Ackerley Case

By meynadd

587 129 17

Sebuah penyerangan besar secara diam-diam terjadi di istana kerajaan Ackerley. Menewaskan beberapa anggota ke... More

Prologue
Chapter I : Attendance
Chapter II : The Night After Tea Banquet
Chapter III : A Big Responsibility
Chapter IV : Unaware
Chapter V : Two Faces At Dining Table
Chapter VI : Women Talk
Chapter VII : King Darwin's Partner
Chapter VIII : Knights Of Finlein
Chapter IX : Brother Plans
Chapter X : Yorefall City Park
Chapter XII : The Deductions

Chapter XI : Run Away

29 6 0
By meynadd

Sebelum melanjutkan perjalanan 20 KM menuju wilayah bagian timur, Nearvist. Dengan stamina yang tak lagi muda, ratu Virginia memutuskan untuk berehat sejenak di Yorefall dan menyewa salah satu penginapan jauh dari pusat kota.

     Wanita aristokrat itu tidak terbiasa dan merasa kurang nyaman karena begitu kecil dan sederhananya tempat tersebut. Namun, di antara tempat penginapan yang tersedia di beberapa titik kota Yorefall, hanya itulah satu-satunya tempat strategis yang rute jalannya dapat menembus perbatasan Yorefall-Nearvist.

Paling tidak, untuk saat ini dia bisa membaringkan punggungnya di atas kasur yang sayangnya cuma beralaskan kapuk.

"Sudah lama sekali aku tidak menunggangi kuda, dan sekarang justru membuat badanku pegal," gumam wanita itu sambil mengerang.

     Entah kenapa dia merindukan dirinya menjadi seorang gadis yang senang menghabiskan waktu memacu kuda di sepanjang jalanan Ackerley.

Dan kini tubuh kurus sang ratu terlalu rentan kalau dipaksakan.

Ratu Virginia lantas mengubah posisi baringnya ke samping kanan, dia meraih sesuatu dari leher lalu mengeluarkan benda itu dari dalam pakaian sehingga dapat mengekspos sebuah liontin mungil yang merupakan pemberian dari mendiang sang suami.

Tangan sang ratu senantiasa menggenggamn ujung liontin berbentuk hati itu dan menatapnya terpana.

"Oh, Darwin. Harus kuakui bahwa hadiah kecil ini tak sebanding dengan politik kerajaan yang telah kulakukan."

Warna keemasan pada liontin itu berkilat-kilat ketika disoroti sinar mentari yang masuk melalui jendela kamar.

"Sekarang giliranku untuk membalasmu, Darwin. Akan kupastikan pelakunya benar-benar membayar mahal agar kau dan Charles merasa tenang." Ratu Virginia bermonolog dengan penuh tekad sambil menggenggam erat liontin itu lalu menjejalkan sebuah ciuman di sana.

   Wanita itu mengubah posisi baring menjadi terlentang, lekas memejamkan mata selama beberapa menit.

     Namun, mulutnya terus bergumam. "Tapi, apa yang telah kau dan ayahmu lakukan sehingga membuat Scorpious ingin membalas dendam seperti itu?"

Kilas balik tahun 1754-1785 M.

    Semasa Raja Darwin masih menyemat gelar pangeran, ayahnya Raja Frans Wallenscoot yang merupakan raja ke-VI Ackerley disebut-sebut sebagai pemimpin yang tidak mengenal belas kasih terhadap para pelaku kejahatan. Siapapun yang berani memberontak, meneror, menantang, dan yang tampak mencurigakan akan langsung bersimpuh menghadap sang raja tanpa mendapat rasa ampun.

    Rumornya, Raja Frans pernah menghukum tawanan dalam jumlah besar dan tidak ada yang tahu hukuman apa yang telah dia berikan. Pada masa itu, nasib pelaku-pelaku kriminal tidak diberitakan kemana-kemana.

Atas perintah dari ayahnya juga, Pangeran Darwin turut membantu mengeksekusi dan merahasiakan semua kasus yang ada di Ackerley agar rakyat-rakyat dan para bangsawan tidak mempertanyakan lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi.

    "Aku tidak mengerti. Bentuk penindasan seperti apa yang dilakukan Raja Frans terhadap mereka yang dihukum sehingga membuat B.O.L turun tangan dan berusaha menjatuhkan pemerintahan Ackerley?"

    Kedua netra lantas terbuka pelan.

     "Andai masih hidup, kau berhutang penjelasan padaku, Darwin Wallenscoot."

    Monolog itu terhenti dengan helaan napas berat.

    Kedua netra hijau lantas mengembara ke sebuah jubah cokelat yang tersampir pada sandaran kursi, tak jauh dari kasur kapuknya.

