1%

By PuspitaPirsouw

80.5K 14.4K 33.4K

Barangkali dari jauh jalanan panjang itu terlihat mulus. Ketika dilewati ternyata berbeda dari perkiraan. Kam... More

●WELCOME●
*
**
1.1
1.2
1.3
2.1
2.2
2.3
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3
5.1
5.2
5.3
6.1
6.2
6.3
7.1
7.2
7.3
8.1
8.2
8.3
9.1
9.2
9.3
10.1
10.2
10.3
11.1
11.2
11.3
12.1
12.2
12.3
13.1
13.2
13.3
14.1
14.2
14.3
15.1
15.3
16.1
16.2
16.3
17.1

15.2

388 108 128
By PuspitaPirsouw

Beri waktu semenit.
Peluk dirimu erat-erat.

Terima kasih sudah kuat.

Selamat membaca!
:)

_______________________________________

"Ketahuan. Suka. Sama. Gue."

Nagata diam saja. Gerak matanya memutari pelan wajah gadis di depannya. Seperti sedang berusaha memahami sesuatu. Atau mungkin, murni hanya ingin memandang lebih lama.

"Sekarang lo nggak bisa nyangkal lagi." Kenanga tidak membuka peluang bagi Nagata untuk mengatakan alasan-alasan baru.

Bibir laki-laki itu membentuk garis miring. Tersenyum mengejek. "Lo segitunya pengen dicintai sama gue, ya?"

"Idih! Najis!" Kenanga membuang muka. Sepasang tangan melingkari pinggangnya dengan cepat, menarik tubuhnya agar lebih dekat.

"Kalau itu mau lo, gue akan cintai lo sepenuh hati." Seolah jarak saat ini masih kurang dekat, Nagata menempelkan dahinya.

"Nggak perlu! Gue nggak mau dicintai sama lo!" Setengah berteriak. Kenanga membantah dengan keras. Entah, apa yang dia takutkan.

Nagata membawa bibirnya ke telinga Kenanga. Berbisik pelan di sana. "Yakin? Kelihatannya lo ingin jadi gadisnya Nagata."

"Jangan kegeeran lo!" Sial! Sial! Sial! Sekarang Kenanga merasa jantungnya akan meledak.

Orang ini cuma Nagata. Kenapa lo harus terusik begini?

Nagata telah berhasil menguasai situasi. Dia menatap sepasang mata hitam itu, lama dan dalam. "Mau gue nyatain cinta sekarang?"

"Kenanga—"

"Nggak mau denger! Nggak mau denger!" Kenanga menutup telinga. Padahal dia yang menantang, malah dia yang tidak siap.

Ketika Nagata mendekatkan wajah, Kenanga menahan napas. Kini bibir mereka sejajar. Dia tahu yang akan terjadi selanjutnya. Tidak! Ciuman pertamanya.

Ralat! Ciuman kedua. Makhluk kurang ajar itu telah mencuri ciuman pertamanya.

Tersenyum samar, lalu Nagata mengecup mesra. Bukan bibir tetapi dagu.

_________________________________________

15.2















°

Beberapa pertanyaan terlalu
sulit dan sakit untuk dijawab.

Seperti

apa kamu bahagia?


















              "SUDAH sampai." Nagata menepuk pelan pipi Kenanga.

Padahal dia baru saja akan terlelap. Kenanga sedang tidak bersemangat untuk sekolah. "Bolos aja, yuk!"

"Nggak boleh."

Tidak juga beranjak. Gadis itu masih rebahan dengan nyaman di paha Nagata. "Lo nggak bosen belajar mulu? Sama aja kita nggak pinter-pinter."

Kepala Kenanga diangkat dengan paksa, sehingga mau tidak mau harus menyingkir.

Nagata telah turun dari mobil. Ransel didudukkan ke pundak. "Ayo!"

"Nggak mau!"

