The Covenant

By VanadiumZoe

38.1K 8.7K 3K

Perjanjian tidak terduga yang ditawarkan Jimin pada Sera pada hari kencan buta, pada akhirnya membawa Jimin p... More

CATATAN PENULIS
INTRO_EGO
1
2
3
WILDFLOWER
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
AUTUMN NIGHT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
FOR YOU
1
2
3
4
5
6
LOVE POEM
1
2
3
4
5
6
7
8
TEARS
1
2
3
4
5
DARKSIDE
1
2
3
4
5
6

11

617 148 77
By VanadiumZoe


👑 🐻 👑

🌷🌷🌷

Cho Sera berumur dua puluh tiga tahun dan sudah bertunangan secara resmi selama lebih dari dua bulan. Pernikahannya akan dilangsungkan pada tanggal 28 Februari, tidak kurang sepuluh hari mendatang. Sebelumnya hubungan itu dirancang sebagai perjanjian terbatas, demi tujuan mengambil rumahnya yang dikuasai Raina, perempuan simpanan almarhum ayahnya.

Namun seiring berjalannya waktu, perjanjian batal dan Jimin mengajaknya memulai hubungan serius selayak sepasang sejoli sebelum memutuskan menikah. Jimin meminta Sera menetap di apartemennya, sebagai bukti keseriusan dari hubungan baru yang mereka jalani.

Banyak yang terjadi selama lima minggu sejak Sera tinggal bersama Jimin, setelah pria itu masa bodoh akan fakta kalau dia tengah berbadan dua dari sosok pria lain. Jimin bahkan sudah tahu, tentang hal yang Sera sembunyikan sejak awal mereka dijodohkan. Entah Jimin kelewat jenius, atau Sera yang kelewat bodoh dalam menyembunyikan kehamilannya.

Meski sikap Jimin sangat adil dengan menganggap itu adalah bagian dari masa lalu Sera yang tidak patut dihakimi olehnya, tetapi Sera tetap saja merasa keputusan Jimin terlalu besar.

Apa iya, Jimin seikhlas itu? Atau jangan-jangan, keputusan dibuat semata-mata karena memang tidak ada rasa apa-apa di hubungan mereka, sebatas belas kasih sesama manusia.

Sera memutar-mutar cincin ungu di jari manis selama berdiri di balkon kamar, sementara Jimin sibuk kerja sejak tadi pagi. Akhir pekan kelabu, meski musim semi yang cantik dan warna-warni akan segera menyambut Ibu Kota. Sera jenuh, akhir pekannya selalu membosankan sebab Jimin seperti mesin yang kerja terus tanpa kenal lelah.

Kalau dipikir-pikir, Taehyung yang sibuk sebagai selebriti saja masih punya waktu luang jalan-jalan meski hanya di mobil atau di private restoran. Tunggukenapa harus membandingkan keduanya, pikir Sera, tapi kemudian, karena memang dua pria itu saja yang ada di hidupnya.

Sera melirik Jimin masih fokus bekerja. Dengan keyakinan seadanya, dia mencoba peruntungan mengajak Jimin keluar sebentar atau setidaknya mereka bisa makan sama-sama di dapur.

"Oppa, mau makan sesuatu?"

"Hhmm...." gumam Jimin, tanpa mengalihkan atensi dari layar laptop.

"Kau tidak lapar?"

"Hhmm... apa?"

"Makan?" Sera menghela napas panjang. "Mau jalan-jalan mungkin, tidak capek kerja terus?"

"Hhmm...."

"Baiklah, lupakan saja." Sera jelas-jelas mendengus kasar, menunggu reaksi Jimin dengan tetap berdiri di sisi meja tapi sayangnya Jimin tidak melihat usahanya itu.

Park Jimin pria yang baik, Sera mengakuinya, tapi bukan tipe pria manis yang menghujaninya dengan banyak perhatian. Selayak pria-pria pada umumnya, Jimin tidak terlalu suka hal-hal drama yang akan membuang waktunya. Bukan berarti tidak punya empati, Jimin akan tetap membantu bila memang Sera sedang membutuhkan bantuan.

Jimin sibuk, terlalu sibuk malah—jadi Jimin tidak akan meladeni hal-hal yang tidak penting.

Hal penting dalam sudut pandang Jimin, berbeda jauh dari apa yang Sera pahami. Sepertinya itu adalah poin penting dari dua sejoli yang punya sikap dan kebiasaan terlampau berbeda.

