Married with my idol

By fourteenjae

155K 15K 1.7K

"Kalau menikah, sudah pasti berjodoh 'kan?" - [SEQUEL OF STORY "MY BOYFRIEND, JEONG JAEHYUN"] fourteenjae-202... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
chapter 12
chapter 13
chapter 14
chapter 15
chapter 16
chapter 17
chapter 18
chapter 19
chapter 20
Announcement
chapter 21
chapter 22
chapter 23
chapter 24
chapter 25
chapter 26
chapter 27
chapter 28
chapter 29
chapter 30
chapter 31
chapter 32
chapter 33
chapter 34
chapter 35
chapter 36
chapter 37
chapter 38
chapter 39
chapter 40
chapter 41
chapter 42
chapter 43
chapter 44
chapter 45
chapter 46
chapter 47
chapter 48
chapter 49
chapter 50
chapter 51
chapter 52
chapter 53
chapter 54
chapter 55
chapter 56
chapter 57
chapter 58
chapter 59
chapter 60
chapter 61
chapter 62
chapter 63
chapter 64
chapter 65
chapter 66
chapter 67
chapter 68
chapter 69
chapter 70
chapter 71
chapter 72
chapter 73
chapter 74
chapter 75
chapter 76
chapter 77a
chapter 77b
chapter 78
chapter 79a
chapter 79b
chapter 80
chapter 81
chapter 82
chapter 83
chapter 84
chapter 85
chapter 86
chapter 87
chapter 88
chapter 90
chapter 91
chapter 92
chapter 93
chapter 94
chapter 95

chapter 89

812 132 45
By fourteenjae

chapter kali ini panjang banget, ada 4500 kata. jadi tolong, jangan males untuk vote sebagai bentuk apresiasi kepada author ya.

"Aku ingin berdua denganmu di antara daun gugur." – PayungTeduh

-


Istri Jaehyun NCT dikonfirmasi hamil tiga bulan!

Jeong Jaehyun NCT tidak pernah bisa membuat sosial media tenang. Ia kerap sekali membuat kehebohan publik. Seakan apapun yang dilakukannya selalu membuat semua orang terkejut.

Usai dihebohkan mengenai pernyataan tindak kekerasan verbal Kim Sae Ron terhadap Han GoEun, istri Jaehyun, hingga berakhir pada persidangan. Sampai kemudian disusul dengan konfirmasi SM Entertainment terkait kehamilan sang istri, Jaehyun pun kembali muncul mengunggah dua buah foto dengan caption manis yang ditujukan kepada istri.

Tidak selesai dengan itu, sosial media pun semakin ramai akibat cuitan seorang penggemar yang menyatakan bahwa Jaehyun dan istri pernah datang ke sebuah rumah sakit. Cuitan yang diunggah jauh sebelum perilisan kehamilan itu sudah di re-upload ratusan cuitan dari berbagai penggemar internasional.

Seluruh fandom pun tampak kompak memberi selamat kepada para penggemar NCT atas kehadiran calon anak di dunia. Pesan menyentuh seluruh penggemar yang diharapkan sampai kepada keluarga kecil Jaehyun. 


🍑🍑


"Haahh—ah!"

Wajah Han GoEun memerah saat Jaehyun meremas payudara kanannya. Sementara bibir lelakinya terus menjejaki leher hingga tanda kemerahan mulai bermunculan.

"Jae—hngg!"

Tangan besar Jaehyun terus menggerayangi kedua payudara Han GoEun dari balik baju yang dikenakannya. Tak mengindahkan erangan Han GoEun yang susah payah mengatur nafas.

"Karena itu sekarang aku mau menampilkan beberapa bukti chat itu pada kalian." suara Kim Jaehwa mendadak terdengar dari pengeras suara laptop milik Han GoEun.

"Jae—hyun, hentikan." pinta Han GoEun.

Tetapi Jaehyun tak berhenti. Ia justru melepas baju yang dikenakan Han GoEun dan kembali menyecap inci tubuh istri tercinta.

"Kau yakin riwayat chat itu antara Kim Sae Ron dan Cha Hae Rin?" Kim Eunji menyahut. Suaranya ikut terdengar melalui laptop setelah Kim Jaehwa menjelaskan.

Jaehyun memilin pucuk payudara Han GoEun di dalam mulutnya yang basah. Matanya yang tajam terus menatap wanitanya yang terbaring pasrah di atas sofa. Dengan satu tangannya yang sengaja dibiarkan bersemayam dalam emutan mulut Han GoEun.

Suhu ruangan mendadak panas. Pikiran Han GoEun mendadak kosong saat Jaehyun terus saja menjamah tubuhnya.

"Aku sangat yakin. Tidak mungkin salah. Sebentar," Layar laptop berubah menampakkan dokumen berisi riwayat room chat. "Apakah kalian sudah bisa melihat tampilan dokumenku?" tanyanya lagi.

"Hm, aku melihatnya." jawab Eunji. Matanya menunduk menatap tampilan kontak Han GoEun yang sejak tadi menghitam tanpa suara. Tak ada interaksi dari pemilik kontak walau pembicaraan santai ini sedang berlangsung.

"Han GoEun?" panggil Eunji. "Kau tidak sedang tidur, kan? Kenapa kau belum juga tiba di kantor dan memilih meeting melalui zoom?"

