Physical Attack √

By Anzimo

372K 22.2K 358

Setelah tamat dari SMA Amona memutuskan untuk melanjutkan study nya ke Prancis, ia ingin menekuni kegemaranny... More

Prolog
1. Pulang
2. Viral
3. Gara-gara Tante Arum
4. Conference pers
5. Cerita lama
6. Croissant
7. Sherin-Justin day
8. Aku, Ayah, dan Bunda
9. Tante Arum VS Amona
10. Bakar-bakar
11. Little Things
12. Moa bakery
13. Ke lombok yuk?
14. Anak gadis ayah
15. Short story (Amona & Alden)
16. Lombok pt.1
17. Lombok pt. 2
18. Lombok pt. 3
19. Lombok pt. 4
20. Lombok pt. 5
21. Lombok pt. 6
22. Lombok pt. 7
23. Bucin? iiiiii
24. postingan singkat tentang AmoRon
25. ghosting
26. Teknik Marketing
28. cuddle
29. Konser
30. The End
ekstra chapter
Info dan sequel(?)
ekstra lagi nih

27. Jaelangkung

8.3K 550 6
By Anzimo

Alden hari ini sakit, kalo kata bunda sih ia sedang patah hati karena Sabrina beberapa hari tidak mengabari adikku itu, astaga bucin sekali sampai sakit begini.

Aku menatap kasihan kepadanya yang menampakkan wajah pucat serta suhu tubuh yang sangat panas. Mungkin kalau aku meletakkan telur diatas dahinya, telur itu akan matang.

"Minum obat dulu Al, jangan tidur terus, kalo pengen pusingnya cepet hilang ya makan sama minum obat." Gerutuku karena dari tadi susah sekali membangunkan anak ini. Matanya terus-terusan terpejam.

"Jangan ngeyel deh, kamu kalo pengen sembuh ya bangun dulu minum obat," Lanjutku yang sama sekali tidak digubris olehnya.

"Alden....,"

"Berisik, mending keluar deh kak daripada ganggu," Ketusnya padaku dengan nada lemah, aku sakit hati dong tentunya, niat baik tapi dibalas seperti itu.

"Serah deh, aku gamau ngurus kamu lagi," Kataku keluar dengan menutup keras-keras pintu kamarnya, sebal.

Bunda yang baru saja melangkahkan kakinya untuk ke kamar Alden mengernyit heran sebab aku keluar dengan tampang kesal.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Anak bungsu bunda tuh nyebelin, dibaikin bukannya terima kasih tapi malah nyuruh Mona keluar, kan Mona sebel." Adu ku kepadanya, ia menepuk pundakku sebelum masuk kekamar Alden.

Seharusnya sejak pagi tadi aku ke Moa Bakery saja daripada di rumah mengurusi adik bungsu yang tak tau diri itu. Kulangkahkan kaki untuk masuk ke kamar, kemudian mengambil ponsel di atas nakas, kulihat ada beberapa panggilan dari Aliya yang tak terjawab. Kubuka aplikasi Whatsapp yang menampilkan beberapa pesan dari orang. Tapi tanganku malah membuka roomchat Valeron yang masih seperti hari-hari sebelumnya, sama sekali tidak ada kabar. Aku mendengus kemudian memilih beralih ke roomchat Aliya. Sepertinya penting karena ada 3 panggilan tidak terjawab. Aku berinisiatif menelponnya balik.

"Assalamualaikum kenapa Al?" Tanyaku kepada Aliya to the point.

"Waalaikumsalam, Gawat bu, Moa Bakery hari ini rame banget, antrian sama tempat duduk membludak bu, apalagi stok cake hari ini kayak hari sebelum-sebelumnya, ini gimana bu," Kata Aliya panik. Aku mendengarnya dengan seksama kemudian buru-buru mengambil tas yang biasa aku pakai ke Moa.

"Kamu tenang dulu, habis ini saya kesana, btw kenapa bisa sampai rame gitu?" Ucapku sambil menyiapkan barang-barang yang akan ku masukkan ke dalam tas.

"Valeron kesini, sekarang dia lagi ada di ruangan ibu,"

Dengan cepat aku berlari keluar kamar, menuruni tangga dan berteriak kepada bunda kalau aku harus segera ke Moa Bakery.

••••

"Gue gatau kalau bakal se-rame ini," Lirih lelaki yang kini berdiri di hadapanku.

Kuhembuskan napas dalam-dalam, mencoba menahan emosi. Setelah menutup secara dadakan dan meminta maaf kepada pelanggan aku mengumpulkan semua karyawan ku di ruanganku.

"Bilang ke pelanggan kalau stok hari ini udah habis, kamu suruh para pelanggan untuk bisa pesan di lain hari, besok sampai tiga hari ke depan Moa ngga buka dulu, cuma melayani via orderan. Kalian semua paham?" Ucapku kalem ke semua karyawan yang bekerja di Moa Bakery tak terkecuali Valeron yang kini menatapku takut-takut begitu juga dengan Aliya.

Setelah mereka mengerti barulah aku membubarkan rapat dadakan ini. Lalu menatap lelaki yang sedang menyandarkan tubuhnya di meja kerjaku.

"Sorry," Ucapnya yang ku balas dengan tatapan datar, seenaknya ia menghilang dan datang dengan keributan. Benar-benar menguras emosiku saja.

"Oke," Singkatku tidak ingin memperpanjang masalah. Kulangkahkan kakiku keluar ruangan sambil menenteng tas, lebih baik aku pulang, kemudian tidur, hari ini sungguh menguras emosi.

Aku masuk ke dalam mobil, Valeron juga melakukan hal yang sama. "Kamu ngapain?" Kataku ketus.

