Arjuna Senja√

Bởi teahmanis

852 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... Xem Thêm

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 6.
Arjuna Senja 7.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 9.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Langit Senja.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 16
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Arjuna Senja 23
Part 24
Part 25.
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Arjuna Senja 15

13 5 0
Bởi teahmanis


Arjuna Senja 15.


Arjuna Senja sudah pulang ke rumah bapak Jaka Sumantri. Senja memutuskan untuk menginap di rumah mertuanya itu, agar besok bisa lebih mudah mengantar Elang ke stasiun kereta api. Namun, Elang memberi konfirmasi agar Senja sebaiknya tidak ikut mengantar, karena Elang tidak ingin menjadi sedih nantinya. Dengan berat hati, Senja pun menuruti permintaan kerabatnya itu.

Arjuna mendapatkan telepon dari Lingga yang memberinya kabar tentang Saga. Pria berkulit putih itu baru saja pulang dari klinik, sebelumnya Saga sempat masuk ke dalam bui lantaran memukuli seorang ojek online.

Arjuna sangat terkejut mendengar kabar itu, ia berencana akan menjenguk esok hari.

"A' Juna, ada apa?"

Senja yang baru saja selesai skincare-an mengernyit memandang ke arah suaminya. Arjuna menoleh pada Senja, kemudian duduk di ujung kasur. Mengulurkan kedua tangan ke arah Senja, hingga diraih oleh istrinya sembari duduk di pangkuan.

"Ada apa?" gumam Senja.

"Besok, kita akan ke Kalijati, menjenguk si Saga," tukas Arjuna.

"Emangnya, a' Saga kenapa?"

"Barusan si Lingga telepon, katanya si Saga baru pulang dari Puskesmas dan sempet masuk penjara," ujar Arjuna.

Senja tercengang seketika. "Hah? Dia memang suka cari ribut, kali ini orang mana lagi yang dia gebukin?"

Arjuna pun bertanya-tanya, Senja merangkul pundaknya dan menatapnya dengan intens. "A' Juna jangan nurutin a' Saga, ya. Jangan suka nyari keributan," ucap Senja.

Arjuna mengangguk. "Aku nggak akan nyari keributan, kecuali kalau ada yang mengusik neng Senja. Seperti kejadian dulu, waktu neng Senja disrempet orang."

Arjuna mengusap pipi istrinya itu dengan perlahan, hingga Senja kemudian memeluknya dengan erat.

Arjuna, Senja dan Jay Pramudya pergi ke Kalijati untuk mengunjungi Saga. Sesampainya di sana, Senja cukup tercengang melihat halaman rumah yang begitu luas. Dari parkiran menuju ke rumah utama, mereka melewati gazebo yang cukup besar dengan lantai yang terbuat dari batu bata. Di sana sudah berkumpul banyak orang, benar kata Arjuna bahwa di rumah Saga sering ramai oleh orang-orang yang berlatih seni Jaipong. Mulai dari latihan menari dan latihan kendang, serta musik karawitan lainnya sebagai pelengkap.

Senja tampak takjub oleh pemandangan itu, kecintaannya pada seni tarian daerah mampu membuatnya bahagia.

"Punten!" Arjuna, Senja dan Jay bersamaan mengucapkan kata permisi dalam bahasa Sunda.

"Mangga!" Mereka yang ada di sana pun dengan serempak menyahutnya.

Di dalam rumah itu sudah ada Lingga yang begitu setia menemani Saga, lelaki pucat yang kini sedang duduk di sofa dengan kedua kaki terlentang.

"Assalamualaikum." Ketiganya kembali bersamaan mengucap salam.

"Wa'alaikumsalam." Lingga dan Saga serentak menjawab salam tersebut.

Arjuna dan Senja serta Jay kini masuk ke dalam ruang tamu, Lingga menyambut ketiganya. Namun, Saga masih bergeming di tempatnya.

"Lu kenapa lagi sih, Saga?" tanya Arjuna.

Suami Senja itu kini duduk di hadapan, tepat di ujung kaki Sagara. Sementara Senja dan Jay masih berdiri. Pria berkulit putih itu tampak baik-baik saja, hanya terlihat sebelah tangannya yang dibalut perban.