"Jaehh—"

Jaehyun melepas cium. Mengangkat tatap hingga wajahnya yang juga memerah terlihat jelas. "Kamu bisa menjawabnya."

Han GoEun segera memungut pakaiannya yang berserak. Namun Jaehyun sontak mengambil baju tersebut dan menyimpan di sisinya. "Tidak usah dipakai."

"Jaehyun?"

"Kamu hanya perlu menjawabnya tanpa perlu mengaktifkan kamera, sayang." imbuh Jaehyun. "Kamu mau mereka melihat wajah horny mu itu?"

"Sayang?!"

Jaehyun terkekeh dan tak mengelak dari pukulan Han GoEun.

"Han GoEun? Kau masih di sana?" suara Kim Jaehwa kembali terdengar. "Hei, Eunji, kamu tidak menyembunyikannya?"

"Untuk apa aku menyembunyikannya saat aku tidak tau dia dimana?!"

Han GoEun merotasikan mata mendengar perdebatan kedua temannya. Ia mendekati meja tanpa pakaian atas dan mulai menjelajahi layar laptop.

"Lalu kenapa Han GoEun tidak kunjung mun—"

"Aku di sini." ujar Han GoEun bersuara.

"Nah, akhirnya muncul." seru Kim Jaehwa. "Dari mana saja, Nyonya?"

Jaehyun terkekeh saat Kim Jaehwa berguyon memanggilnya dengan sebutan nyonya. Lelaki itu duduk bersandar dengan memakai celana training abu-abu tanpa baju. Dan hanya mendelik singkat saat Han GoEun menoleh sinis.

"Ada sedikit kesibukan yang sedang kukerjakan." jawab Han GoEun beralasan.

"Kesibukan," celoteh Jaehyun mengulang kata. Ia tidak bisa berhenti untuk tidak menggoda istrinya.

"Kesibukan?" tanya Eunji persis seperti Jaehyun. "Apa yang kamu lakukan? Serahkan padaku, aku bisa mengerjakannya."

Alis Han GoEun mengerung kesal. Menyerahkannya? Jadi dia harus menyerahkan Jaehyun kepada Eunji, gitu?

"Tidak. Aku bisa melakukannya." jawab Han GoEun sewot.

Jaehyun merebahkan kepalanya pada punggung sofa. Tawanya nyaris meledak mendengar kekesalan sang istri atas pertanyaan Kim Eunji barusan. Kedua kakinya melebar seiring dengan sesaknya benda yang mengeras di dalam celana training itu.

"Apa yang ingin kamu jelaskan padaku, Jaehwa? Kamu bisa memulainya." titah Han GoEun mengalihkan pembicaraan.

"Dan kita bisa melanjutkannya." bisik Jaehyun tiba-tiba. Tangan kanannya sudah bersemayam kembali di atas payudara kiri Han GoEun. Menyusup dari belakang hingga Han GoEun bergidik kaget.

"Jaehyun," panggil Han GoEun rendah.

"Yes, babe." jawabnya di sela kecupan yang menjelajahi ceruk Han GoEun.

"Mikrofonnya—" Han GoEun membekap mulutnya sendiri. Menahan leguh saat Jaehyun menggesekkan pucuk payudaranya dengan dua jari. "—masih nyala."

"Kalau begitu,"

"Oke," suara Kim Jaehwa menginterupsi Jaehyun. "Seperti yang terlihat pada layar laptop kalian. Dengan menggunakan nama ID, Kim Sae Ron meminta Cha Hae Rin untuk mengunggah kebencian itu secepatnya dengan imbalan uang."

"Tahan suaramu jika tidak mau didengar mereka."

"Jaeh—" Han GoEun hendak membekap mulutnya lagi namun Jaehyun lebih dulu memasukkan dua jari kirinya ke dalam mulut sang istri. Sengaja keluar-masuk hingga air liur membasahi dua jarinya.

Suara Kim Jaehwa terus terdengar menjelaskan situasi. Sedangkan Han GoEun kian berupaya tak mendesah walau keringat semakin mengucur.

Kedua tangan Jaehyun bergantian meremas payudara sementara kecupan itu terus berlabuh di punggung Han GoEun yang tak berdaya.

"Menilik dari kesaksian dan bukti, Cha Hae Rin memang dimanfaatkan oleh Kim Sae Ron." suara Kim Jaehwa kembali mendengung tanpa diindahkan oleh Han GoEun.

"Jae—stop." Mata Han GoEun terbuka lebar dengan kesadaran penuh saat tangan Jaehyun hampir memasuki celana dalamnya. "Aku tidak akan bisa menahan suaraku kalau kamu memasukinya."

Jaehyun kehilangan kesempatan. Sementara miliknya sudah mengeras sejak tadi dan ingin dikeluarkan sekarang juga.

Masih dalam keadaan tanggung. Tiba-tiba Kim Jaehwa kembali bersuara, "Jika kamu bersedia, aku akan mempublikasi semua ini melalui pernyataan."

"Pernyataan yang seperti apa?"

Mata Han GoEun kian melotot ketika Jaehyun bersuara keras hingga kedua temannya mendadak diam. Bahkan raut wajah terkejut mereka terpajang jelas di layar laptop.

"Oh, ada Jaehyun juga? Kau sudah menyimak penjelasanku tadi, kan?" tanya Kim Jaehwa mengulas senyum.

