Evanescent [TERBIT]

By AnnisaMeilani2805

1K 39 3

Dipindah tugaskan ke rumah sakit yang berada di tanah kelahirannya, membuat Davian kembali dipertemukan denga... More

1. HELLO JAKARTA
2. MEMAHAMI
3. TIGA PERMINTAAN
4. SOSOK TEMAN
5. HAPPY BIRTHDAY
6. BUKAN KISAH KASIH
7. HUJAN DAN PELANGI
8. DOKTER SAYANG
9. AMARA DAN DAVIAN
10. TERSINGGUNG
11. TEMPAT BERCERITA
12. SEBUAH SANDIWARA
13. PERIHAL KEDEKATAN
15. DI MANA BELLOVA?
16. ABU-ABU
17. PERASAAN AMARA
18. EVANESCENT [END]
INFO PREE ORDER

14. JARAK YANG TERCIPTA

33 1 0
By AnnisaMeilani2805

Enjoy guys!

Hanya takdir yang bisa menjelaskan seberapa mulusnya pertemuan seseorang, dan seberapa pedihnya perpisahan seseorang. Di mana waktu membantu memberikan sebongkah memori baru yang akan dikenang sebagai luka. Walaupun hari ini bukan akhir dari sebuah kisah yang sedang berjalan, namun terkoyaknya satu halaman dalam buku cerita, membuat jalan cerita runyam.

Saat sinar matahari berada di atas kepala, berbondong-bondong orang membuka bekal dan menyodorkan uang untuk membeli makanan. Ada juga sebagian manusia dengan kepedulian tinggi datang membawakan bekal untuk makan siang sehat yang dibuat oleh tangan sendiri.

Ruang inap Bellova kali ini tidak sepi, ada lima orang yang mengunjungi dan memberikan do'a untuk kesembuhannya. Sekeranjang buah segar yang masih baru di simpan di atas sofa, dan sebuah kotak nasi dengan harum semerbak yang akan membuat perut berguncang saat tutupnya terbuka.

"Terima kasih sudah temani anak Bunda ya, gadis manis."

"Sama-sama Tante, aku senang temani Kakak di sini, Ayah dan Ibuku juga memberi izin. Kami suka bermain permainan dadu bersama, tapi dia selalu menang, tolong katakan padanya untuk mengalah pada yang lebih muda." Ucapan Aurora, gadis kecil yang ikut memenuhi ruang inap Bellova membuat tawa ringan mengundara.

"Apa Ayah dan Ibumu bekerja di rumah sakit ini?" Pertanyaan dari Ratna, Bunda Bellova, ditanggapi dengan gelengan kepala.

"Kebetulan kedua orang tua Aurora adalah paman dan bibi saya, jadi Aurora menunggu kedua orang tuanya siuman di sini." Bukan suara Aurora yang terdengar formal itu, melainkan Davian.

Ia turut hadir menyambut orang tua pasien yang datang untuk menjenguk. Jam makan siang yang awalnya akan dihabiskan di kantin, kini ia habiskan untuk menjalin ikatan persaudaraan bersama keluarga pasien.

"Tante yakin Ayah dan Bundamu akan bangga karena putrinya sangat baik, mereka berdua akan segera bangun saat melihat putri kecilnya membantu orang lain." Ratna berusaha mengontrol raut wajahnya saat menyadari telah merubah arah pembicaraan.

"Terima kasih."

"Oh iya, saya lupa belum berkenalan dengan suster baru yang mengganti Yolla itu, siapa nama kamu?" Ratna melirik Amara yang sedari tadi setia berdiri di samping Davian.

"Saya Amara, Tan."

"Nama yang bagus, terima kasih sudah ikut menjaga anak saya, ya."

"Tidak masalah, itu sudah kewajiban saya."

Selanjutnya hanya pembicaraan random yang menjadi topik. Hingga akhirnya satu persatu orang yang mengunjungi ruang inap Bellova pamit meninggalkan ruangan.

"Bunda pamit pulang ya, kalo ada hal penting, kamu bisa beritahu Amara atau Dokter Davian." Bellova mengangguk dengan mengulas senyum kecil.

"Istirahat yang cukup cantiknya, Ayah."

