Cita Cinta Caraka

By beliawritingmarathon

85.1K 22.4K 23.5K

Caraka Mahawira, seorang manajer band Aspire yang super sibuk sekaligus teman sejak kecil Janitra. Sebuah tak... More

Chapter 1
CHAPTER 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
END
[INFO] Open Pre-Order!
PROLOG (VERSI NOVEL)
H-1 PRE-ORDER, siap-siap war!!!

Chapter 12

2.4K 843 1.1K
By beliawritingmarathon


Anindita berkenalan dengan seluruh anggota Aspire, dia sampai melongok sewaktu melihat wajah mereka satu per satu sampai Caraka harus menyadarkan dengan menjentikkan jari di depan mata Anindita. Konon manusia paling tampan adalah Nabi Yusuf, tapi rupa cowok-cowok di depannya saja sudah tampan, bagaimana dengan rupa Nabi Yusuf, ya? Pikiran Anindita dengan liar berkelana. Tidak sadar kalau dia sudah selama itu memandangi mereka. "Biasa aja dong matanya, Mbak, kayak mau keluar tuh," tegur Caraka dingin.

"E—sori-sori, salam kenal semuanya, aku Anindita Kesh—"

"Oke cukup, bisa dipanggil Anin atau Anindita. Nggak perlu tuh memperkenalkan diri arti nama lo karena nggak penting dan kami nggak nanya," potong Caraka yang mengundang cekikikan dari cowok-cowok di depan Anindita. Hih, sepertinya bukan Caraka kalau belum berhasil mempermalukan dirinya.

Ekspresi Anindita berubah bete. Gadis itu menggembungkan pipinya. "Salam kenal Anindita. Jadi ini ya yang namanya Anindita, yang pernah lo ceritain ya, Bang?" tanya Kajev.

Padahal Caraka tidak pernah bercerita apa-apa, hanya kalimat buatan Kajev saja.

"Wah ceritain apa tuh?" Anindita menatap penuh antipasti, "pasti ceritain aku yang buruk-buruk, ya? Udah nggak kaget sih, dia kan emang gitu, hatinya jelek banget." Dia melirihkan suaranya ketika berbicara ke Kajev, bersikap seolah tidak ada Caraka di sana.

"Buahahahaha!!" kontan saja Bas yang tawanya paling besar dan menggema dalam ruangan. Puas sekali mendengar ada seseorang bisa me-roasting Caraka. Maklum saja, Caraka yang paling tua di antara mereka, jadi sedikit canggung untuk berkata di luar batas meskipun sebenarnya Caraka pasti tidak akan mengambil hati. Alhasil begitu mendengar Anindita berhasil melakukannya, Bas senang bukan kepalang.

Caraka memutar bola matanya dan membuat Bas langsung terdiam dan mengalihkan suasana dengan menatap Anindita. "Tolong dijaga dulu ya keponakanku."

"Haiii, nama kamu siapa?" Anindita berjongkok melihat mata gadis kecil berusia 3 tahun yang pipinya bulat dan merah, bibirnya mungil. "Liat deh rambut kamu sama kayak rambut aku, kenalin nama aku Kak Anin."

Bukannya menyebutkan namanya, bocah itu menangis. Awalnya ekspresinya berubah meringis, lalu dia menangis. Dari isakan terubah jadi teriakan. Tentu saja semua dalam studio terkejut. Bas langsung menghampiri, menggendong keponakannya untuk diam.

"Aciaa .... Sst ... diem dong. Nanti habis ini kubelikan permen, ya? Tapi kau diam, jangan berisik." Bukannya diam, tangisnya semakin keras sampai urat di wajah dan leher Acia terlihat. Menunjukkan seberapa keras usahanya menangis.

Caraka melirik Bas sebal. Semula Bas berjanji bahwa keponakannya itu tidak akan berbuat keributan dan mengganggu jalannya latihan, tapi yang terjadi di lapangan justru berbeda. Melihat ekspresi Caraka yang seperti singa mau menerkam, Anindita jadi seram. Gadis itu memutar otak untuk membuat Acia diam. Dia akhirnya bertepuk tangan sambil berjingkat-jingkat. Entah apa yang di kepala Anindita, tahu-tahu dia menyanyikan lagu pembuka dari kartun Crayon Shinchan yang sempat ditontonnya waktu kecil.

