Arjuna Senja√

By teahmanis

853 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... More

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 6.
Arjuna Senja 7.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 9.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Langit Senja.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 15
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Arjuna Senja 23
Part 24
Part 25.
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Arjuna Senja 16

19 4 0
By teahmanis


Arjuna Senja 16.

Wisuda yang dinanti akhirnya terlaksana jua. Bakat dan perjuangan belajar selama ini tidaklah sia-sia, membuahkan hasil yang begitu manis diiringi semangat yang kian membumbung tinggi untuk dapat melanjutkan hidup ke taraf yang lebih baik.

Arjuna mengucapkan terima kasih yang teramat dalam diakhir pidatonya, terutama untuk istrinya tercinta Senja Prameswari yang tidak pernah lelah menemani langkahnya mencapai cita-cita.

Sikap yang lembut menjadikannya pribadi yang santun. Sudah saatnya untuk Senja Prameswari berpamitan pada Abah dan Umi, serta kepada para kerabat yang lain. Arjuna Senja akan segera berangkat ke bandara untuk terbang ke Kalimantan.

Umi Rasti memberinya banyak nasihat juga tak lupa dengan bekal berupa materi yang diharapkan akan cukup untuk menutupi kebutuhan anak dan menantunya itu di tanah rantau orang.

"Umi, apa ini? Kenapa banyak sekali?" Senja menerima satu amplop coklat yang di dalamnya terdapat sejumlah uang.

"Ambil itu, jagalah baik-baik," tukas Umi.

"Tapi, ini banyak sekali, nanti kalau a' Juna tanya aku harus jawab apa?"

Senja tampak bingung, biar bagaimana pun juga ia hanya ingin menjaga perasaan Arjuna.

"Neng Senja harus tahu, bahwa awal pertama bekerja adalah masa yang sulit. Untuk itu, Umi harap neng Senja nggak nyusahin suami, neng Senja bisa mencukupi kebutuhan dengan uang itu," ujar Umi dengan penuh harapan.

Beliau pun mendekat dan mengusap wajah putrinya itu dengan lembut. "Neng Senja adalah anak perempuan Umi satu-satunya, Abah dan Umi melakukan banyak tirakat agar bisa dikarunia oleh putri seperti Neng. Jadi, sudah tanggung jawab kami untuk menjamin kebahagiaan neng Senja," ucap Umi yang kini tampak berkaca-kaca hingga air matanya lolos beberapa kali.

"Umi ...." Senja pun demikian sampai menangis di dalam pelukan ibunya.

"Simpan baik-baik, ya, Neng. Gunakan uang ini sebaik mungkin, jangan boros. Do'a Umi dan Abah selalu menyertai kalian berdua," umi Rasti mengecup puncak kepala putrinya.

Sebelum berangkat ke bandara, Senja beserta keluarga besarnya mampir terlebih dulu ke kampungnya Arjuna. Selain untuk berpamitan pada keluarga suaminya, Arjuna Senja juga akan berpamitan pada Ayah Pramudya dan Bunda Kartiwi. Belum benar-benar pergi saja, air mata selalu mengiringi langkah setiap anggota keluarga.

Senja sedang berdiri di balik pintu kamar Jay Pramudya, ingin menyampaikan tentang Widuri. Kabar bahwa wanita itu sudah terbang ke Korea Selatan kemarin sore. Sebelum masuk ke dalam kamarnya, Senja mengetuk pintunya terlebih dulu hingga si empunya mengizinkan untuk masuk.

Di dalam kamar itu, Jay tengah duduk memandangi layar ponselnya.

"Jay, aku dan Arjuna akan pergi," lirih Senja.

Jay memandang ke arahnya, mengulurkan salah satu tangan hingga Senja meraihnya. "Neng Senja, duduk sebentar sini," pintanya.

Senja duduk di samping Jay. "Jay, aku mau bilang sesuatu tentang Widuri," ucap Senja.

"Aku tahu, neng Senja mau ngasih kabar kalau Widuri sudah terbang ke Korea, 'kan?" ucap Jay terdengar lirih.

Keduanya saling menatap, sama-sama dapat merasakan kesedihan masing-masing. Tidak ingin terlarut dalam perasaan, Senja kini berpaling untuk mengalihkan suasana.

Jay adalah pria yang bersih dan rapih, hingga suasana di dalam kamarnya begitu nyaman dan menenangkan, tapi ada satu yang menarik atensi Senja. Ia pun beranjak dari duduknya untuk mendekati sesuatu yang dibingkai dengan indah dan menggantung di dinding ruangan itu, maniknya menajam memandangi tulisan di bingkai foto. Itu adalah puisi yang dikirimkan Widuri pada Jay melalui pesan singkat.

