FWB: Friends With Bittersweet

rahmatgenaldi tarafından

1.4K 120 14

❝Antara aku yang terlalu naif, dan kamu yang terlalu baik.❞ • • • Toko buku, toko perabot, tumbler dan desser... Daha Fazla

1. Tentang
2. Hantu Masa Lalu
3. (Masih) Tentang Julian
4. Julian dan Masanya yang Telah Usai
5. Bab Terakhir Untuk Julian
6. Rajendra Rama Hakmani
7. Kali Pertama
8. Simbiosis Mutualisme
9. Usik
10. Sedikit Celah
11. Dua Sisi
12. Menolak Mengabaikan
14. Balada Toko Buku
15. Pertanyaan Berbahaya
16. Netra Cokelat & Degup Jantung
17. Mengusahakan Topik (1)
18. Mengusahakan Topik (2)
19. Menghadapi Kegelisahan
20. Rama & Toko Buku
21. Kamu?

13. Distraksi

14 2 0
rahmatgenaldi tarafından

@ramahakmani:
"Raina, sepertinya kau sudah terlalu nyaman mengobrol denganku, ya?"

Aku langsung terbelalak membaca balasannya itu. Tunggu, apa? Ini gila! Ini benar-benar membuatku gila! Dia terlalu percaya diri! Buru-buru aku langsung mengetikkan balasan untuk membantah asumsi gilanya, namun segalanya menjadi urung ketika dia lagi-lagi mengirim pesan.

@ramahakmani:
"HAHAHA. Hanya bercanda."

Sial. Aku terlanjur malu dengan wajahku yang memerah seperti kepiting rebus. Tapi, kalau dipikir-pikir seharusnya aku tidak perlu sampai sepanik tadi menanggapi candaan Rama. Kami belum seakrab itu untuk bisa menyimpulkan bahwa Rama sedang menggodaku di luar dari konteks berteman.

@ramahakmani:
"Raina, ini sudah terhitung lama sejak kau sudah membaca pesanku, dan kau belum mengirim balasan apapun?"

"Hei, kau tidak sedang kepikiran hanya karena candaanku tadi, kan? HAHAHA ayolah, Raina! Aku sungguh hanya bercanda!"

"Tadi itu hanya sebuah candaan biasa untuk ukuran dua orang yang sedang berteman."

Untuk dua orang yang sedang berteman. Oh, ya. Tentu saja. Aku akan terbiasa dengan itu.

@rainagenna:
"Siapa yang kepikiran?"

"Tidak begitu."

"Aku tadi hanya tiba-tiba merasa sedikit mengantuk, sampai lupa untuk membalas pesanmu lagi."

@ramahakmani:
"Lalu? Bagaimana dengan rekomendasi lain yang kau maksudkan tadi?"

"Tentu saja rasa kantukmu itu tidak akan membuatmu urung membahas ini, kan?

@rainagenna:
"Ya, aku masih punya satu rekomendasi novel karya Tere Liye. Mungkin kau akan suka."

"Ini salah satu novel favoritku. Ceritanya benar-benar membuatku sampai tidak bisa berhenti memikirkannya bahkan hingga berhari-hari."

"Judulnya Tentang Kamu."

"Ingat, kau jangan terkecoh dengan judulnya. Novel Tere Liye tidak mungkin sesederhana itu."

@ramahakmani:
"Baiklah. Boleh kupinjam?"

@rainagenna:
"Boleh. Tapi bagaimana? Pandemi masih belum berakhir, tidak mungkin kita akan bertemu di kampus. Perkuliahan masih berlajan secara online."

@ramahakmani:
"Idiot."

"Apa kau tidak pernah tau bahwa di dunia ini ada jasa yang disebut kurir?"

@rainagenna:
"Hahaha. Baiklah. Kapan aku harus mengirimnya ke rumahmu?"

@ramahakmani:
"Terserah kau saja."

@rainagenna:
"Besok?"

@ramahakmani:
"Boleh."

"Asal tidak merepotkan."

"Jl. Garuda Empat, No. 27 B."

"Itu alamat rumahku."

"Terima kasih, Raina."

@rainagenna:
"Bukan masalah."

"Akan kukirim besok pagi, ya?"

@ramahakmani:
"Oke."

Napasku kembali terhela dengan berat setelah menghadapi kenyataan bahwa obrolalan yang mengalir itu kembali menemukan garis buntu. Aku yakin bahwa Rama akan menggodaku lagi seperti tadi jika aku kembali mencari cara agar obrolan itu berlanjut. Tentu aku tidak ingin terlihat seperti gadis yang haus perhatian, aku memilih untuk menaruh ponselku di atas meja kerja sebelum membuang diri ke kasur.

