Arjuna Senja√

By teahmanis

852 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... More

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 6.
Arjuna Senja 7.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 9.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 15
Arjuna Senja 16
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Arjuna Senja 23
Part 24
Part 25.
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Langit Senja.

22 6 0
By teahmanis




Arjuna Senja 12.

Langit Senja.

Sepulangnya dari bulan madu. Senja dirawat di salah satu Puskesmas, dikarenakan kondisinya yang menurun drastis. Arjuna yang mendengar kabar itu lantas menjadi cemas dan bergegas pulang untuk memastikan kondisi istrinya.

"Assalamualaikum ...."

Arjuna mengucap salam pada semua yang ada di ruangan Senja, hingga mereka yang di sana serentak menjawab salam tersebut.

Arjuna langsung menuju Senja yang terbaring di brankar, mengecup keningnya dan memeluknya dengan erat.

"Neng, sakit apa?"

Senja tidak hendak melepaskan pelukan Arjuna, perlahan berbisik pelan di telinganya.

"Neng malu ditanya-tanyain sama abah dan umi, juga sama mama a' Juna. Terus kata mereka, sakitnya Neng itu biasa terjadi, ceunah."  ucapnya.

"Maksudnya?" Arjuna mengernyit.

Senja memeluk Arjuna lebih erat. "Ini adalah hal alami, Neng sakit karena terlalu banyak nganu sama a' Juna, maklum malam pertama," ujarnya tanpa rasa canggung sedikit pun.

Arjuna tercengang, wajahnya merona menahan malu. Apalagi di sekitar mereka ada umi Rasti dan mamanya--ibu Komariah yang kerap dipanggil Kokom.

"Sekarang mereka udah tahu kalau Neng udah nggak tersegel lagi," lirih Senja.

"Neng!" Arjuna pun menoleh ke sana ke mari.

"Makanya Aa', lain kali pelan-pelan saja, kayak yang nggak ada hari besok aja," celoteh mama Kokom yang kemudian tersenyum dengan menutup mulutnya.

Wajah Arjuna semakin memerah karenanya.

"Kalau si neng Senja sakit, gimana coba? Nanti Aa' jadi sedih, 'kan?" Mama Kokom mendekat ke hadapan putranya itu.

"Mama ...." Arjuna mulai mengeluh dengan menundukan wajahnya.

"Yaudah, temenin si neng Senja, Mama dan Umi mau pulang dulu, ya. Nanti kita kembali lagi," ujar mama Komariah, Arjuna pun mengangguk.

"A' Juna udah makan?" tanya Senja.

Arjuna menoleh padanya dan memberinya sebuah anggukan.

"Neng, mama pulang dulu, ya. Udah, jangan banyak pikiran, lain kali kalau a' Juna maksa, jangan mau, ya. Tuh lihat, jangan sampai sakit lagi!" Mama Komariah memberikan beberapa nasihatnya.

Senja mengangguk dengan menahan senyuman.

"Hati-hati, Mah!" seru Arjuna.

Umi Rasti dan mama Komariah pun sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Kini, hanya ada Arjuna dan Senja di ruangan itu, sesekali perawat datang untuk mengecek selang infus.

Arjuna menggenggam salah satu tangan Senja. "Neng, maafin Aa', ya." Ia pun mencium punggung tangan istrinya.

"Kenapa memangnya, A'?"

Arjuna mendekat ke sampingnya lalu berbisik, "karena Aa' udah terlalu semangat ngajakin bikin anak ke neng Senja," ujarnya tanpa ragu.

"A' Juna, iih!" Senja mencubit pinggang kekarnya hingga Arjuna memekik.

"Aw! Sakit, Neng." Arjuna pun tersipu malu menatapnya, kemudian memeluk Senja dengan lemah lembut. "Kangen!" Menelusupkan wajahnya pada ceruk leher istrinya.

"Aku juga kangen!" ucap Senja.

Arjuna menatapnya dan mengusap pipinya. "Cepet sembuh, Aa' kangen pokoknya!"