"Jay, aku tidak menyangka kamu memajang puisi ini di kamarmu," ucap Senja.

Jay kini beranjak dari duduknya dan mendekat ke samping Senja untuk memandangi bingkai itu.

"Hanya ini yang bisa kukenang darinya, puisi ini juga yang membuatku jatuh hati padanya," ucap Jay dengan lembut.

Senja mengangguk. "Karena puisi ini begitu bermakna untuknya, Jay. Dia sangat mencintaimu," ujar Senja.

Kemudian ia pun meraih kedua tangan Jay dan membacakan puisi itu tanpa melihat tulisannya.

"Kok, neng Senja sampai hafal?" Ia pun mengernyit.

Senja tersenyum. "Aku kasih tahu satu rahasia padamu, Jay. Puisi itu sebenarnya adalah milikku, hanya saja aku memberikannya pada Widuri," ujarnya.

Jay tertegun, Senja kembali memandangi puisi itu.

"Aku juga suka puisi, aku juga sering membaca novel cinta seperti yang Elang katakan. Waktu itu, kelasku mengadakan lomba puisi dan Widuri mengajakku. Aku pun menerima tawarannya, akhirnya aku membuat puisi ini. Tapi, kamu tahu apa yang Widuri lakukan Jay?" Senja menoleh pada Jay, begitu antusias. "Dia mendaftarkan puisi ini sampai terpilih menjadi juara 1 di sekolah." tuturnya.

"Widuri menyuruhku untuk maju ke depan, menerima penghargaan, tapi aku tidak bisa menerima karena aku tidak ingin menambah beban di masa depan yang nantinya aku harus ikut bergabung dalam kelas sastra khusus di sekolah. Aku lebih suka menari bersama Elang, untuk itu dengan rela hati aku memberikan puisi dan penghargaan itu kepada Widuri," ungkap Senja dengan semua penjelasannya.

Jay kini terpaku. "Berarti puisi ini milik neng Senja?" gumamnya, Senja pun mengangguk seketika.

"Neng Senja, ayo, kita harus segera berangkat!" seru Arjuna yang kini berdiri di hadapan pintu.

"Iya, a' Juna!" Senja menyahutnya. "Jay, aku pamit." Senja menepuk lengan bisep Jay dan bergegas mendatangi suaminya.

Jay Pramudya tampak bingung, ia pun menatap bingkai puisi itu dan semakin terpaku.

Arjuna dan Senja sudah masuk ke dalam mobil.
"Kenapa masih belum berangkat?" tanya Senja.

Tidak lama kemudian Jay masuk ke dalam mobil yang sama dengannya.

"Jay, kamu akan ikut mengantar kita?" seru Senja dengan bahagia.

Jay menoleh dan mengangguk disertai senyuman.

"Andai saja Elang juga bisa ikut," gumam Senja dengan lirih.

Arjuna kini merangkulnya. "Nanti, kalau a' Juna sukses, kita bisa main ke Yogyakarta. Oke?" ucapnya dengan penuh semangat.

Senja mengangguk, mengulum bibir merasa begitu terharu. Jay Pramudya kini kembali termenung memandangi keduanya, ia pun berpaling dan menegakan sandaran duduknya.

Mereka sudah sampai di bandara, setelah perpisahan yang benar-benar menyisakan kesedihan. Meskipun berat hati untuk melepas pergi, Arjuna Senja tetap teguh pada
pendirian untuk melangkah demi menggapai cita-cita dalam satu bahtera
rumah tangga. Lambaian tangan mengiringi langkah keduanya, disertai air mata yang
tiada henti mengukir sebuah harapan dalam penantian untuk satu
pertemuan yang akan indah pada waktunya.

***

Sepulang dari bandara sekitar dini hari, ayah Pramudya dan bunda
Kartiwi masih saja menangisi Arjuna Senja. Bukan hanya itu, mereka
semakin menangis karena Elang terus mempertanyakan kepergian Senja
melalui video call. Setelah menjelaskan banyak hal, akhirnya
perbincangan di telepon itu pun selesai. Mata enggan untuk terlelap, ayah Pramudya masih memikirkan satu hal tentang kedua putranya. Sebagai orang tua, beliau tentunya menyadari bahwa ada sesuatu yang telah terjadi hingga menimbulkan perpecahan pada hubungan kakak beradik itu.