Aku mungkin gelisah karena obrolanku dengan Rama kembali berakhir. Aku mungkin saja terlalu antusias untuk menunggu dan menyambut waktu-waktu yang akan datang dimana akan ada interaksi menyenangkan lagi antara aku dan lelaki itu. Tapi satu hal nyata yang kusadari saat itu adalah distraksi yang ditawarkan Rama. Dia tanpa sengaja membuatku terdistraksi untuk tidak lagi memikirkan Julian. Aku ingat betul bahwa jauh sebelum Rama ada, tiada hari tanpa aku memikirkan dan merindukan Julian.

Aku baru menyadari itu sekarang. Mengingat itu membuatku tersenyum dengan sedikit kelegaan. Terima kasih untuk Rama. Tiap waktu dan obrolan bersama dia berhasil membawaku untuk keluar dari tempat di mana aku hanya duduk diam di ruang pikiran yang hanya selalu tentang Julian. Ini terasa aneh, namun juga ajaib secara bersamaan. Terhitung dua hari aku akrab dengan Rama, baru kusadari jika dua hari ini adalah sejarah. Sejarah penting dimana aku tak pernah sedetik pun terpikirkan tentang Julian. Aku memikirkan ini semua terlalu jauh, membuat diriku tenggelam dalam lamunan sebelum terseret masuk ke alam mimpi.

Aku tertidur bersama senyuman kecil. Merapalkan banyak terima kasih kepada semesta karena sudah membawaku ke tahap baru dalam penyembuhan diri dengan cara yang tidak pernah kuduga.

Belum lama aku tertidur, mungkin baru sekitar empat jam lebih. Aku mungkin sudah hampir mendengkur saking pulasnya. Tetapi dering telponku seperti tak ingin aku tidur lebih cepat dari biasanya.

Mataku yang setengah terbuka menoleh ke arah jam digital yang ada di atas meja, lantas membaca dengan sedikit kesadaran saat nama Angel lah yang terpampang di layar ponselku. Rasa kantukku hilang setengahnya, aku penasaran hal sepenting apa yang membuat Angel harus menelponku larut malam.

"Halo?"

"Kenapa kau lama sekali mengangkatnya?"

Seketika aku menegakkan tubuhku setelah mendengar suara Angel yang sedikit parau. Kantukku langsung hilang seluruhnya, mungkin memang telepon dari Angel kali ini adalah sesuatu yang serius.

"Maaf, aku tertidur. Tidak biasanya aku bisa tidur cepat seperti ini. Ada apa, Njel?"

Bukannya membalas pertanyaanku, Angel malah membuatku bingung karena tiba-tiba saja aku mendengar tangisnya meledak.

"Hei, kau kenapa?" tanyaku mulai cemas. Kalian harus tau betapa Angel adalah tipikal gadis tomboy yang anti dengan segala drama yang emosional. Dia tidak mungkin menangiskan hal-hal yang remeh.

"Ini tentang Dillon," isaknya.

"Kenapa dia? Tunggu, kau serius sedang menangisi Dillon? Bukankah seingatku, kau tidak akan pernah mau menangisi atau bahkan memusingkan siapapun yang sudah menjadi mantanmu?"

"Iya, tapi kau tau? Dia sudah benar-benar memukul egoku dengan telak!" Jika sebelumnya dia terisak, kali ini tangisnya malah meledak lagi seperti bayi yang kehilangan botol susunya. Aku tidak heran mengapa dia bisa menjadi seperti ini. Dillon sudah memukul egonya. Bagi Angel yang selalu menomorsatukan ego dan harga diri, apa yang sudah dilalukan Dillon justru jauh lebih menyakitkan dari kekerasan fisik.

"Coba kau tenangkan dirimu dulu, Angel. Tarik napas, lalu hembuskan pelan-pelan. Jangan lupa minum segelas air putih agar perasaanmu bisa lebih tenang," titahku dengan penuh perhatian. Meski terkadang dia membuatku kesal, aku ternyata bisa merasa kasihan juga melihat si jagoan milik Pretty Shitty menjadi seperti ini.

"Aku tidak terima, Raina! Dillon tidak boleh menemukan penggantiku begitu saja. Itu terlalu cepat!"

"Kau menangis karena mendengar kabar bahwa Dillon sudah mendapatkan pacar baru? Astaga, Angel! Kukira masalahnya akan lebih besar dari ini. Kau membuatku panik!"

"Tidak, bodoh! Aku tidak mendengar kabar itu, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!"

