Physical Attack √

By Anzimo

371K 22.2K 358

Setelah tamat dari SMA Amona memutuskan untuk melanjutkan study nya ke Prancis, ia ingin menekuni kegemaranny... More

Prolog
2. Viral
3. Gara-gara Tante Arum
4. Conference pers
5. Cerita lama
6. Croissant
7. Sherin-Justin day
8. Aku, Ayah, dan Bunda
9. Tante Arum VS Amona
10. Bakar-bakar
11. Little Things
12. Moa bakery
13. Ke lombok yuk?
14. Anak gadis ayah
15. Short story (Amona & Alden)
16. Lombok pt.1
17. Lombok pt. 2
18. Lombok pt. 3
19. Lombok pt. 4
20. Lombok pt. 5
21. Lombok pt. 6
22. Lombok pt. 7
23. Bucin? iiiiii
24. postingan singkat tentang AmoRon
25. ghosting
26. Teknik Marketing
27. Jaelangkung
28. cuddle
29. Konser
30. The End
ekstra chapter
Info dan sequel(?)
ekstra lagi nih

1. Pulang

17.1K 983 6
By Anzimo

Sampai di bandara aku melepas seatbelt dan segera keluar dari mobil, suasananya cukup ramai, tapi ramai kali ini tidak wajar karena sebagian besar gadis-gadis usia remaja berkumpul dengan riuh.

Aku segera melihat jam yang berada di ponselku, pukul 09.00 tepat. Berarti sebentar lagi Alden akan segera datang. Karena bosan menunggu, aku akhirnya memainkan ponselku, beberapa orang yang keluar dari pintu kepulangan membuatku yakin sebentar lagi Alden akan segera tiba.

Tapi lama menunggu sampai orang-orang yang keluar dari sana sudah mulai sepi aku berinisiatif untuk menelepon Alden. Namun, beberapa kali panggilan tidak dapat terhubung dengan ponsel Alden.

Aku mendesah gusar, bagaimana tidak? Aku kesini hanya menggunakan piyama panjang hitam dan hoodie putih karena baru saja bangun tidur lalu diharuskan untuk menjemput Alden yang kini wujudnya tidak ada. Benar-benar membuatku kesal dan khawatir saja. Kembali kuhubungi nomornya dan kali ini panggilan terjawab, "Assalamu'alaikum, kamu dimana." Ujarku to the point.

Lama tidak ada jawaban dari Alden kembali membuatku tidak sabar. "Alden kamu dimana?" Tanyaku lagi dengan nada malas.

"Kafetaria, cepet kafetaria." Ucapnya dengan suara yang samar karena bising tapi untungnya masih dapat kudengar.

Aku tidak tahu apa yang sedang ia lakukan dan darimana ia bisa ada di kafetaria, langsung saja kulangkahkan kaki menuju kafetaria bandara. Belum sampai disana sudah banyak sekali gadis-gadis yang berkerumun memenuhi jalan menuju kafetaria. Aku mendongak ingin mencari keberadaan Alden, tapi karena sadar tinggiku tidak lebih dari 165cm aku pasrah dan menghela napas.

Sebenarnya apa yang membuat keramaian seperti ini sih? Karena tidak bisa masuk kedalam kafetaria akhirnya aku berbalik dan kembali menelepon Alden, beberapa detik kemudian ia menjawab. "Kak lo pake baju warna apa?" Ucapnya dengan nada yang kali ini terdengar lebih jelas dari tadi. "Hoodie putih.....,kafetaria kenapa rame banget gila." Ujarku tapi panggilan tiba-tiba saja dimatikan oleh Alden, astaga anak itu, aku kan belum sempat menanyakan keberadaannya.

Saat aku ingin menghubungi Alden kembali tanpa diduga ada yang menarik tanganku lalu membawaku lari bersamanya, aku terkejut, sontak memberontak ingin dilepaskan, tapi seseorang itu tidak mau melepaskan dan semakin mengeratkan pegangannya pada tanganku. "Woi lepasin, kamu siapa ga sopan banget narik-narik aku sembarangan," Kataku berteriak kearahnya yang masih saja mengajakku berlari. Mau tidak mau aku dengan terpaksa menggigit tangan orang itu. Ia meringis kemudian memberhentikan langkahnya, "Sakit kali," Gerutunya, aku mendesah kesal. "Kamu kenapa narik aku?" Tanyaku kepadanya dengan mendongakkan kepala, betapa terkejutnya aku jika yang menarikku tadi adalah Valeron. Orang yang selalu menggangguku dari kecil. Yang terakhir kali merusak pialaku, yang kini mengenakan pakaian serba hitam, dengan masker dan topi pun hitam serta ransel hijau army yang berada dipunggungnya.