Wanita itu bergegas turun dari ranjang, meraih jubah cokelat kemudian memakainya hingga rupa wajah kembali tertutupi tudung. Tak lupa dia menyampirkan sebuah pedang yang tergeletak di atas nakas. Kemudian berjalan menuju pintu kamar, berniat mencari sesuatu yang bisa mengganjal perut.

***

Kini dia berada di sebuah resto sederhana yang tak jauh dari lokasi penginapan. Mungkin bagi sebagian orang, jika melihat dari penampakan luar pasti akan menganggap tempat itu adalah sebuah bar. Apalagi banyak yang terkecoh dengan papan nama yang bergantung di luar resto bertuliskan Shade And Beers. Siapa sangka tempat yang dia datangi adalah sebuah resto bernuansa bar.

   Begitu melihat ke dalam, tempat itu didominasi oleh warna cokelat. Mulai dari dinding, meja, kursi, dan furnitur yang ada terbuat dari kayu. Ratu Virginia lantas mengambil meja yang berada di tengah-tengah ruangan.

  Sementara dia menunggu seorang pelayan menghampiri. Suara-suara heboh dari para pria yang berada di meja paling sudut berhasil menarik atensinya.

     "Mendengar Scorpious kembali muncul, membuat masyarakat merasa ketakutan!"

"Bagaimana tidak? Dari kabar yang beredar di koran kerajaan, aksi peneroran yang terjadi di bazar festival musim semi Finlein merupakan ulah dari salah satu anggotanya."

"Setelah terbunuhnya raja, putra penerus takhta dan antek-anteknya rupanya tidak cukup memuaskan hasrat organisasi gelap itu."

"Lalu bagaimana respon sang ratu?"

Bulu kuduk Ratu Virginia mulai meremang begitu dirinya terseret ke topik obrolan. Dia kembali memasang kuping begitu pria lain menimpali pertanyaan tersebut.

"Setelah sang ratu mengambil alih takhta kerajaan, menerbitkan undang-undang para wanita, dan mengangkat istri para bangsawan untuk memerintah. Sepertinya beliau pasti menanggapi hal ini dengan serius."

"Aku setuju. Terlebih lagi kasus-kasus ini jauh lebih transparan daripada pemerintahan raja kita sebelumnya."

"Tunggu. Apa maksudmu?"

"Bayangkan, semua kejadian besar yang terjadi di Ackerley seolah menjadi angin lalu. Saat itu wartawan kerajaan maupun swasta dilarang meliput satu kasus pun sampai masyarakat sempat mengajukan protes dan menuntut ingin tahu."

"Di antara banyak kasus, hanya Scorpious lah yang berhasil diliput media massa karena aksi gencar-gencar yang dilakukan mereka."

"Intinya kita berharap saja pada sang ratu untuk tindakan lebih lanjut. Agar ulah Scorpious tidak memakan korban lagi."

Percakapan para pria itu lantas terhenti dan tergantikan oleh bualan mereka yang penuh omong kosong. Tiada yang mengetahui bahwa mereka sedang membicarakan seorang ratu tepat di hadapan mereka sendiri.

   Seketika Ratu Virginia meremas pinggiran jubah dengan ketat. Netra hijau senantiasa melotot seakan-akan reputasinya sedang dipertaruhkan.

    Memang tidak disangka-sangka. Rakyat ternyata mempercayainya, mencintainya, mendukungnya, dan menghormatinya sebagai pemimpin di negeri ini. Itu artinya dobrakan baru sang ratu berhasil menarik banyak atensi.

Akan tetapi, jika investigasi dan penangkapan Scorpious gagal dilakukan itu artinya dia akan kehilangan satu juta suara dari seluruh rakyatnya. Masa depan sebuah negara di pertaruhkan dalam genggaman kekuasaannya. Ratu Virginia kembali berpikir, apakah dia akan sanggup untuk menyingkap dan menumpas tuntas kasus itu?

Sayangnya, dia sendiri tidak tahu.

Tubuh kurusnya yang berbalut jubah cokelat kian merosot. Hingga tak lama suara seseorang mengaburkan lamunannya.

"Madam? Apa anda tidak apa-apa?"

Wanita muda berbalut celemek putih lusuh itu mengernyitkan dahi dan sedikit membungkuk untuk memperhatikan wajah sang ratu di balik tudung.

Ratu Virginia seketika menunduk, agar dirinya tidak terlalu menampakkan wajahnya. Kemudian menjawab lirih.

"Saya tidak apa-apa."

"Anda yakin?"

Dia mengangguk sebagai respon.

"Baiklah. Jadi, apa yang ingin anda pesan, Madam?" Wanita muda berbalut celemek putih lusuh itu langsung mengeluarkan notes dan pena bulunya.

    Sang ratu langsung membuka buku menu di atas meja makan, meneliti setiap daftar menu khusus bagian makan siang dari atas sampai ke bawah lalu dia menudingkan telunjuk pada salah satu menu.

