah?" tawar Saga.

Senja menggeleng karena tidak ingin membuat mertuanya khawatir, apalagi mereka juga sedang tidak enak badan.

"Ayo, kita pulang!" gumamnya.

Saga mengangguk dan mendudukkannya di kursi mobil tepat di samping kemudi, tidak ada niat sedikit pun untuk bersikap kurang ajar pada Senja. Saga hanya ingin memastikan apakah wanita itu baik-baik saja ataukah sebaliknya. Tangan kekarnya menyentuh kening Senja dan merasakan suhu tubuhnya yang terasa normal.

"Neng Senja coba bilang, apa yang dirasa?" tanya Saga secara perlahan.

"Pusing," gumam Senja dengan lirih.

Saga tampak cemas. "Tunggu sebentar, ya." Ia bergegas pergi ke warung karena mengingat di sekitar rumah Arjuna terdapat warung yang cukup lengkap dan megah mirip mini market.

Membeli sebotol air mineral, minyak angin roll on dan juga obat sakit kepala.

Memungut ponsel Senja yang masih berserakan di tanah, Saga kemudian segera memberi air minum pada Senja dan memintanya agar mau meminum obatnya. Senja menurut dan meminumnya secara perlahan.

"Ayo, A' kita pulang," gumam Senja dengan mata yang terpejam.

Wajahnya tampak pucat hingga keringat dingin tampak menghiasi keningnya. Sagara segera menurutinya dan melajukan mobil. Namun, kondisi Senja tampak mengkhawatirkan, Saga memutuskan berhenti di jalanan yang cukup sepi untuk meyakinkan apakah Senja baik-baik saja.

Saga turun dan berpindah posisi ke tempat Senja. "Neng Senja, dingin nggak? Kalau dingin AC-nya dimatiin saja, ya?"

Senja hanya menggeleng dengan mata yang masih terpejam, Saga yang khawatir masih berusaha meyakinkan diri kalau Senja baik-baik saja.

"Neng Senja masih pusing?"

Senja mengangguk. Tanpa ragu, Saga menangkup wajah Senja dan memijit pelipisnya hingga ke dahi.

"Neng, udah makan belum, sih?" Saga masih memijat keningnya.

"Udah, A'," gumamnya yang tampak lemah dan pasrah.

Saga memijit wajah manisnya secara teratur di bagian tertentu, sampai turun ke leher dan memijit bagian tengkuk. Senja menengadah hingga leher jenjangnya tampak sempurna. Saga menyudahi pijatannya seketika, kemudian berpaling dan segera menutup pintu mobil. Menyapu rambut tebalnya ke belakang, sebaiknya ia bergegas mengantar Senja pulang jika tidak ingin sesuatu yang lebih membahayakan menimpa keduanya. Bahaya ketika Saga harus menghadapi dirinya sendiri.

Sepanjang perjalanan pulang, Saga masih tetap tidak tenang hingga sampainya di rumah abah Koswara. Senja langsung turun dengan sempoyongan dan berjoget di tengah musik Jaipong yang sedang bertalu, tanpa ragu dan malu seperti biasanya. Namun, terkesan sangat berbeda karena ia tampak berantakan. Dan usut punya usut, ternyata Senja sedang kerasukan.

Hal mistis itu dapat dirasakan oleh abah Koswara dan Syailendra, begitupun dengan Jay dan ayah Pramudya. Namun, diantara mereka tidak ada yang bisa mengusir mahluk halus yang merasuki Senja.

Umi Rasti dan bunda Kartiwi menangis lantaran Senja tengah kerasukan. Senja pun diamankan dengan dibawa ke dalam rumah, tetapi ia berteriak agar musik itu tidak berhenti.
Untung saja ada Samiawan yang memang selalu ikut bersama rombongan Jaipongan. Samiawan berhasil mengusir roh yang merasuki Senja setelah mereka saling membicarakan sesuatu, diakhiri dengan meminta satu buah kelapa muda, kopi hitam dan telur mentah.

Setelah persyaratan itu dipenuhi, Senja seketika menyantap suguhan itu dengan lahap meski jelas tampak berantakan.

Umi Rasti yang melihatnya terus menangis dan tak henti membaca doa semampunya. Begitupun dengan Jay dan bunda Kartiwi yang sudah berwudhu lalu membaca beberapa surah Al-Quran.

Setelah hal mistis itu terlewati, Senja pingsan dan diistirahatkan ke dalam kamar ditemani bunda Kartiwi, Syailendra serta Jay yang sesekali bolak balik ke dalam kamar.