"Makan saja duluan," kata Jimin, melirik Sera sekilas.

"Aku bosan."

"Cari kegiatan biar tidak bosan."

"Hhmm, bagaimana kalau kita kencan sebelum menikah?"

Jimin mengerutkan hidungnya, maniknya memicing halus menatap Sera yang tertawa kecil.

"Aku belum pernah kencan dengan pacarku, maksudku jalan-jalan di tempat umum."

Mengingat Taehyung adalah Idol sekaligus aktor, dulu Sera tidak bisa kencan terang-terangan, padahal dia ingin sekali menikmati hari libur mengelilingi kota bersama kekasihnya.

"Tidak bisa, ada banyak hal tengah kuurus," jawab Jimin, kelewat santai. "Setelah menikah juga tetap masih bisa, 'kan? Minimal setelah kasus yang sedang kutangani selesai."

"Kalau sudah menikah statusnya beda, aku mau kencan dengan pacarku bukan suamiku."

Jimin menghela napas kelewat lelah, tapi Sera justru merangkul lengannya erat-erat pakai dua tangan.

"Mau, ya? Cuma sebentar kok, satu atau dua jam juga cukup." Sera masih berusaha membujuk, meski Jimin tetap menolak. "Ini weekend, seharusnya kita semua libur."

"Tidak bisa hari ini, Sera."

Sera melepaskan rangkulannya di lengan Jimin, bahunya lemas dan dia cemberut.

"Kau tidak akan mati hanya karena kita tidak pergi kencan," tukas Jimin.

"Siapa yang tahu? Bisa saja besok aku sudah tidak ada."

"Kau mau meninggalkanku?" Ekspresi Jimin mendadak serius. "Coba saja kalau bisa."

"Tidak ada yang tahu takdir Tuhan, 'kan?"

"Ya, kau benar. Tapi tetap saja, manusia tidak boleh mendahului nasib."

"Jadi benar tidak mau kencan denganku?"

"Bukan tidak mau tapi tidak bisa, itu dua hal yang berbeda." Jimin akhirnya berdiri, membingkai bahu kecil Sera dan mensejajarkan pandangan.

"Sera, pekerjaanku banyak sekali. Aku tidak punya waktu luang sebanyak yang kau harapkan, karena ada orang-orang yang membutuhkan bantuanku. Aku tidak memintamu memahami keseluruhan tentang kesibukanku, tapi yang pasti aku sangat menyukai pekerjaanku."

"Kalau aku bagaimana, apa kau menyukaiku juga?"

"A-apa?" Jimin termangu, tidak siap dengan pertanyaan Sera yang kelewat mendadak.

Hubungan mereka terjalin tidak seperti pasangan pada umumnya, yang memutuskan menikah setelah sama-sama jatuh cinta atau semacamnya. Tidak, hubungan keduanya tidak semanis itu, semua terjadi karena sebuah perjanjian untuk saling membantu kepentingan masing-masing.

"Aku pernah berpikir, seharusnya aku memanfaatkan hubungan masa kecil kita. Mengenalmu lebih dekat sejak menginjak remaja," Sera mulai bicara. "Seandainya jalan hidup kita seperti itu, pasti hari ini aku sudah sangat mencintaimu."

Jimin bergeming, menatap ke dalam manik bening Sera yang tampak lebih terang.

"Bagaimana denganmu? Kalau sejak kecil kita dijodohkan secara terang-terangan, tidak pernah punya hubungan dengan Luna. Apa mungkin kau akan menyukaiku?"

Jimin mengusap pipi Sera yang dingin, tapi gadis itu mundur cepat-cepat.

"Lupakan, aku mau nonton drama tivi, lanjutkan kerjamu. Aku tidak akan mengganggumu lagi."

Sera keluar dari kamar. Di belakang Jimin menatap Sera sebentar, tetapi kemudian beralih pada ponsel yang berdering. Namjoon menelepon, didering kedua Jimin mengangkat telepon itu.

"Aku di pertengahan jalan, kau sudah di sana?" kata Namjoon.

"Segera ke sana."

Jimin mengambil mantel dan menyambar kunci mobil. Dia menyeberangi ruang tengah, dimana Sera sedang nonton tivi sambil memeluk setoples keripik kentang.

"Aku harus pergi," kata Jimin pada Sera, sambil tetap jalan. "Jangan kemana-mana, sampai aku kembali."

"Pergi kemana?" Sera menyusul Jimin cepat-cepat. "Aku boleh ikut?" tanyanya, Jimin tengah memakai sepatu.