"Kangen apanya?" Senja menatapnya dengan heran.

Arjuna mengulum senyuman, kemudian menelusupkan wajahnya kembali ke dalam dekapan istrinya. "Pengen ditete'in!"

"A' Juna, ih!" Senja meremas rambut tebalnya seketika.

"Akh! Sakit!" Arjuna meringis sambil memegangi bekas remasan Senja padanya dan kembali bersikap manja seperti anak kecil.

"Rasain, makanya jangan suka bicara jorok!" ketus Senja.

Arjuna kini cemberut, Senja memandangnya dan tersenyum lalu meraih wajah tampan suaminya yang tampak imut dan menggemaskan.

"Sakit, ya, dijambak rambutnya?" tukas Senja, Arjuna lantas mengangguk.

"Sini, Neng elusin, deh!" Senja mengusap kepala Arjuna secara perlahan.

Arjuna pun kembali medekapnya dan merebahkan diri di samping tubuh istrinya.

"Neng Senja."

"Hmm?"

"Nanti, kalau neng Senja udah sembuh. Neng ikut, ya, sama aa' ke Bandung?" Arjuna lalu menatapnya. "Aa', mau kenalin neng Senja ke teman-teman kuliah Aa' di sana," ujarnya.

Senja tersenyum disusul dengan anggukan, Arjuna pun demikian dan mendaratkan satu kecupan pada keningnya.

"Aa' sayang banget sama kamu," ucapnya dengan penuh kasih sayang.

"A' Juna, sekalian ada yang pengen aku omongin ke a' Juna."

"Apa?" Arjuna menatapnya dengan polos, begitupun sebaliknya.

"Aku udah buat keputusan, kalau aku akan menunda kuliah demi untuk menemani a' Juna sampe lulus. Aku juga mau menikmati masa-masa menjadi istrimu, istri yang berbakti," ujar Senja membuat Arjuna terpaku mendengarnya.

"Nanti, kalau aku udah sembuh, aku akan sering masak buat a' Juna." Senja mengusap surai Arjuna. "A' Juna kenapa diam saja? A' Juna merasa keberatan kalau aku belum mau kuliah?"

Arjuna lantas menggeleng, "a' Juna nggak keberatan. Justru Aa' merasa bahagia, karena sebentar lagi kita akan selalu bersama. Tapi, apa neng Senja udah ngomong ke abah dan umi? Kalau mereka nggak kasih izin, jangan maksa, ya, Sayang!"

Senja mengangguk, "Abah dan umi udah ngasih izin, kok. Nggak usah khawatir," ucap Senja dengan penuh keyakinan.

"Istri aku ini emang paling sopan, deh, paling jujur dan paling pintar." Arjuna memuji sang istri.

"Paling cantiknya kok nggak ada?" protes Senja.

"Iya-iya, paling cantik dan paling wangi," tukas Arjun sambil mengecupi beberapa bagian wajah Senja. "Udah wangi, keset lagi!" tutur Arjuna seraya berbisik, Senja lalu menatapnya dengan heran.

"Apa sih?"

"Neng, pakai apaan sih? Kok bisa sebersih itu?" Arjuna menatap intens, tangannya kemudian mulai menggerayang dengan nakal dan meraba bagian intim istrinya.

"A' Juna kenapa, sih?" Senja merasa risih sendiri oleh sikap suaminya.

"Kangen ...." Arjuna kembali mengeluh, semakin meraba istrinya dan meremas dadanya seketika.

"Aw, tunggu aku sampai sembuh dulu!" Senja sontak menahan tangan suaminya itu. Arjuna malah sengaja bersikap agresif hingga Senja dibuat mood swing olehnya.

"Juna!"

Canda tawa itu seketika terhenti ketika Jay dan Elang datang ke ruangan Senja, disusul Aerlangga, Jona, Lingga dan Saga.

Keduanya menoleh memperhatikan mereka, Jay mendekat ke samping brankar dan menatap keduanya.

"Juna, neng Senja sedang tidak sehat. Kumohon, untuk saat ini jangan dulu mengganggunya," ucap Jay, seakan ada penekanan dari ucapannya yang membuat mereka saling menoleh dan bertanya-tanya.

