Between Jersey & Macaron (END...

By jhounebam

205 37 144

Abelle Estania, adalah seseorang yang berjuang demi menggapai mimpinya untuk masuk DBL. Bukan orang lain yang... More

Notes
Visual
Bab 1 Kejutan di Depan Rumah
Bab 2 Kesan Pertama dari Sup
Bab 3 Persaingan Sengit
Bab 4 Macaron Pelangi
Bab 5 Tim Tak Terduga
Bab 6 Wajah Sekolah
Bab 7 Rahasia Manis
Bab 8 Lemparan Bebas
Bab 9 Hampir Redup
Bab 10 Jus Stroberi
Bab 11 Kecewa yang Tersembunyi
Bab 12 Ini Bukan Keberuntungan
Bab 13 Untuk yang Terakhir, Sungguh
Bab 14 Ini Tak Mudah
Bab 16 Kenyataan yang Tak Diinginkan
Bab 17 Ketakutan Menjalar
Bab 18 Saatnya Mengakhiri Semua Ini
Bab 19 Sedikit Lagi
Bab 20 Hari Pembalasan
Bab 21 Terlalu Singkat
Bab 22 Alasan untuk Sebuah Senyum
Bab 23 Menjalankan Mimpi
Bab 24 Taman Malam
Bab 25 Ujung Gua yang Sempit
Bab 26 Biarkan Aku Pergi
Bonus Chapter
Notes <3

Bab 15 Pertandingan Dimulai

6 1 5
By jhounebam

Suasana sekolah riuh dengan banyak orang yang mulai memadati tribun penonton. Hari ini adalah hari H sparing melawan sekolah sebelah. Hari dimana Abelle harus bisa membuat timnya bisa saling bekerja sama demi membawa pulang piala. Setelah hari-hari latihan yang berat terlewati, hari ini Abelle harus membuktikannya.

Pertandingan akan dimulai lima belas menit lagi. Tim lawan di sebelah sedang pemanasan dan latihan, begitu pula tim Abelle. Abelle dan tim sedang pemanasan lay up dan rebound.

Tribun penonton mulai terlihat penuh sampai ada yang berdesakkan. Ada beberapa gerobak kaki lima yang memasuki kawasan sekolah. Hal itu memang biasa karena sekolah memperbolehkan para pedagang di luar untuk masuk jika ada acara seperti ini. Gerombolan adik kelas pun juga terlihat, tapi tak semua kelas bisa menonton pertandingan karena guru yang sedang mengajar tidak memperbolehkan. Kesempatan mereka untuk menonton hanya pada saat istirahat.

“Kumpul sini! Semuanya!” Coach Jeffrey memanggil. Abelle dan tim langsung patuh.

Coach Jeffrey memberikan ceramah singkat mengenai strategi yang sudah ia terapkan untuk tim. Coach Jeffrey mengingatkan betapa keras latihan yang sudah mereka lakukan. Ia mau melihat pembuktiannya hari ini. Ini adalah kesempatan untuk membawa nama baik sekolah dan ekskul basket. Coach juga mengingatkan agar setiap anggota bermain dengan tenang tapi juga melangkah dengan pasti untuk mencetak skor. Kerja sama adalah kunci keberhasilan, itulah yang selalu ia katakan.

Who we are?

We are The GOAT!

Work hard, play hard, understand?” Coach Jeffrey berseru lantang.

Yes, coach!” Suara lantang Coach Jeffrey dibalas dengan teriakan semangat dari tim.

Pertandingan dimulai sekarang.

Dua orang komentator mengumumkan bahwa pertandingan akan dimulai. Seorang wasit bertubuh tinggi semampai berdiri di tengah lapangan. Abelle menjadi perwakilan tim nya, berhadapan dengan salah satu dari tim lawan. Wasit meniup peluit dan melempar bola itu ke atas.

Dengan lompatan kekuatan penuh, Abelle berhasil menyambarnya.

Tim Abelle berlari ke area lawan mencari posisi kosong. Abelle menghindari defense dengan lincah seperti teleportasi. Ia melempar bola kepada Keisha. Skor pertama dicetak oleh lay up dari Keisha.

“Ya! Skor pertama dicetak oleh Keisha nomor dua puluh lima!”