"Mon, cuma lo yang bisa bantu gue kali ini." Ucapnya dengan nada rendah yang terlihat mengintimidasi, aku menatap matanya malas, tapi dengan cekatan ia menautkan jari tangannya di sela-sela jemariku, membuatku sedikit berjengit kaget.

Dari arah belakang terdengar suara gadis-gadis berlarian, aku dibuat terkejut dengan kejadian kali ini, Valeron dengan segera menarikku dan membawaku berlari dikejar segerombolan gadis yang jika dipikir-pikir bisa di ibaratkan seperti zombie. Sampai di parkiran aku menunjuk ke arah mobilku. Lalu segera kulempar kunci mobil kepadanya. Aku masih sulit mencerna apa yang terjadi sekarang ini. Aku butuh penjelasan darinya kenapa banyak gadis brutal yang tadi mengejarnya. Didalam mobil aku mengatur napas. Begitu juga dengan Valeron, aku mengambil air minum yang biasa kubawa di dashboard dan meminumnya.

"Jadi kenapa kamu bisa dikejar gerombolan cewek-cewek tadi?" Tanyaku kepadanya. Ia menarik botol minum yang kubawa lalu dengan segera lelaki itu meminum isinya yang tinggal setengah. Aku merasa terkejut karena kembali lagi-lagi dia melakukan hal yang-- tidak bisa kujelaskan.

"Gue jelasin nanti kalo sampe rumah," Jawabnya lalu menyalakan mobil. Aku melotot tak terima, "Hei, aku disini mau jemput Alden ya, bukan jemput kamu." Ucapku kesal. Ia tak mengacuhkan ucapakanku. malah kini memutar stir mobil untuk mengeluarkannya dari parkiran.

"Val, plis deh jangan bikin aku kesel." Lanjut ku dengan frustasi. Lelaki itu menoleh, tatapannya menajam. "Lo bisa diem dulu ga! Kita pulang habis itu gue jelasin semuanya, masalah gue cukup kompleks jadi tolong lo ngertiin gue, jangan bawel dulu. Bikin gue pusing tau ga?!" Katanya dingin yang langsung saja membuatku terdiam menurut dengan perasaaan kesal yang makin menjadi-jadi. Ia mengendarai mobilku keluar dari bandara.

Hampir 6 tahun tidak pernah bertemu dengannya dan jarang berkomunikasi dengannya sedikit membuatku tersentil atas perubahan sikapnya sekarang yang berbeda dari sebelumnya. Hatiku sedikit sesak ketika ia mengatakan hal tadi kepadaku, ya aku tahu kalau dia memang tidak pernah bisa akur denganku, tapi setidaknya saat dulu ia tak sekejam sekarang. Mataku kini lebih Memilih mengamati jendela luar dan menghela napas dalam, hampir saja aku mengumpat dengan lantang kearahnya, sedikit terbesit rasa rindu--sangat sedikit--tapi setelah melihat langsung kelakuannya sekarang membuatku jengah dan kembali menelan rasa rindu--yang tiba-tiba saja terbesit itu--.

Ahhh, ini pasti karena moodku saja yang kurang bersahabat, terlalu berlebihan. Diperjalanan hanya keheningan yang menyelimuti diantara kami, Entah mengapa aku merasa jalan pulang sudah terlewati sejak tadi, aku ingin kembali protes tapi kuurungkan, selain malas berbicara dengannya aku juga malas mendengar ia mengatakan kata-kata menyakitkan seperti tadi.

Beberapa menit kemudian Valeron memarkirkan mobilku di basement sebuah apartement mewah, membawaku keluar bersamanya. Tanpa banyak tanya aku mengikuti langkahnya. Sampai di unit tempat lelaki itu tinggal, aku mendudukkan diriku di sofa, berdiam diri tidak melakukan apapun.

Untuk menghubungi Alden saja aku tidak mood. Salah adikku sendiri yang tiba-tiba memutuskan panggilan dan membuatku terdampar sampai sini. Kuamati ruangan dengan aroma khas yang menyejukkan penciuman, sepertinya tempat ini terlalu kesepian bila dilihat dari perabotan ataupun suasananya yang sangat dingin.

Lama menunggu Valeron----yang entah sedang apa aku tidak peduli----yang kini datang dengan pakaian yang sudah diganti dan 2 cangkir kopi hangat, lalu meletakkannya di meja depanku.