Elang kemudian mendekat dan duduk di samping Senja yang masih kosong. "Neng, udah mendingan?"

Senja mengangguk, "Elang, udah mutusin tentang kuliah? Ingin kuliah ke mana?"

"Udah, Elang mau kuliah ke Jogja, ngambil jurusan seni," ujarnya.

"Wah, nanti pulang-pulang pasti tambah pinter, deh!"

"Elang juga udah daftarin neng Senja, kita kuliah bareng-bareng, ya, di Jogja?"

Senja pun tertegun mendengarnya, kemudian menoleh pada Arjuna.

"Tapi, aku nggak akan kuliah. Maksudku, aku mau menunda kuliah, mungkin satu atau dua tahun," ujar Senja.

"Menunda kuliah?" Elang pun bengong di hadapannya. "Kenapa, sih?" Ia lalu menoleh pada Jay juga Arjuna. "Apa a' Juna yang nyuruh neng Senja buat nggak kuliah?" Elang meloloskan padangan pada Arjuna.

Senja menggeleng, "Aku sendiri yang ingin menundanya." 

Elang kini terpaku, memandangi wajah Senja dan Arjuna. Saat itu juga, ada sesuatu yang mulai mengganggu hatinya, perasaan yang mulai tidak menentu. Ingin marah dan ingin mempertanyakan apa dan kenapa, sedangkan selama ini mereka hampir selalu bersama. Ia kemudian beranjak dan menjauh dari Senja, hingga wanita itu hanya terdiam memandangnya.

Atensinya kini berpindah pada Jay Pramudya yang juga terlihat murung. "Jay, kamu kenapa?" Senja mengulurkan tangan ke arahnya hingga Jay segera menyambutnya dan menggenggamnya dengan erat.

"Aku nggak apa-apa," tukas Jay.

"Aku tahu, kamu pasti khawatir, ya, sama aku?" tanya Senja.

Jay lantas mengangguk. "Aku udah mendingan, udah sembuh. Karena a' Juna ada di sampingku," ujarnya sembari tersenyum tanpa beban.

Jay kembali terpaku, perasaannya hampir sama seperti Elang. Namun, ia lebih bisa mengendalikan diri hingga tidak begitu terlihat kentara. Ada sesuatu yang selama ini membebaninya, rasanya sulit untuk dipendam, tetapi juga sukar untuk diungkapkan. Jay lantas berpaling dan menjauh dari Senja, sama seperti yang dilakukan adiknya. Senja mendapatkan ucapan agar lekas sembuh dari Aerlangga dan Lingga.

"Gewe'es," ucap keduanya, merujuk pada pengucapan get well son yang disingkat.

"Terima kasih," sahut Senja.

"Wah ... tinggal menunggu bayinya saja. Tapi, di mana, ya, bayinya?" celoteh Jona yang akan memulai leluconnya, sontak semua mata tertuju padanya.

"Bayi apa, Nyet?" celetuk Lingga dengan ketus.

"Bayi Arjuna dan Senja," paparnya.

"Idih!" Lingga lantas tertawa.

"Bayi-bayi ... istri aing juga masih sakit, malah ngurusin bayi," Arjuna menyela dengan ketusnya.

"Lah, emangnya kenapa sih, Juna? Emangnya lu sama neng Senja nggak kepengen punya bayi," tanya Jona berkeras.

"Ya, pengen, tapi nanti, nggak sekarang. Iya nggak, Neng?" Arjuna menoleh pada Senja, hingga istrinya itu memberinya sebuah anggukan.

"Idih, bilang aja lu nggak mampu, Juna." Jona masih ingin mengejeknya, dibalas Arjuna hanya dengan smirk sembari memandangnya.

"Kalau begitu, aing bantuin deh?" celotehnya lagi.

"Bangsat! Bantuin apanya nih?" Arjuna lantas mendekat tepat ke hadapan Jona, hingga pemuda manis itu mengulum senyuman.