"Ya," jawab Jaehyun singkat.

"Kamu sedang apa?" bisik Han GoEun.

Tangan yang hendak memasuki celana justru bersemayam di perut Han GoEun. Membelai pelan sebagai tanda bahwa kini bagiannya untuk bersuara.

"Oke. Jadi, pernyataan yang akan kupublikasi berupa room chat dan hasil kesaksian Cha Hae Rin selama bertatap muka."

"Maksudmu, nama istriku dan aku juga akan terpampang jelas di pernyataanmu?"

"Kau benar." Kim Jaehwa menggaruk pelipisnya dengan senyum kikuk. "Kira-kira seperti ini bentuknya."

Layar zoom menampilkan sebuah lampiran pernyataan yang berisikan statement pihak Dispatch. "Kau bisa membacanya dan beritahu aku jika ada hal yang ingin kau ubah."

Di balik kegelapan layar kontak Han GoEun, ada sepasang suami istri yang nyaris tak memakai pakaian. Dengan Jaehyun yang memeluk tubuh Han GoEun dari belakang, matanya berjelajah cepat membaca.

"Itu sudah cukup." balas Jaehyun.

"Tidak ada tambahan?"

"Tidak ada."

"Besok bisakah kalian datang ke kantorku?"

Kening Jaehyun berkerut. "Untuk apa?"

"Mediasi,"

"Kau gila?" seru Kim Eunji menimpali. "Mediasi dengan Kim Sae Ron dan Cha Hae Rin di ruangan yang sama?"

"Benar. Semua pihak akan terlibat. Kamu, Han GoEun, Jaehyun, Cha Hae Rin, Kim Sae Ron, pengacara, pihak agensi, semua." tutur Kim Jaehwa.

"Untuk apa?" ulang Jaehyun.

"Mediasi," Kim Jaehwa pun kembali mengulang jawabannya. "Sebelum dilakukan ke tahap pengadilan, kita akan mengadakan mediasi."

"Tidak ada damai." imbuh Jaehyun.

Han GoEun menoleh khawatir. "Babe,"

"Aku tidak berminat memaafkannya." balas Jaehyun pada kedua orang di layar laptop itu. Teramat datar dan dingin hingga mereka kembali terdiam.

"Baiklah, kau bisa mengatakannya besok." balas Kim Jaehwa. "Pertemuan ini tetap akan dilakukan walau kau sudah menjawabnya sekarang. Jika tidak ingin seruangan dengan Kim Sae Ron, akan kulakukan dengan ruangan yang berbeda."

"Itu lebih bagus."

"Oke." Kim Jaehwa tampak sedang mencatat sesuatu. "Sudah selesai. Itu saja yang ingin aku sampaikan."

"Kapan pernyataan itu rilis?"

"Hari ini."

Jaehyun mengangguk walau lawan bicaranya tak dapat melihat.

"Han GoEun, kamu tidak datang ke kantor?" sela Kim Eunji.

"Ak—"

"Tidak datang." sela Jaehyun.

"Ap—"

Tak!

Jaehyun segera menutup layar laptop dalam sekali hentak hingga sambungan meeting zoom itu tak lagi tersambung. Lelakinya tak memberi kesempatan pada Kim Eunji untuk melayangkan protes.

"Jae—hm!"

Jaehyun sontak kembali mencium bibir Han GoEun. "Tidak ada lagi yang bisa menginterupsi."

"Seben—hm!"

Jaehyun kian mengukung tubuh Han GoEun. Tidak perlu bersusah payah mengangkat sang istri untuk kembali berbaring di atas sofa selagi dirinya melayangkan aksi.

"Wait—ahh!"

Jaehyun menjilat pucuk payudara Han GoEun yang mengeras. Memainkannya di dalam mulut sementara tangannya terus turun memasuki celana dalam tanpa sempat menghalangi.

"So wet." ujar Jaehyun berkomentar.

"Jaehyun,"

"Since when?" Jaehyun mengangkat tatap. Sudut bibirnya melengkung goda melihat Han GoEun menutup wajahnya. "Lihat aku, sayang."

Han GoEun menggeleng.

"Sejak kita memulainya?" tebak Jaehyun. "Atau saat kita menjedanya?"

"Jaehyun, berhenti bertanya." Wajah Han GoEun kian memanas untuk mengaku. Ia juga tidak tau sejak kapan miliknya teramat basah. Kenapa hal ini harus dipertanyakan?

"Berhenti bertanya dan langsung memulai?"

"Aahh!" pekik Han GoEun setelah dua jari Jaehyun masuk ke dalam miliknya. Ia meremas lengan Jaehyun yang terus mengobrak-abrik kepemilikannya. "Jaeh—hahh!"

Dengan wajah memerah, Jaehyun tersenyum puas. "Ekspresimu sungguh cantik."

Tubuh Han GoEun kian mendidih mendengar pujian itu. Rasanya teramat meleleh dan lemas di saat bersamaan.

"Hng, ah! Jaehyun!"

"Say my name, babe." Jaehyun membungkuk. Mulutnya kembali terisi dengan payudara Han GoEun. Sementara tangannya terus bergerak di dalam sang istri.