Pintu tertutup rapat meninggalkan Bellova seorang diri, raganya yang kembali sendiri dan isi kepalanya yang kini ramai. Sedangkan di luar ruang inap, riuh ketukan sepatu dan obrolan tiga orang dewasa terlihat akrab, seakan telah mengenal selama bertahun-tahun.

"Bunda benar-benar tidak menyangka jika kamu adalah Davian yang selalu menemani Bellova sedari dulu, takdir begitu baik mempertemukan kembali kalian. Walaupun keadaannya tak lagi sama, namun Bunda ingin yang terbaik yang terjadi. Kami meminta maaf atas kejadian yang terjadi dulu."

"Untuk semua yang terjadi dahulu, biarlah menjadi masa lalu, saya senang sudah mendapatkan apa yang seharusnya tidak menghilang, Tuhan benar-benar memberikan takdir yang unik pada saya dan Bellova." Davian tersenyum menatap dua orang tua di depannya, siapa sangka kunjungannya kemarin membuahkan sebuah hasil.

Sebuah tanda tanya besar benar-benar telah terungkap setelah disembunyikan dengan tutup mulut tanpa suap yang ampuh, hampir dua puluh tahun, semuanya berjalan seakan tak terjadi apa-apa, namun takdir menunjukkan sisi penuh kejutannya.

"Kerinduan kami padamu benar-benar tidak bisa dibendung lagi, kami sangat senang bisa bertemu kembali dengan sosok Ndra yang selalu diidolakan si cengeng."

Davian tertawa kecil, panggilan itu terngiang-ngiang di kepalanya. "Jika saya diperbolehkan, saya ingin sekali memanggil Bellova dengan panggilan lucu itu, sayangnya ini bukan waktu yang tepat."

"Tunggu saja waktunya, Nak. Sekarang saja kami berdua sudah senang karena ingatanmu dan Bellova sudah kembali, sisanya kita serahkan saja pada Tuhan. Tapi andai, jika saja sejak dulu kami tahu, maka keadaan Bellova tidak akan seperti sekarang."

"Tante tidak perlu khawatir, saya akan lebih menjaga keadaan Bellova mulai sekarang. Perlahan saya akan membuatnya terbiasa kembali dengan sosok teman," sahut Davian.

"Memangnya, Bellova masih belum bisa merubah pola berpikirnya tentang teman? Kamu yang selama ini mengobrol dengannya apa bukan teman?" Seorang pria di samping Ratna bersuara.

"Saya bukan teman Bellova, kami hanya saling mengenal. Dia yang meminta saya untuk tidak menganggapnya teman, tapi perlahan saya akan berusaha membuatnya kembali seperti dulu."

°°°

Malam hari di rumah sakit katanya bisa menambah pengalaman seram, langkah kecil Bellova perlahan membawanya keluar ruang inap menuju meja resepsionis. Seorang perawat mengetuk pintu dan menyuruhnya menerima pesan yang ditinggalkan sebuah panggilan. Namun, sesampainya di rumah sakit, tidak ada siapapun yang menjaga meja resepsionis, membuat Bellova terpaksa mengangkat sendiri telepon dengan pesan yang ditinggalkan.

"Halo, pastikan yang mendengar ini adalah penderita depresi yang menyedihkan dengan nama Bellova, jika benar. Tetap berdiri di sana dan pandangi telepon ini dengan telinga terbuka, dengarkan pesan ini. Aku harap semoga kamu segera angkat kaki dari rumah khusus orang sakit itu!"

Bellova tersentak saat suara telepon yang ada di genggamannya begitu memekakkan telinga. Pesan yang ditinggalkan si penelepon seakan menyiratkan sebuah dendam. Hembusan napas memburu dari pesan suara terdengar jelas.

"Bunda benar-benar tidak menyangka jika kamu adalah Davian yang selalu menemani Bellova sedari dulu, takdir begitu baik mempertemukan kembali kalian. Walaupun keadaannya tak lagi sama, namun Bunda ingin yang terbaik yang terjadi. Kami meminta maaf atas kejadian yang terjadi dulu."