"Bantuin do'a, emang lu pikir bantuin apaan? Haha!" Jona lantas tertawa karenannya.

"Sialan, lu!" Protes Arjuna.

"A' Juna, udah dong ... a' Jona cuma bercanda," tutur Senja disela lelucon itu.

Senja ingin meraih lengan suaminya, tapi Saga mulai mendekat ke sampingnya. "Semoga cepat sembuh," ucapnya dengan raut datar, membuat Senja tertegun memandangnya.

Arjuna kemudian mendekat dan duduk di samping istrinya. "Jona, lihat. Aku ini adalah bayi besarnya neng Senja," ucapnya, lalu bergegas melingkarkan kedua tangan kekarnya pada pinggang istrinya dan mendekapnya dengan erat di hadapan semua orang.

Senja tersipu malu, lalu mengusap kepala suaminya secara perlahan. Sementara teman-temannya saling merengek lantaran salah tingkah melihat interaksi mesra dua sejoli itu.

💘💘💘

Arjuna pun menginap di rumah abah Koswara untuk beberapa hari sembari membantu pemulihan Senja Prameswari.

Di ruang kamarnya yang bersih dan menenangkan, Arjuna sedang mengepang rambut istrinya secara perlahan.

"Neng, minggu ini kita camping, yukk? Ke Gunung Putri, tempatnya enak deh, nyaman dan bikin betah pokoknya," ujar Arjuna.

"Camping ke gunung putri?" ulang Senja.

"Iya, camping bareng teman-teman Aa'. Biasa, grup galau yang isinya Saga, Aerlangga, Jona, Lingga, Elang dan Jay juga bakal ikut. Ayo, Neng, dua hari saja." Arjuna berusaha membujuknya.

"Aa' udah izin belum sama abah?"

"Oh, udah dong. Tenang aja, masa Aa' belum izin? Makanya, Aa' langsung tanya sama neng Senja, mau ikut atau nggak? Neng Senja ikut, ya? Nanti kalau neng Senja nggak ikut, Aa' kedingingan, bagaimana coba?" Arjuna mendekat dan mengecup kepala istrinya.

"Ya, tinggal pakai jaket, terus a' Juna tidurnya di depan api unggun. Makanya, bawa jaket yang tebal, 'kan di pegunungan pasti dingin." Senja memberikan beberapa nasihatnya.

"Dih ... neng Senja nggak peka, ah, jadi neng Senja nggak mau ikut, nih?" Arjuna menyudahi mengepang rambutnya yang terkesan berantakan.

Senja lantas menoleh padanya dan memegangi kepangan rambutnya. "A' Juna kenapa sih? Rambut aku peres tahu," ia pun memprotesnya.

"Ya, habisnya, neng gitu deh, nggak peka!" Arjuna bersikap ketus lalu berpaling.

Sikapnya akhir-akhir ini memang kerap demikian, bertingkah manja dan sedikit sensitif.

Senja mendekat dan menyentuh wajah tampan itu. "A' Juna, Sayang. Aku tahu kok, aku ngerti apa yang a' Juna inginkan." Senja menatap kedua bola mata suaminya

"Apa?"

"A' Juna mau bermesraan, 'kan? Di sana tempatnya sejuk dan kalau malam pasti dingin banget, iya, 'kan?"

Arjuna mengukir senyuman sampai wajahnya bersemu kemerahan.

"Ih, istri Aa' ini emang pinter banget, deh!" Arjuna kemudian memeluknya, hingga merebahkan Senja ke atas kasur.

"A' Juna berat, iih!" Senja memprotes.

"Biarin, rasain, mau dibikin berat terus setiap malam!" Arjuna pun tak menghiraukan rengekan istrinya, menindihnya dan memulai aksi nakalnya di atas peraduan hingga pagi menjelang.

💝💝💝

Beberapa kebutuhan sudah tersedia, Arjuna bangun pagi-pagi sekali dan bergegas menyiapkan segala hal yang ia perlukan untuk pergi camping.

