Between Jersey & Macaron (END...

By jhounebam

205 37 144

Abelle Estania, adalah seseorang yang berjuang demi menggapai mimpinya untuk masuk DBL. Bukan orang lain yang... More

Notes
Visual
Bab 1 Kejutan di Depan Rumah
Bab 2 Kesan Pertama dari Sup
Bab 3 Persaingan Sengit
Bab 4 Macaron Pelangi
Bab 5 Tim Tak Terduga
Bab 6 Wajah Sekolah
Bab 7 Rahasia Manis
Bab 9 Hampir Redup
Bab 10 Jus Stroberi
Bab 11 Kecewa yang Tersembunyi
Bab 12 Ini Bukan Keberuntungan
Bab 13 Untuk yang Terakhir, Sungguh
Bab 14 Ini Tak Mudah
Bab 15 Pertandingan Dimulai
Bab 16 Kenyataan yang Tak Diinginkan
Bab 17 Ketakutan Menjalar
Bab 18 Saatnya Mengakhiri Semua Ini
Bab 19 Sedikit Lagi
Bab 20 Hari Pembalasan
Bab 21 Terlalu Singkat
Bab 22 Alasan untuk Sebuah Senyum
Bab 23 Menjalankan Mimpi
Bab 24 Taman Malam
Bab 25 Ujung Gua yang Sempit
Bab 26 Biarkan Aku Pergi
Bonus Chapter
Notes <3

Bab 8 Lemparan Bebas

4 1 4
By jhounebam

Abelle berbalik menghadap ke sumber suara. Berdiri seorang laki-laki memakai jersey bernomorkan 27 dan sepatu basket yang mencolok warnanya. Abelle berniat tak menjawabnya karena mereka pasti hanya iseng belaka. Abelle mengajak Keisha dan Celine untuk tetap fokus latihan. 

“Woi! Kalian denger, nggak sih?” Laki-laki itu berseru lagi. Gerombolan temannya ikut menyoraki. 

“Itu siapa sih? Ganggu banget.” Keisha melipat tangan kesal.

“Kamu kenal mereka, Belle?” Abelle menggeleng pada pertanyaan Celine. 

Mereka sangat asing di mata Abelle. Ia baru pertama kali melihat mereka. Seingatnya ia juga tak punya teman laki-laki yang akrab di sekolah lamanya. Abelle mendecakkan lidah pada orang yang terlihat norak itu.

Sorry, emang kita saling kenal?” 

Seketika tawa gerombolan laki-laki di sebrang pecah karena ucapan Abelle. Terdengar ejekan di selingan tawa itu. Keisha dan Celine semakin kesal mendengarnya. Tak kenal, tapi tiba-tiba merendahkan. 

“Kamu nggak tahu Steven yang selalu menang tiap sparing? Gila, kalian ketinggalan banget.” Salah satu dari mereka tertawa mengejek.

Emosi dalam diri Abelle mulai meluap ke permukaan. Ia tak tahan dengan mereka yang hanya bicara omong kosong sedari tadi. Ia mengepalkan tangannya, mengumpulkan kata-kata yang tepat dalam kepalanya, dan menyemburkannya ke arah mereka. 

“Kita nggak kenal kalian, jadi tolong jangan ganggu. Kita cuma mau latihan di sini,” seru Abelle lantang sampai membuat kerumunan itu terdiam. 

Abelle mengambil bola lalu men-dribble nya, kemudian shoot! Masuk. Abelle berlari ke garis tengah lapangan, memantulkan bola beberapa kali, kemudian melesat bagai angin. Ia melancarkan lay up nya. Tapi sayang, bolanya terpeleset beberapa senti sehingga tidak masuk ke dalam ring. Giginya bergemeretak. Ia mencoba lagi dari garis tengah, kemudian berlari membawa bola untuk mengulang lay up nya. 

“Bolanya nggak kena kotak di ring, tuh.” Laki-laki bernomor 27 itu bicara lagi. Komentar menyebalkannya semakin membuat Abelle geram. 

“Bisa nggak urusin urusan kalian sendiri? Nggak usah ikut campur.” Abelle sudah muak dengan omongan laki-laki itu. Kesabarannya menipis, ia mendekat ke pembatas jaring-jaring besi. 

“Wah, dia teriakin Steven.”

“Berani banget bilang gitu ke Steven.”

“Santai, Steven pasti bakal nyerang balik.” 

Pembicaraan teman-temannya terdengar sampai ke telinga Abelle. 

“Aku nggak bermaksud ngritik, tapi presisi lemparanmu masih kurang. Langkah kaki juga belom pas, tapi tenagamu oke lah.” Steven juga mendekat ke pembatas jaring. 

Abelle menatap laki-laki yang sok, norak, dan menyebalkan itu dengan tajam. 

“Maunya apa sih?! Dari tadi ngomentarin orang mulu, som—” 

“Belle, udah, Belle, jangan diladenin.” Celine menahan Abelle yang hendak mencengkram jaring-jaring.

“Jangan emosi sama orang nggak dikenal, Belle. Ribet urusannya nanti.” Keisha berusaha menyeret Abelle menjauh dari dekat orang asing itu. 

“Tapi—” Abelle berusaha melepas genggaman temannya itu. 

“Kasih tunjuk, Steven!”

“Ayo, Steven!” 

Teman-teman Steven bersorak kembali. Abelle menghentikan langkah kakinya yang diseret saat Steven berkata, “ini baru main basket!” 

Steven mengambil posisi di tengah garis setengah lingkaran. Ia mengambil jarak dari ring. Setelah memastikan posisinya pas, Steven mengenakan handuk kecil yang dilempar temannya untuk menutup matanya. Ia memantulkan bola beberapa kali, lalu melakukan lemparan bebas alias free throw

Tak tanggung-tanggung, bola itu melesat ke dalam ring dengan mudahnya. 