"Sup kentang dengan tuna panggang dan jangan lupa segelas air putih," pintanya.

    Pelayan itu langsung mencatatnya di notes.

    "Ada lagi, Madam?"

    "Tidak, terima kasih."

   Sedetik kemudian, atensi keduanya teralihkan begitu melihat melalui jendela terdapat rombongan kesatria berbaju zirah melintasi jalanan, masing-masing dari mereka tampak membawa tombak maupun pedang sembari mengecek setiap bangunan yang mereka lewati.

     Dua di antara mereka sempat memasuki resto dan menyisir sepenjuru ruangan. Dalam sekejap dua kesatria itu melesat pergi dan mengikuti rombongan kesatria lain.

    Kening sang ratu lantas berkerut.

    "Apa yang sedang terjadi di sini?"

    "Tim Kesatria Yorefall sedang berpatroli dan mengecek setiap tempat yang ada untuk pengamanan lebih ketat," jawab pelayan wanita itu dengan getir.

    Menyadari nada suara yang berubah. Ratu Virginia kembali bertanya. "Pengamanan dari apa?"

    "Mungkin anda tidak ingin mendengar ini, Madam. Tadi malam, dua warga sipil dan satu kesatria ditemukan tewas dalam keadaan leher yang digorok habis."

    Kedua tangan Ratu Virginia refleks menutup mulutnya dengan syok.

    "Apa pelakunya sudah ditangkap?"

    Si pelayan wanita menggeleng-geleng lemah.

    "Belum. Orang-orang sini beranggapan Scorpious dalang di balik pembunuhan itu. Countess Abigail pun meminta Tim Kesatria Yorefall untuk menggandakan penjagaan di semua tempat."

    Ratu Virginia hanya terkesiap. Menatap hampa meja makan dengan hati bergemuruh.

Begitu hendak beranjak dari meja sang ratu, si pelayan wanita sempat berkata ringkih. "Semoga ratu kita benar-benar turun tangan seperti yang orang-orang katakan."

***

***

    Esok hari. Pukul sembilan pagi. Usai meninggalkan tempat penginapan dan menyempatkan sarapan di Shade And Beers. Masih mengenakan pakaian yang sama tak lupa jubah yang senantiasa membaluti tubuh, dia segera naik ke tunggangannya lalu membawa dirinya bergerak menuju ke barat.

   Sekitar lima kilometer, Yorefall tertinggal jauh di belakang. Dan sekarang dia memasuki perbatasan Yorefall-Nearvist, wilayah bagian utara Ackerley.

    Sejauh mata memandang hanya dipenuhi padang rumput dengan sedikit pepohonan yang terbentang di garis horizon. Langit biru berada di atasnya dan sekumpulan awan berarak mengikuti mata angin serta tak luput kawanan burung yang terbang membentuk formasi tertentu.

    Ingin sekali dia melambatkan pergerakannya agar bisa menikmat pemandangan sejenak. Akan tetapi, dia harus mengejar waktu karena ada banyak tugas kerajaan yang wajib dipenuhi.

    Di tengah-tengah perjalanan yang mengheningkan itu.

    Tiba-tiba sesuatu meluncur cepat dan mengenai tanah di seberangnya. Sontak Ratu Virginia menengok ke belakang, terdapat enam orang berjubah hitam masing-masing mengekorinya dengan kuda.

    Sekilas dia melihat salah satu dari mereka memegang busur panah dan tampak ingin meluncurkan anak panah lagi.

    Sang ratu lantas terjerit pelan kemudian menghempaskan tali pengait dan memacu kuda hitamnya semakin kencang. Enam orang berjubah hitam itu terus memacu kuda mengikuti pergerakannya.

    Tali pengait berkali-kali dihempaskan. Kaki-kaki kuda bersahutan menjejal di atas tanah hingga bunyi hentakannya kian beradu cukup keras. Pergerakan kuda justru menciptakan hembusan angin kencang sampai jubah cokelat sang ratu terkibar-kibar ke belakang dan nyaris membuat tudung jubahnya tersingkap.

   Jantung sang ratu berdegup kencang. Napas naik turun tak beraturan. Keringat dingin bercucuran begitu dia menggerakkan kuda ke kiri lalu ke kanan demi menghindari serbuan anak panah yang terus dilepas dari arah belakang, kuda hitam itu lekas meringkik.

    "Tenanglah, Blacky!" seru wanita itu agak terengah-engah sambil terus menghempas tali pengait kuda.

    Kini jarak antara dia dan enam orang itu cukup dekat. Empat orang masing-masing memblokir sisi kiri dan sisi kanan. Sementara dua yang lain berada tepat di belakang. Kuda-kuda mereka segera menyamakan kecepatan kuda hitamnya.

    Siapa mereka dan kenapa mereka mengejarku seperti ini?!