Seluruh kota merupakan tempat bermain yang asyiiiikk

Oh senangnya, aku senang sekaliiii

Oh senangnya, aku senang sekaliiii

Reijiro spontan menekan keyboard-nya memainkan not musik lagu Shinchan. Rajavas melirik Reijiro, memutar stik drum dan menyamakan ritme keyboard dengan ketukan drum. Biru segera memetik Bass diikuti Semesta dengan gitarnya. Kajev sebagai vokalis utama langsung menyambar mik dan ikut menyanyikan lirik, ikut bergabung menyanyi menggantikan suara Anindita yang cempreng.

Kalau begini aku pun jadi sibuk

Berusaha mengejar-ngejar dia

Kajev melirik Tenggara, cowok itu tanggap mengeksekusi lirik selanjutnya.

Matahari menyinari semua perasaan cinta

Tapi mengapa hanya aku yang dimarahi

Ayo semuaaa, di musim apaa?

Bas, Adiv, dan Anindita pun bersorak. Caraka segera mengambil kamera, mengabadikan momen itu ke dalam sebuah video. Ajang menghibur Acia tidak disangka jadi momen di mana suasana menjadi hangat.

Di musim panas merupakan hari bermain gembira

Sang gajah terkena flu pilek tiada henti-hentinya.

Acia yang tadi menangis akhirnya diam, bocah kecil itu turun dari gendongan Bas. Dia berdiri di depan Kajev dan Tenggara, menggerakkan kepala dan kedua tangan mungilnya, diikuti kaki yang menghentak-hentak. Suara tangisnya berubah menjadi cekikikan bahagia.

Oh sibuknyaaa ... aku sibuk sekaliiii

"Agiii agiii! Nyanyi agiii!" Acia berubah semangat. Tantrumnya pun hilang, Acia yang tadinya merengek berubah menjadi fans nomor satu Aspire selama di studio yang ternyata menjadi suntikan semangat mereka latihan. Caraka melirik Anindita yang ikut bersorak dengan Acia. Seperti ada dua anak kecil dalam studio. Bedanya, yang satu adalah anak kecil yang terperangkap dalam tubuh seorang remaja.

Anindita menoleh, melirik Caraka yang berdiri di ujung ruangan. Cowok itu mengacungkan jempolnya sambil bergumam tanpa suara, "Thank you."

****

"Acia kamu tau nggak sosis goreng ini bisa berubah jadi monster waktu kamu bobo, dia bisa dateng ke mimpi kamu kalau kamu nggak makan."

"Atuuuut!" Acia geleng-geleng kepala sambil menutupi mata dengan tangan mungilnya.

"Makanya harus makan. Kalau kamu makan, sosisnya nggak bakal jadi monster." Alhasil tanpa harus merengek atau pun menolak, tangan mungil Acia mengambil sosis dalam kotak bekal yang dibawa oleh Bas. Bas sampai keheranan, masalahnya keponakannya itu paling susah untuk makan. Kalau di rumah saja, ibunya sampai 2 jam sendiri membujuknya makan. Kadang perhatiannya harus dialihkan dulu, tapi sekarang tanpa disuruh, dia makan dengan lahap.

Selesai makan, energi Acia langsung full. Ketika Kajev dan Tenggara menyanyi, bocah lucu nan menggemaskan itu berdiri paling depan sambil melompat-lompat. Hingga akhirnya dia kelelahan. Acia tertidur bersama dengan Anindita yang memeluknya. "Kasian juga tuh bocah, kecapekan dia ngurus Acia, tapi hebat juga dia bisa akrab sama Acia. Keponakanku itu sama kayak aku, bengal kali." Bas berbicara sambil menyetem gitar. Sewaktu latihan, Semesta mengeluh suara gitarnya seperti berubah.

Caraka sibuk dengan ponselnya sambil ber-"hm" ria.

"Kau bilang katanya butuh personil baru buat asisten kau? Bolehlah anak tu jadi kandidatnya."

Caraka tidak menggubris saran Abas. "Gue posting video Aspire sama Acia tadi di Tiktok, langsung FYP. Banyak yang suka sama kontennya."