Tak memperdulikan pada denting ponsel yang berbunyi sejak tadi. Hingga layarnya menampakkan sebuah notifikasi pesan dari beberapa orang termasuk Shin Yoo Jin dan Ha Min Jun. Berisikan sebuah link pernyataan Dispacth yang akhirnya diungkap kembali pada publik.


🍑🍑


Aktrisnya terus berbuat ulah, Gold Medalist kembali meminta maaf.

Seperti tak berkesudahan, Dispatch kembali mengeluarkan pernyataan terbaru mengenai kasus pihak ketiga antara Park Hye Soo dalam rumah tangga Jaehyun. Dilansir dari pernyataan Dispatch yang di unggah satu jam lalu, akun anonim didalangi oleh seseorang yang kini diketahui identitasnya, yaitu Kim Sae Ron.

Bukti chat yang tersebar luas menandakan bahwa Kim Sae Ron secara sengaja meminta Cha Hae Rin, pelaku anonim, untuk segera mengunggah kebencian dengan perjanjian imbalan uang tunai.

Merunut dari kejadian yang terjadi, Kim Sae Ron mendalangi hal tersebut dikarenakan ketidaksukaan dan kecemburuan secara personal kepada Park Hye Soo dan istri Jeong Jaehyun.

Semua situs internet terus dihebohkan dengan kasus tak berkesudahan. Dengan adanya pernyataan lanjutan ini, publik semakin gencar meminta agensi Gold Medalist segera membuka suara. Sehingga beberapa saat lalu, Gold Medalist pun kembali merilis pernyataan.

Berikut pernyataan dari Gold Medalist:

"Hallo, ini Gold Medalist.

Kami akan terus membungkukkan badan kepada korban dan keluarga korban yang terdampak oleh sikap aktris kami, Kim Sae Ron. Secara sadar, kami memohon maaf atas perilaku yang tak menyenangkan hingga membuat banyak kerugian bagi seluruh pihak.

Kim Sae Ron berencana untuk terus bertindak kooperatif sehubungan dengan berlangsungnya investigasi polisi dan prosedur penyidikan."

Komentar:

[988; 278] "Kurasa ada yang salah dengan mentalnya."

[852; 242] "Aku tidak mengerti mengapa agensi masih mempertahankannya? Dia sudah jelas bersalah pada persidangan kemarin dan sekarang dia kembali berbuat ulah kepada orang yang sama.

[728; 92] "Fuck you!"




Esoknya, CCO Gold Medalist, Lee Ro Bae, sudah naik pitam saat Kim Sae Ron datang ke ruangannya dan merengek meminta pengampunan.

"Pengampunan?!" ulang Lee Ro Bae meninggi. "Di mana kewarasanmu, hah?!"

Kim Sae Ron bersimpuh lutut. Wajahnya memelas sementara sang manajer tampak kikuk menunduk tanpa suara. Teramat pasrah jika setelah ini dirinya kehilangan pekerjaan. Ia sudah teramat lelah harus terjebak sebagai manajer Kim Sae Ron dan mengikuti gadis ini kemanapun sebagai bentuk pengawalan. Kesabarannya kian menipis.

"Aku bersalah. Maka dari itu, tolong aku." imbuh Kim Sae Ron.

Kepanikannya tergambar jelas. Teramat kacau bagi seorang gadis yang menjunjung tinggi keanggunan. Ia menyatukan kedua tangan memohon ampun sambil mengadah pada Lee Ro Bae yang berdiri angkuh.

"Aku teramat bersalah, hwajangnim. Bantu aku." ujarnya lagi kian memelas.

"Seharusnya kau meminta maaf pada mereka sebelum sampai seperti ini!" cerca Lee Ro Bae kesal. "Sudah banyak kerugian dan kau baru meminta maaf?! Di mana otakmu?!"

"Hwajangnim,"

"Pernyataan sudah dirilis! Renungkanlah bahwa perilakumu itu memang sangat salah! Sebelum meminta maaf, seharusnya kau hentikan perasaan dendam, kejengkelan dan amarah membabi butamu itu!" pekik Lee Ro Bae dengan mata melotot. "Kau bersikap seolah semesta akan selalu berpihak padamu! Seolah duniamu tidak akan berputar!"

Kim Sae Ron semakin kalut. Tubuhnya kian membungkuk hingga wajahnya nyaris mengenai lantai. "Bantu aku, hwajangnim. Bantu aku."

"Kau kira mengatasi masalahmu itu bukan membantu?!! Menghadapi segala macam pers dan brand, kau kira itu tidak membantumu?!" Lee Ro Bae menyalang. "Perlu kukatakan berapa kali hingga kau sadar?! Yang kau lakukan itu adalah cara untuk menenggelamkan dirimu sendiri! Sebelum bertindak, seharusnya kau berpikir pakai otakmu!"

Lee Ro Bae memutari meja kerjanya. Menatap Kim Sae Ron yang nyaris bersujud. "Kau mengira semua orang yang terdampak akan ikut tenggelam? Tidak." imbuhnya meremehkan.

"Mereka memiliki pelampung untuk menyelamatkan diri. Sedangkan kau tidak punya sama sekali!" lanjutnya menekan setiap kalimat.

Kim Sae Ron mendadak. Wajahnya memerah menahan tangis dan marah dalam sekali waktu. Tak terkira dirinya akan merasa sakit hati dan tak berguna seperti ini. Harus dengan cara apa lagi dirinya dapat terbebas?