Umi Rasti sedang menyuapi Senja dengan menu sarapan pagi nasi lengko, ia juga menyelipkan beberapa nasihatnya. Berharap kalau putrinya itu dapat menjaga diri, ucapan serta tingkah laku ketika di tempat tujuan. Maklum saja, namanya juga orang tua memang selalu protective terhadap anak-anaknya.

Arjuna lalu duduk di samping istrinya.

"A' Juna mau teh manis?" tawar Senja.

Arjuna pun mengangguk, lalu meraih teh manis hangat milik Senja dan meneguknya secara perlahan.

"A' Juna mau teh, nanti umi buatin, ya?" tawar umi Rasti.

"Nggak usah Umi, ini aja bareng neng Senja udah cukup," sahut Arjuna dengan lemah lembut.

Sigit Parameswara kini duduk memperhatikan adik kesayangannya dan adik iparnya itu.

"A' Juna, tolong jagain neng Senja, ya! Hati-hati, si Neng suka rewel!" Tukasnya seraya tersenyum mengejek.

"Idih a' Sigit apaan sih? Siapa juga yang rewel, Neng mah orangnya nggak pernah rewel, iya 'kan, a' Juna?" Senja cemberut lalu menoleh pada suaminya.

Arjuna menahan senyuman, "tenang saja A', nanti Juna akan jagain neng Senja dengan baik," ujarnya.

"A' Sigit mau ikut?" tawar Senja.

"Nggak, ah, Aa' takut mengganggu," cetus Sigit.

"Udah nggak usah ajakin si a' Sigit, nanti a' Sigit mau bawa calonnya ke rumah," ungkap umi Rasti.

Arjuna dan Senja lantas menoleh ke arah Sigit.

"Udah, ah, Umi mah gitu ... selalu aja bongkar, ini, 'kan, rahasia." Sigit mengeluh dan beranjak dari duduknya.

"Ciiee ...." Senja lantas menggodanya.

Sigit seketika menutup telinganya dan menjauh tanpa memperdulikan ejekan adiknya itu. Arjuna dan Senja pun berpamitan pada umi Rasti dan abah Kosawara. Sebelumnya, Arjuna akan membawa Senja ke rumahnya dan mereka akan berkumpul di sana, lalu berangkat bersama.

Sesampainya di rumah Arjuna, bunda Kartiwi menghampiri Senja dan memberikan beberapa nasihatnya yang hampir sama halnya dengan umi Rasti. Bunda memang selalu perhatian dan menyayangi Senja seperti anaknya sendiri.

"A' Jay disuruh bawa mobil, soalnya bunda tahu kalau neng Senja mau ikut. Takutnya terjadi apa-apa, mending, 'kan, kalau ada mobil?" ujar bunda.

"Loh, neng bawa motor aja bareng a' Juna," balas Senja.

"Neng, mau bawa mobil?" Arjuna menimpali, Senja lalu menggeleng.

"Nggak apa-apa, a' Jay bawa mobil, si bontot Elang bawa motor," tukas bunda. "Neng hati-hati, ya! Bunda suka khawatir," sambungnya.

"Kalau begitu, ayo atuh bunda ikut," tawar Senja.

"Ih, nanti si Elang ngambeuk, ngapain katanya udah emak-emak segala ngikutin anak muda," cecar bunda yang kemudian disambut tawa renyah dari Senja dan Arjuna.

Tin! Tin!

Suara klakson motor serta mobil sudah terdengar di depan rumah, Arjuna dan Senja bergegas untuk menghampiri mereka.

Ada Aerlangga dan Jona yang tiba dengan satu mobil Avanza hitam, Jay dengan mobil maticnya dan Elang dengan motor 150cc nya.

Arjuna dan Senja sudah dilengkapi safety, helm, jaket, sepatu lengkap dengan sarung tangan, serta tak lupa ransel berukuran cukup besar yang digendong Senja.

Mereka pun bergegas pergi setelah memutuskan rute jalan untuk menuju ke tempat tujuan. Mereka tidak lantas menunggu Saga dan Lingga, kedua pemuda itu satu daerah dan mereka sudah pergi lebih dulu untuk memastikan lokasi camping.

