Cinta Satu Kompleks

By TheSkyscraper

1.6M 29.8K 2K

Ini tentang Moza dan ketiga cowok yang tinggal satu kompleks dengannya. Ada Eghi, cowok yang Moza sukai. Lalu... More

Prolog
01| Minggu pagi Moza
02| Dua cowok menyebalkan
03| Aryan Suteja
04| Pertengkaran antara Ferrish dan Tejo
05| Mantan kekasih Ferrish
06| Dikejar Ferrish
07| Pulang bersama Ferrish
08| Kepulangan Kak Dylan
09| Pertengkaran dengan Masha
10| Moza mau kencan
11| Pertemuan Moza dengan Tejo
12| Moza patah hati
13| Rasa sesak di dada
14| Jadian, yuk?
15| Lari
16| Tamu tetangga sebelah
17| Rasa penasaran Moza
18| Jawaban dari pertanyaan Moza
19| Lagi-lagi bertemu Masha
20| Semua orang sibuk, kecuali Moza
21| Gosip hangat hari ini
23| Kembali mencari gara-gara

22| Malam di rumah Moza

554 98 1
By TheSkyscraper

"Moza," panggil Kak Dylan yang tiba-tiba saja sudah berada di kamarku. "Wih, gila adek gue belajar," lanjut Kak Dylan ketika melihatku duduk di kursi meja belajar. Kak Dylan mendekat ke arahku, ia langsung berdecak sambil geleng-geleng kepala ketika menyadari yang berada di atas meja adalah komik. "Ekspektasi gue ketinggian ternyata," tambahnya.

"Lo ngapain nyari gue?" tanyaku mengabaikan sindiriannya.

"Nggak nyari lo sih, sebenernya," jawab Kak Dylan santai. "Gue mau nyari Ferrish," tambahnya seraya berjalan ke arah balkon kamarku. "Ferrish!" seru Kak Dylan memanggil tetangga sebelahku.

Aku hanya bisa mendengus sebal melihat kelakuan Kak Dylan. Memangnya kamarku ini jalan pintas untuk bertemu dengan Ferrish apa? Kan dia bisa langsung ke rumah Ferrish lewat pintu depan rumah. Lagian, rumah kami kan sebelahan. Tinggal jalan sebentar juga sampai. Ini malah pakai merusuh di kamarku.

"Dia di rumah nggak, Moz?" tanya Kak Dylan menyembulkan kepalanya ke dalam kamarku.

"Mana gue tahu. lo pikir Ferrish peliharaan gue apa?"

Kak Dylan mengangkat kedua bahunya. "Kali aja lo tahu."

"Ngapain lo nyariin Ferrish?"

"Mau gue ajak push rank," jawabnya tanpa dosa.

"Nggak penting banget!" balasku. "Keluar dari kamar gue, deh, sana. Ganggu aja."

"Salah siapa kamar lo yang sebelahan sama kamar Ferrish. Kalau misal kamar Shila yang sebelahan sama kamar Ferrish, gue pasti mainnya ke kamar Shila."

"Kak Dylan!" seru dari arah luar. "Nyari gue?"

Kak Dylan kini kembali ke balkon. Tampaknya orang yang dicari Kak Dylan muncul.

"Iya, nyari lo. Sibuk nggak?"

Aku menghela napas dalam. Kalau malam ini ingin hidup tenang, kayaknya aku yang harus mengalah. Baik lah.

Kemudian aku memutuskan untuk bangkit dari posisi dudukku sambil membawa serta komik yang sedang kubaca. Aku berniat untuk mengungsi ke kamar Kak Shila. Namun, karena mendadak aku takut ketahuan baca komik oleh mama, akhirnya aku meletakkan kembali komikku itu ke atas meja.

"Mau ke mana?" tanya Kak Dylan kembali menyembulkan kepalanya ke dalam kamar.

"Ngungsi lah. Mana bisa hidup tenang kalau lo sama Ferrish berisik," jawabku.

"Oh ya..., bagus. Dadah." Kak Dylan melambaikan tangan ke arahku dengan cengiran lebar.

Aku hanya berdecak sebal sebelum akhirnya keluar dari kamar. Padahal kan tadi aku berniat untuk menyelesaikan bacaanku sebelum nantinya beralih mengerjakan PR—kalau tidak keburu ngantuk.