    Ratu Virginia menggeram.

     Kali ini dia menghempaskan tali pengait kuda lebih kencang dari sebelumnya. Menyisakan beberapa jarak dari mereka. Kuda hitam itu terus meringkik akibat rasa stres yang didapat beberapa detik lalu.

     "Kumohon, Blacky!" Sang ratu berseru dengan agak putus asa. Kini jantung terus berdetak tidak karuan, napasnya memburu seolah-olah udara yang dia hirup di sekeliling hampir menipis.

     Pegangan pada tali pun mulai goyah begitu rombongan di belakang masih mengejarnya secara membabi-buta.

    Mendadak, kuda tunggangannya meringkik histeris ketika salah satu anak panah berhasil mengenai bagian buntut kuda hingga membuat tubuh kekar binatang itu terangkat ke atas. Ratu Virginia sontak terjatuh dari pelana lalu terbanting cukup keras ke tanah.

    Dia merintih-rintih. Kedua mata terpejam sambil menahan rasa sakit.

    Suara-suata ketukan kaki kuda lain lekas mendekat.

    Beberapa saat kemudian, kerah pakaian sang ratu lantas dicengkeram dan tubuhnya diangkat paksa dari tanah agar dapat berdiri tegak. Dia belum bisa melihat sosok di hadapannya dengan jelas akibat rasa pusing yang mendera. Tangan kanan dengan bergetar meraih pedang yang tersampir di sisi tubuh.

    Begitu sebelah tangan sosok itu hendak menyingkap tudung jubahnya. Sembari mengumpulkan semua tenaga yang tersisa, Ratu Virginia segera menarik cengkeraman tangan pada kerah pakaiannya dengan tangan kiri kemudian menodongkan sebuah pedang di tangan kanannya tepat di dada sosok tersebut.

    Wanita itu perlahan melangkah mundur seraya menghunuskan pedang ke enam orang berjubah hitam secara bergantian. Tanpa disengaja kaki sang ratu tersandung hingga membuat tudung jubahnya melorot turun. Menyembul rambut keriting keorenan dan memperlihatkan wajahnya.

    "Apa yang kalian inginkan dariku?!" teriak sang ratu masih menghunuskan pedang dengan garang.

    Semua orang terkesiap tanpa sekalipun mencoba mendekat. Sementara sosok yang tadi mencengkeramnya berjalan menghampiri. Lantas membuka tudung jubah hitam sehingga memperlihatkan rupa aslinya.

    "Virginia?" tanya pria berambut ikal keorenan itu, terkejut.

    Ratu Virginia ternganga sejenak sembari menurunkan pedang di genggaman. Kedua netra hijau mereka bertemu. "Vincent?"

    "Prajurit!" Pria berambut keorenan itu memerintah kepada sekumpulan orang di belakang. "Semuanya buka penyamaran kalian!"

    Dengan patuh orang-orang satu per satu lekas membuka tudung jubah mereka dan langsung bertekuk lutut dengan kepala tertunduk menghadap sang ratu. Terutama seorang pria yang tengah menurunkan busur panahnya ke tanah.

    "Ampuni kami, Yang Mulia Ratu," mohon pria itu dengan merasa bersalah, mewakili suara di antara mereka berlima.

    Ratu Virginia yang melihat hal itu hanya terperangah. Kemudian atensinya beralih pada netra hijau di seberangnya seolah-olah mempertanyakan apa yang baru saja mereka lakukan sejak sepuluh menit yang lalu.

    Vincent mendesah kecut. Melihat ekspresi keruh sang adik, dia spontan berkata. "Maafkan aku, Virginia. Aku pikir kau salah satu bagian dari mereka," tekannya di akhir.

    Wanita itu kehabisan kata-kata. Menatap sang kakak dengan tidak percaya.

Continue Reading

You'll Also Like

19.5K 742 26
Keano Abraham cowok dingin yang penuh dengan rahasia Reza Pratama cowok cantik yang periang (bxb) 🌈 18+ π™Ύπš—πšπš˜πš’πš—πš cuman asal ajah
1.5M 109K 73
(Bakal direvisi kalo authornya gak males.) Selena, seorang perempuan nolep yg pinter, dia ber transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di buku novel...
Back to the Past? By Xzvy

Historical Fiction

3.3M 262K 79
⚠️WARNING TYPO BERTEBARAN!! DIPERHATIKAN DALAM MEMBACA!⚠️ Evlleca Amoure Blean. Putri seorang Kaisar yang balik kemasa lalu untuk mengubah seluruh ki...
Anak Buangan Duke By Luna

Historical Fiction

32.6K 5.7K 16
[Brothership story!] "Padahal hanya anak buangan, tapi kamu seolah memiliki kuasa seperti seorang raja!" Kalimat itu ditujukan pada Arthevian Montros...