Di ruang keluarga, ayah Pramudya lantas bertanya secara langsung pada
Jay dan meminta penjelasan darinya. Jay mengakui segala tentang
dirinya dan Elang tengah berseteru hebat.

"Mengapa kalian berseteru, bukankah kalian saudara? Sejak kapan? Ayah
perhatikan, kalian berdua sudah cukup lama tidak saling menyapa. Bahkan, Ayah sering merasa kalian jarang hadir bersamaan, apa kalian tahu kalau Ayah merasa kehilangan kalian berdua. Mengapa demikian, Jay?"

Jay Pramudya hanya teretegun, wajahnya tertunduk dipenuhi rasa
menyesal. "Sejak kami pergi ke camping, Ayah," sahutnya.

Ayah Pramudya tertegun. "Apakah selama itu kalian tidak lagi saling bicara?" Jay mengangguk secara perlahan. "Katakan pada Ayah apa masalahnya?"

Jay terperangah, hatinya gelisah dan merasa bingung. Tentang apa yang harus ia katakan pada ayahnya itu.

"Jay, apakah kamu tidak mendengarkan Ayahmu ini? Mengapa kamu diam saja? Jawab Ayah, Jay," tukasnya.

Jay menghela napas secara perlahan meskipun sukar untuk diutarakan, tetapi ia ingin mulai memberanikan diri dan mengatakan segala kebenarannya pada ayahnya. Jay menjelaskan bahwa Elang marah padanya lantaran Jay tidak ada di saat Elang butuhkan. Jay tidak ada di saat Senja terluka. Orang tua itu sangat terkejut, karena Jay juga mengakui hubungannya dengan Widuri, termasuk perbuatan terlarangnya saat itu.

"Astaghfirullahaladzim ...." gumam ayah Pramudya seraya mengucap
istighfar.

Penuturan Jay bagaikan petir yang menyambar, membuat ayah Pramudya tak dapat berkata-kata.

Jay lantas berlutut di kaki ayahnya dan bersimpuh memohon ampun atas segala dosa yang telah ia perbuat selama ini. Sebagai seorang ayah, beliau merasa sakit hati, pasti malu dan sangat bersedih karena putra yang selalu ia banggakan nyatanya berani berbuat hal yang tidak terhormat seperti itu.

"Sudah berapa lama kamu berbuat demikian, Jay?" lirih sang ayah.

"Semenjak di tempat camping, Ayah." Jay dengan sama lirihnya.

"Berapa kali kamu melakukan hal hina itu, Jay?" Jay terdiam cukup lama. "Jawab Ayah, Jay!" tegasnya.

"Ti-tiga kali," gumamnya.

Ayah Pramudya mengerjapkan mata hingga air matanya lolos tak tertahankan.

"Kamu berdosa, Jay!" ucapnya, bagaikan suara petir yang menggelegar. "Akh!"

Tiba-tiba, ayah Pramudya merasakan sesak yang teramat di dadanya.

"Ayah!" Jay kini bangkit dan menopang tubuh ayahnya yang hampir tumbang.

"Bunda!" seru ayah Pramudya dengan lirih memanggil istrinya. "Bunda ...." panggilnya.

"Bunda!" Jay ikut serta memanggil ibunya itu.

Tidak lama kemudian, bunda Kartiwi mendatangi keduanya.

"Ada apa?"

Beliau tercengang lantaran melihat suaminya sedang dipapah oleh Jay.

"Ayah, ada apa ini?"

Bunda Kartiwi bergegas membantu memapah suaminya dan ikut membawanya untuk duduk di sofa. Ayah Pramudya berusaha mengatur napas, sementara bunda Kartiwi bergegas mengambil air ke dapur.

"Ayah, maafin aku." Jay melirih dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya.

"Bangun kamu, Jay!" titahnya.

Jay memandangi ayahnya dengan penuh air mata, perlahan ia pun bangun dan berdiri tepat di hadapan ayahnya. Beliau juga ikut berdiri di hadapan putra sulungnya itu, dan mendaratkan satu tamparan tepat di salah satu pipi tampan Jay Pramudya.

Plaakk!

Jay hampir tersungkur oleh tamparan yang begitu keras dari sang ayah. Bunda Kartiwi yang kebetulan baru tiba dari dapur, sontak
terperangah hingga segelas air yang beliau bawa kini tumpah jatuh ke lantai, sampai pecahan belingnya berserakan.

"Ya Allah, Ayah, apa yang Ayah lakukan pada Jay?"