Aku mengetuk pintu kamar Kak Shila yang berada tepat di depan kamarku.

"Kak Shila?" panggilku seraya membuka pintu di depanku. Aku melongokkan kepala, mencari sosok Kak Shila yang ternyata tidak ada di dalam kamar. "Ke mana orangnya?" gumamku kembali menutup pintu kamar Kak Shila.

Karena Kak Shila tidak ada di kamar, akhirnya aku memutuskan untuk turun ke lantai satu. Siapa tahu Kak Shila memang berada di bawah. Namun, bisa jadi juga Kak Shila saat ini sedang main ke tempat Kak Eghi.

Aku menghela napas dalam. Nasib jomblo gini amat, sih. Sendirian, gumamku dalam hati.

Aku berjalan menuju kulkas untuk mengambil satu botol minuman soda lalu membawanya ke ruang TV. Setelah itu, aku menyibukkan diri menonton film animasi.

"Nonton apa?" tanya suara di belakangku.

Aku menoleh dan mendapati Kak Shila tengah berdiri di belakang sofa sambil membawa snack kentang di tangan kanannya. "Film," jawabku singkat. "Mau dong itu." Aku menunjuk snack di tangan Kak Shila dengan daguku.

"Nih," balasnya menyerahkan snacknya kepadaku yang langsung kuterima. Kak Shila memutari sofa kemudian ikut duduk di sampingku.

"Habis dari mana?" tanyaku kepadanya.

"Dari rumah Eghi."

"Nggak keluar main?" tanyaku lagi menoleh ke arahnya.

Kak Shila menggelengkan kepala. "Dia sedang ada banyak PR."

"Oh," balasku menganggukkan kepala mengerti. "Mama sama Papa mana? Kok sepi."

"Baru aja pergi. Sama Bibi juga. Kayaknya beli sesuatu. Tapi nggak tahu beli apa."

"Ah, kayaknya ke supermarket deh, beli bahan makanan. Tadi mama sempat bilang kalau beras mau habis."

Dari arah tangga aku melihat sosok Kak Dylan tengah berjalan menuruninya. Dia menoleh ke arahku dan Kak Shila. "Kalau Ferrish sama Dennis datang, suruh ke belakang. Oke?" katanya kepada kami.

"Nggak oke," jawabku dan Kak Shila bersamaan.

"Gue beli pizza!" seru Kak Dylan seolah sebagai sogokan untuk kami. "Kalian boleh minta."

"Oke!" kataku dan Kak Shila dengan semangat.

"Sip."

Setelah mengucapkan itu Kak Dylan langsung berjalan ke taman belakang.

"Ada urusan apa Kak Dylan sama Ferrish dan Dennis?" tanya Kak Shila kepadaku.

"Biasa, hal yang nggak penting," jawabku.

"Apa?"

"Push rank."

"Ah," balas Kak Shila menganggukkan kepala.

Tak lama kemudian Dennis dan Ferrish sudah sampai di rumahku. Mereka berdua langsung masuk ke dalam rumah tanpa repot-repot mengetuk pintu ataupun di persilakan masuk terlebih dahulu.

"Sayang Moza," sapa Dennis kepadaku.

"Yang kalian cari ada di halaman belakang. Sana," kataku sambil mengibaskan tangan, buru-buru mengusir Dennis dan Ferrish. Aku tidak akan memberi mereka kesempatan untuk merusak malam indahku.

"Gue nyari lo kali, Moz," kata Dennis dengan ekspresi sok memelas yang tentu saja mengundang tawa Kak Shila.

"Lo nggak ikutan main?" tanya Ferrish padaku.

"Nggak."

"Ikut lah, Moza," timpal Dennis.

"Iya, ikut main, Moz. Jadi kalau team kita kalah, udah ada kambing hitamnya. Kami semua bisa nyalahin lo," sahut Ferrish yang langsung membuat Kak Shila tertawa. "Ayo, Moza," lanjutnya dengan cengiran lebar.

"Beneran gue sambit pakai pakai remot lo, ya!" kataku kesal seraya mencari-cari remot TV.

"Ayo kabur!" balas Dennis yang saat ini sudah menarik tangan Ferrish untuk segera pergi dari ruang TV.

"Lo berdua bener-bener ya!" gerutuku kesal menatap kepergian Ferrish dan Dennis.