“Langsung sat-set begitu, ya! Keren!”

“Semangat!!”

“Woahh!!”

Sorakan pendukung tim Abelle langsung terdengar riuh. Abelle selalu suka menikmati teriakan itu, terdengar seperti musik merdu di telinganya, dan kata-kata komentator itu menambah kepercayaan dirinya.

Bola kembali bergerak di lapangan. Kali ini tim lawan lebih cepat menguasai bola. Bintang berusaha mengejar dan mengambil bola itu. Vania dan Chelsea berlari berpencar ke sisi kanan dan kiri. Setelah beberapa saat berlari, tim lawan menghentikan langkahnya. Fokusnya terbagi dua untuk mencari kawannya supaya ia bisa mengoper bola. Tapi di saat yang sama, ia tak bisa berlari lagi, atau ia akan kena pelanggaran travelling.

Bintang melakukan defense dan berhasil menyambar bola saat lawan di depannya hendak mengoper. Bintang langsung balik berlari ke area lawan dengan langkah lebar. Abelle menyusulnya agar Bintang tidak sendirian saat dikepung lawan.

“Bintang! Sini!” Abelle berteriak sambil berlari dan berpindah dengan cepat.

Bintang sebenarnya tahu posisi Abelle mudah untuk dioper bola, tapi ia ingin kali ini dialah yang mencetak skor. Bintang mengurungkan niatnya untuk mengoper bola itu kepada Abelle, tapi langkahnya sudah terhenti. Posisinya masih agak jauh dari ring dan sekarang ia dikepung oleh tim lawan. Tak banyak berpikir lagi, Bintang langsung melempar bola.

Ternyata meleset.

Seseorang dari tim lawan langsung mengambil bola sebelum out. Ia balik berlari dengan cepat hendak memasukan bola. Chelsea dan Vania yang berjaga langsung dalam mode siap melindungi ring mereka agar tidak dibobol lawan. Abelle mendecakkan lidah, ia segera putar balik untuk merebut bola itu.

Abelle mencoba menyambar bola yang sudah terlempar itu. Jika lebih dekat dua senti lagi, Abelle pasti akan langsung mendapatkan bolanya. Tapi sayang, lemparan dari tim lawan berhasil mencetak skor.

“Oke! Kali ini Irene nomor dua sembilan dari tim lawan berhasil menyamakan skor!”

“Awal yang panas, ya! Tetap semangat, kalian pasti bisa!

Abelle sedikit kesal karena tadi Bintang tidak mengoper bola ke arahnya. Jelas-jelas ia sudah berusaha mencari tempat kosong. Abelle menyudahi kesalnya, pertandingan harus tetap berlanjut. Kali ini ia bertekad untuk terus merebut bola.

Dengan kekuatan penuh Abelle langsung menyambar bola yang sedang di dribble tim lawan. Ia berbalik dan berhenti di luar garis setengah lingkaran. Dengan cepat ia memposisikan dirinya untuk menggunakan trik yang diajarkan Steven. Setelah memastikan posisi tangannya presisi, ia melempar bola itu.

Masuk!

Lemparan three point nya masuk!

Abelle langsung berseru girang, disusul sorakan heboh dari penonton dan komentator.

“Woww! Serangan three point dari Abelle nomor sebelas!”

Abelle tersenyum lebar saat pemegang papan skor membalikkan kertas angka tim nya.

Kemudian, babak satu berjalan lagi dengan menit yang tersisa. Babak satu dimenangkan oleh tim Abelle. Setiap selesai satu babak, para pemain diberikan waktu istirahat selama tiga menit. Mungkin lebih tepatnya, waktu untuk mengatur napas.

Coach Jeffrey memberikan tos kepada Abelle yang berhasil three point, “keren, lo, Belle!”

Thank you, coach!”

Selanjutnya Coach Jeffrey memberikan beberapa nasehat setelah ia memperhatikan pola bermain tim lawan. Abelle dan tim memperhatikan omongan pelatihnya itu dengan sungguh-sungguh.

“Kembali ke lapangan!” Suara wasit terdengar lewat toa yang ia pegang. Waktu tiga menit untuk menormalkan ritme napas terasa cepat sekali. Kini mereka harus kembali bermain di babak dua.