"Hwajangniimmm!" rengek Kim Sae Ron. Bulir air mata tidak dapat tertahan hingga membanjiri pipi. "Aku tidak mau mendapat hukuman lagiiii..."

Sudut bibir Lee Ro Bae tersungging bengis. "Seharusnya kau bersujud di depan para korbanmu, bukan padaku."

Begitu tersedu-sedu gadis itu menampakkan raut paling mengenaskan agar lawan bicaranya merasa kasihan. Walau sudah nyaris menelungkup dan bersimpuh seperti ini pun tetap tidak bisa meluluhkan. Harus apalagi?

"Bawa dia pergi." Titah Lee Ro Bae.

"Hwajangnim, tidak, tolong—" elak Kim Sae Ron saat sang manajer menariknya. "Lepas, aku belum selesai bicara."

"Tidak ada lagi. Keluar."

"Tolong beri aku kesempatan—"

"Maka bersujudlah di hadapan Han GoEun dan Jaehyun di pertemuan nanti." imbuh Lee Ro Bae menyela. "Memohonlah padanya agar berkas laporanmu dicabut. Hanya itu cara terakhir yang bisa kau lakukan."

Tangis Kim Sae Ron terhenti. Matanya kian memanas membayangkan dirinya harus bersujud memohon ampun kepada wanita yang sangat dibencinya. Tapi tidak ada cara lain.

"Hwa—"

"Bawa dia." sela Lee Ro Bae. Menyiratkan pada sang manajer untuk menyeret gadis itu keluar dari ruangannya. Tak peduli pada erangan tragis atau rengekan panjang, Lee Ro Bae hanya kembali duduk di tempat singgahsana kerjanya sambil menarik nafas panjang. Kemudian pintu pun tertutup.


🍑🍑



Setidaknya sudah dua jam berlalu setelah pembicaraannya bersama Lee Ro Bae. Lalu waktu terasa berlalu begitu saja tanpa memberi jawaban bagi Kim Sae Ron yang terduduk di salah satu ruangan gedung Dispatch.

Kaki kanannya terkelotak berulang kali. Tak bisa diam sambil menggigit kuku jarinya dengan sirat panik karena tak menemukan cara untuk mendapat pembebasan mutlak dari semua masalah ini.

Ia tau wanita itu sudah tiba sejak setengah jam yang lalu. Tentu saja bersama lelaki yang amat dicintainya, Jeong Jaehyun. Tetapi kenapa dirinya masih ditempatkan di ruang terpisah seperti ini?! Mereka tidak ingin berada dalam satu ruangan yang sama atau bagaimana?

Pikiran bermacam-macam spekulasi membuat rasa benci itu kembali menguasai diri. Kim Sae Ron tidak akan bohong jika saat ini dirinya sangat panik dan ketakutan. Terlebih mengenai semua orang sudah menyudutkannya sebagai pihak yang paling bersalah. Namun ia pun tidak bisa menghentikan diri untuk tidak membenci Han GoEun.

Menurutnya, gara-gara wanita itulah, ia berada di dalam situasi ini. Ditempatkan di ruang berbeda seakan sedang menjalani isolasi.

Ada kalanya ia tak bisa menahan gejolak untuk meminta di ampuni. Tetapi ada sebagian dari dirinya untuk tidak menurunkan harga diri.

Sibuk dengan pemikirannya sendiri, tanpa disangka pintu ruang pun perlahan terbuka. Seorang laki-laki berpenampilan kasual mencuri perhatiannya saat memasuki ruang.

"Silahkan ikut saya." kata lelaki itu.

"Mau kemana?" tanyanya penasaran. Namun walau begitu, ia tetap berdiri dari tempatnya.

"Menghadiri pertemuan." jawabnya tanpa ekspresi.

Kim Sae Ron tertegun. Setidaknya raut datar tanpa ekspresi tersebut tidaklah buruk jika harus dibandingkan dengan perlakuan tak mengenakan berbagai pihak yang menyudutkan beberapa hari terakhir ini.

Keheningan kali ini terasa berbeda bagi Kim Sae Ron. Walau tak bersisian namun lelaki itu selalu memastikan bahwa dirinya tetap mengikuti dari belakang. Ada perasaan hangat setelah sekian lama bermuram dingin.

Namun perasaan itu seketika buyar setelah lelaki ini membuka pintu ruangan lain. Lebih tepatnya saat dirinya dipersilahkan masuk hingga bersitatap dengan penghuni ruang.

Setidaknya ada tujuh orang yang sudah menempati kursi. Iris matanya mendadak tertuju pada seorang gadis tak dikenal. Perempuan itu sedikit menunduk takut saat ia mulai bergabung masuk.

"Ah, kau si penghianat." desis Kim Sae Ron pelan.

"Kau bisa duduk di sana." ucap lelaki pengantarnya ke arah kursi kosong di seberang meja dua orang bersetelan formal.

Badan Kim Sae Ron bergidik merinding. Entah karena pendingin ruangan atau karena pandangan Han GoEun yang tak sekalipun mengalihkan pandang walau sempat bertubrukan tatap. Wanita itu terlihat sangat sombong duduk berdekatan dengan Jaehyun di sisi kanannya.

"Selamat sore!" sapa seorang laki-laki berpakaian formal saat Kim Sae Ron baru saja mendudukan diri. "Perkenalkan nama saya, Kim Jaehwa, ketua departemen investigasi media Dispatch."