Melewati jalur utama kota Subang, padat kendaraan dan cukup berbelok dari kawasan jalan dua, hutan kota Ranggawulung. Suasana sejuknya sudah cukup terasa. Memasuki kawasan dingin hutan pinus Cikole, sampai di gunung putri, Lembang Jawa Barat.

Mereka akhirnya menepi di tempat tujuan dengan selamat, disambut langsung oleh Saga dan Lingga yang sudah lebih dulu tiba. Kedua pemuda berparas tampan itu saling tersenyum ke arah mereka.

"Elang capek nggak?" tanya Lingga.

"Nggak," sahutnya.

"Betewe, kok Elang nggak bawa pacar?" Lingga hanya ingin meledeknya.

"Emangnya lu bawa pacar?" Elang pun bengong memandangnya.

"Nggak," sahut Lingga sambil menahan senyuman, tapi pada akhirnya tawanya pun pecah seketika.

"Kalau bawa pacar, bisa-bisa anak orang langsung hamil," celoteh Jona.

"Langsung ngesot, nggak bisa jalan," Disambung Aerlangga.

Para pemuda itu sontak tertawa, tapi tidak dengan Senja.

"Idih, mulai ... pada kumat emang. Nyesel deh aku malah ikut!" celetuk Senja, Arjuna pun menoleh dan merangkulnya.

"Kita cuma bercanda," sahut Saga dengan mengulum bibir, pandangannya terfokus pada Senja seolah memberi keyakinan bahwa semua itu cuma guyonan.

Senja pun tertunduk dibuatnya, kemudian berpaling ke arah lain untuk mengalihkan atensinya.

"Jay di mana?" sambung Saga.

Jay sedang sibuk berbicara di telepon, kemudian mendekat ke arah semuanya.

"A' Jay ngomong sama siapa sih?" tanya Elang merasa heran.

"Ini apaan sih? Si Widuri kok tahu aa' sedang di gunung?" ucap Jay dengan penuh pertanyaan.

"Itu karena Elang ngasih tahu dia, A'," tukas Elang dengan polosnya.

"Ya ampun, Elang ngapain sih ngasih tahu? Kalau dia nyusul, gimana coba?" Jay menjadi resah karenanya.

"Biarin ajalah, A', namanya juga orang cinta, ya, pasti akan ngejar-ngejar terus," ujar Elang.

"Ciiee ... cinta nggak tuh, kiw ...." Aerlangga menyenggol bahu Jay.

"Diem lu, Serangga!" timpal Elang.

Aerlangga lantas mendekat ke hadapan Elang dan mencengkram lehernya hingga keduanya tertawa.

"Jay, kalau si Widuri nyusul, langsung terkam aja, sih," gurau Lingga seperti biasa disusul dengan tawanya yang khas.

"Bacot, lu, Lingga. Maen terkam aja, dikira si Jay Harimau?" timpal Jona dengan gemas.

"Kalian, ya, awas saja kalau sampai berpikiran mesum pada Widuri," Protes Jay.

Pemuda karismatik itu memang selalu protective pada siapapun.

"Si Jay kumat," tukas Jona.

"Jay, bilangin dong, ada Senja di sini. Si Widuri pasti langsung semangat, deh," titah Senja dengan antusias.

Jay lantas menggeleng dan mengulum senyuman.

"Yaudah, kita ngapain sih di sini? Aku udah nyiapain tempatnya. Pokonya nyaman, strategis dan aman," ucap Saga secara gamblang.

"Yakin lu, Saga?" tanya Jona.

Sagara menoleh langsung ke arahnya. "Kenapa?"

"Aman, ya? Lu nggak bawa-bawa cewek, 'kan?"

"Aing Jomblo, puas lu?" tegas Saga.

Jona lantas tertawa, "akhirnya ... akang Saga menjomblo," ledeknya.

"Kalau aing bawa cewek, berarti aing ke sini pakai mobil dong, nyatanya aing ke sini pakai motor," ujar Saga sambil melangkah mendahului, disusul oleh mereka.