"Kayaknya kalau ada yang nanya hobi ke mereka berdua, pasti mereka akan jawab 'gangguin Moza'," ucap Kak Shila di sela tawanya.

"Nggak usah ketawa ya," balasku memukulkan bantal sofa ke badan Kak Shila.

Kak Shila tidak membalas, dia hanya terus saja tertawa puas. Aku bahkan tidak tahu apanya yang lucu hingga membuatnya tertawa terpingkal-pingkal seperti itu.

"Moz," kata Kak Shila setelah puas menertawakanku. "Nonton drakor aja yuk?"

"Mau nonton drakor apa?" tanyaku sambil menguap. Meskipun ini masih jam setengah delapan, entah mengapa rasanya aku sudah mulai mengantuk.

"Yang lucu-lucu menggemaskan sampai pengen gigitin bantal."

Aku tersenyum lebar mendengar ucapan Kak Shila. "Oke," kataku merasa siap jatuh cinta dengan pemeran pria yang aku yakin pasti tampan.

"Ini gimana?" tanya Kak Shila yang sedang sibuk memencet remot televisi. "Alchemy of Souls. Banyak cogannya."

Aku mengangguk dengan semangat. "Iya ..., iya..., gue menahan diri buat nggak nonton itu tahu. Gue nunggu lo pulang."

"Gue pun sama. Pengen marathon nonton drakor sama lo. Kan lebih seru kalau ada temennya."

Kemudian Kak Shila mulai mengklik judul tersebut. Setelahnya kami hanya duduk diam sambil menikmati film tersebut.

"Pause bentar dong," kataku kepada Kak Shila.

Kak Shila mengklik tombol di remot yang membuat film berhenti. "Ada apa?"

"Mau ambil cemilan," ucapku seraya bangkit dari duduk.

"Ide bagus," balas Kak Shila.

Segera aku berlari kecil ke arah dapur untuk mencari cemilan. Rasanya tidak afdol kalau menonton tanpa memakan sesuatu.

Aku membuka kabinet di dapur yang kami fungsikan untuk menyimpan cemilan dan sejenisnya. Namun, ketika pintu kabinet sudah kubuka, aku hanya mendapati kardus kosong yang dulunya pernah berisi biskuit cokelat.

"Nggak ada apa-apa," gumamku tidak percaya.

"Dor!"

Sontak aku terlonjak karena kaget ketika mendengar suara serta terpukan pelan di pundakku. Segera aku berbalik untuk melihat manusia rese yang membuatku kaget.

"Dennis!" kataku sebal ketika melihat sosok Dennis yang kini sudah tertawa.

"Ekspresi kaget lo lucu banget," ucapnya santai seraya membuka pintu kulkas dan mengambil satu minuman kaleng.

"Sudah cukup ya, bikin gue kesal malam ini. Nggak usah ditambah-tambahin lagi," gerutuku melotot sebal ke arahnya.

"Gue mana pernah sih, sengaja bikin lo kesal. Apa pun yang gue lakuin ke lo tuh niatnya mau bikin lo jatuh cinta tahu," katanya dengan cengiran lebar. "Jadi, udah jatuh cinta belum sama gue, Ayang Moza?"

"Beneran gue cariin pisau lo, ya," kataku yang kembali membuat Dennis tertawa.

"Berhenti bikin gue gemas. Nggak kuat, Moza," ucap Dennis seraya mengacak-acak rambutku.

Aku memukul lengannya. "Nggak usah bikin rambut gue berantakan!"

"Iya, ampun," ucapnya lagi sambil terkekeh. "Omong-omong, lo lagi cari apa?"

"Cemilan. Tapi nggak ada," jawabku. Lalu, aku ingat jika Dennis itu salah satu cowok yang baik—ya meskipun sering menyebalkan. "Lo mau beliin gue cemilan nggak?" tanyaku mencoba tersenyum manis kepadanya.

Dennis tersenyum lebar ke arahku. "Apa sih, yang nggak buat lo."

Aku menatapnya penuh harap. "Lo beneran mau beliin?"

Dennis masih tersenyum lebar. "Nggak," jawabnya singkat sambil menggelengkan kepala.

Aku berdecak lalu meninggalkannya di dapur. Di belakangku, aku mendengar Dennis tertawa. Dan tentu saja aku yakin dia tengah tertawa karena diriku. Sejak kapan sih, aku berubah jadi pelawak? Kenapa banyak sekali orang yang suka tertawa karena apa pun yang kulakukan?