Ibunya Saga yang bernama Nengsih kini menghampiri mereka, beliau mulai mengeluh atas perbuatan yang dilakukan oleh putranya itu.

"Untung kalian semua datang!" seru bu Nengsih dan semuanya sigap memberi salam. "Kalian harus tahu, kali ini Mama sudah tidak sanggup lagi mendidik a' Saga. Mama sudah pusing, kelakuannya membuat mama darah tinggi. Hobinya ribut dan ribut terus, bisa-bisa Mama mati muda kalau begini," keluhnya.

"Udahlah, Mah, jangan bicara macam-macam. Buktinya Mama sampai setua ini masih hidup, 'kan? Aku bersyukur banget untuk itu!" seru Saga yang menimpali ucapan ibunya.

"Ya ampun, udah salah, masih saja ngeledek Mama, dasar badung a' Saga mah," cecar bu Nengsih, hingga semuanya tertawa karena obrolan dua orang itu.

"Kali ini rebutan cewek yang mana lagi, sih?" celetuk Arjuna.

Saga berdecak, lalu menggantungkan kakinya ke lantai. "Neng Senja, silahkan duduk," ucapnya.

Senja akhirnya duduk di samping Arjuna setelah suaminya itu bergeser hingga berada di tengah-tengah antara Saga dan Senja.

"Kerjaannya tuh rebutan pacar saja, bukannya fokus kuliah, biar bisa secepatnya cari kerja. Atau bantuin bapak untuk urusin manggung Jaipongan," ujar bu Nengsih sembari memberi teguran secara halus pada putranya itu.

Beliau memang mempunyai sikap dan sifat yang lembut, meskipun Saga sering berbuat kenakalan tapi beliau hampir tidak pernah membentaknya ataupun berlaku kasar pada Sagara.

"Ah, Mama. Nanti juga kalau udah waktunya Saga juga pasti lulus kuliah, terus nyari kerja," sahut Saga dengan lemah lembut.

"Mendingan nikahin aja, Bu. Siapa tahu dengan begitu, jadi nggak ribut terus dan biar ada tanggung jawab," celoteh Senja dengan basa basi.

"Nya, muhun kedah kitu sigana, Neng!"
(Iya benar, harus begitu sepertinya, neng)

Lingga dan Jay sontak tertawa, Arjuna seketika menoleh pada istrinya itu dan menggeleng disertai senyuman. Sementara Saga kini tercengang dan tampak kebingungan.

"Kadangu henteu, a' Saga?"
(Kedengaran nggak a' Saga?)

Bu Nengsih memperhatikan anaknya itu, Saga mengulum bibir dan mengangguk secara perlahan.

"Tuh, bener saur si Neng. Eh, ieu teh si neng Senja tea nya'? putrinya abah lurah Koswara?"
(Tuh, bener kata si Neng. Eh, ini tuh si neng Senja itu, ya? Putrinya abah lurah Koswara?)

Bu Nengsih mendekat ke hadapan Senja, wanita manis itu mengangguk diiringi dengan senyuman.

"Muhun, bu!"
(iya, Bu)

"Coba lihat a' Saga, neng Senja sama a' Arjuna juga udah nikah. A' Saga kapan bawa calon dan kenalin sini ke Mama!" seru bu Nengsih.

"Ah Mama, mulai deh nanya-nanya calon." Saga pun mengeluh karenanya.

"Pacarnya banyak tuh bu," celoteh Lingga.

"Iya, ngakunya saja banyak pacar, tapi mana? Mama nggak pernah lihat satu pun, nggak pernah ada yang dibawa ke rumah dan dikenalin ke mama," ujar bu Negsih.

Sagara mengulum bibir seraya berpaling karena merasa malu oleh ocehan ibunya itu.

"Yaudah atuh, sok ngobrol-ngobrol saja, Mama mau ke dapur ngambil minuman dan cemilan buat kalian," lanjutnya.

"A' Juna, aku mau bantuin ibu, ya," sambung Senja tanpa ragu, ia pun beranjak dari duduknya.

"Ehh, neng Senja udah nggak usah, diem saja di sini," timpal bu Nengsih.

"Nggak apa-apa, Bu. Ayo, Senja bantuin," tukas Senja.