Bunda Kartiwi bergegas mendekat ke samping Jay dan merangkulnya seketika, memandangi
bekas tamparan suaminya yang kini merah membentuk telapak tangan
"Istighfar, Ayah!" tukas bunda Kartiwi seraya menangis. "Kamu nggak apa-apa, Nak?" Beliau pun berlinang air mata.

"Anak sulung kita ... dia sudah berdosa, bunda!" cetus Ayah Pramudya.

"Berdosa?" gumam bunda Kartiwi dengan tatapan nanar.

"Coba tanyakan padaya, apa yang sudah anak itu perbuat!" Ayah Pramudya meninggikan suaranya hingga menunjuk tegas ke arah Jay, sementara lelaki itu hanya tertunduk pilu.

Bunda Kartiwi menoleh memandangi putranya. "Jay, coba jawab Bunda. katakan pada Bunda apa yang kamu perbuat hingga Ayahmu mencap kamu sebagai pendosa? Jangan takut, Sayang, ada bunda di sini," ucapnya dengan lemah lembut.

"Anak kita sudah berdosa, Bund, dia sudah berzina dengan anak gadis orang," sela sang ayah.

"Ayah!" Bunda Kartiwi menyanggahnya seketika.

"Astagfirullah ... Jay, mengapa kamu sampai melakukan hal itu, Nak?" Ayah Pramudya melirih dan mengusap wajahnya secara kasar.

Bunda Kartiwi kembali memandangi putranya dan mempertanyakan
kebenarannya.

"Jawab Bunda, Jay. Apakah itu benar?"

Jay tak kuasa menahan rasa bersalah, apalagi ketika melihat air mata yang membasahi wajah ibunya. Ia pun mengangguk mengakui segalanya.

"Astagfirullah ...." Bunda Kartiwi hampir tersungkur ke belakang, kakinya lunglai dan hampir pingsan.

"Bunda." Jay bergegas menahannya. Bunda Kartiwi kini menangis, melirih memohon ampun pada Yang Maha Kuasa atas perbuatan yang Jay lakukan.

Ruang keluarga itu kini dipenuhi oleh tangisan sang ibu yang tiada henti, seorang ibu yang kesakitan lantaran kecewa pada putra kebanggaannya. Ayah Pramudya mendekati keduanya dan meminta Jay untuk bertanggung jawab atas dosanya itu.

"Jay," lirih sang ayah.

Jay menoleh dan menunduk di hadapannya. "Apa kamu tahu Jay, Ayah selalu berdebat dengan abah Koswara karena tidak menyukai bagaimana caranya mendidik Syailendra dan Sigit. Karena abah Koswara terlalu keras dan tegas pada kedua keponakan ayah itu. Untuk itu, ayah memilih mendidik kalian dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tetapi, apa yang ayah dapatkan hari ini? Ini sungguh sebuah cambukan untuk kami, Jay!" Sang ayah pun kembali melirih dengan berlinang air mata.

"Maafin Jay, Ayah." Jay kembali bersimpuh di kaki ayahnya.

"Kamu lihat Sigit? Dia itu nakal sekali, pemarah dan sering ribut di sekolah. Tapi apa kamu lihat sekarang? Dia akan menikah dengan gadis terhormat dan dari keluarga terhormat. Seorang Sigit yang dulu nakal, senakal-nakalnya anak itu tidak pernah berbuat hal hina seperti yang telah kamu lakukakan!" gertak sang ayah dengan penuh kekecewaan.

Jay hanya mampu berlinang air mata dengan menyesali segala perbuatan yang telah dia lakukan.

"Besok, kamu harus membawa Ayah ke rumah gadis itu, siapa namanya, Jay?"

"Widuri," sahutnya lirih.

"Widuri?" sang ayah pun mengangguk dan duduk di sofa untuk lebih
menenangkan diri. "Apakah kedua orang tua Widuri sudah tahu hal ini?"

Jay lantas menggeleng secara perlahan, sang ayah pun kembali mengerjapkan mata dengan mengulum bibir yang bergetar.

"Besok, kita akan datang ke rumah Widuri untuk mempertanggung jawabkan perbuatanmu," tukas sang ayah.

Jay tertegun dan menatapan ayahnya secara peralahan. "Ayah," gumamnya.

Sang ayah pun membalas tatapannya.
"Widuri ... sudah pergi ke Korea," ucap Jay dengan gemetar.