"Aku mau menemui penyidik. Tidak ada tempat menyenangkan di dekat lokasi pertemuan, kau pasti bosan duduk sendirian selama aku membahas pekerjaan dengannya."

"Oh—" Sera memaku, sementara Jimin menekan tombol lift dan meninggalkannya begitu saja.

Sera memandangi pintu lift tertutup, menatap angka di layar yang telah berada di lantai dasar. Untuk sesaat, dia berharap angka-angka itu bergerak naik lagi dan Jimin muncul di muka pintu, tapi nyatanya itu tidak pernah terjadi.

🍁🍁🍁

Jimin tiba di tempat pertemuan tiga puluh menit kemudian, memarkirkan mobil di dekat air mancur besar sewarna tembaga dalam lingkaran pagar hitam. Dia berjalan menyusuri gang kecil, di antara dua bangunan besar menuju Chypher House yang bersembunyi di baliknya.

Jimin bisa mendengar deru ombak juga sapuan angin laut, sewaktu dia menaiki tangga batu melingkar di sisi luar restoran, seperti naga besar memeluk bangunan mirip kastil beratap runcing.

Chypher House adalah restoran private tiga lantai dengan pintu utama berada di lantai paling atas, memberikan teras berlatar laut lepas Aveenour yang menakjubkan. Restoran itu hanya bisa diakses oleh kalangan konglomerat, Jimin menduga-duga berapa gaji Namjoon hingga memilih tempat itu.

Bukannya Jimin meremehkan, sebab biaya satu kali kunjungan bisa sampai 15 juta won untuk reservasi tempat dan makanan. Rasanya sayang sekali Namjoon menghabiskan uang sebanyak itu, meski Jimin juga tidak keberatan bila tagihannya nanti diserahkan kepadanya.

Jimin memandang kesekeliling teras yang sepi, sebelum dia melirik pintu utama. Seorang pria berdasi hitam membungkuk sopan, membukakan pintu untuknya. Dia memperhatikan sejenak, restoran hanya diisi tiga pengunjung, tapi dia tidak menemukan Namjoon.

"Atas nama Kim Nam Joon," tanya Jimin pada resepsionis di meja depan.

"Ada di lantai tengah meja nomor 13. Perlu diantar, Tuan?"

"Tidak, terima kasih."

Langkah-langkah tegas Jimin mulai menuruni anak tangga beralas karpet khasmir yang halus, bersamaan dengan satu pesan dari Sera muncul di layar ponselnya.

Ak mau ke supermarket sebentar, boleh kan?

Dan, dibalasnya pesan itu; tidak.

Jimin mengabaikan pesan kedua Sera, menyimpan ponsel ke saku mantel, dia berharap Sera mengindahkan larangannya. Jimin segera menuju meja, di mana Namjoon tengah berbicara dengan seorang pria yang posturnya mirip sekali dengan....

"Yoongi?" ucap Jimin, begitu pria yang membelakanginya berbalik. Dia tidak menyembunyikan keterkejutan, Namjoon sama sekali tidak membahas bila pertemuan mereka melibatkan kakak tirinya itu.

"Pengacara Park, maaf tidak memberitahumu lebih dulu." Namjoon lansung tahu, Jimin tidak suka dengan penambahan anggota dadakan.

"Kejutan!" timpal Yoongi, tersenyum lebar sampai gusinya yang putih—nyaris merah jambu, terlihat di antara senyumnya yang dibuat kelewat manis. Masa bodoh melihat tatapan muak adiknya, saat dia menepuk bahu Jimin sok akrab.

Jimin tidak menanggapi, dia memilih duduk di depan Namjoon, sementara Yoongi duduk di sisi kanan. Senyum Yoongi sudah hilang, pandangannya kembali memicing sinis, saat mereka mulai fokus pada apa yang ingin dibicarakan.

"Sejujurnya aku tidak terlalu suka membahas hal ini di sini," kata Jimin. "Meski tidak ada siapa-siapa selain kita bertiga, tapi pertemuan ini terlalu riskan."

"Tenang Jim, aku sudah membersihkan lantai tengah ini, restoran ini lebih tepatnya. Tidak ada yang mengawasi kita selain orang-orangku di lantai atas, jadi bicara saja sesuka kalian."

"Kau menghamburkan uang hanya untuk meeting, aku jadi semakin curiga kau terlibat dalam pencucian uang yang dituduhkan."