Sikap lembut ibu Nengsih dan sikap Senja yang mudah membaur, akhirnya menyatu dalam perpaduan yang saling melengkapi. Ibu Nengsih membawakan beberapa air minum, sementara Senja membawa beberapa cemilan yang diantarnya dengan nampan. Kebetulan di belakang rumah itu juga terdapat banyak orang, ada beberapa ibu-ibu yang sedang membuat kue-kue daerah, seperti seroja, wajit dan ada juga yang sedang menggoreng ranginang, atau rangining. Kue renyah yang terbuat dari beras ketan yang dibentuk seperti lingkaran yang gepeng. Tanpa ragu, Senja juga ikut bergabung bersama ibu-ibu itu untuk membantu beberapa pekerjaan yang ia mampu.

"Punten ... hoyong ngiringan ah, ngabantosan sakeudik," ujarnya.
(Permisi, pengen ngebantuin ah, sedikit)

"Mangga... silahkan, Neng!"

Beberapa ibu-ibu itu menyahuti Senja dan memberinya pekerjaan, seperti menggoreng kerupuk, tahu tempe dan mengupas sayuran seperti kacang panjang, terong, papaya mentah dan bahan lainnya untuk membuat sayur asam. Semua itu nantinya akan dimasak dan disajikan untuk makan bersama sore ini.

Keluarga ibu Nengsih memang sering mengadakan jamuan seperti itu, sering membuat banyak makanan untuk kebutuhannya sehari-hari. Nantinya juga akan disuguhkan kepada orang-orang yang tergabung dalam anggota seni grup Jaipong yang dikelola oleh bapak Bambang selepas latihan. Senja dan ibu Nengsih membawa beberapa makanan yang sudah matang ke ruang tamu, sengaja disuguhkan untuk Saga beserta teman-temannya.

"Ayo, neng Senja, udah jangan balik lagi ke dapur. Duduk saja di sini, makan di sini, tuh ajakin si A' Juna," titah ibu Nengsih.

Mereka pun akhirnya makan bersama dengan menu ala khas Sunda, ada tahu tempe, ikan teri digoreng, sayur asam, kerupuk, sambal dan tak lupa lalapan.

Sesudah makan adalah waktu yang pas untuk menikmati segelas kopi. Saga dan Lingga kini bergantian menyiapkan kopi masing-masing hingga membuatkan untuk Arjuna, Jay dan Senja. Kakaknya Sagara baru saja tiba dan masuk ke ruang tamu.

"Assalamulaikum!" serunya.

Saga dan teman-temannya serempak menyahut salam tersebut. "Walaikumsalam."

"Eh, ada tamu rupanya," seru pria yang bernama Samiawan itu.

Pria kharismatik, berwibawa dan mempunyai kemampuan supranatural yang kerap disebut paranormal oleh orang-orang di sekitar kampung itu.

"Awas-awas ... ada mbah dukun datang," celetuk Saga yang sudah terbiasa meledek kakaknya itu.

Namun, Samiawan hanya tersenyum tanpa merasa tersinggung sedikit pun.
"Si Saga mah gitu ih, nggak sopan ka lanceuk teh," celetuk Lingga diiringi dengan tawanya. (Si Saga begitu saja, tidak sopan kepada kakaknya)

"Diam lu, Lingga, mau diramal, lu?" protes Sagara, kemudian menoleh pada kakaknya. "A' Sam, coba terawang si Lingga, a' Sam!" serunya.

Mereka pun sontak tertawa, Arjuna menoleh pada Senja, "A' Sam itu dukun, Neng," celotehnya.

"Dukun sih dukun, tapi tetep saja nggak bisa nerawang aing, Juna," gumam Saga.

Samiawan lantas tersenyum lalu menepuk pundak Jay dan memperhatikannya seketika. Saga tercengang, begitupun dengan yang lainnya.

"Wah! Jay, bersiap lu bakalan diterawang sama si Aa'," ujarnya.

Samiawan mengangguk dengan seksama, "Jay, sing sabar, nya'!"
(Jay, yang sabar, ya)

Anehnya, hanya itu yang Samiawan ucapkan untuk Jay.

"A' Sam, coba ini si Lingga terawang," pinta Saga, hingga Lingga menepuk bahunya.

"Apaan sih, lu!" protesnya, Saga hanya tertawa.