Abah Koswara dan Umi Rasti kembali ke acara dan menyambut tamu lainnya, mereka pun bertanya pada Saga tentang sebelumnya dan Saga menceritakan apapun yang ia tahu tanpa terkecuali.

Samiawan kini sedang mengobrol dengan ayah Pramudya, melihat tipikal beliau yang penyabar membuat Samiawan lantas memberitahu satu hal tentang peringatan yang terjadi sampai ayah Pramudya cukup tercengang.

"Ini semua sudah takdir, saya cuma berusaha menyampaikan apa yang saya tahu. Neng Senja itu perempuan yang rajin, sedikit kecilnya ia bisa merasakan sesuatu, tetapi saat ini waktunya kurang tepat. Hingga neng Senja menolaknya dan terjadilah hal demikian. Alhamdulillah, neng Senja baik-baik saja," ujar Samiawan yang hanya bisa memberikan sedikit filosofinya.

Pesta masih tetap berlanjut, Senja sudah bagun dari tidurnya, ia bersikap seperti biasanya karena tidak merasa terjadi sesuatu sebelumnya, apalagi ia tidak ingat bahwa dirinya habis kerasukan.

Setelah Isya' Senja dan Jay harus bersiap untuk penampilanya di atas panggung. Namun sebelumnya, Senja ingin makan sesuatu, dari siang Senja Prameswari memang ingin sekali makan bakso. Ingin yang pedas, dicampur sedikit cuka hingga rasanya lebih segar. Maka sebelum tampil menari Jaipongan, ia pun meluangkan waktu untuk makan bakso.

Diantar oleh bunda Kartiwi, Senja begitu lahap menyantap makanan favorite-nya itu, sampai satu mangkok sudah ia habiskan. Mengabaikan rasa pedas hingga bibirnya tampak kemerahan disertai keringat yang bermunculan di bagian wajah, disusul dengan meneguk es teh manis yang langsung membuatnya merasa segar kembali.

"Alhamdulillah."

Ia mengucap syukur karena telah terlaksana memakan apa yang ia inginkan hari itu.

"Ya ampun, neng Senja seperti orang ngidam saja," celoteh bunda Kartiwi.

Senja tersenyum dan menghela napas secara perlahan untuk merasakan kenyang di perutnya. Bunda Kartiwi lantas tertegun dan memikirkan bahwa mungkin saja kalau keponakannya itu memang tengah mengidam.

Jay sudah bersiap untuk penampilannya, sementara Senja baru kembali dari kang bakso dan bergegas merias diri dengan mengenakan baju kebaya. Meski tanpa disanggul, Senja tetap anggun dan mempesona layaknya sinden jaipongan.

Sagara kebetulan tidak pulang ke rumah dan memilih menemani Jay sedari siang, ia sudah bergabung dan tak sabar untuk melihat penampilan keduanya. Disusul dengan kedatangan teman-teman yang lain, seperti Jona dan Aerlangga juga Lingga. Mereka akhirnya datang untuk memenuhi undangan Jay Pramudya dan menghormati Sigit Parameswara.

Senja sudah bersiap dan berdiri di hadapan Sigit beserta teman-temanya, dibalut kebaya hijau dan sinjang yang sudah dirancang khusus untuk jaipongan.

"Wow! Sindennya sudah siap nih," seru Jona.

Di mana ada dia, di situlah keseruan mulai tercipta.

"Mau ngapain lu?" seru Lingga dengan tatapan heran.

"Mau nyawer dong!" seru Jona.

"Emangnya, lu punya duit?" celetuk Aerlangga.

"Tenang, nanti aing nukerin uang receh ke bapak Saga," sahut Jona dengan mengepal dompet tebalnya dan mendekat ke hadapan Sagara.

Lingga berdecak. "Yaelah, recehan aja bangga," celetuknya.

"Bangga dong, apalagi kalau neng Senja mau jadi istriku. Pasti sawerannya beda," celetuk Jona dengan percaya diri, Saga sontak menatapnya.

"Disawer pakai apa tuh?" tanya Aerlangga.

"Pakai kartu," sahut Jona.

"Kartu BPJS?" ketus Lingga.

"Haha, Anjing, ya, kartu ATM lah," seru Jona.

"Jangan sembarangan, ya!" sela Saga kembali menatap pada Jona.

"Iya ih, lu mah kebiasaan," ucap Lingga yang tertawa.