Ia menatapku dengan tatapan bersalahnya, "dengerin penjelasan gue dulu," Valeron menarik tanganku yang dengan segera kutepis, enak saja sentuh-sentuh.

"Ngapain? Kenapa kamu harus repot-repot jelasin ke aku?"

"Karna gue salah," Lirihnya.

"Salah kamu apa emang?"

"Ga ngabarin lo dua minggu ini,"

"Kamu sengaja kan bikin aku marah?"

"Engga,"

"Boong,"

"Beneran Mona,"

"Tapi kamu sempet tuh ngehubungin mama kamu,"

Valeron terdiam, matanya menatapku penuh penyesalan.

"Jadi kamu tahu?"

Aku mengangguk.

"Maaf ya," Katanya dengan nada memohon, membuatku merasa muak. Enak saja dia menghilang dengan sengaja agar aku marah padanya, kemudian datang membuat kerusuhan, setelah itu meminta maaf begitu saja tanpa mempertanggung jawabkan emosiku yang sulit dibendung.

"Kenapa bikin aku marah?" Tanyaku kini dengan nada lebih bersahabat.

Valeron sesaat hanya bergeming, kemudian menggaruk belakang kepalanya canggung. Aneh sekali lelaki ini.

Lama.

Kudenguskan napas dengan kesal, apasi maunya.

"Jawab gitu doang aja lama,"

"Kenapa bikin aku marah?" Emosiku kembali membara, kualihkan pandangan ke depan. Kesabaranku sudah setipis tisu yang dibelah menjadi dua.

"Maaf, gue cuma mau liat reaksi lo kalau gue ga ngabarin lo, itu saran dari Alden sih, tapi selama dua minggu ini lo bahkan ga ngirim pesan apapun ke gue, akhirnya gue nyerah, gue kangen sama lo." Jelasnya.

Ingin tertawa tapi diriku kini sedang di selimuti emosi yang membara, hampir saja air mataku akan jatuh membasahi pipi, tapi sebelum kejadian memalukan itu terjadi lebih dulu aku mengusapnya dengan kasar.

"Keluar,"

"Monaa, pliss maafin gue,"

"Keluar, itu reaksi aku,"

Dengan perlahan Valeron membuka pintu mobilku, lalu keluar dengan enggan.

Aku menyalakan mesin mobil dan melenggang dari Moa Bakery, rasa kesalku sudah benar-benar diujung puncak, aku sedang salam mode senggol bacok.

Di kamar aku menatap langit-langit kamar dengan nelangsa, semudah itu ya Valeron memainkan perasaanku dengan sengaja membuatku marah. Kenapa dia kekanak-kanakan sekali. Andai waktu itu aku benar-benar menemuinya di apartemen, pasti ia sudah tersenyum kegirangan ketika melihatku khawatir mencari keberadaannya.

Aku tersenyum miris, meratapi keadaan, sampai kapanpun Valeron akan terus mempermainkan perasaanku. Mungkin saat di Lombok, saat ia menyatakan perasaannya padaku, itu juga termasuk salah satu kejahilannya membuatku baper kemudian menjatuhkanku sedalam-dalamnya.

Disela senyum yang sangat menyedihkan ini air mataku mengalir begitu saja, kurang ajar, aku tidak boleh menangis hanya karena lelaki sepele seperti Valeron. Iya sepele. Seperti dirinya yang menyepelekan diriku.

Sedari tadi teleponku berdering nyaring, karena sudah muak akhirnya handphoneku ku ganti dengan mode silent. Aku sudah tahu siapa yang sejak tadi menelponku.

Bunda mengetuk pintu kamarku, aku beranjak untuk segera membukanya.

"Kenapa? Kok kayak habis nangis?" Tanyanya sesaat setelah aku menampakkan diri dihadapan bunda.

"Gak, ada apa bun,"

Mata bunda menyipit menatapku, "Harusnya kamu seneng ga sih Mon, Moa Bakery hari ini katanya rame banget, kok kamu malah pulang?" Ucap bunda sambil menampilkan postingan instagram yang menampilkan pelanggan Moa bakery saat itu sangat ramai.

"Ini juga mungkin karena kamu sama karyawan kamu kemarin promosi kali ya Mon jadi rame banget,"

"Iya bun alhamdulillah,"

"Di tiktok nih tadi bunda liat, potongan live kamu sama karyawan kamu viral,"

Aku hanya tersenyum seadanya menanggapi keantusiasan bunda.

"Kamu kok kayak ga seneng gitu sih Mon, kenapa? Ada masalah?" Tanya bunda curiga, aku menggelengkan kepala.

"Mona seneng kok, Mona mau mandi dulu bun terus mau tidur, capek banget."

Continue Reading

You'll Also Like

996K 59.2K 46
"Hei." Sapaku, entah aku merasa aneh menyapa wanita kali ini, aku tidak terbiasa memulainya. Scarla terdiam berbalik dan menoleh menunjuk dirinya. "I...
395K 32.2K 46
Alvero Keshav tahu dia tidak mencintai Aisha, gadis yang dijodohkan ibunya padanya. Ia hanya menikahi gadis itu karena ayahnya menjajikan posisi CEO...
AIR By M A W

Teen Fiction

171 61 7
Damai Tenang Dan menghanyutkan. Tiga kata yang ada di dalam diri seorang Air Nakhla Adinata. Mencintai seorang perempuan bernama Embun, membuat Air...
44.6K 4.9K 30
SELESAI ✔️ Obsesi Alona terhadap segala hal yang berkaitan dengan Geng Rahasia dan permainan Game Over membuatnya menjadi terikat dengan seorang Ozi...