Abelle memiliki firasat yang bagus di babak ini. Ia mengerahkan tenaganya kembali untuk memfokuskan merebut bola dan mencetak skor. Vania, Keisha, Chelsea, dan Bintang pun begitu. Mereka berusaha mempertahankan strategi dan sebisa mungkin membawa bola jauh dari tangan lawan agar bisa memasukkan gol dengan mudah.

Bola terlempar ke arah Abelle. Vania yang mengoper langsung berlari, mereka melakukan teknik passing bawah dalam jarak dekat agar lawan tak mudah mengambil bola. Begitu bola kembali di tangan Abelle, ia melancarkan lemparan three point nya lagi.

Masuk!

Abelle melayangkan tinju ke udara.

Bola kembali bergulir di tengah lapangan. Kali ini Chelsea yang menguasainya, ia mengkode Bintang untuk mendekat agar ia bisa mengoper bola. Dari sisi kiri Bintang melambaikan tangan sambil mencari posisi kosong.

Tiba-tiba Bintang berhenti.

Ia menghentikan langkahnya dan akhirnya dijaga tim lawan.

Bintang melihat seseorang yang membuatnya salah fokus.

“Bintang!”

Bola yang dilempar ke arah Bintang direbut lawan dengan cepat. Bintang menggelengkan kepalanya, ia meyakinkan dirinya bahwa ia hanya salah lihat. Orang itu hanya mirip, bukan dia yang sebenarnya.

“Bintang, kamu nggak apa-apa?” tanya Chelsea khawatir. Tatapan mata Bintang berubah menjadi kosong.

“Nggak …”

“Bintang! Ayo lari! Ke sana!” Coach Jeffrey berteriak dari pinggir.

Bintang tersadar, ia harus kembali melanjutkan pertandingan. Abelle menoleh saat Coach Jeffrey berteriak seperti itu. Ia heran melihat Bintang yang tiba-tiba linglung di tengah sparing.

Babak dua tak berjalan sesuai harapan.

Abelle sudah bersemangat sekali meneruskan pertandingan, tapi sepertinya ia terlalu percaya diri. Semua anggota tim juga berpikir seperti itu. Tanpa disadari mereka sudah senang dengan awalan bagus di babak pertama, sehingga melonggarkan strategi.

Abelle dan yang lain juga kesulitan karena Bintang selalu tidak fokus saat bermain. Abelle membutuhkan empat orang yang bisa diajak kerja sama, ia membutuhkan semua anggota tim nya. Walaupun ia tidak suka dengan Bintang, tapi ia tetap harus mengajaknya bekerja sama.

Setelah diceramahi Coach Jeffrey pun Bintang tidak berubah. Ia seperti bermain sambil memikirkan hal lain di kepalanya. Karena itulah babak berikutnya juga tidak berjalan mulus.

Kalah.

Tim Abelle kalah. Mereka gagal membawa pulang piala.

Wasit mengumumkan tim lawan memenangkan pertandingan ini. Terdengar sorakan heboh, terdengar pula sorakan kecewa dari penonton. Coach Jeffrey memanggil tim berkumpul di hadapannya. Ia menghela napas berat sambil memijat pelipis. Wajahnya sudah berkeringat tanda lelah meneriaki anak-anaknya, tapi dibalas dengan tangan kosong. Ia menghela napas berat.

“Akhir yang nggak sesuai sama harapan kita. Yaudah, mau gimana lagi? Di setiap pertandingan pasti ada kalah dan menang. Besok kalian kumpul lagi buat latihan, understand?”

Yes, coach.”

“Bubar.”

Coach Jeffrey hanya berkata seperti itu saja lalu berniat ingin pergi. Tetapi wasit mengajaknya memanggilnya untuk bersalaman dan mengobrol. Terlihat Coach Jeffrey tetap berusaha tersenyum membanggakan anak-anaknya.

Setelah coach pergi, anggota tim bubar ke tempat tujuan masing-masing. Vania keluar lapangan bersama Chelsea, Abelle keluar bersama Keisha serta Celine yang datang dari tribun penonton, dan Bintang dihampiri oleh dua teman dekatnya.