Jay lantas menepuk pundak Jona secara perlahan. "Mulutmu itu selalu, ya, membuatku pengen narik," ucap Jay dengan gemas.

"Jay!" seru Jona dengan mengeluh.

Senja tersenyum dan tidak ingin menghiraukan celotehan mereka.

"Ngomong-ngomong, istrinya a' Jona mana? Kok nggak diajak?"

Semuanya tampak menoleh pada Jona. "Di rumah," sahutnya dengan singkat yang kemudian berpaling.

Acara kini di mulai. Pesta malam memang selalu lebih spektakuler, panggung yang megah dihiasi oleh kerlap kerlip lampu menambah sempurna untuk penampilan Jay dan Senja.

Suasana semakin meriah ketika abah Koswara beserta adiknya Pramudya bergabung, mereka menari meski hanya di bawah panggung. Memamerkan gerakan ala seni pencak silat, disusul serta oleh Sigit dan Syailendra secara bergantian.

Saga dan Jona beserta yang lain kini berpindah ke samping panggung untuk menikmati minuman keras.

"Lu bisa mencug nggak?" seru Jona pada Saga.

"Berisik lu," sahut Saga.

"Aing mau mencug ah ke depan, nanti lagunya tanjung baru," ucap Jona.

"Bodo amat!" sahut Saga yang ingin kembali fokus memandang penampilan Senja.

"Lu samperin gih, mumpung nggak ada Arjuna," celoteh Jona sampai Saga menoleh menatapnya.

Pemilik lesung pipi itu lantas menyeringai dan meminta segelas miras pada Lingga kemudian meneguknya seketika sampai habis.

Sagara termenung dan mulai memikirkan ucapan Jona padanya, tatapannya semakin tertuju pada Senja yang mulai bergerak menuruni anak tangga dari atas panggung melalui jalur samping.

Suasana di sana cukup gelap dan dipenuhi oleh beberapa orang, terutama anak muda yang notabenya laki-laki.

Senja turun lebih dulu, sementara Jay memegangi tangannya dari belakang. Secara hati-hati menelusuri anak tangga yang terbuat dari baja ringan.

Saga menoleh pada Jona yang seakan memberinya tantangan. Tanpa ragu ia pun melangkah ke hadapan anak tangga dan menyambung pegangan tangan Senja hingga berpegang erat pada tangannya.

"Huh, akhirnya selesai juga!" seru Senja dengan sumringah.

"Penampilan neng Senja bagus," puji Saga yang kini berdiri di hadapannya.

Senja tersenyum seraya mengangguk. "Makasih," ucapnya dengan lembut.

"Neng Senja." Saga seperti ingin mengatakan sesuatu.

Senja menatapnya dan berdiam diri menunggu apa yang ingin Saga sampaikan padanya. Namun, pria itu hanya tertegun menatap tanpa mengatakan apapun lagi.

"A' Saga mau ngomong apa?" tanya Senja dengan heran.

Saga lantas menggeleng, tampak senyuman tipis membentuk di bibirnya. Pria itu tersipu malu dan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal sampai membuat Senja semakin heran dengan gelagatnya.

"Neng Senja ...." Seruan suara yang tak asing itu begitu jernih terdengar.

Senja menoleh seketika, tampak terpaku dan tak percaya oleh apa yang ia lihat saat ini.

"A' Juna?" ia mengukir senyum dan bergegas ke arahnya. "A' Juna beneran datang? Kenapa nggak kasih tahu aku?" ucapnya dengan penuh kebahagiaan.

Arjuna tampak berkaca-kaca.

"Surprise!" ucapnya.

Senja semakin berseri dan melabuhkan diri ke dalam pelukannya.

"Haha ...." Jona tertawa dengan terbahak-bahak, menertawakan temannya yaitu Sagara.

Sementara Sagara hanya mampu berdiam diri memandangi dua sejoli yang kini tengah berbunga-bunga mencurahkan kebahagiaannya dalam pertemuan.

***

Mencug Jaipongan adalah, menari Jaipongan dengan gerakan bebas dan diiringi gendang seirama. 

Continue Reading

You'll Also Like

322K 23.6K 23
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
5.7M 244K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
739K 39K 75
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...
5.8M 275K 52
Follow sebelum membaca. Cerita sudah diterbitkan dan tersedia di Shopee. ||Sinopsis|| Menceritakan tentang kisah seorang gadis bernama Revaza Khansa...