Kim Jaehwa membungkukkan badan sebagai sapaan kepada para tamu yang datang. Lantas kembali berujar, "Terima kasih karena sudah bersedia datang dalam pertemuan mediasi ini."

Han GoEun menoleh pada keberadaan Kim Sae Ron, wanita itu sudah beberapa kali mencuri pandang ke arahnya. Dan sebanyak itu pula Han GoEun membalasnya tanpa takut. Dengan Jaehyun yang terus meremas pangkal pahanya sebagai bentuk distraksi agar sang istri tidak berfokus pada Kim Sae Ron.

"Mediasi ini akan di awali oleh penjelasan Kang Ye Junssi," ujar Kim Jaehwa mempersilahkan.

Kang Ye Jun, dengan pakaian formalnya menata berkas di atas meja sembari menegakkan punggung menatap seluruh tamu. "Seperti yang sudah dijelaskan melalui konfirmasi pernyataan—"

Mendadak, penglihatan Han GoEun berkunang. Suara penjelasan Kang Ye Jun ataupun perdebatan di antara kedua belah pihak pengacara semakin gencar dilayangkan. Namun di pendengaran Han GoEun, suara-suara bising itu kian berputar samar tak jelas.

Ini memusingkan, Jaehyun juga ikut terlibat dalam pembicaraan panas yang terus berlangsung. Padahal, katanya, tema pertemuan ini adalah sebuah mediasi.

"Saya tidak setuju dan keberatan!" imbuh Jaehyun.

Suara lelakinya terdengar jelas setelah pinggangnya dirangkul hangat. Wajahnya memerah marah pada lawan bicaranya yang juga tampak emosi.

"Mediasi tidak akan berjalan lancar! Jawabannya tetap sama, tidak ada damai!" cerca Jaehyun. Bahu lelakinya naik-turun menahan amarah. Nafasnya putus-putus dengan kekesalan memuncak.

"Dia sama sekali tidak pernah merasa bersalah! Apapun yang dia lakukan pada istriku adalah kesalahan mutlak yang tidak bisa dimaafkan!" ungkap Jaehyun melanjutkan.

Han GoEun hendak melerai. Tidak ada gunanya memurka kepada orang-orang yang tidak pernah merasa bersalah. Membuang waktu dan energi.

Kebisingan terus berlanjut. Sementara Kim Sae Ron mendadak berdiri dengan mata memerah tangis. Bahunya bergerak naik-turun seiring dengan tercekatnya pernafasan. Langkahnya mendekat pada meja Han GoEun.

"Kau mau apala—" kalimat Jaehyun terhenti. Matanya pun membelalak saat Kim Sae Ron membungkukkan badan. Teramat sangat bungkuk hingga sembilan puluh derajat kepada Han GoEun yang termenung.

Suasana mendadak hening. Tak ada satupun kalimat yang terdengar kecuali suara pendingin ruangan yang samar-samar melingkupi dinding putih.

"Maaf—"

"Tidak." sela Han GoEun. Suaranya teramat pelan namun berkat keheningan ruang, semua orang pun dapat mendengar.

Jaehyun yang sempat meluap marah pun berubah cemas melihat perubahan suasana sang istri. Sejak pagi, wanitanya memang tampak lebih diam. Dan sempat mengatakan bahwa perasaannya sedikit tidak enak walau tetap memaksa ingin hadir.

Apakah kini perasaan tak mengenakan itu sedang melingkupi Han GoEun? Jaehyun masih tidak pandai menebak rasa. Namun ia tau, istrinya tak merasa nyaman.

"Babe," panggil Jaehyun lembut penuh sayang. Berbanding terbalik dengan nada suaranya saat melepas amarah beberapa menit yang lalu.

"Tidak ada yang mampu membayar rasa sakit." ujar Han GoEun lagi.

Hatinya kian berdesir seiring dengan lelahnya keadaan dan eratnya genggaman sang suami. Bisakah semuanya selesai saat ini juga? Ia sudah muak.

"Han GoEun," Kim Sae Ron mengangkat tatap. Tak lagi menunduk dan sirat benci itu kembali bermuara. "Aku minta maaf padamu jika perlakuanku kasar. Tapi seharusnya kau memaafkan aku."

"Tolong duduk kembali." lerai Kim Jaehwa tanpa beranjak. "Jalan tengahnya—"

"Tidak ada jalan tengah," sela Jaehyun. "Sudah kukatakan sejak awal tidak akan ada damai. Pertemuan ini hanya semakin memperkeruh!"

Kang Ye Jun mengangkat tangan. Menginterupsi kekalutan yang sedang terjadi, "Mediasi ini sudah melenceng terlalu jauh hingga tidak menemukan titik terang selain menjalani proses hukum sebagaimana mestinya—"

"Kang Ye Junssi—"

Satu tangan lelaki itu terangkat saat pengacara Kim Sae Ron hendak menyela. "Klien saya tidak setuju dengan adanya mediasi ini dan tetap akan melanjutkan proses hukum. Jika Anda hendak membela klien Anda, silahkan bicara di persidangan nanti."

Kang Ye Jun menyudahi penjelasannya dengan menutup semua berkas. Lantas beranjak mendekati Jaehyun dan Han GoEun setelah membungkuk sekilas pada Kim Jaehwa selaku pemilik ruang.