Sorry, kayaknya tadi aku terlalu buru-buru pas main. Coach pasti kecewa banget sama kita, ya?” kata Abelle pelan.

Sorry juga, aku tadi mainnya nggak bagus. Bukannya mau nyalahin yang lain, sih, tapi semenjak latihan kita kayaknya emang kurang kompak,” tambah Keisha.

“Sebenernya kita bisa kompak kalo dia nggak ada. Chelsea sama Vania juga keliatan nggak nyaman, ‘kan?”

“Lagian tadi si Bintang itu kenapa, deh? Tiba-tiba kayak orang bingung gitu, terus jadi nggak fokus mainnya,” celetuk Celine kesal.

“Greget aku. Harusnya kita bisa lebih fokus passing sama lay up tadi. Tapi gara-gara satu orang nggak fokus, satu tim jadi kacau.”

“Eh, aku ke toilet dulu, ya. Mau ganti baju.” Abelle mengiyakan.

“Aku juga, deh. Bentar, ya, Belle.” Celine juga menyusul Keisha ke toilet.

Walaupun basah karena keringat, Abelle masih belum ingin mengganti baju. Ia selalu suka memakai jersey kebanggaannya itu. Tapi kali ini perasaan itu terasa lain. Perasaannya menjadi berbeda karena ia harus menerima kekalahannya dengan mengenakan jersey itu.

Abelle berjalan lemas ke arah pedagang kaki lima yang berjejer di depan lobi. Abelle hanya bisa memandanginya. Ia tak ingin mengecewakan Ryan lagi.

Abelle baru teringat. Sekarang ia mulai disiapkan bekal oleh Ryan. Bekalnya masih ada di tas nya di kelas. Mau tak mau Abelle harus menuruti perutnya yang mulai berbunyi.

“BA!”

Plak!

“Aww!”

Abelle merespon dengan teriakannya dan sedetik kemudian refleks meninju lengan orang itu.

Steven.

Ck, Steven! Ngagetin aja, deh.” Abelle memutar matanya setelah tahu itu Steven.

“Kalah, ya? Hmm? Kacian …” Abelle ingin sekali mengulek Steven yang meledeknya dengan ekspresi menyebalkan.

Abelle melangkah menjauh selagi emosinya masih belum bocor ke permukaan.

“Kayaknya kamu harus latihan lagi, nih.”

“Diem!”

“Tapi tadi aku liat three point mu, loh. Keren.”

Abelle terdiam mendengar itu.

“Keren sebelum akhirnya kalah.” Steven tertawa kencang karena perkataannya sendiri. Ia benar-benar menyerahkan diri untuk dibantai oleh Abelle. Satu cubitan mendarat di lengannya.

“Duh, jangan galak-galak, dong. Aku traktir, deh.”

Abelle tak percaya. Ia sudah tahu setelah makanannya jadi, Steven pasti akan langsung kabur dan berakhir dengan Abelle yang harus membayarnya. Itu skenario paling menyebalkan di kepala Abelle.

“Nggak usah.”

“Beneran, kok. Yuk, kesana.”

Deg.

Perasaan kesalnya tadi langsung runtuh saat Steven menarik tangannya ke salah satu gerobak kaki lima. Abelle merasakan ada yang berdegup kencang dalam dirinya.

<><><>

Helloo!! BJAM balik lagi! Gimana menurut kalian chapter ini? Greget, ya, pertandingannya? 😅

Jangan lupa vote ⭐ dan komen 💬 juga yaa, thanks!


Continue Reading

You'll Also Like

192M 4.6M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...
579K 27.6K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
6.6M 179K 55
⭐️ ᴛʜᴇ ᴍᴏꜱᴛ ʀᴇᴀᴅ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ ꜰᴀɴꜰɪᴄᴛɪᴏɴ ᴏɴ ᴡᴀᴛᴛᴘᴀᴅ ⭐️ ʜɪɢʜᴇꜱᴛ ʀᴀɴᴋɪɴɢꜱ ꜱᴏ ꜰᴀʀ: #1 ɪɴ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ (2017) #1 ɪɴ ᴋʏʟᴏ (2021) #1 IN KYLOREN (2015-2022) #13...
600K 23.6K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...