"Di minum dulu," Ujarnya setelah sekian lama hanya ada keheningan. Aku mengangguk tanpa ingin repot-repot mengeluarkan satu patah kata. "Adanya kopi," Lanjutnya yang kembali kurespon dengan anggukan.

Kuminum kopi itu tanpa berhenti sampai habis dan hanya tersisa bubuknya saja lalu kembali meletakkannya di meja, hal itu membuat Valeron menatapku dengan aneh dan berdehem setelahnya.

"Itu lumayan panas untuk ukuran kopi yang baru di seduh," Ucapnya, aku tidak mengindahkan, beralih menyibukkan diri dengan ponselku mencoba mengirim pesan kepada Alden, mengatakan jika aku sedang berada di apartement Valeron karena tadi tiba-tiba ditarik oleh lelaki itu.

"Gue tadi sama Alden kok, dia yang ngasih tau gue kalo lo lagi jemput dia." Jelasnya tanpa diminta, aku mendongak kemudian menganggukkan kepala, mengernyitkan alis bingung kenapa ia bisa bersama Alden kemudian menghapus pesan yang akan kukirim kepada Alden. "Dia juga yang minta gue buat pulang duluan sama lo," Lanjutnya.

Banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin aku dengar darinya tapi karena moodku sudah tidak bagus jadi aku meresponnya dengan anggukan, sudah cukup aku tidak membuat Alden kebingungan mencariku, hal yang selanjutnya aku lakukan adalah beranjak berdiri dari sofa, "Kalo gitu aku pulang," Ucapku datar kearahnya.

Valeron sempat menaikkan sebelah alisnya heran, "Gamau denger cerita gue dulu? Sebelum nantinya lo denger berita yang aneh-aneh tentang gue---," Sebelum ia menyelesaikan perkataannya aku menyela. "Ga perlu," Sahutku. Lalu melangkah kearah pintu. "Mona, lo kenapa?" Tanya nya ikut berdiri, aku menghembuskan napas pelan, "Emang aku kenapa?" Kataku tanpa menoleh kearahnya, "Kok ganti nanya?" Ujarnya dengan kekehan.

Aku semakin jengah untuk meresponnya, kubuka pintu unit apartement lelaki itu, "Assalamu'alaikum," Ucapku lalu keluar dari unit Valeron, sebelum pintu benar-benar tertutup rapat, dia segera melangkah keluar menghampiriku. Ia menarik pelan pergelangan tanganku.

"Lo marah sama gue." Katanya menajam membuatku mendongak menatapnya sinis. "Ngapain?" Lirihku. "Lo marah sama gue," ulangnya.

"Kenapa marah," Tanya Valeron kembali. Aku mengalihkan pandangan kearah lain, tidak ingin melihat wajahnya, "Siapa juga yang marah?",
"Lo," Ucapnya datar.

"Gue mau pulang, lepasin." kataku memintanya melepas genggaman tangannya ditanganku. "Masuk dulu, gue jelasin semua baru sete----," Kembali aku memotong ucapannya, "Gaperlu." Kataku lalu dengan sekali hentakan pegangan tangan Valeron di pergelangan tanganku terlepas. "Benerkan, lo marah sama gue," Ujarnya, ingin kembali meraih tanganku, dengan sigap aku menghindar, berbalik dan berjalan ke arah lift.

Dadaku sesak menahan kesal yang dari tadi kutahan, ingin rasanya mengumpat segala jenis hewan kepada Valeron.

Sampai dirumah aku menatap Alden yang sedang bercanda gurau dengan ayah dan bunda di meja makan. "Amona? Baru pulang?" Tanya ayah, aku mengangguk lalu segera beranjak ke kamar. Alden mengikutiku. Sebelum benar-benar masuk ke kamar, aku segera menutup pintu dengan keras. Meluapkan rasa kesal kepada adik tersayangku yang sangat menyebalkan itu.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 80.1K 34
Masalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akade...
453K 31.1K 41
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
996K 59.2K 46
"Hei." Sapaku, entah aku merasa aneh menyapa wanita kali ini, aku tidak terbiasa memulainya. Scarla terdiam berbalik dan menoleh menunjuk dirinya. "I...
395K 32.2K 46
Alvero Keshav tahu dia tidak mencintai Aisha, gadis yang dijodohkan ibunya padanya. Ia hanya menikahi gadis itu karena ayahnya menjajikan posisi CEO...