Samiawan menoleh pada Lingga dan memandanginya sesaat.

"Si Lingga bentar lagi akan nikah," ucapnya.

"Wah ...." Saga dan yang lainnya lantas tercengang.

"Lingga belum mau nikah, a'," ujar Lingga.

"Kamu harus nikahin pacar kamu Lingga, soalnya dia sedang hamil," celoteh Samiawan.

"Uhukk ... uhukk!" Lingga seketika terkejut mendengarnya.

Samiawan hanya tertawa singkat melihatnya, seolah tidak ingin terlalu jauh membuka suara.

"Salah mungkin a' Sam, masa cewek Lingga hamil? Adanya yang hamil pasti tuh ceweknya si Saga," ucap Lingga.

"Apaan sih? Aing udah lama jomblo," sanggah Saga sambil menyeringai.

Samiawan menggeleng dan melemparkan padangannya pada Arjuna dan Senja hingga ia pun terpaku seketika. Saga dapat melihatnya dan memilih memperhatikan kakaknya itu.

"A' Sam, coba kasih tahu kita, apa yang a' Sam lihat dari Arjuna dan Senja?" pintanya.

"Neng, kita akan diterawang," ucap Arjuna.

Senja lantas tersenyum kemudian memandang ke arah Samiawan.

"Punten A', sebaiknya jangan dikasih tahu apa-apanya. Biarkan saja jadi rahasia antara a' Sam dengan Sang Maha Kuasa!" pinta Senja dengan lemah lembut.

Samiawan mengangguk secara perlahan disertai senyuman tipis.

"Neng Senja gimana sih, biarin aja, orang mau ngasih tahu masa depan kita," ujar Arjuna yang sedikit kecewa lantaran Senja mencegah terawangan untuk hubungan mereka berdua.

Senja kembali menggeleng dan memberinya sebuah senyuman.

"Aa' cuma mau bilang, semoga neng Senja selalu bahagia," ucap Samiawan yang kemudian permisi untuk pergi ke kamarnya.

Senja bisa tersenyum dengan lega, karena ucapan itu akan dijadikan doa untuknya. Namun, Saga kini tampak termenung dan menoleh ke arah kamar kakaknya. Mungkin saja ia merasa penasaran dari hasil penerawangan tentang Senja.

Dari pada harus memikirkan tentang terawangan, lebih baik Saga kembali fokus pada teman-temannya.

"Saga, lu belum cerita sama kita. Lu sebenernya kenapa? Apa bener rebutan cewek lagi?" tanya Arjuna yang tampak penasaran.

"Aing habis gebukin gay!" celetuk Saga, sampai semuanya tercengang.

"Gay? Maksudmu gimana?" Jay mulai tampak bingung.

"Iya Jay, orang gay alias homo. Goblok tuh si homo, aing apes bener, najis!" ujar Saga sambil bergidig ngeri, sementara Lingga sampai tertawa geli mendengarnya.

"Coba jelasin, kok bisa sih lu ketemu sama homo?" tanya Arjuna.

Saga lantas terdiam, pandangannya kini terfokus pada Senja sampai wanita itu mengernyit.

"Neng Senja, jangan salah paham. Aku masih normal," tukas Saga.

Senja tampak bingung kemudian berpaling muka dari Saga.

"Kenapa?" tanya Jay.

Saga menghela napas dan mulai mengutarakan segalanya.

"Ceritanya, aing tuh jadi kang ojek, di aplikasi gitu dan emang dasar apes. Aing udah seneng banget dapat penumpang, eh nggak taunya si tai emang," celoteh Saga.

"Apa? Lu ngojek?" sela Arjuna.

Jay masih belum paham sepenuhnya dan kembali mempertanyakan cerita Sagara.

"Iya, aing ngojek, karena gabut. Eh sebenernya nggak gabut-gabut amat sih, cuma kehabisan duit aja soalnya Mama ngurangin jatah mingguan. Jadinya, aing daftar aja ke aplikasi jadi kang ojek," ujar Saga.

"Pantes aja, perasaan aing nggak enak waktu bawa tuh si tai. Dari pertama naik aja udah berani pegang pinggang, mana kenceng banget, anjir dah!" tuturnya.