"Coba liat."

Di studio hanya tersisa Bas dan Caraka, serta mereka berdua yang tertidur di sofa. "Widih, 1 juta yang liat. Padahal baru sore tadi ya diposting?" perhatian Bas teralihkan ke layar atas Caraka."Waduh, udah jam 8 Bang? Mati aku, Nan Tulang-ku pasti sibuk ini di rumah. Aku balik ya, Bang."

"Oke, hati-hati Bas."

"Makasih bantuannya, Bang. Bilang ke Anin."

"No problem."

Bas grasak-grusuk, mengambil tas ranselnya dan perlahan menggendong Acia dengan menurunkan tangan Anindita yang melingkari bahu keponakannya itu. Pelan-pelan dia membawa Acia dalam dekapannya dan berjalan keluar studio. Kini hanya tersisa Caraka dan Anindita di ruangan. Caraka tersenyum jahil, cowok itu duduk di sebelah Anindita. Berfoto selfie dengan Anindita tertidur mangap.

Gadis itu terbangun. Caraka langsung menurunkan ponsel. "Acia mana?" tanyanya dengan mata setengah watt.

"Balik."

"Iya udah aku balik juga, ya."

"Gue anter aja. Btw, laper nggak? Mau makan bareng?"

****

Caraka mencari salah satu Rumah Makan Padang. Entah kenapa malam itu dadakan dia ingin sekali makan Nasi Padang, mobilnya menepi. Keduanya turun dan rupanya tidak hanya Caraka yang punya keinginan makan Nasi Padang terlihat dari ramainya pengunjung yang datang sampai petugasnya kewalahan. Mereka duduk di kursi, menunggu pramusaji menyiapkan. "Kalau di kampungku mah Rumah Padangnya nggak semewah ini ... ada sih yang besar, tapi itu dekat bandara. Namanya Rumah Makan Begadang, aku aja bisa makan di sana karena ditraktir sama pamanku."

"Tapi enak?"

"Lumayan."

"Mana nih, laper banget gue." Caraka terlihat tidak sabaran.

"Sabar kali, kamu nggak liat rame yang mau dilayani? Lagian kita juga baru dateng." Anindita berusaha menenangkan Caraka dan mengalihkan pikiran cowok itu dengan bertanya hal lain. "Gimana Ratih sama Arsenio?"

"Nggak tahu." Nada suara Caraka terdengar jutek begitu menyebut nama Arsenio. Seolah itu nama paling dia benci di muka bumi. Anindita tertawa mendengarnya. "Kenapa ketawa?"

"Protektif banget, deh. Biarin aja kali, Ratih kan juga udah dewasa. Dia tadi pagi chat aku katanya dia senang ketemu Arsenio, mereka punya bahasa serupa jadi bisa sama-sama saling memahami," ucap Anindita di sela kegiatan makannya.

"Memahami apaan, cowok tuh gitu kali, manis di awal nanti pahit di belakang."

"Pengalaman sendiri, ya?" sindir Anindita.

"Kenapa jadi gue yang dipojokin, nih."

"Kamu mau dengar cerita Paus 52 Hertz, nggak?"

"Dongeng lagi?"

"Nggak, kali ini kisah nyata."

"Kenapa sama Paus 52 Hertz?"

"Dia dijuluki Ikan Paus paling Kesepian di dunia karena pada tahun 1989, seorang ilmuwan berhasil menemukan seekor paus berenang sendirian di tengah Samudera Pasifik. Ilmuwannya bingung, kenapa paus itu berenang sendirian karena paus adalah hewan berkelompok. Mereka biasanya berenang bersama-sama.

Akhirnya dilakukanlah sebuah penelitian, hasilnya, paus itu punya frekuensi sebesar 52 Hertz, lebih tinggi dari ukuran frekuensi normal paus pada umumnya yang biasa di kisaran 12 sampai 25 Hertz. Ternyata penyebab Paus itu selalu sendirian karena nggak ada Paus lain yang bisa menangkap frekuensinya. Kamu bayangin sepanjang hidupnya, si Paus berenang sambil bersuara berkomunikasi, berharap dia punya teman, tapi nggak ada yang mendengar, karena Paus lain nggak mengerti."