Malas berdebat, Nagata meraih tas milik Kenanga, berikut orangnya digendong dengan enteng. Bukannya protes agar diturunkan, malah lanjut tidur.

Bertemu dengan anak laki-laki berbadan tambun, Nagata langsung menyodorkan Kenanga seperti barang. "Nih, buat lo! Bukan barang mudah pecah, jadi boleh dibanting."

Anak yang bingung itu, menadah Kenanga dengan dua tangan. Sedikit kesulitan karena tidak berpengalaman menggendong perempuan.

Mereka kini bertukar pandang. Kenanga dengan sorot tajam. Sementara tatapan anak itu jika diartikan, bingung dan kagum.

"Awas jatuh cinta!"

Suara Nagata menyadarkan Kenanga. "Turunin gue!"

"Budek?!" Telinga anak itu ditariknya. Masih untung diturunkan dengan sopan bukan dibanting.

Melihat Kenanga berlari menyusulnya, Nagata tertawa. "Monyetnya datang."

Monyet lagi. Hewan yang paling dibenci Kenanga, membangkitkan kenangan lama. "Nggak ada panggilan yang lebih bagus?"

"Sayang?" Terucap dengan santai dari bibir Nagata. Berbeda dengan Kenanga, kaget sampai melotot.

"Mau dipanggil sayang aja?" tanyanya lagi.

"Nggak!"

"Sayang!"

"Nana Sayang!"

"Diem lo!" Jika Kenanga melihat wajahnya sekarang, pasti tambah malu. Merah sampai ke telinga-telinga.

"Assalamualaikum, Mbak Flower!"

"Waalaikumsalam, Mas Earth!"

"Yang di sebelah gue nggak disapa, nih?" tanya Bumi.

"Nggak ada siapa-siapa." Kenanga melangkah pergi, sebelum muncul pertanyaan lain. Tidak tahan berlama-lama di depan Noah.

"Lo lihat tadi mukanya Nagata? Songong kayak nantangin." Bumi anaknya selalu ramah, bertemu dengan Nagata yang wajah dan tingkahnya tidak bersahabat, wajar dia sedikit kesal.

Noah tidak menanggapi. Nagata baginya hanya orang lain. Satu-satunya yang sangat mengganggu, membentangkan jarak begitu jauh, tidak lain Kuntum Kenanga. Bagian penting yang berubah menjadi asing.

"Aneh. Kenanga tiba-tiba ngehindarin lo. Giliran lo yang ngejar-ngejar dia." Tidak mungkin karena Noah menyukai Kenanga. Bumi yakin bukan karena itu.

"Gue dan dia satu ayah."

"Hah?" Bumi masih meresapi fakta mengejutkan yang baru saja sampai ke telinga.

"Hahaha. Si kampret! Bikin kaget aja!" Di antara semua hal, yang tadi sangat tidak masuk akal.

Noah tidak merespons. Melihat wajah temannya, Bumi paham ini bukan lelucon. "Serius?"

Siang hari, dari sekolah Noah menuju ke suatu tempat. Belakangan ini, Julio sulit ditemukan di rumah. Pria itu menghabiskan waktu lebih banyak di kantor. Pengecut yang sedang melarikan diri dari masalah.

"Aku mau ngomong!" Dia mencegat saat Julio turun dari mobil.

"Pergi, selagi saya minta baik-baik!" Julio berbicara formal hanya kepada kolega bisnis atau orang asing. Noah bukan kolega bisnis, berarti dianggapnya sebagai orang asing.

Seorang anak yang mendapatkan penolakan berulang kali, sekarang tidak bisa menahan diri lagi. Dia mengikutinya sampai ke dalam. Meski harus susah payah menerobos satpam yang sedang berjaga.

"BAGI PAPA HANYA ADA KENANGA DAN RINAI. LALU AKU INI APA?! AKU JUGA ANAK PAPA!"

"BUKAN SALAHKU TERLAHIR SEBAGAI ANAK PAPA!!"