"Jangan berlebihan, restoran ini diwariskan kakek untukku." Bola mata Yoongi jelas berputar malas, dia melirik Namjoon yang tampak lelah dengan perdebatannya dengan Jimin.

"Jadi, sebenarnya kau bekerja pada siapa Namjoon, atau jangan-jangan kau menghianati Seokjin karena bayaran Orang Ini lebih banyak?" kata Jimin pada Namjoon, dia menunjuk Yoongi pakai ujung dagu saat menyebutkan Orang Ini.

"Aku bekerja untuk ayahmu."

Jawaban Namjoon membuat Jimin terkejut kedua kalinya. Kim Namjoon adalah ketua penyidik di luar lingkup kejaksaan, bekerja di bawah naungan pemerintah untuk membantu kasus yang tengah menimpa BruteMax. Jimin tidak menyangka Namjoon salah satu kaki tangan ayahnya, meski dia juga tahu sang ayah bisa melakukan apa saja.

"Aku akan menceritakan garis besarnya, tentang keterlibatan para petinggi BruteMax dengan proyek stadium Daechwita dan pengadaan pesawat kepresidenan yang melibatkan banyak pejabat pemerintah, pengusaha, termasuk dua anak perusahaan Hyunjin," kata Namjoon.

"Dan nama Seokjin bersih sebab dia berhasil menutup mulut orang-orang di sekitarnya, begitu maksudmu?" sela Jimin. "Aku telah mengecek perusahaan Epiphany yang didirikan Seokjin selama menetap di Perancis, dia melakukan pemindahan dana besar ke VKook Bank, membeli properti dengan harga fantastis di Lyon dan Praha."

"Sayangnya perusahaan itu legal, kau pasti tidak menyangka ada perusahaan kecil di Gwacheon yang dikelola Seokjin. Perusahaan itu bertugas menutupi uang hasil korupsi," tukas Namjoon.

"Perlu kau ketahui, Jim." Yoongi ikut berkomentar. "VKook Bank memang memberikan layanan pemindahan dana berjumlah besar tanpa perlu bayar pajak, sama halnya dengan banyak Bank investasi di Perancis."

"Masalahnya, kita tidak bisa menyeret Seokjin bila tidak punya dokumen asli dari proyek itu," ucap Namjoon, sebelum mengalihkan atensi pada Jimin bersamaan dengan Yoongi.

"Apa hubungannya denganku?"

"Kau pengacaranya, kau bisa membantu mencari tahu dimana bukti-bukti itu disembunyikan," ujar Yoongi.

"Dia klienku, dan kalian memintaku mencuri bukti darinya? Sinting!"

"Kecuali kau melepaskan kasus ini, bergabung bersama Hyunjin dan menyelesaikan ini secara professional. Paman Jinjae tidak bisa bergerak, sebab kejaksaan telah membidiknya sebagai tersangka paling diminati setelah Seokjin.

"Seokjin sengaja menemuimu, karena dia tahu kau akan melindungi perusahaan ayahmu Meski Hyunjin tidak terlibat secara harfiah, tapi proyek berhenti di meja ayahmu, maka Paman Jinjae ikut bertanggung jawab dengan kerugian yang ditanggung negara," tukas Yoongi.

Jimin bergeming, melihat bagaimana Yoongi pandai sekali memojokkannya.

"Seokjin memakai Hyunjin untuk berlindung, anak perusahaan itu dijadikan senjata memaksa Hyunjin ikut-ikutan tutup mulut." Namjoon berkata. "Singkatnya, Hyunjin tidak ingin terseret, maka perusahaan harus satu suara dengan BruteMax. Jika Hyunjin angkat bicara, maka Seokjin akan membeberkan bukti-buktinya."

"Semua orang masuk bui dan selesai, happy ending," sela Yoongi, kentara sekali dia muak.

Jimin bergeming, menyesap kopi yang mulai dingin di meja.

"Ada satu staf yang bisa kita pakai untuk mencuri bukti, tapi dia sulit diajak kerjasama meski dibayar," ujar Namjoon.

"Siapa?" tanya Jimin.

"Sekretaris pribadi Kim Seok Jin. Dia pasti bisa membantu, sayangnya dia terlalu takut."

"Kurasa semua orang pasti takut, Namjoon. Mencuri data itu sama saja bunuh diri."

"Tapi kau punya kuncinya." Kali ini Yoongi terkekeh menyebalkan, melihat Jimin menatapnya kelewat panas. Dia menyodorkan foto perempuan, yang seketika membuat Jimin terkesiap.