"Terus, kok kamu bisa tahu kalau orang itu gay?" tanya Jay.

Saga berdecak. "Iya, Jay, ternyata dia gay. Pertamanya emang biasa aja, terus ngasih alamat nggak jelas, aing sampe dibawa muter-muter. Untung saja aing udah hafal jalanan di Bandung sampai seluk beluknya, aing udah mulai curiga. Mana tuh si tai mulai grepe-in aing, katanya nggak apa-apa lama juga nyampenya, nanti duitnya dikasih lebih. Habis gitu aing tancap gas aja, dia auto makin meluk aing dari belakang, eh dianya minta diantarin ke jalanan yang sepi, habis gitu minta berhenti. Aing langsung nengok ke sana ke mari, langsung siaga. Terus tuh orang nyosor nyium aing, bangsat!"

Saga menjelaskan perkara kejadian itu, hingga dia terbawa suasana dan menjadi kesal sendiri.

Lingga dan Arjuna saling mengulum senyuman, untung saja di sana tidak ada Jona dan Aerlangga. Kalau mereka ada, maka habislah Saga diserang dari segala penjuru oleh bacotan mereka.

"Haha ... lu dicium apanya Saga?" Lingga tertawa geli melihatnya.

"Dia kena pipi aing, posisinya aing udah buka helm, anjing banget! Terus aing langsung banting tuh helm ke mukanya, jejeritan tuh si tai. Langsung ngajakin ribut ke aing, hayuk dah aing layanin. Aing bikin tuh si tai sampe babak belur, sialan emang!" Saga menggertak gigi dan merasa gemas sendiri ketika menceritakan kejadiannya.

Lingga dan yang lainnya sontak tertawa.

"Akhirnya si tai itu laporin aing ke polisi dan aing di skorsing dari kampus!" sambung Saga.

Arjuna menoleh seketika. "Terus, lu nggak akan ikut wisuda, dong?"

Saga hanya mengedikan bahu. "Nggak tahu, ah, aku juga pusing, bukan pusing masalah kuliah, tapi pusing mikirin Mama. Kasihan juga Mama, kadang aing merasa bersalah, tapi gimana, aing cuma ngebela diri," sanggahnya seraya menghela napas.

Jay mendekat pada Saga dan menepuk pundaknya. "Nggak apa-apa, nanti kamu bisa lanjutin kuliah, yang penting sekarang kamu sembuhin dulu tuh luka di tangan. Gebukin si homo sampe terluka begitu."

Saga mengangguk. "Iya Jay, soalnya tuh homo ngeselin banget, amit-amit, dah!" Ia pun kembali bergidik, disusul oleh tawa dari rekan-rekannya.

"Neng Senja kok diam aja?" tanya Saga yang kini melemparkan pandangannya pada Senja.

"Ah, sok aja, A', ngobrol, nggak apa-apa, kok," sahut Senja dan sesekali ia pun memperhatikan layar ponselnya.

Jay dan Arjuna memperhatikan Senja. "Neng Senja pasti sedang mikirin Elang, ya?" ucap Jay.

Senja lantas memandangnya, lalu mengangguk secara perlahan. Arjuna pun merangkul pundak dan mencium pipinya.

"Oh, iya, Jay, si Elang hari ini berangkat ke Yogyakarta, 'kan? Kok lu nggak nganterin?" tanya Saga.

"Elang masih marah sama aku," tutur Jay dengan lirih, hingga mereka saling tertegun.

"Pantes aja neng Senja diam aja dari tadi, Elangnya akan jauh, ya?" celoteh Saga yang dengan cepat ingin mengalihkan perbincangan.

Senja tampak menghela napas dan terlihat masih memikirkan sesuatu tentang Elang.

"Lingga nggak anterin Elang ke bandara?" tanya Senja yang kini menoleh pada Lingga.

Lingga menggeleng. "Kita nggak dibolehin nganterin Elang, anaknya nggak mau dianterin. Nanti saja katanya kalau pulang, baru dia minta dijemput!" papar Lingga.

"Iya, ke aku juga bilangnya gitu, nggak mau diantarin, takut sedih katanya," tutur Senja sampai Arjuna semakin mengeratkan rangkulan tangannya pada istrinya itu.