Kerutan di dahi Bellova muncul saat mendengar suara lembut Bundanya, tapi tidak mungkin jika pesan dengan penyampaian yang kasar ini berasal dari Ratna.

"Untuk semua yang terjadi dahulu, biar 'lah menjadi masa lalu, saya senang sudah mendapatkan apa yang seharusnya tidak menghilang, Tuhan benar-benar memberikan takdir yang unik pada saya dan Bellova."

Kini berganti suara Davian yang muncul, sepertinya ini adalah percakapan yang direkam oleh seseorang, dan di sampaikan pada dirinya, pikir Bellova. Ia membuka lebar-lebar telinganya, mendengarkan setiap kata yang keluar dari spiker telepon.

"Kerinduan kami padamu benar-benar tidak bisa dibendung lagi, kami sangat senang bisa bertemu kembali dengan sosok Ndra yang selalu diidolakan si cengeng."

Degup jantung Bellova berdetak kencang, bahkan ada sedikit rasa nyeri terasa di dadanya. Hembusan napasnya seketika memburu, sistem pernapasannya berganti tempo.

"Jika saya diperbolehkan, saya ingin sekali memanggil Bellova dengan panggilan lucu itu, sayangnya ini bukan waktu yang tepat."

"Tunggu saja waktunya, Nak. Sekarang saja kami berdua sudah senang karena ingatanmu dan Bellova sudah kembali, sisanya kita serahkan saja pada Tuhan. Tapi andai, jika saja sejak dulu kami tahu, maka keadaan Bellova tidak akan seperti sekarang."

Tanpa dorongan dari siapapun, spontan Bellova menjatuhkan gagang telepon yang dipegangnya, sebuah fakta yang diterimanya begitu menyesakkan dada, tersemat rasa kekecewaan untuk seorang Davian juga kedua orang tuanya, dan kesedihan yang begitu mendalam untuk masa lalunya.

"Kamu mendengarnya manusia sakit?! Terima kasih sudah mau mendengarkan."

Tak mempedulikan telepon rumah sakit yang jatuh ke lantai, Bellova merasa matanya memanas, kekecewaan yang mendalam begitu besar dalam hatinya. Davian adalah penipu, dia merawat orang yang seharusnya berada di balik jeruji karena menjadi penyebab terjadinya sebuah kecelakaan pada dua puluh tahun yang lalu. Kebohongan yang direncanakan kedua orang tuanya bahkan begitu tak disangka.

Tanpa sadar tetesan air mata turun melewati pipi gembul yang dulunya tirus. Pesan tadi adalah hal sepele yang dengan mudahnya sudah membuat jurang tanpa ujung yang akan memisahkan dua daerah. Layaknya dua kutub negatif yang tidak bisa disatukan.

Takdir yang penuh kejutan begitu hebat mempermainkan hati seorang Bellova, Davian yang dikenal sebagai seseorang yang memberikan uluran tangan bagi para pasiennya, kini di pandangan Bellova sekarang dia adalah seseorang yang memberikan luka paling dalam. Ndra, teman masa kecilnya dulu, adalah Davian. Sandiwara yang sangat hebat.

"Kekecewaan yang kamu berikan, aku anggap sebagai bentuk pembalasan dendam di masa lalu. Aku melukai fisikmu karena kecelakaan itu, namun kamu dengan kejamnya melukai batinku secara sadis. Kamu bersikap baik untuk memanipulasiku agar aku percaya padamu, sungguh Tuhan sangat ingin aku mati perlahan di dunia simulasinya."

Continue Reading

You'll Also Like

494K 17.3K 195
(Fan TL) Won Yoo-ha, a trainee unfairly deprived of the opportunity to appear on a survival program scheduled to hit the jackpot, became a failure of...
1.7M 142K 65
RATHOD In a broken family, every person suffers from his insecurities and guilt. Successful in every field but a big failure when it comes to emotio...
49.5M 1.9M 65
Blayze Norman; A cold and ruthless CEO of Norman Enterprises has decided to take Caden Carter as his bride, not even the heavens was going to stop hi...
455K 18K 48
Vikram, a senior officer, prioritizes his duty above all else, much like his father, ACP Rajendra. He has three siblings: one is an officer, and the...