Ayah Pramudya mengernyit meloloskan tatapan nanar. Jay menundukan kembali wajahnya, menjelaskan bahwa sebelumnya ia sudah melamar Widuri untuk menikahinya. Namun, wanita itu menolak lamarannya dan tetap ingin memutuskan pergi untuk menggapai
cita-cita.

"Jay, apakah Widuri sudah hamil?" sela bunda Kartiwi dengan suara serak-serak basah karena banyak menangis.

Jay lantas menoleh pada ibunya dan menggeleng secara perlahan.

"Widuri bilang padaku kalau ... dia mandul," ujar Jay.

Bunda Kartiwi dan ayah Pramudya sontak tercengang.

"Untuk alasan itulah, dia menolakku!" Ia pun menundukan wajahnya dan berlinang air mata.

Bunda Kartiwi mendekat ke samping putranya itu dan mendekapnya dengan
erat.

Ayah Pramudya akhirnya membuat keputusan walaupun apa yang diutarakan Jay membuatnya patah hati, tetapi Jay tetap harus bertanggung jawab atas Widuri.

"Jika Widuri kembali, kamu harus tetap menikahinya, Jay," ucap sang ayah.

Jay dan bunda Kartiwi seketika memandang ke arahnya. "Kecuali, jika Widuri kembali menolakmu." Sang ayah pun memandang dengan tegas, kemudian berlalu dari hadapan keduanya.

***

Karena kejadian itu, ayah Pramudya menjadi tidak tenang. Beberapa hari ini tidurnya tidak teratur dan kesehatannya sedikit terganggu. Tidak ingin hal yang sama terjadi pada putra bungsunya, beliau pun memutuskan pergi ke Yogyakarta untuk menemui Elang dan menemaninya selama beberapa hari di sana. Elang merasa bahagia karena ayahnya datang mengunjunginya bahkan menemani hari-harinya, kehadiran sang ayah mampu memberikan angin sejuk di saat menghadapi hari yang penat karena lelahnya belajar.

Di sela kebersamaannya dengan sang ayah, Elang sering meluangkan
waktu untuk menghubungi Senja, mereka pun melakukan video call dan
saling bertanya kabar masing-masing, diiringi kegembiraan dan air mata yang kerap kali tersembunyi di balik canda tawa.

Menjaga hubungan agar tetap utuh memanglah tidak mudah, dibutuhkan komunikasi dan saling pengertian satu sama lain. Agar selalu terjalin rasa harmonis dan mempererat tali kekeluargaan. Hingga tiba saatnya, untuk ayah Pramudya mengutarakan maksud dan harapannya pada putra bungsunya. Langit Biru yang akan menjadi pelipur lara.

Beliau mengutarakan tentang Jay dan Widuri, lantas Elang pun tak begitu terkejut mendengarnya, merasa cukup sadar atas apa yang telah diperbuat oleh kakaknya itu.

"Untuk itu, Nak. Ayah berharap kamu tidak melakukan hal demikian," ucap sang ayah dengan penuh harapan.

Elang pun menoleh pada ayahnya dan memberinya sebuah anggukan. "Ayah dan bunda mohon selalu doain Elang, ya. Agar Elang bisa selalu menjaga diri," ujar Elang dengan lemah lembut.

Sang ayah lantas tersenyum disertai rasa terharu. Elang menggenggam lengan ayangnya.

"Kenapa Ayah nggak nikahin saja a' Jay dan Widuri?" ucapnya.

Ayah Pramudya menyentuh punggung tangan Elang. "Widuri sudah pergi ke
Korea, Nak!" Elang tertegun. "Tapi, kamu jangan khawatir, Ayah akan tetap menyuruh
Jay agar bertanggung jawab. Jay harus menikahi Widuri ketika wanita itu pulang dari Korea!" tukasnya.

Elang mengangguk seraya tersenyum di hadapan sang ayah, pria itu kini merangkul pundak putranya dan menanyakan kesehariannya di kampus. Elang yang dulu sering manja, kini tampak berbeda karena lebih dewasa dan bijaksana. Proses pendewasaan dirinya sudah mulai tampak terlihat. Ingin berusaha memegang teguh amanat sang ayah dan mewujudkan
harapan serta cita-citanya, agar menjadi orang yang berarti dikemudian hari. Selalu bersabar untuk dapat bertemu dengan satu nama yang selalu berada di hatinya, yaitu Senja Prameswari.





***

Nggak kerasa iiihhh udah sampai sini.

Nggak sabar baget pokonya...

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 45.3K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
1M 16.9K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
4.2M 319K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
635K 24.9K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...