"Kita bawa mobil, iya nggak, Aer?" sahut Jona yang kemudian melemparkan pertanyaan pada Aerlangga.

"Yoi!" sahut Aerlangga.

Saga menoleh seketika dan menghentikan langkahnya, yang cukup berat lantaran jalannya cukup menanjak.

"Berarti kalian akan nyulik cewek, ya?" seru Saga sambil bersmirk.

"Idih ... haha!" Aerlangga pun tertawa dibuatnya, tapi Jona hanya mengulum senyuman.

"Si Jay juga bawa mobil, apalagi tadi ceweknya nelpon-nelpon, udah ngode tuh?" celoteh Jona.

"Mulai, dah!" sahut Jay yang langsung menepuk pundak Jona dari samping, pemilik lesung pipi itu seketika tertawa.

Senja dan Arjuna sudah melangkah melewati mereka dan berpapasan denga Saga. Senja mendelik seraya menghela napas, merasa risih oleh pembicaraan itu.

"Ihh, lama-lama aku sebel deh sama mereka, bicaranya tuh nggak jauh-jauh dari wanita," ucap Senja dengan ketus.

"Yaudah sih Neng, abaikan saja mereka," pinta Arjuna.

"Iih, sebel ah, pokoknya!" Senja berpaling dari Arjuna.

Arjuna kemudian tertawa melihat tingkahnya dan menarik salah satu tangan Senja, hingga wanita itu cukup tercengang dan hampir kepleset.

"Akh!" Senja hampir jatuh, untung saja tubuhnya langsung disanggah oleh Saga yang kebetulan berjalan di belakangnya.

Sagara terpaku, tapi tangan kekarnya begitu setia menahan pinggang ramping si Senja.

"Neng, hati-hati," Elang berseru dan mendekat ke arahnya.

"Neng Senja, nggak apa-apa, 'kan?" Arjuna merangkulnya disertai rasa khawatir.

Senja menggeleng, kemudian mengusap wajahnya hingga ke surai.

"Eum, apa kakinya ada yang sakit?" tanya Saga penuh perhatian.

Senja terdiam sesaat untuk merasakan bagian kakinya, lalu menggeleng secara perlahan.

"Neng Senja, kalau kakinya ada yang sakit, bilang saja. Si Saga bisa menanganinya," ujar Arjuna.

Senja sontak menatap suaminya itu, begitupun dengan Saga yang seketika memandangnya. "Nggak." Senja kembali menggeleng.

"Yaudah, ayo, hati-hati, ya!" Arjuna merangkulnya dengan penuh perhatian.

Jay Pramudya memperhatikan Sagara, hingga pemilik gummy smile itu terpaku di hadapannya.

"Jay, sumpah, aku nggak sengaja pegang neng Senja," ucapnya lirih memberi klarifikasi.

Jay lantas tersenyum dan menepuk pundak Saga. "Makasih, ya. Kalau lu nggak nahan tubuh neng Senja, mungkin saja neng Senja akan jatuh," ujarnya.

Jay mengukir senyuman dan berjalan mendahuluinya. Sagara tidak dapat berucap, hanya mampu mengikuti ke mana arah pandangannya pergi. Ia lalu menghela napas secara perlahan untuk menstabilkan hatinya yang mulai tidak menentu.

💘💘💘

Saga dan Lingga memilih tempat yang tepat, suasananya nyaman dan strategis. Berada di tengah-tengah perkemahan, sehingga tidak mengkhawatirkan jika ada sesuatu terjadi di luar dugaan. Apalagi akses jalannya juga mulus karena sudah disusun rapih menjadi tangga yang terbuat dari bebatuan. Untuk tendanya juga tidak membuat pusing kepala, karena sudah tersedia dan mereka cukup membayar uang parkir. Harga sewa tenda dan matras sudah ditentukan oleh panitia setempat, tinggal menempati saja dan menikmati suasana alam nan asri yang begitu menyegarkan mata.