Angel meraung-raung seperti orang yang kesetanan, sedangkan aku benar-benar bingung harus melakukan apa. Aku bisa saja datang ke rumahnya menginap untuk sekadar menenangkan dia, tapi bagaimana caranya aku bisa keluar rumah larut malam begini? Sebenarnya aku bisa saja mengusahakan diri untuk pergi diam-diam, tapi kali ini kupikir aku tidak perlu melakukannya. Angel hanya sedang menggila.

"Raina, oh, tolong. Aku ingin membunuhnya!"

"RAINA!"

"Apa kau mendengarku?"

"Ya, Angel. Ya."

"Aku ingin membunuhnya dengan pisau cukur. Atau mungkin gunting kuku?"

"Raina, beri aku saran!"

"Raina, ayo jawab aku! Harus dengan apa aku membunuh Dillon? Gunting rumput? Sekop pasir? Jawab aku!"

Ya Tuhan. Apa temanku ini sudah benar-benar gila sekarang? Aku mulai takut. Tapi, sejujurnya ini bukan hal yang baru. Aku sudah pernah melihat Angel histeris dan menggila seperti ini. Dia jadi berbicara sembarangan tanpa arah, melantur seperti orang yang tidak sadarkan diri.

"RAINA, KENAPA KAU TIDAK MENJAWABKU?! Kau sudah tidak sayang aku, ya?" Tangisnya meledak lagi. Bahkan jauh lebih parah dari sebelumnya.

"Angel, ayolah. Kau jangan membuatku pusing."

"OH, TUHAN. HUHUHU ... MEMANG SUDAH TIDAK ADA ORANG YANG MENYAYANGIKU DI DUNIA INI!!!"

"Angel, kau sedang mabuk! Kendalikanlah dirimu! Apa yang sudah kau minum sampai separah ini?"

Kemudian aku mendengar dia terkikik geli. Aku pernah melihat Angel berada di bawah pengaruh alkohol, tak jarang pula aku dan dia mabuk bersama untuk menghilangkan stres, tapi kurasa yang satu ini jauh lebih parah. 

Kali terakhir aku melihat Angel mabuk berat seperti ini adalah saat Dillon memutuskan hubungan secara sepihak di tahun 2020 lalu. Aku hanya bertiga dengan Kirei sebagai tambahan ketika kami masuk ke sebuah klub malam. Angel menangis seolah-olah tidak akan ada orang yang memperhatikannya. Dia bahkan sampai naik ke atas meja ketika musik keras sudah mulai terdengar. Sepulang dari sana, aku mendengar kabar bahwa pagi-pagi sekali gadis itu sudah dilarikan ke UGD. Wajahnya pucat sekali, kata dokter dia hampir mati karena overdosis alkohol. Ayah ibunya marah sekali, sampai Angel tak dibolehkan keluar rumah hingga berbulan-bulan.

Lalu, yang kali ini kupikir sama parahnya dengan apa yang terjadi di tahun lalu. Bedanya kali ini akan lebih aman, karena dia hanya mabuk sendirian di kamarnya.

"Apa yang sudah kuminum? Kau tanya apa yang sudah kuminum? Uh, Aku lupa," gumamnya. Sekarang dia terdengar seperti orang yang tengah menahan kantuk. Kalau sudah begini, artinya sebentar lagi kegilaannya akan terhenti. Dia akan segera tertidur. "Oh, aku sudah ingat! Iceland! Aku hanya meneguk Iceland."

Aku merotasikan bola mataku. Ingatkan aku untuk memarahinya besok pagi karena dia sudah hampir membuang satu jam waktuku. Dia bahkan membangunkanku dari tidur. Sial.

"Berapa banyak yang kau minum?"

"Hah? Uh.. um ... sepertinya ini botol keempatku."

Astaga. Pantas saja. Aku harus mengucapkan berbagai kalimat salut kepada Dillon, sebab sejauh aku mengenal Angel, hanya dia satu-satunya lelaki yang bisa membuat playgirl seperti Angel menjadi seperti ini.

Hitungan lima menit ke depan, aku hanya mendengar Angel meracau tanpa arah. Dia mulai komat-kamit tak jelas seperti orang yang sedang mengigau. Saat aku merasa bahwa dia sudah tenang dan bisa ditinggal sendirian, gadis berambut pendek yang kini sedang mabuk berat itu tiba-tiba saja bertanya, "Bagaimana kau dengan Rama? Pasti kau sudah membalas pesannya sepulang dari rumah Kirei. Jangan kau pikir kau bisa mengelabuiku, Raina bodoh."

Ya Tuhan. Aku tidak pernah tau jika alkohol juga bisa membuat orang yang berada di bawah pengaruhnya tiba-tiba punya keahlian seperti cenayang. Aku sedikit terkejut karena dia tau fakta tentang aku yang diam-diam membalas pesan pribadi Rama.