Aku kembali ke ruang TV di mana Kak Shila berada. Kini di atas meja depan sofa sudah ada satu kotak pizza. Sontak saja senyumku mengembang melihat itu.

"Pizza punya Kak Dylan udah datang?" tanyaku seraya duduk di samping Kak Shila.

"Iya," jawab Kak Shila menganggukkan kepala. "Cemilannya mana?"

"Nggak ada cemilan apa pun di dapur," kataku yang membuat Kak Shila menganggukkan kepala mengerti. "Ini nggak dikasih ke Kak Dylan?"

"Nggak," jawab Kak Shila seraya membuka kotak pizza. "Pura-pura aja lupa," lanjutnya mengambil satu potong pizza lalu memakannya.

"Lo emang pintar," balasku ikut mencomot pizza tersebut lalu memakannya.

Kemudian kami berdua kembali melanjutkan menonton drama korea sambil menikmati pizza pesanan Kak Dylan. Tak berapa lama kemudian Kak Dylan, Ferrish serta Dennis masuk ke dalam rumah karena saat ini tiba-tiba saja hujan turun. Mereka bertiga menyerbu ke ruang TV. Dan ketika melihat pizza yang dipesan Kak Dylan hanya dua potong, buru-buru Ferrish dan Dennis mengambil masing-masing satu potong pizza lalu memakannya.

"Gue nggak dapat?" tanya Kak Dylan tidak percaya.

"Beli lagi lah. Nggak usah kayak orang susah," kataku seraya menggigit pizza yang berada di genggamanku.

"Iya. Lagian kan siapa suruh kita panggil tadi nggak nyahutin. Kami pikir kan emang ini buat kami," timpal Kak Shila enteng.

Kak Dylan membuka mulutnya, seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun, untuk beberapa detik, tidak ada satu kata pun keluar dari dalam mulutnya. Dari wajahnya sih, dia sedang kesal.

"Hati-hati kena amuk, kami habis kalah. Rank dia turun sampai ke dasar jurang," kata Ferrish kepadaku dan Kak Shila sambil menikmati pizza bagiannya.

"Dan sebaiknya kita pulang, Rish," ucap Dennis. "Gue nggak mau ikut kena amuk."

"Bener," balas Ferrish. "Kami pulang dulu."

"Kalian nggak boleh pulang. Bantuin gue naikin rank!" kata Kak Dylan.

"Nggak ah, makasih," ucap Ferrish yang saat ini sudah berjalan meninggalkan ruang TV bersama dengan Dennis.

"Bye bye sayang Moza!" seru Dennis melambaikan tangan ke arahku.

Kudengar Kak Dylan sudah mengomel sendiri sambil menatap kepergian Ferrish dan Dennis.

Kak Shila yang duduk di sampingku menarik lengan kaosku yang membuatku menoleh ke arahnya. "Ayo kabur," katanya pelan.

Aku menganggukkan kepala. Lalu, kami berdua bangkit dari posisi duduk secara perlahan. Berusaha sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Kamudian, dengan cepat kami berjalan menuju arah tangga.

"Lo berdua mau ke mana? Ganti pizza gue!" seru Kak Dylan.

"Ayo lari!" kataku kepada Kak Shila.

Setelahnya kami berdua berlari menaiki tangga menuju kamar kami masing-masing. Aku dan Kak Shila sempat tertawa puas melihat Kak Dylan yang sudah mengomel sambil berlari mengejar kami. Beruntungnya kami berdua bisa menyelamatkan diri masing-masing sebelum Kak Dylan menangkap kami berdua.

Sungguh malam yang seru! Aku dan Kak Shila maling pizza! Haha. 

----------------- 

Halo! Malam ini rumah Moza ramai yaaa hahaha

Btw, ada yang suka nonton drakor kah? Boleh minta rekomendasi drakor yang lucu-lucu menggemaskan sampai pengen gigitin bantal nggak? haha aku lagi bingung mau nonton apaaah. 

Terima kasih buat yang sudah mampir dan bacaaa. 

Continue Reading

You'll Also Like

788K 22.1K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1M 19.1K 46
Gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA terpaksa menjalankan misi misi aneh dari layar transparan di hadapannya, karena kalau tak di jalankan, ma...
4.3M 97.6K 48
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
386K 27.4K 26
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...