Berhubung sebentar lagi menjelang sore hari, Arjuna dan Senja kini memilih duduk santai di atas matras untuk menyaksikan sang surya tenggelam di langit senja yang sebenarnya.

"Hmm ... senja memang tak pernah ingkar janji!" Seru Jona yang tengah fokus memandangi matahari tenggelam di ufuk barat.

Arjuna dan Senja serentak menoleh ke arahnya, Jona pun ikut menoleh memperhatikan keduanya.

"Aku dengar, neng Senja juga demikian, tidak pernah ingkar janji?" sambungnya.

Arjuna dan Senja lantas tersenyum, lelaki itu merangkul istrinya dan merasa bangga karenanya. Saga kemudian duduk tepat di sebelah Senja yang kebetulan kosong.

"Yah, Elang keduluan a' Saga, deh." Pemuda itu lantas cemberut.

Saga menoleh seketika. "Oh, Elang mau duduk di sini?" tawar Saga.

Elang melemparkan pandangannya pada Arjuna dan Senja, kemudian cemberut dan berpaling seketika. "Nggak deh, a' Saga aja." Elang lalu duduk di sebelah Sagara dan memfokuskan pandangannya ke atas langit.

Saga mulai merenung, melihat pemandangan langit Senja membuatnya teringat banyak hal. Segala yang terjadi dalam hidupnya akhir-akhir ini seolah sedang berputar dalam mindanya.

Senja memang seperti itu, kehadirannya mampu mengajarkan kita bahwa sesuatu itu pasti adanya. Bahwa, sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Bahwa sesuatu yang datang, juga pasti akan pergi suatu hari nanti bila sudah saatnya tiba. Senja mengajarkan kita bahwa sudah sepatutnya bersyukur pada Sang Maha Kuasa atas segala keindahan yang telah diberikan oleh-Nya.

"Semoga kebahagiaan ini dapat menyertai kita hingga senja nanti," ucap Senja sembari memegang tangan Arjuna.

Suaminya itu menatapnya dengan suka cita, lalu merangkul pundaknya. "Memangnya, Senja mau ke mana, tanpa diriku di dalamnya?" balas Arjuna, Senja tersenyum lalu bersandar di bahunya.

"Kita akan menanti senja bersama," tukas Arjuna.

Saga memandangi Arjuna dan Senja. Keduanya tampak bahagia. Berbeda dengannya yang entah kapan akan bertemu dengan 'Senja' yang dinantikan. Selama ini, yang datang menghampirinya hanyalah gumpalan awan hitam yang pada akhirnya sering menjadi badai.

Senja menoleh ke arahnya. "A' Saga, suka sunset juga, ya?"

Saga sedikit termenung, kemudian menjawab. "Aku suka sunset, suka sunrise juga, dan aku suka sekali Senja." Ia pun menoleh memperhatikan Senja di sampingngnya.

Senja terdiam memandangi Agus Sagara. Pria tsundere itu tak mampu berkata-kata kemudian berpaling memandangi langit senja.

"Kata-kata yang so sweet!" celoteh Jona yang terhalang oleh Elang, Saga sontak menoleh ke arahnya.

Kalimat Jona sedikit memberinya jalan untuk berpaling dari kebodohannya saat ini. Ia kembali menoleh pada Senja untuk menyambung obrolan. "Langit senjanya indah, bukan?" tuturnya.

Senja meliriknya, kemudian memberinya sebuah anggukan yang singkat. Bagi Senja, tidak ada lagi keindahan yang mampu menandingi pemandangan alam serta keindahan suaminya tercinta, Arjuna.

Sagara menghela napas lalu terpejam sesaat untuk merasakan hatinya.





****

Kalia boleh membayagkan siapapun sebagai imaginenya😁

Bacalah sebelum direvisi.

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 296K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
5.8M 274K 52
Follow sebelum membaca. Cerita sudah diterbitkan dan tersedia di Shopee. ||Sinopsis|| Menceritakan tentang kisah seorang gadis bernama Revaza Khansa...
859K 74.1K 46
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
6.3M 143K 40
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...