Semua orang mendengar. Berita ini akan tersebar dengan cepat dalam hitungan jam. Tentang anak lain yang selama ini disembunyikan keberadaannya.

Julio sangat marah. Noah mempermalukannya di depan banyak orang. Ditariknya anak itu agar menjauh ke tempat sepi. Mereka perlu bicara empat mata.

"Saya sudah cukup baik padamu, karena kamu teman sekolah kedua putri saya!"

"Hanya teman sekolah? Aku ini anak papa!"

"Kamu jadi anak saya, kalau saya mengakuimu sebagai anak!" Kalimat yang sama yang pernah Julio katakan pada Judith ketika sedang mengandung Noah.

"Mama membuangku sekali. Papa membuangku berkali-kali."

"Ya, saya membuangmu! Seharusnya kamu sadar, kalau sudah dibuang artinya kamu nggak diinginkan lagi."

Padahal Noah tidak mau menangis di depan pria itu. Kini dia membiarkan air matanya turun. "Kalau ujung-ujungnya begini, kenapa deketin aku waktu kecil? Kenapa beri aku harapan?"

"Saat itu saya bimbang. Sudah cukup. Kamu menyita waktu saya terlalu banyak. Saya sibuk!"

"Ini yang terakhir. Benar-benar yang terakhir." Dia berhasil menahan langkah pria itu.

"Selama ini aku nggak pernah minta apa pun. Untuk pertama kalinya aku minta tolong pada orang yang nggak pernah menganggapku sebagai anak. Kabulin satu permohonan nggak sulit, 'kan?"

"Apa?" Julio mulai bosan. Dia ingin segera mengakhiri percakapan.

"Kalau sesuatu terjadi padaku, tolong pastikan mama hidup dengan baik."

"Wanita itu bukan tanggung jawab saya!"

"Aku mohon." Noah memelas. Jika memang harus, dia bisa menjilati ujung sepatu pria itu.

Sementara itu di tempat lain. Satu cangkir kopi dan lemon tea menemani ibu dan anak berbagi cerita.

"Jangan pulang ke rumah. Kamu boleh tinggal lebih lama di rumah Nagata." Belinda datang hanya untuk memastikan putrinya tidak berubah pikiran.

"Ini ponselmu, juga uang untukmu. Kalau perlu uang lagi, telepon mama."

"Mama nggak marah?" Padahal dia kabur dari rumah tanpa pamit.

"Nggak. Laki-laki egois itu memang sekali-kali harus digituin." Belinda sedang membicarakan bajingan yang masih berstatus suaminya.

"Lalu kenapa Mama nggak urus cerai? Masih cinta?"

"Dalam pernikahan, cinta bukan lagi yang terpenting. Ada alasan kenapa dua orang harus terus bersama." Sesuatu yang hanya dipahami oleh mereka yang telah berumah tangga.

"Tapi, Mama nggak nganggep selesai gitu aja, 'kan? Minimal kasih hukuman."

"Mama sudah menghukumnya. Dia belum tahu. Saat dia tahu, itu akan sangat menyiksanya." Tangannya terulur mengusap puncak kepala Kenanga.

"Mama pergi."

Saat Belinda tidak lagi kelihatan, Kenanga menemukan potongan kertas jatuh tidak jauh dari kakinya. Di situ tertulis alamat lengkap. Entah alamat siapa.

Belinda menyalakan mobil sembari tersenyum. "Itu hadiah untukmu, Nak."

_________________________________________

Terima kasih. Terima kasih.
Terima kasih.

Sampai jumpa lagi.

Sayang, sayang, sayang 🖤🖤

_________________________________________

Silakan follow:

@puspita_pirsouw
@milanesta1133

_________________________________________

1%

17 Mei 2023






PUSPITA PIRSOUW

Continue Reading

You'll Also Like

436K 47.3K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
3.4M 275K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
641K 8.5K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
818K 61.8K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...