Mengabaikan Kim Sae Ron yang sudah dipaksa kembali duduk oleh sang manajer dan pengacaranya. Tak berkutik walau rasa ingin memaki sudah nyaris keluar dari kerongkongan.

Sementara Han GoEun sudah sejak tadi merebahkan kepala di bahu Jaehyun. Terlihat lelah dan pucat walau tidak ada intensitas aktifitas berat. Merasa ada yang tidak beres dengan sang istri, Jaehyun segera melayangkan kode mata kepada Kim Jaehwa yang segera mendekat.

"Kenapa? Hei, GoEun, kamu kenapa?" tanya Kim Jaehwa cemas. Melihat rupa Han GoEun yang tampak lesu benar-benar di luar prediksi. Jika ada hal yang terjadi dengan sang wanita, sepertinya Kim Jaehwa akan kembali merasa bersalah.

Han GoEun menggeleng. "Mual.... dan muak."

"Kita duluan." Jaehyun bergegas memapah sang istri keluar dari ruangan. Tak memperdulikan pandangan tanya dan berfokus pada kondisi Han GoEun.

"Perlu ku antar ke rumah sakit?" tanya Kim Jaehwa panik.

"Tidak mau— huekk!" Han GoEun berhenti di tempat dan menahan gejolak mual yang tiba-tiba menyerang.

Tubuhnya mungkin sudah tidak lagi bisa bertopang jika Jaehyun menjauhkan diri. Namun lelakinya amatlah sigap. Tidak sesenti pun dia biarkan sang istri menjauh dari dirinya. Melekat bagai perangko yang direkatkan lem super canggih.

"Sayang,"

Han GoEun menggeleng panik. Rasa pusing dan mualnya kian menguasai hingga rasa ketidaknyamanan dalam dirinya membuat matanya menggenangkan air.

"Kamar mand—huemphh!" Han GoEun kembali membekap mulutnya sendiri.

Tidak enak! Rasanya tidak enak!

Jaehyun dan Kim Jaehwa semakin kebingungan. Mereka baru pertama kali mengalami situasi seperti ini. Namun Jaehyun tetap berusaha membawa Han GoEun ke kamar mandi sesuai dengan permintaan.

Jika Han GoEun limbung, Jaehyun tak segan menggendongnya. Ia tidak peduli dengan orang sekitar, Han GoEun adalah prioritasnya.

Sesampainya di depan kamar mandi, Han GoEun segera keluar dari gendongan Jaehyun dan melebur masuk ke kamar mandi.

"Aku ikut masuk—"

"Tidakkk," balas Han GoEun sebelum pintu benar-benar tertutup. Ia sama sekali tidak mengizinkan lelakinya mendekat.

Sementara dirinya begitu kaku berdiri di depan pintu kamar mandi wanita bersama Kim Jaehwa yang juga sama bingungnya.

"Jadi, bagai—"

"Jaehwassi, bisa ikut sebentar?" sela seorang pegawai mendekat. "Ada pembahasan lanjutan yang musti kau lihat."

"Waktunya tidak tepat. Nanti sa—"

"Pergi saja. Aku akan mengurus istriku."

Satu alis Kim Jaehwa menukik ragu. "Mengurus istrimu dari depan pintu kamar mandi wanita, maksudnya?"

Jaehyun melengos. "Aku bisa mengaturnya."

"Baiklah." Kim Jaehwa terkekeh. "Jika perlu sesuatu, kau bisa menghubungi—"

"Pergi sana." usir Jaehyun melongokkan kepala ke dalam kamar mandi yang tertutup rapat.

"Hei," panggil Kim Jaehwa. "Kau dilarang menerobos masuk kamar mandi wanita."

Jaehyun tak menggubris namun tangan kanannya melambai seraya mengusir Kim Jaehwa dari sana.

Setelahnya, Jaehyun mematung di depan pintu kamar mandi. Jika tempat ini adalah miliknya, ia akan mendobrak masuk untuk menyambar istrinya. Tapi walaupun dirinya tetap nekat masuk, mungkin ia hanya akan dikenakan sanksi atau denda. Tidak masalah juga.

Tapi poin utamanya adalah Han GoEun melarang masuk. Jika istrinya sudah memerintah seperti itu, Jaehyun bisa apa? Bisa gila!

"Sayang?" panggil Jaehyun tak membuka sedikit pun kamar mandi. "Babe, are you ok? Aku masuk, ya?"

"No!!" teriakan Han GoEun sampai terdengar keluar walau pintu tertutup rapat.

Jaehyun menghela nafas panjang.

"Mau ke rumah sakit?" tanyanya lagi.

"Tida—huekkk!"

Jaehyun menoleh ke kanan-kiri. Jika dirinya bisa mendengar sejelas ini, apakah para pegawai yang sempat berlalu-lalang juga mendengarnya? Lama-lama Jaehyun merasa kasihan pada sang istri dan orang-orang sekitar.

"Sayang, kita pulang, ya?"

"Iya! Siapkan mobil—hoekkk!"

Kepala Jaehyun pening sekali mendengar Han GoEun mual seperti itu. Seharusnya dia saja yang merasa sakit, jangan Han GoEun. Istrinya sudah kesusahan membawa perut yang membesar, tak perlu juga harus merasakan efek lainnya.