"Ahn Raina?" gumam Jimin. "Dia—?"

"Ya, dan kau akan semakin tertarik bila tahu siapa dia sebenarnya."

"Maksudmu, selama ini kau memata-mataiku?" Jimin mendengus kasar.

"Tidak juga," jawab Yoongi, tak acuh. "Kuberi tahu, Ahn Raina adalah kakak angkat dari Kim Tae Hyung, mantan pacar tunanganmu. Dia jadi satu-satunya orang yang bertemu Cho Dong Hyun, sebelum ditemukan meninggal di unitnya malam itu."

"Anjing!" Jimin nyaris kehilangan kewarasan. "Kau memintaku memanfaatkan alibi Raina atas kematian Donghyun, untuk memaksanya mencuri dokumen Daechwita dari Seokjin?"

Yoongi tersenyum puas, tapi tidak dengan Jimin.

🍁🍁🍁

Sera duduk di depan pintu dengan melipat kedua kaki, menunggu, meski dia tahu Jimin tidak akan kembali ke rumah secepat itu. Sejak kejadian penyerangan waktu itu, Jimin melarangnya keluar kecuali untuk bekerja. Dia tidak pernah ke supermarket atau ke taman apartemen, bila tidak ditemani Jimin.

Padahal hari ini Sera berencana mengajak Jimin keluar jalan-jalan, makan bersama sebelum dia memberitahu hasil pemeriksaan dokter kandungan. Pernikahannya akan dilangsungkan tidak lebih dari 10 hari lagi, dia harus memastikan pernikahan tetap berjalan meski dia tidak hamil.

Sekarang pukul dua siang. Sera mulai jenuh, ternyata punya pacar yang mengatur hidupmu dari A sampai Z tidak seindah di novel romantis yang pernah dia baca. Rasanya membosankan, kau punya sayap tapi tidak bisa terbang. Sera tetap mematung di posisi sama entah untuk berapa lama, sampai dering ponsel menyadarkannya.

Deretan nomor yang tetap saja terngiang dalam otak meski sudah dihapus, dipandangi selama tujuh detik, sebelum Sera mengangkat panggilan telepon tanpa memikirkan dampaknya.

"Biar kutebak, Jimin pasti mengurungmu di rumah."

Suara Taehyung memenuhi rungu, mengusik pikiran Sera yang tengah gundah memikirkan kelanjutan hubungannya dengan Jimin.

"Dia sibuk bekerja, mengabaikanmu, kau tidak akan menjadi prioritas. Kau tahu, selama lima tahun bersama Jimin, Luna tidak bisa mengalahkan pekerjaan Jimin, apa lagi kau baru seumur jagung. Jimin tidak akan pernah mendengar pendapatmu, dia selalu merasa paling benar."

"Ya," jawab Sera, apa adanya. Karena tidak bisa dipungkiri, kalimat Taehyung ada benarnya.

"Bukankah sudah kubilang, Jimin itu berengsek. Dia hanya memanfaatkanmu, mengatur hidup mu sampai kau tidak punya pilihan selain mengikuti aturannya yang tidak masuk akal."

"Kau benar."

"Sera, dengar. Aku ada di depan apartemen. Turun sekarang, kita masih bisa memperbaikinya."

Sera beranjak berdiri, menekan tombol lift, menunggu lift bergerak naik sampai ke unitnya di lantai 17. Dia masih memakai sandal rumah, saat suara Taehyung yang selalu membuat hatinya luluh kembali terdengar di seberang sambungan.

"Saranghae—kau tahu itu, 'kan?"

Sera memaku, lalu lamat-lamat pintu lift terbuka untuknya.

[ ... ]

👑 🐻🐯 👑

Ada yang mau disampaikan untuk TaeRa ⬆️😭😭

👑 🐥🐱 👑

Saudara tiri ⬆️ yang tidak diharapkan

note: harusnya saudara kandung, ya? Karena YoonMin satu bapak, ibu mereka juga kembar (saudara kandung) 😭😂😭

Continue Reading

You'll Also Like

913K 75.7K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
127 64 12
[END] Kisah singkat seorang CEO bernama Marlo yang tidak sengaja dipertemukan dengan gadis penjual roti keliling
382K 31.6K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
Bittersweet By `

Short Story

74.2K 8.8K 15
I never thought that trapped in a lie was this sweet. ©2017, goldyoongs