"Nanti Jay pasti akan sering temanin neng Senja, Jay janji," ucap Jay, Senja hanya tersenyum padanya.

"Neng Senja juga nggak perlu khawatir, walaupun Elang jauh tapi aku juga bisa gantiin Elang buat temenin neng Senja, a' Saga juga bisa dong nari Jaipongan," tutur Saga dengan penuh percaya diri.

Mereka pun sontak memandang pada Saga, terutama Senja yang memberinya atensi lebih.

"Jangan modus deh lu!" protes Arjuna.

Saga ber-smirk, "Eeaakk ... cemburu-cemburu?" cibirnya.

"Idih!" ketus Arjuna.

"Emangnya a' Saga bisa nari Jaipongan?" tanya Senja.

"Oh tentu bisa, dong, apa sih yang nggak bisa? Apalagi buat neng Senja," sahut Saga dengan begitu ceria.

"Caper-caper!" sela Arjuna dengan mendorong bahu Sagara, si empunya hanya tertawa renyah.

"Wah, boleh dong kapan-kapan kita nari bareng?" tawar Senja sampai Saga tertegun.

"Neng yakin mau nari bareng si Saga?" tanya Arjuna.

Senja pun mengangguk di hadapannya. "Emangnya kenapa? Nggak boleh? A' Juna cemburu?" Senja menatapnya dengan polos.

Arjuna lantas menggeleng. "Nanti si Saga takut baper deh," celetuknya.

Sagara tersenyum seketika hingga menutup mulutnya sendiri.

"Ciiee ... tuh kan baper," celoteh Lingga, sampai Jay tersenyum melihatnya.

"Bagaimana kalau minggu depan, kita latihan bareng, Neng?" tawar Saga dengan antusias.

Arjuna dan Senja sontak tertegun. "Nggak bisa!" sanggah Arjuna.

"Kenapa? lu beneran cemburu, ya?"

"Bukan!" Arjuna menggeleng.

"Soalnya kita mau berangkat ke Kalimantan dua hari lagi sesudah a' Juna wisuda," ungkap Senja.

Saga terpaku, pandangannya terfokus pada Senja sampai mulutnya tidak bisa berkata-kata.

"Neng Senja benar, aku udah mutusin buat ngambil job di Kalimantan, gajinya kan
Lumayan gede," tukas Arjuna.

Saga lantas berpaling, diam seribu bahasa sedang merasakan hatinya yang mulai gundah gulana.

"Kita ke sini, sekalian mau bilang itu sama kalian dan itung-itung pamitan, gitu," ucap Arjuna.

Lingga pun bergegas memeluk Arjuna. "Maaf, aku nggak bisa nganterin, ya, ada kelas kuliah!" tukasnya.

"Nggak apa-apa, kok," Sahut Arjuna Senja.

"Tenang aja, Neng, ada Jay yang akan nganterin neng Senja dan Arjuna ke bandara," ujar Jay yang kemudian meraih salah satu tangan Senja dan menggenggamnya dengan erat.

"Terus lu bagaimana Saga? Lu mau ikut nganterin kita nggak?" tanya Arjuna sambil menyentuh pundak Saga.

Pria tsundere itu hanya mampu menggeleng secara perlahan. "Aku nggak bisa, aku cuma bisa mendoakan semoga kalian bahagia di sana," ucapnya terdengar lirih.

"Wah, tumben banget nggak mau nganterin, kenapa nih?" tanya Lingga pada Saga, hingga Saga terdiam cukup lama dan kembali memandang tepat ke arah Senja.

"Oh, aku nggak mau sedih!" ujarnya, seraya tersenyum tipis dan mengatup bibir lalu menundukan wajahnya. Berusaha menutupi rasa gelisah yang kini menyambanginya.

"Kita pasti akan bertemu lagi, kita bakalan pulang setahun sekali pas lebaran," ujar Arjuna.

Mereka pun saling mengangguk, di sana Arjuna, Jay, Lingga dan Saga kemudian saling berpelukan satu sama lain. Sementara Senja hanya tersenyum memandangi mereka, ia dapat merasakan hal yang sama yaitu sedih karena perpisahan.



Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

3.6M 172K 63
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
493K 23.4K 48
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.2M 120K 30
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
530K 42.5K 28
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...