Dan sepersekian detik berikutnya, Jaehyun baru menyadari bahwa ponselnya tidak ada di dalam saku celana. Merogoh ke seluruh pakaian pun tetap tidak ditemukan. Ini gawat!

"Sayang, di mana ponselmu?"

"Are you kidding me—hoekkk?!!"

Oke, baik. Ini salah Jaehyun.

"Sayang, aku mau ambil ponselku dan menyiapkan mobil. Kamu bisa tunggu sebentar, kan?"

Suara Jaehyun masih terdengar dari luar pintu. Masih dengan bersimpuh lutut, Han GoEun sepertinya sudah tidak sanggup menyahuti pertanyaan sang suami.

Jadi Han GoEun pun hanya mampu menjawab, "Yaaa." Sebelum kemudian memaksakan diri untuk berdiri dan membasuh bibir.

Wajah pucat pasi tanpa polesan lipstik membuat Han GoEun terlihat seperti mayat hidup. Jika bukan karena perihal mediasi, ia bisa berbaring lebih lama di ranjang besar unit apartemennya. Bukan terjebak di kamar mandi kantor Dispatch.

Setelah merasa yakin bahwa dirinya sudah cukup bisa berdiri tegap, Han GoEun pun keluar dari kamar mandi.

Suaminya berkata bahwa dia sedang mengambil ponsel dan hendak menyiapkan mobil. "Tunggu di bawah saja, deh." gumamnya.

Kelotak heels lima sentimeter Han GoEun sedikit menggema walau sudah berjalan secara bertahap. Posisi Han GoEun sekarang berada di lantai dua dan sangat dekat dengan akses tangga menuju lobby utama. Tangga tersebut memiliki jeda tengah sebelum di mulai kembali dengan anak tangga.

Seiring dengan langkahnya menuju tangga, ia pun dapat melihat sang suami di lantai satu dari tempatnya berada sekarang. Wajah lelakinya terlihat lebih panik dan itu membuat Han GoEun terkekeh geli.

"Han GoEun."

Senyum Han GoEun memudar. Sebelum berhasil menyentuh anak tangga, suara lain berhasil menginterupsi hingga dirinya menoleh datar.

"Cabut laporanmu." pinta Kim Sae Ron datar.

Melihat Han GoEun tidak menjawab selain mengerutkan kening membuat Kim Sae Ron kembali melanjutkan. "Aku sudah minta maaf. Apalagi?"

"Bersujud." balas Han GoEun.

"Apa?"

"Bersujudlah jika merasa bersalah."

"Ya, Han GoEun."

"Sampai jumpa di persidang— akh!" Han GoEun menepis kasar saat lengannya ditarik paksa oleh Kim Sae Ron yang menyekal.

"Aku minta maaf!"

"Mana ada permintaan maaf dengan nada tinggi seperti itu?!" balas Han GoEun kesal.

"Makanya terima saja permintaan maafku, beres, kan? Kenapa susah sekali, sih?!" sungut Kim Sae Ron tak terima. "Kau mendapat pembelaan dari publik. Memiliki Jaehyun sebagai suamimu."

"Ya—"

"Teman-teman yang mendukungmu! Pers dipihakmu!! Semua orang berpaling dariku dan berdiri membelamu! Apalagi?!" teriak Kim Sae Ron meluapkan kekesalan. Begitu putus asa terhadap semua yang terjadi.

"Kim Sae Ron, tenang!" Han GoEun memegang lengan Kim Sae Ron berupaya menenangkan walau wanita di depannya masih terus mengoceh.

"Kau punya bodyguard. Punya pegawai yang siap melayani. Semuanya ada padamu! Apalagi yang kau butuhkan dariku?! Kenapa kau begitu serakah?!!!"

"Haahhh!"

Tidak.

Jika manusia bisa kehilangan kontrol diri, seharusnya jangan memulai. Jika kejadiannya akan begini, seharusnya jangan bertindak.

Kim Sae Ron membelalak dengan apa yang baru saja dia lakukan pada lawan bicaranya. Sementara kedua mata mereka tetap saling terkunci walau jarak kian menjauh.

Ini tidak sengaja. Ia hanya bermaksud menghempas tangan Han GoEun dari pundaknya, bukan justru membuat wanita itu kehilangan keseimbangan.

Tapi bagaimana ini? Kim Sae Ron terlalu lamban untuk segera meraih kembali tangan Han GoEun.

Brakk!

Hingga kemudian, tubuh itu membentur lantai tangga.



🍑🍑🍑

udah tau belum sama tanda-tandanya? wkwk

Ayo follow akun wattpad authornya!

Instagram: @1497_tjae
Twitter: @fourteenjae
Tiktok: @fourteenjae
Karyakarsa: @fourteenjae

2020 - fourteenjae

Continue Reading

You'll Also Like

170K 12.8K 49
[ 나의 아이돌 과 결혼했어 ] Park Eun Ae tak menyangka jika dirinya harus kehilangan karir yang selama dua tahun ini ia geluti. Perempuan 24 tahun itu adalah se...
251K 37K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
226K 16.1K 73
Seperti inilah kehidupan pernikahan kami.. Layaknya sebuah kapal yang terus diterpa angin kencang, gelombang laut pasang dan ribuan Batu karang yang...
121K 18.6K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...