Anindita menatap Caraka. "Gitu juga sama Ratih, nggak gampang hidup dengan bahasa isyarat. Nggak semua orang bisa ngerti, kan? Sama kayak aku, aku nggak bisa semudah itu mengerti Ratih, itu sebabnya Ratih happy ketemu seseorang yang sefrekuensi, yang bisa mengerti bahasanya."

"Habis makan apa tadi? Tiba-tiba jadi jenius gini?"

"Sehari aja nggak nyudutin aku, badan kamu tuh gatal-gatal kayaknya."

Caraka terkekeh sambil mengangguk. "Kayaknya sih gitu."

Rupanya pramusaji datang membawakan banyak sekali lauk. Anindita sampai melongok. Cacing dalam perutnya mulai berdendang ria begitu aroma nikmat tercium ke indera penciuman. "Wah makasih ya, Mbak."

"Sama-sama, silakan menikmati."

Anindita mencuci tangan lalu matanya jelalatan melihat banyak sekali lauk sampai dia kebingungan, tapi tahu-tahu dia cuma mengambil sayur nangka dan jeroan. "Udah?" tanya Caraka heran.

Gadis itu mengangguk. "Udah segini aja," matanya masih jelalatan tapi tetap bersikukuh tidak mau menambah lauk.

"Kenapa dikit banget?"

Dia tentu saja tidak bercerita bahwa waktu kecil dia pernah punya pengalaman buruk ketika makan di Rumah Makan Padang. Waktu itu sekeluarga besar jalan-jalan bersama Paman, Bibi, dan neneknya ke kota. Minus ibunya tentu saja karena waktu itu harus pergi berjualan di pasar ikan. Anindita kecil tidak tahu kalau sistem makan di Rumah Makan Padang dihitung per lauk, dia kira semua yang disajikan itulah yang boleh dimakan.

Jadi dia mencicipi satu-satu. Rupanya ketika pulang, Nenek memaki-maki Anin di depan ibunya. Nenek tidak terima karena Paman harus membayar mahal untuk makanan dalam perutnya. Anin masih ingat kalimat itu. "Anakmu ini aji mumpung, sudah bagus-bagus ditraktir pamannya malah bikin bangkrut. Tolong diajari, ya. Jangan begitu sama Paman sendiri. Kebaikan kok malah disalahgunakan."

Ibunya marah ke Nenek dan membayar ganti rugi. Sejak itu Ibu berjanji agar Anindita tidak usah lagi ikut keluarga besarnya jalan-jalan. Ibu tidak tahu, Anindita merasa bersalah, demi keinginannya ikut makan nasi Padang, Ibu harus membayar harga yang mahal: dihina oleh Nenek.

"Nin? Kok bengong?" Caraka menjentikkan jarinya di depan Anindita.

"E—nggak, ini mau makan."

Caraka menyodorkan ayam dan meletakkannya di piring Anindita. "Gue mau selama lo jalan sama gue, jangan perhitungan sama harga. Makanan itu dinikmati, Nin, nggak usah pikirin hitung-hitungannya. Waktu itu lo bilang harapan lo pengin coba makanan enak, ini salah satunya. Gue ajak lo ke sini, supaya lo bisa menikmati. Tapi makan seenak apa pun nggak akan nyaman di perut kalau lo nggak bisa menikmati." Cowok itu menepuk pelan rambut Anindita.

"Jadi tolong dinikmati, jangan kepikiran hitung-hitungan kali ini, oke?"

Untuk kali pertama sepanjang dia beranjak dewasa, Anindita tidak menuruti nasihat ibunya. Malam itu dia tidak lagi perhitungan dengan angka-angka dalam kepala.



A/N: Hei raaa, nggak nyangka udah chapter 12 aja nih, makasih ya udah setia ikutin ceritanya. Kalau suka silakan bantu promosi!

Komen dong sejauh ini gimana ceritanya?

Spam "next" ya biar rameeee!

Sampai jumpa di part berikutnya <3

Continue Reading

You'll Also Like

408K 49.9K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.3M 74.5K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.1M 108K 57
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
504K 25.2K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...