Sorakan seketika terdengar lagi. 

Abelle menatapnya kaget tak percaya, begitu pula Keisha dan Celine. Semudah itu ia melakukan free throw, dengan mata tertutup pula?

Steven melakukan lemparannya lagi. Lemparan kedua, masuk. Setelah dilempar bola itu langsung otomatis memantul ke arahnya lagi. Steven memantulkan bola di tempat lagi, bersiap untuk lemparan yang ketiga. Kakinya melompat dan posisi tangannya berhasil memukau Abelle karena seperti pose pemain basket dunia saat melempar bola. Tapi sayangnya badannya tak setinggi pemain basket di luar sana. 

Tunggu. 

Bagaimana bisa badan yang tak terlalu tinggi untuk ukuran laki-laki itu bisa melempar bola dengan mudah? Dan ketiga lemparannya masuk ke dalam ring pula. Abelle amati teman-temannya kebanyakan lebih tinggi daripada Steven. Tapi sungguh, Abelle belum pernah melihat aksi seperti itu. 

“Gimana kalo aku tantang free throw juga? Bisa aja aku salah ngenilai kamu tadi.” Steven menyunggingkan smrik nya. 

“Gas, Steven!”

“Hayo, bisa nggak free throw tutup mata?” 

“Eh, kasian kali. Dia ‘kan cewek.”

“Bener juga. Kita kasih keringanan deh, nggak usah tutup mata.”

“Tuh, enak ‘kan, nggak usah pake merem?” 

Tangannya mengepal sampai merah, kedua alisnya menyatu, dan kesabarannya sudah sampai di puncak kepalanya. Abelle berjalan dengan menghentakkan kaki sambil mengapit bola di tangannya. Ia tak akan membiarkan harga dirinya diinjak-injak oleh laki-laki. 

“Aku terima tantangan kalian!” Keisha dan Celine tak bisa menahan Abelle lagi. Mereka hanya bisa pasrah dan menonton dari pinggir.

Abelle mengambil posisi di garis setengah lingkaran di depan ring. Ia memantulkan bolanya, memastikan posisinya lurus. Ia mengukur kekuatan yang harus ia gunakan agar bola bisa masuk ke dalam ring. Setelah dirasa cukup, Abelle memulai lemparan bebasnya. 

Lemparan pertama, masuk. Keisha dan Celine yang tadinya ketakutan kini bersorak heboh menyemangati temannya. 

Lemparan kedua, masuk. Kedua teman Abelle semakin heboh. Di sebelah, beberapa laki-laki bertepuk tangan sambil bersorak. 

Abelle mengumpulkan tenaga untuk lemparan terakhir ini. Kakinya menekuk sedikit, kemudian melompat sambil melempar bola. 

Abelle terdiam mendapati lemparan ketiganya tidak masuk ke dalam ring. 

“Yahh!” Keisha dan Celine menyayangkan lemparan itu. 

Tetapi di seberang sana, mereka tertawa puas melihat Abelle berusaha menahan malu. Bersorak girang kurang lebih meneriakkan bahwa Steven memang tak terkalahkan. 

“Nggak apa-apa, pemula emang biasanya gitu,” seru Steven dari seberang. 

Abelle tak menjawab lagi. Ia lelah dengan omong kosong laki-laki itu. Ia menghampiri Celine dan Keisha. 

“Kita pindah dari sini.” Lantas Abelle membereskan barang-barangnya dari loker. Keisha dan Celine tidak bertanya apa-apa lagi, mereka juga langsung membereskan tas dan barang lainnya. 

“Latihan lagi, ya! Semangat!” Abelle menutup pintu dengan kasar saat kata terakhir itu terdengar di telinganya. 

Steven sudah dimasukkan ke dalam daftar hitam Abelle. 

“Mereka gila kali, ya? Apalagi si Steven itu, sombong banget!” Celine misuh-misuh kesal. 

“Harusnya nggak usah kita tanggepin dari awal. Tapi mau gimana lagi, udah terlanjur.” Keisha menepuk-nepuk bahu Abelle.

“Habisnya dia ngeselin banget. Nggak kenal tapi ngeledekin kita mulu, aku nggak suka.” Abelle menghembuskan napas kasar. 

“Terus sekarang kita mau lanjutin latihan di mana?” 

“Kita coba ke lapangan di sana,” tunjuk Abelle dengan telunjuknya.

Mereka bertiga berjalan ke lapangan yang terletak di depan lapangan tadi. Saat mendekat, Abelle melihat ada tukang bersih-bersih sedang menyapu di depan pintu.

“Maaf, mbak, lapangannya udah disewa sama orang lain,” ucap petugas kebersihan itu saat Abelle hendak membuka pintu. 

“Ah. Maaf, pak, kirain masih kosong.” Abelle segera balik arah dari hadapan bapak itu. 

Abelle menjatuhkan tasnya ke lantai, menghentakkan kakinya ke lantai. Karena dirinya, teman-temannya tidak bisa latihan dengan nyaman sedari tadi. 

Sorry, gara-gara aku, kalian nggak bisa latihan.” Abelle tak berani menatap kedua temannya itu.

<><><>

Haloo! BJAM balik lagii! Gimana menurut kalian chapter ini? Anak barunya juga udah di spill tuhh, menurut kalian dia gimana? Maklum ya emang gitu anaknya 😅

Jangan lupa vote ⭐ dan komen 💬 yaa, thanks! ><

Continue Reading

You'll Also Like

589K 23.1K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1.7M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
226M 6.9M 92
When billionaire bad boy Eros meets shy, nerdy Jade, he doesn't recognize her from his past. Will they be able to look past their secrets and fall in...
3.3M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...