"Aku sudah lama berteman denganmu. Kau tidak bisa berpura-pura padaku."

"Baiklah. Aku akui. Aku sudah tertangkap basah. Aku memang membalas pesannya. Kami sempat mengobrol beberapa jam lalu, sebelum akhirnya aku tertidur. Tapi itu tidak berarti apa-apa. Aku tidak menyukai dia."

Angel terdengar menguap sebelum berkata, "Kau bukan tidak menyukainya. Kau hanya belum mau mengakuinya."

"Yang benar di sini adalah, kau hanya sedang mabuk, Angel. Berhentilah berbicara yang tidak-tidak."

"Bodoh, justru karena aku mabuk, aku sedang berkata benar. Kau tidak bisa bohong padaku. Aku sudah lama tidak melihatmu bereaksi seperti sore tadi saat pesan Rama masuk di ponselmu. Kau jelas tertarik dengan dia. Bahkan dalam keadaan mabuk sekali pun, aku berani menyimpulkan itu."

"Sejujurnya aku lebih memilih agar kau kembali meracau layaknya orang gila saja seperti tadi. Itu lebih mendingan daripada kau harus menuduhku sembarangan."

"Sejujurnya aku merindukanmu, Raina."

"Oh, ini dia. Alkohol itu sudah benar-benar membuatmu gila."

"Aku sadar bahwa saat ini aku sedang dalam pengaruh alkohol. Tapi aku benar merindukanmu. Ini bukan dari pengaruh alkohol. Tapi apakah kau sadar? Kita sudah lama tidak jalan berdua."

Aku tertawa. Anak ini benar-benar bersifat aneh saat mabuk. Sebentar-sebentar jadi cengeng, lalu tiba-tiba posesif, kemudian bisa jadi manis seperti ini? "Ah, kau manis sekali. Jadi kau ingin jalan berdua denganku lagi, sayangku? Kapan kau mau?"

"Akhir pekan ini bagaimana? Aku punya banyak tugas sampai jumat. Belum lagi beberapa kuliah daring. Oh, astaga! Aku akan bertemu dosen mata kuliah Teori Psikologi Perkembangan selasa sore! Astaga, Raina. Kau harus tau betapa tampannya dia. Dia belum genap tiga puluh tahun tapi sudah bekerja sebagai dosen. Benar-benar tipe suami idaman. Aku harus tampil cantik di perkuliahannya nanti walaupun kuliahnya hanya lewat Zoom."

Aku memutar bola mataku, menghela napas dengan malas. "Jadi sebenarnya kau sedang merindukanku atau dosen tampanmu itu?"

Angel sudah gila. Sekarang dia malah terkikik geli sebelum kemudian malah teriak-teriak kegirangan bak cacing kepanasan. "AKU AKAN KETEMU DOSEN TAMPAN ITU HARI SELASA, ASTAGA! Oh, iya. Kita ketemu hari sabtu, ya? Kau boleh membahas si Rama itu sebanyak yang kau mau nantinya. Kita sudah lama tidak berbagi cerita."

"Siapa yang bilang aku akan bercerita tentang Rama?! Kau menyebalkan!"

"Ya, ya, ya ... kau boleh menyangkali itu semua sebanyak yang kau mau."

"Diam, Angel! Kau mengada-ada!"

"Aku tidak mengada-ada. Yang ada hanya seorang gadis yang sedang menyangkali perasaannya di hadapanku. Dia pikir aku bodoh,"

Well, kali ini aku berani berpendapat bahwa Angel adalah orang mabuk terpintar yang pernah kulihat. Aku tidak pernah tau bahwa salah satu efek samping alkohol bisa membuat manusia jadi pintar—maksudku sok pintar seperti ini.

"Kau adalah orang mabuk yang paling menyebalkan yang pernah kudapati. Sebaiknya kau tidur saja."

"Kau benar. Sebaiknya aku tidur. Karena aku harus tampil sehat dan segar di perkuliahan selasa nanti. Dosen tampanku itu harus tau seberapa menariknya diriku. Ah, sudahlah, Na! Aku mau tidur. Kau ini selain sedang menyangkal perasaan, sekarang kau malah membuang waktuku terlalu banyak. Sudahlah. Sampai jumpa di hari sabtu, bitch!"

"A-apa? Tunggu! Siapa yang membuang waktu siapa? Justru kaulah—"

Tut Tut Tut.

Telepon langsung diputus secara sepihak oleh Angel.

Dasar gadis gila.

• • •

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

6.5M 330K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
299K 20.8K 31
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
5M 37.2K 30
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
1.2M 62K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...